Sulit menentukan tahun yang pasti
berdirinya kajian sosiologi di Amerika. Awal 1858 ada mata kuliah mengenai
masalah sosial yang diajarkan di Oberlin. Istilah sosiologi Comte digunakan
George Fitzhugh tahun 1854 dan William Graham Sumner mengajarkan ilmu sosial di
Yale pada awal 1873. Sepanjang dekade 1880-an kuliah yang secara khusus
bertajuk sosiologi mulai muncul. Jurusan Sosiologi yang pertama didirikan di
Universitas Kansas tahun 1889. Tahun 1892 Albion Small pindah ke Universitas
Chicago dan mendirikan jurusan sosiologi baru. Jurusan Sosiologi Universitas
Chicago menjadi pusat kajian sosiologi Amerika pertama yang penting perannya
dalam kajian sosiologi pada umumnya dan teori sosiologi pada khususnya (F.
Matthews, 1977).
Politik
Schwendinger dan Schwendinger (1974)
menyatakan bahwa para sosiolog Amerika awal paling tepat dilukiskan sebagai
beraliran politik liberal dan tidak konservatif seperti kebanyakan teoritisi
Eropa awal. Ciri liberalisme sosiologi Amerika awal pada dasarnya mempunyai dua
unsur. Pertama, ia bertolak dari keyakinan tentang kebebasan dan kesejahteraan
individu. Dalam keyakinan ini ada lebih banyak pengaruh orientasi Spencer
ketimbang Comte, yang lebih berorientasi kolektif. Kedua, kebanyakan sosiolog
yang berorientasi Spencer ini menerima pandangan evolusioner tentang kemajuan
sosial (Fine, 1979). Tetapi, mereka berbeda pendapat mengenai cara terbaik
untuk menghasilkan kemajuan itu. Sebagian menyatakan pemerintah harus mengambil
langkah untuk membantu reformasi sosial, sedangkan yang lain menekankan doktrin
persaingan bebas (laissez-faire) dan menegaskan bahwa berbagai komponen
masyarakat harus diberikan kebebasan untuk menyelesaikan masalah mereka
sendiri.
Bertolak dari makna ekstremnya,
liberalisme menjadi sangat dekat dengan konservatisme. Keyakinan akan kemajuan
sosial (doktrin reformasi atau persaingan bebas) dan keyakinan atas pentingnya
peran individu, keduanya mengarah kepada posisi mendukung sistem sebagai satu
kesatuan. Keyakinan yang dominan adalah bahwa sistem sosial berfungsi atau
dapat direformasi cara berfungsinya. Sedikit sekali pandangan kritis tentang
sistem sebagai satu kesatuan; untuk kasus Amerika khususnya, ini berarti bahwa
sedikit yang dipertanyakan mengenai kapitalisme. Sosiolog awal ini melihat masa
depan akan ditandai oleh keharmonisan dan kerja sama kelas ketimbang perjuangan
kelas. Pada akhirnva, hal ini berarti bahwa teori sosiologi Amerika awal
membantu merasionalkan eksploitasi, imperialisme domestik dan internasional,
dan ketimpangan sosial (Schwendinger dan Schwendinger, 1974). Pada akhirnya,
liberalisme politik sosiolog awal ini mengandung implikasi konservatif yang
sangat besar.
Perubahan Sosial dan Arus Intelektual
Dalam analisis tentang pertumbuhan
teori sosiologi Amerika, Roescoe Hinkle (1980) dan E. Fuhrman (1980) melukiskan
beberapa konteks dasar yang munculnya bangunan teori itu. Terpenting adalah
perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat Amerika setelah Perang Sipil
(Bramson, 1961). Sederetan faktor yang berperan dalam perkembangan teori sosiologi
Eropa; beberapa faktor tersebut (seperti industrialisasi dan urbanisasi) juga
berperan penting dalam perkembangan teori Amerika. Menurut Fuhrman, kendati
para sosiolog Amerika awal melihat peluang positif dari indistrialisasi dan
tertarik terhadap gagasan yang diajukan oleh gerakan buruh dan kelompok
sosialis tentang cara menanggulangi industrialisasi, mereka tak setuju dengan
upaya perbaikan masyarakat secara radikal.
Arthur Vidich dan Stanford Lyman
(1985) menunjukkan besarnya pengaruh Kristen, terutama ajaran Protestan,
terhadap kemunculan sosiologi Amerika. Menurut mereka, sosiolog Amerika
mempertahankan kepentingan Protestan dalam menyelamatkan dunia dan semata-mata
mengganti satu bahasa (ilmu) dengan bahasa lain (agama). Mereka menyatakan bahwa
dari tahun 1854, ketika karya sosiologi pertama muncul di Amerika hingga
pecahnya Perang Dunia I, sosiologi merupakan “respon moral dan intelektual
terhadap masalah kehidupan dan terhadap pemikiran lembaga dan keyakinan orang
Amerika” (Vidich dan Lyman 1985:1). Para sosiolog berupaya mendefinisikan,
mempelajari, dan membantu menyelesaikan berbagai masalah. Sementara pendeta
bekerja dengan agama untuk membantu memperbaiki nasib umatnya, sosiolog
melakukan hal di dalam masyarakat. Karena dasar keagamaan mereka sama, sebagian
besar sosiolog itu tidak meragukan basis legitimasi masyarakat.
Faktor utama lain yang didiskusikan
oleh Hinkle dan Fuhrman adalah kemunculan secara simultan profesi akademis
(termasuk sosiologi) dan sistem universitas modern di Amerika di akhir 1800-an.
Sebaliknya di Eropa, sistem universitas telah berdiri mantap sebelum munculnya
sosiologi. Bila di Eropa sosiologi mengalami kesulitan masuk ke sistem
universitas yang sudah mapan itu, di Amerika sosiologi lebih mudah memasuki
sistem universitas yang masih baru dan belum kokoh itu.
Ciri lain sosiologi Amerika awal
(seperti disiplin sosial lainnya) adalah berpaling dari perspektif historis dan
searah dengan orientasi positivistik atau “ilmiah”. Seperti dinyatakan Ross,
“Keinginan untuk mencapai abstraksi universal dan metode kuantitatif
menyebabkan ilmuwan sosial Amerika menjauhi model analisis (interpretasi) yang
disediakan ilmu sejarah dan antropologi budaya dan menjauhi model interpretasi
yang ditawarkan oleh Max Weber.” (1991:473). Ketimbang membuat interpretasi
perubahan historis jangka panjang, sosiolog Amerika lebih cenderung mengarah
pada upaya studi ilmiah terhadap proses-proses sosial jangka pendek.
Faktor lainnya lagi adalah dampak
teori sosiologi Eropa yang sudah mapan terhadap teori sosiologi Amerika.
Kebanyakan teoritisi Eropa menciptakan teori sosiologi, sedangkan teoritisi
Amerika memanfaatkan landasan teoritis yang sudah disediakan itu. Teoritisi
Eropa yang paling besar pengaruhnya terhadap teoritisi Amerika awal adalah
Spencer dan Comte. Simmel agak besar pengaruhnya di tahun-tahun awal, tetapi
Durkheim, Weber, dan Marx tak begitu besar pengaruhnya selama beberapa tahun di
awal pertumbuhan sosiologi Amerika. Sejarah ide-ide Spencer adalah menarik dan
informatif dalam melukiskan dampak teori sosiologi Eropa awal terhadap
sosiologi Amerika.
Pengaruh Spencer Terhadap Sosiologi. Mengapa gagasan Spencer jauh lebih
berpengaruh terhadap sosiologi Amerika awal ketimbang gagasan Comte, Durkheim,
Marx, dan Weber? Hofstadter (1959) mengemukakan beberapa penjelasan. Alasan
termudah adalah bahwa Spencer menulis dalam bahasa Inggris, sedangkan teoritisi
lain tidak. Spencer menulis dalam pengertian nonteknis, yang menyebabkan
karyanya mudah diterima oleh kalangan yang lebih luas. Memang ada yang menyatakan
keterbatasan kemampuan teknis inilah yang menyebabkan Spencer dianggap sebagai
sarjana yang sangat tidak canggih. Tetapi, menurut yang lain ketidakcanggihan
itulah yang menjadi alasan lebih penting yang membuat gagasan Spencer diterima
oleh kalangan lebih luas. Ia mengemukakan orientasi ilmiah yang menarik
khalayak yang saat itu sedang sangat menyukai ilmu dan produk teknologinya. Ia
mengemukakan teori yang komprehensif yang seakan mampu menerangkan seluruh
sejarah manusia. Keluasan gagasannya serta banyaknya karya yang ia hasilkan
memungkinkan teorinya itu menjelaskan berbagai masalah yang berbeda-beda dan
diterima oleh berbagai kalangan yang berbeda pula. Alasan terakhir, dan mungkin
terpenting, teorinya bersifat menerangkan bagi masyarakat yang tengah menjalani
proses industrialisasi masyarakat yang menurut Spencer terus bergerak menuju
kemajuan yang cepat dan besar.
Murid Spencer paling terkenal di
Amerika adalah William Graham Sumner, yang menerima dan memperluas berbagai
gagasan Darwinisme Sosial. Spencer juga memengaruhi sosiolog Amerika awal
lainnya, antara lain Lester Ward, Charles Horton Cooley, E.A. Ross, dan Robert
Park.
Tetapi sekitar 1930-an pengaruh
Spencer di dunia intelektual umumnya dan dalam sosiologi pada khususnya mulai
merosot. Gagasan laissez-faire Darwinis Sosial Spencer tampak menggelikan
dilihat dari sudut berbagai masalah sosial besar seperti perang dunia dan
depresi ekonomi besar tahun 1930-an. Pada 1937 Talcott Parsons mengumumkan
kematian gagasan Spencer untuk Kajian sosiologi ketika ia memekikkan kata-kata
sejarawan Crane Brinton beberapa tahun sebelumnya: “Siapa yang masih membaca
karya Spencer Walaupun perhatian terhadap karya Spencer kini tak lebih sekadar
untuk kepentingan sejarah, namun gagasannya tetap penting dalam pembentukan
teori sosiologi Amerika awal. Berikut ini akan kita simak karya dua teoritisi
Amerika yang dipengaruhi oleh karya Spencer, paling tidak sebagian.
William Graham Sumner (1840-1910). Ada baiknya diskusi tentang
teoritisi Amerika awal dimulai dari Sumner karena dialah yang mula-mula
mengajarkan sosiologi beberapa tahun sebelum upaya serupa dilakukan di
universitas lain manapun di dunia (Curtis, 1981:63). Sumner adalah eksponen
utama Darwinisme Sosial di Amerika, meski ia mengubah pandangannya di penghujung
hidupnya (N. Smith, 1979).
Sumner pada dasarnya menganut
pemikiran survival of the fittest dalam memahami dunia sosial. Seperti Spencer,
ia melihat manusia berjuang melawan lingkungannya dan yang paling kuatlah yang
akan berhasil mempertahankan hidupnya. Jadi, Sumner adalah penyokong
keagresifan dan kebersaingan manusia. Orang yang sukses dalam persaingan berhak
hidup dan yang tak sukses tak berhak hidup. Menurut pandangan Sumner, setiap
bentuk intervensi bertentangan dengan seleksi alamiah yang berlaku dalam
kehidupan manusia maupun dalam kehidupan binatang yang memungkinkan yang layak
(fit) bertahan hidup (survive) dan yang tak layak akan binasa. Sistem teoritis
ini cocok dengan perkembangan kapitalisme karena menyediakan legitimasi
teoritis bagi ketimpangan kekuasaan dan kekayaan yang ada.
Sumner tak banyak diingat sejarah
karena dua alasan. pertama, orientasinya dan Darwinisme Sosial pada umumnya
dianggap tak lebih dari legitimasi terhadap kapitalisme kompetitif dan status
quo. kedua, Sumner gagal membangun landasan yang cukup kuat bagi sebuah aliran
sosiologi bersama muridnya di Yale, tetapi beberapa tahun kemudian ia berhasil
membangunnya di Universitas Chicago (Heyl dan Heyl, 1976). Meski sukses dimasa
hidupnya, kini ia hanya “diingat oleh segelintir orang” (Curtis, 1981: 146).
Lester F. Ward (1841-1913). Lester Ward mempunyai karir yang tak
biasa karena dia lebih banyak bekerja sebagai ahli purbakala (paleontologis)
yang bekerja untuk pemerintah federal. Selama menjadi pakar purbakala itu ia membaca
karya Spencer dan Comte dan mengembangkan perhatian yang besar terhadap
sosiologi. Pada akhir 1800-an dan awal 1900-an ia menerbitkan sejumlah karya
yang menjelaskan teori sosiologinya. Berkat ketenaran karyanya itu, pada 1906
Ward terpilih menjadi presiden pertama Masyarakat Sosiologi Amerika. Tak lama
kemudian ia mendapat jabatan akademis pertama kali di Universitas Brown,
jabatan yang dipegangnya hingga dia meninggal.
Seperti Sumner, Ward menerima gagasan
bahwa manusia berkembang dari bentuk yang lebih rendah ke statusnya yang
seperti sekarang. Ia yakin bahwa masyarakat kuno ditandai oleh kesederhanaan
dan kemiskinan moral, sedangkan masyarakat modern lebih kompleks, lebih bahagia
dan mendapatkan kebebasan Tugas utama sosiologi (sosiologi murni) adalah
meneliti hukum-hukum dasar struktur sosial dan perubahan sosial. Tetapi, Ward
tidak puas bila soiologi hanya meneliti kehidupan sosial saja. Ia yakin
sosiologi tentu mempunyai sisi praktisnya, sosiologi harus pula menjadi ilmu
terapan. Sosiologi meliputi kesadaran yang menggunakan pengetahuan ilmiah untuk
mencapai kehidupan masyarakat yang lebih baik. Jadi, Ward bukanlah penganut
Darwinisme sosial yang ekstrem; dia yakin akan pentingnya reformasi sosial.
Meski Sumner dan Ward secara historis
berpengaruh untuk teori sosiologi namun pengaruhnya tak lama. Akan tetapi, kini
kita beralih sebentar ke seorang teoritisi pada masa itu, Thorstein Veblen,
yang berpengaruh signifikan dan lama pengaruhnya dalam sosiologi dewasa ini
semakin meningkat. Kemudian kita akan menengok ke beberapa teoritisi, khususnya
Mead dan aliran Chicago yang kemudian mendominasi sosiologi di Amerika. Aliran
Chicago mempunyai keunikan tersendiri dalam sejarah sosiologi Amerika. Aliran
ini merupakan salah satu dari sedikit kegiatan intelektual kolektif yang ada
sepanjang sejarah sosiologi (Bulmer, 1984;1). Tradisi yang dimulai di
Universitas Chicago ini sampai sekarang masih penting bagi sosiologi dan status
teoritisnya (dan juga empirisnya).
Thorstein Veblen (1857-1929). Veblen, yang bukan seorang sosiolog,
tetapi ekonom, meski dia adalah figur marjinal di bidang ekonomi, bagaimanapun
juga menghasilkan teori sosial yang signifikansinya bertahan lama terhadap
sejumlah disiplin, termasuk sosiologi. Problem utama bagi Veblen adalah benturan
antara bisnis dan industri. Yang dimaksud bisnis oleh Veblen adalah pemilik,
pemimpin, dan “kapten” industri yang memfokuskan pada laba miliknya, tetapi
untuk menjaga harga dan laba yang tinggi sering upaya untuk membatasi produksi.
Dalam melakukan hal itu mereka merintangi operasi sistem industrial dan secara
negatif memengaruhi secara keseluruhan (melalui, misalnya, tingkat pengangguran
yang tinggi), yang sesungguhnya paling baik dilayani dengan operasi industri
tanpa rintangan. Jadi, pemimpin bisnis adalah sumber banyak persoalan di dalam
masyarakay yang, menurut Veblen, semestinya dipimpin oleh orang (misalnya, yang
memahami sistem industri dan pengoperasiannya dan tertarik dengan kesejahteraan
umum.
Arti penting gagasan Veblen dapat
dilacak ke bukunya yang berjudul The Leisure Class (1899/1994). Veblen kritis
terhadap leisure class (yang terkait erat dengan pengusaha) karena perannya
dalam mendorong konsumsi yang sia-sia. Untuk mengesankan seluruh masyarakat,
kelas ini melakukan conspiciuous leisure (penggunaan waktu secara tidak
produktif) dan conspicuous consumption (mengeluarkan lebih banyak uang untuk
barang yang nilainya tak sepadan dengan pengeluaran tersebut). Kelas-kelas
sosial lainnya dipengaruhi oleh contoh-contoh tersebut dan berusaha menyamainya,
baik secara langsung maupun tak langsung. Akibatnya adalah muncul masyarakat
yang dicirikan oleh pemborosan waktu dan uang. Arti terpenting karyanya itu
adalah bahwa, berbeda dengan karya-karya sosiologi lainnya (dan juga karya
Veblen lainnya, The Theory of the Leisure Class memfokuskan pada konsumsi,
bukannya produksi. Jadi, karya ini mengantisipasi pergeseran dalam teori sosial
dewasa ini yang berpindah dari fokus produksi menuju fokus konsumsi (Slater,
1997; Ritzer, 1999; Ritzer, Goodman dan Weidenhoft, 2001; juga jurnal baru
Journal of Consumer Culture yang mulai terbit pada 2001).
Aliran Chicago
Jurusan Sosiologi Universitas Chicago
didirikan tahun 1892 oleh Albion Small. Karya intelektual Small kurang penting
dibandingkan dengan peran yang dimainkannya dalam melembagakan sosiologi di
Amerika Serikat (Faris, 1970; Matthews, 1977). Ia adalah tokoh penting dalam
menciptakan jurusan Sosiologi di Universitas Chicago yang menjadi pusat kajian
sosiologi di AS selama beberapa tahun. Small, bekerja sama dengan
rekan-rekannya, adalah orang-orang yang pertama kali menulis buku ajar
sosiologi tahun 1894. Pada 1895 ia mendirikan The American Journal of
Sociology, sebuah jurnal yang hingga kini merupakan kekuatan dominan dalam
sosiologi. Pada 1905 Small ikut membentuk The American Sociological Society,
asosiasi profesional utama sosiolog Amerika hingga sekarang (Rhoades,1981).
Rasa malu yang diakibatkan oleh singkatan American Sociological Society [ASS]
membuat nama itu diubah menjadi American Sociological Association [ASA] pada
1954. Sosiologi Chicago Awal. Jurusan Sosiologi Chicago mempunyai beberapa ciri
istimewa. Pertama, ia berkaitan erat dengan agama. Beberapa anggotanya adalah
para pendeta dan anggota lainnya adalah anak-anak pendeta. Small misalnya,
yakin bahwa “tujuan terakhir sosiologi pada dasarnya bersifat Kristen”
(Matthews, 1977:95). Pendapat ini mengarah kepada pandangan bahwa sosiologi
harus memusatkan perhatian pada reformasi sosial dan pandangan ini digabungkan
dengan keyakinan bahwa sosiologi haruslah selalu ilmiah. Seperti akan terlihat,
konsepsi aliran Chicago tentang ilmu menjadi sedemikian ‘lunak’, sekurang-
kurangnya dilihat dari sudut pandang aliran postivisme yang kemudian
mendominasi sosiologi. Sosiologi iImiah yang bertujuan mencapai kemajuan sosial
itu dipraktikkan dalam upaya mengembangkan kota Chicago yang telah dilanda
dampak positif dan negatif Industrialisasi dan urbanisasi.
W.I. Thomas (1863-1947). Tahun 1895 Thomas menjadi mahasiswa
di jurusan itu dan tahun 1896 ia menulis disertasi. Pengaruh abadi Thomas
adalah penekanannya pada pentingnya melakukan riset ilmiah terhadap masalah
soiologis (Lodge, 1986). Meski ia memperjuangkan pendiriannya ini selama
bertahun-tahun, pernyataan utamanya baru muncul pada 1918 dengan diterbitkannya
hasil riset ilmiahnya bersama Florian Znaniecki berjudul The Polish Peasant
Europe and America. Martin Bulmer melihatnya sebagai studi “landmark” karena
hasil studinya itu “memindahkan sosiologi dari teori abstrak dan riset
kepustakaan ke studi dunia empiris dengan menggunakan sebuah kerangka teoritis”
(1984:45). Norbert Wiley melihat karya itu sebagai karya penting untuk
mendirikan sosiologi dalam arti “menjernihkan ruang intelektual yang unik
sehingga disiplin dapat melihat dan mengeksplorasi” (1986:20). Buku itu adalah
hasil riset selama 8 tahun di Eropa dan di Amerika Serikat dan terutama adalah
hasil riset tentang disorganisasi sosial di kalangan migran Polandia. Datanya
sudah tidak penting. Tetapi, metodologinya tetap penting. Metodologinya
memerlukan berbagai sumber data, termasuk bahan otobiografi, tulisan-tulisan,
surat keluarga, guntingan koran, dokumen resmi dan surat-surat resmi.
Meski The Polish Peasant terutama
merupakan hasil studi makrososiologi tentang institusi sosial, tetapi dalam
perjalanan karirnya, Thomas lebih tertarik kearah mikroskopik, ke arah
psikologi sosial. Pernyataan psikologi sosialnya yang paling terkenal adalah:
“Bila manusia mendefinisikan situasi sebagai nyata, maka akibatnya adalah
nyata.” (Thomas dan Thomas, 1928:572). Penekanannya adalah arti penting apa
yang dipikirkan orang dan bagaimana pikirannya itu mempengaruhi apa yang mereka
kerjakan. Sasaran perhatian psikologi sosial mikroskopik ini bertolak belakang
dengan sasaran perhatian perspektif struktur sosial dan kultural pemikir Eropa
seperti Marx, Weber dan Durkheim. Inilah salah satu ciri khas produk teoritis
aliran Chicago interaksionisme simbolik (Rock, 1979:5)
Robert Park (1864-1944). Tokoh penting lain dari Chicago
adalah Robert Park (Shils, 1996). Park datang ke Chicago tahun 1913 sebagai
instruktur sambilan dan dengan cepat menempati peran sentral di jurusan
sosiologi Chicago. Lamanya Park berpengaruh di Chicago tidak hanya karena
kontribusi intelektualnya saja. Peran pentingnya dalam pengembangan sosiologi
terdapat di berbagai bidang. PERTAMA, ia menjadi tokoh dominan di jurusan
sosiologi Chicago dan selanjutnya menjadi sosiolog dominan hingga tahun
1930-an. KEDUA, Park belajar di Eropa dan menjadi tokoh penting dalam
membangkitkan minat sosiologi Chicago terhadap pemikir Eropa. Park adalah murid
Simmel, dan pemikiran Simmel, terutama tentang tindakan dan interaksi, menjadi
instrumen dalam mengembangkan orientasi teoritis aliran Chicago (Rock,
1979:36-48). KETIGA, sebelum menjadi sosiolog, Park telah menjadi reporter dan
pengalaman ini memberikannya suatu pemahaman tentang pentingnya masalah urban
dan perlunya meneliti ke lapangan, mengumpulkan data melalui observasi
personal. Hasilnya adalah berkembangnya minat yang besar dari aliran Chicago
terhadap ekologi urban (Gaziano, 1996; Maines, Bridger dan Ulmer, 1996; Perry,
Abbott dan Hutter, 1997). KEEMPAT, Park berperan penting dalam membimbing
mahasiswa SI dan membantu mengembangkan program riset mahasiswa (Bulmer,
1984:13). KELIMA, tahun 1921, Park dan Ernest W. Burgess menerbitkan buku ajar
sosiologi pertama yang benar-benar penting, An Introduction to The Science of
Sociology. Buku ini menjadi buku yang berpengaruh besar selama beberapa tahun
dan sangat terkenal karena komitmennya kepada ilmu, riset dan studi fenomena
sosial berskala luas.
Sejak akhir tahun 1920-an dan awal
1930-an Park mulai makin berkurang kegiatannya di Chicago. Pada akhirnya,
minatnya yang besar sepanjang hayatnya terhadap masalah hubungan antarras
(sebelum menjadi sosiolog pernah menjadi sekretaris Booker T. Washington)
menyebabkan ia mendapat jabatan di sebuah universitas kulit hitam, Universitas
Fisk, tahun 1934. Meski kemerosotan jurusan sosiologi Chicago bukan semata
disebabkan kepergian Park, namun pamornya mulai menurun pada 1930-an itu. Sebelum
membahas tentang kemerosotan sosiologi aliran Chicago dan kemunculan jurusan
dan teori lain, kita perlu kembali ke tahun-tahun awal aliran Chicago dan ke
kedua orang tokoh yang karya teoritisnya paling lama bertahan, Charles Horton
Cooley dan, yang sangat penting, George Herbert Mead. Ada banyak tokoh
signifikan lainnya yang diasosiasikan dengan aliran Chicago, termasuk Everett
Hughes (Chapoulie, 1996; Strauss, 1996).
Charles Horton Cooley (1864-1929). Hubungan Cooley dengan aliran
Chicago menarik karena ia berkarir di Universitas Michigan, bukan di
Universitas Chicago. Tetapi, perspektif teoritis Cooley sejalan dengan teori
interaksionisme simbolik yang menjadi produk terpenting Chicago.
Cooley mendapat Ph.D. dari Universitas
Michigan pada tahun 1894. Ia telah mengembangkan minat yang besar terhadap
sosiologi, namun belum ada jurusan sosiologi di Michigan. Akibatnya pertanyaan
ujian Ph.D.nya datang dari Universitas Columbia. Di situ sosiologi telah
diajarkan sejak tahun 1889, di bawah kepemimpinan Franklin Giddings. Cooley
memulai karir mengajar di Michigan tahun 1892 sebelum mencapai Ph.D. dan ia
tetap di situ selama karirnya.
Meski Cooley mempunyai pemikiran
berskala luas, kini ia diingat terutama karena pemahamannya yang mendalam
mengenai aspek psikologi sosial dari kehidupan sosial. Karyanya di bidang ini
sejalan dengan karya Mead, meski pengaruh Mead terhadap sosiologi lebih dalam
dan lebih abadi ketimbang pengaruh Cooley. Cooley menekuni tentang kesadaran,
tetapi ia (seperti Mead) menolak untuk memisahkan kesadaran dari konteks
sosial. Contoh terbaik konsep Cooley yang masih bertahan hingga kini adalah
konsep cermin diri (the looking glass self). Dengan menggunakan konsep ini
Cooley memahami bahwa manusia memiliki kesadaran dan kesadaran itu terbentuk
dalam interaksi sosial yang berlanjut. Konsep dasar penting kedua yang juga
mencerminkan pendekatan psikologi sosial Cooley adalah konsep kelompok primer.
Kelompok primer adalah kelompok yang hubungan antara anggotanya sangat akrab
dan bertatap muka dalam arti saling mengenai kepribadian masing-masing.
Kelompok ini memainkan peran kunci dalam menghubungkan aktor dengan masyarakat
yang lebih luas. Contoh utamanya adalah keluarga dan kelompok teman sepermainan
anak muda. Dalam kelompok primer inilah individu tumbuh menjadi makhluk sosial.
Di dalam kelompok primer ini pula pada dasamya cermin diri itu muncul dan anak
yang semula memusatkan perhatian pada diri sendiri (ego centered) mulai belajar
untuk memperhatikan orang lain dan dengan cara demikian menjadi penambah
anggota masyarakat.
Baik Cooley maupun Mead (Winterer,
1994) menolak pandangan behavioristik tentang manusia, pandangan yang
menyatakan manusia (individu) memberikan respon secara membabi buta dan tanpa
kesadaran terhadap rangsangan dari luar. Dari sisi positif, behaviorisme yakin
bahwa individu mempunyai kesadaran, diri (self), dan menjadi tanggung jawab
sosiolog untuk meneliti aspek realitas sosial ini. Untuk meneliti kesadaran
atau kedirian ini Cooley menganjurkan agar sosiolog mencoba menempatkan diri di
tempat aktor yang diteliti dengan menggunakan metode introspeksi simpatetik
untuk menganalisis kesadaran itu. Dengan menganalisis apa saja yang mungkin
dilakukan aktor dalam berbagai kesadaran sosiolog akan dapat memahami makna dan
motif yang mendasari perilaku sosial. Tetapi, banyak sosiolog yang menilai
metode introspeksi simpatik ini sangat tidak ilmiah. Di bidang inilah antara
lain pemikiran Mead lebih maju ketimbang Cooley. Namun demikian banyak sekali
kesamaan perhatian kedua pakar ini, di antaranya mereka berpandangan sama bahwa
sosiologi seharusnya memusatkan perhatian pada fenomena psikologi sosial
seperti kesadaran, tindakan dan interaksi.
George Herbert Mead (1863-1931). Pemikir terpenting yang berkaitan
dengan aliran Chicago dan interaksionisme simbolik bukan sosiolog, tetapi
filsuf G.H. Mead. Mead mulai mengajar filsafat di Universitas Chicago tahun
1894 dan ia mengajar di situ hingga kematiannya tahun 1931 (G. Cook, 1993). Ada
yang agak paradoks di diri Mead. Ia memusatkan perhatian pada sejarah teori
sosiologi baik itu karena ia mengajar filsafat, bukan sosiologi, maupun karena
ia terhitung dikit menerbitkan buku semasa hidupnya. Paradoksnya sebagian
terjawab oleh dua fakta. Pertama, Mead mengajar psikologi sosial di jurusan
filsafat dan mata kuliah itu diikuti oleh banyak mahasiswa jurusan sosiologi.
Pemikiran Mead berpengaruh besar terhadap sejumlah mereka. Mahasiswa sosiologi
ini menghubungkan pemikiran Mead dengan pemikiran profesor lain dari jurusan
sosiologi seperti Park dan Thomas. Meski ketika itu belum ada teori yang
dikenal sebagai simbolik interaksionisme, teori itu diciptakan oleh mahasiswa
dari berbagai input. Jadi, Mead berpengaruh mendalam dan bersifat pribadi
terhadap orang yang kemudian mengembangkan interaksionisme simbolik. Kedua,
mahasiswa itu mengumpulkan catatan mereka yang berasal dari kuliah Mead dan
menerbitkannya atas nama Mead secara anumerta. Buku itu berjudul Mind, Self and
Society (Mead, 1934/1962), yang memindahkan pemikiran Mead yang disampaikan
secara lisan melalui kuliah ke bentuk tulisan. Buku ini banyak dibaca dan
inilah yang menjadi pilar intelektual utama bangunan teori simbolik inter
aksionisme.
Tetapi di sini perlu ditekankan
beberapa hal untuk menempatkan Mead dalam posisi sejarah. Pemikiran Mead perlu
dilihat dalam konteks behaviorisme psikologi. Mead dipengaruhi oleh orientasi
ini dan menerima beberapa prinsipnya. Ia menerima prinsip ajaran behaviorisme
tentang pemusatan perhatian pada aktor dan perilakunya. Ia menganggap bijaksana
pakar behaviorisme yang menekankan perhatian pada imbalan dan biaya yang
terlibat dalam perilaku aktor. Yang dipersoalkan Mead adalah behaviorisme tak
cukup berkembang. Maksudnya, behaviorisme mengeluarkan variabel kesadaran dari
pertimbangan serius dengan menyatakan bahwa variabel kesadaran itu tak dapat
dipertanggung jawabkan terhadap studi ilmiah. Mead sangat tidak setuju dan
mencoba mengembangkan prinsip-prinsip behaviorisme ke tingkat analisis pikiran.
Dalam melakukan hal ini sasaran perhatian Mead serupa dengan Cooley. Bedanya,
bila pemikiran Cooley dianggap tidak ilmiah, Mead menjanjikan konsepsi tentang
kesadaran yang lebih ilmiah yang memperluas prinsip ilmiah dan metode
behaviorisme psikologi.
Mead menawarkan kepada sosiologi
Amerika sebuah teori psikologi sosial yang bertolak belakang dengan teori
sosial, terutama yang ditawarkan oleh sebagian besar teoritisi Eropa (Shalin,
2000). Kekecualian terpenting adalah Simmel. Dengan demikian interaksionisme
simbolik sebagian besar dikembangkan dari pemikiran Simmel tentang aksi dan
interaksi dan dari pemikiran Mead tentang kesadaran. Namun, penekanan seperti
itu memperlemah konsep Mead dan interaksionisme simbolik di tingkat analisis
sosial dan kultural.
Memudarnya Sosiologi Chicago. Sosiologi Chicago mencapai puncaknya
tahun 1920-an. Tetapi sekitar 1930-an, karena kematian Mead dan pindahnya Park,
jurusan sosiologi mulai kehilangan posisi sentralnya dalam sosiologi Amerika
(Cortese, 1995). Fred Matthews (1971; lihat juga Bulmer, 1984) menunjukkan
beberapa alasan penyebab menurunnya peran aliran Chicago. Dua di antaranya
sangat penting.
PERTAMA, pertumbuhan sosiologi makin
ilmiah menggunakan metode canggih dan analisis statistik. Akan tetapi, aliran
Chicago masih menekankan pada studi deskriptif, etnografis (Prus, 1996), yang
sering memusatkan perhatian pada orientasi personal dari sasaran studi mereka
(menurut istilah Thomas memusatkan perhatian pada definisi situasi mereka).
Park dari semula makin melecehkan analisis statistik (ia menyebut analisis
statistik sebagai permainan sulap di kamar) karena statistik menghalangi
analisis subjektivitas, keistimewaan dan keunikan. Sebenarnya banyak studi
penting dengan metode kuantitatif yang telah dilakukan di Chicago yang
cenderung mengabaikan kaitannya dengan metode kualitatif.
KEDUA, makin lama makin
banyak sosiolog di luar aliran Chicago yang makin membenci dominasi aliran
Chicago atas American Sociological Society dan American Journal of Sociology.
The American Sociological Society didirikan tahun 1930 Jan para sosiolog dari
bagian timur Amerika semakin lantang mengecam dominasi sosiolog belahan barat
pada umumnya dan Chicago pada khususnya (Wiley, 1979:63). Tahun 1935
pemberontakan menentang aliran Chicago menyebabkan tergusurnya orang Chicago
dari sekretariat American Sociological Society. Berikutnya berdiri jurnal resmi
baru, American Journal Review Lengermann, 1979). Menurut Wiley “aliran Chicago
tumbang seperti pohon oak yang kuat” (1979:63). Keruntuhan aliran Chicago
menandai pertumbuhan pusat kekuasaan lain yang paling terkemuka, yaitu Harvard
dan Liga Ivy. Interaksionisme simbolik makin tidak menentukan sehingga akhirnya
kehilangan andasan untuk lebih menjelaskan sistem teoritis yang telah tersusun
seperti struktural fungsionalisme yang dikaitkan dengan Liga Ivy (Rock, 1979:12).
terima kasih... sangat membantu sekali artikel / jurnal ini....
BalasHapus