Habermas adalah seorang pemikir sosial
yang sangat penting di dunia dewasa ini. Lahir di Dusseldorf, Jerman 18 Juni
1929 dari keluarga kelas menengah yang agak tradisional. Ayahnya pernah
menjabat direktur Kamar Dagang. Ketika berusia belasan tahun selama PD II
Habermas sangat dipengaruhi oleh perang itu. Berakhirnya perang menimbulkan
harapan dan peluang baru pemuda Jerman, termasuk Habermas. Hancurnya Nazisme
menimbulkan optimisme mengenai masa depan Jerman, namun Habermas kecewa karena
hampir tak ada kemajuan yang berarti di tahun-tahun permulaan sesudah perang.
Dengan berakhirnya kekuasaan Nazi, semua jenis peluang intelektual muncul, dan
buku-buku yang semula dilarang dibaca kini boleh dibaca dan tersedia buat
Habermas. Termasuk literatur Barat dan Jerman maupun risalah yang ditulis oleh
Marx dan Engels. Antara tahun 1949 dan 1954 Habermas mempelajari berbagai topik
(antara lain filsafat, psikologi, kesusasteraan Jerman) di Gottingen, Zurich,
dan Bonn. Namun, tak seorang guru pun di tempat Habermas sekolah itu yang
benar-benar terkenal dan kebanyakan mereka mendukung Nazi secara
terang-terangan atau hanya melanjutkan pelaksanaan tanggung jawab akademis
mereka di bawah rezim Nazi sebelumnya. Habermas mendapat gelar doktor dari
Universitas Bonn tahun 1954 dan selama dua tahun bekerja sebagai jurnalis.
Tahun 1956 Habermas tiba di The
Institute for Social Research di Frankfurt dan bergabung dengan aliran
Frankfurt. Ia sebenarnya menjadi asisten riset dari Theodor Adomo, anggota
aliran Frankfurt yang sangat terkenal (Wiggershaus, 1994). Meski aliran
Frankfurt sering dianggap mengembangkan aliran pikiran yang sangat berhubungan
secara logis, pandangan Habermas tak seperti itu : Menurut saya, tak pernah ada
teori yang konsisten. Adorno pernah menulis esai kritis tentang kultur dan juga
memberikan seminar tentang Hegel. Ia memberikan latar belakang Marxis tertentu.
(Habermas, dikutip dalam Wiggershaus, 1994:2).
Meski ia bergabung dengan The Institute
for Research, sedari awal Habermas telah menunjukkan orientasi intelektual yang
bebas. Artikel yang ditulisnya tahun 1957 menyebabkan Habermas terlibat
persoalan dengan Max Horkheimer, pimpinan institut itu. Habermas mendesakkan
pemikiran kritis dan tindakan praktis, tetapi Horkheimer takut pendirian
seperti itu dapat membahayakan pendanaan institut secara umum. Horkheimer
berkata tentang Habermas, “Ia agaknya mempunyai karir yang baik atau bahkan
cemerlang sebagai penulis di masa depan, tetapi ia hanya akan menyebabkan
kerusakan besar terhadap institut” (dikutip dalam Wiggershaus, 1994:555).
Artikel itu akhirnya diterbitkan juga, tetapi tidak dengan bantuan institut dan
sebenarnya tidak merujuk ke institut. Akhirnya, Horkheimer menghadapi kondisi
yang sulit berkenaan dengan karya Habermas ini dan kemudian mengundurkan diri
dari jabatannya.
Tahun 1961 ia menyelesaikan disertasi
keduanya yang diwajibkan oleh Universitas Jerman, di Universitas Marburg.
Setelah menerbitkan sejumlah karya terkenal, dia direkomendasikan menjadi
profesor filsafat di Universitas Heidelberg bahkan sebelum menyelesaikan
disertasi keduanya. Ia tetap di Heidelberg hingga tahun 1964 dan kemudian
pindah ke Universitas Frankfurt sebagai profesor filsafat dan sosiologi. Dari
1971 hingga 1981 ia menjadi ia menjadi direktur Institute Max Planck. Ia kembali
ke Universitas Frankfurt sebagai profesor filsafat dan tahun 1994 ia menjadi
profesor pensiun di universitas itu. Habermas telah menerima sejumlah
penghargaan akademis bergengsi dan menerima gelar profesor kehormatan dari
sejumlah universitas.
Selama beberapa tahun, Habermas menjadi
pemikir neo-Marxis paling terkenal di dunia. Namun, sesudah itu karyanya
diperluasnya sehingga meliputi berbagai masukan teoritis yang berbeda. Ia tetap
optimis terhadap masa depan kehidupan modern. Dengan optimisnya itulah ia menulis
tentang modernitas sebagai proyek yang belum selesai itu. Sementara Marx
memusatkan perhatian pada pekerjaan dan tenaga kerja, Habermas terutama
memusatkan perhatian pada masalah komunikasi yang ia anggap sebagai proses yang
lebih umum ketimbang pekerjaan. Sementara Marx memusatkan perhatian pada
pengaruh distortif dari struktur masyarakat kapitalis terhadap struktur
masyarakat kapitalis terhadap pekerjaan, Habermas memusatkan perhatian pada
cara struktur masyarakat modern mendistorsi komunikasi. Sementara Marx
membayangkan kehidupan masa depan ditandai oleh pekerjaan penuh dan tenaga
kerja kreatif, Habermas membayangkan masyarakat masa depan ditandai oleh
komunikasi bebas dan terbuka. Dengan demikian terdapat kesamaan yang
mengagetkan antara teori Marx dan habermas. Kesamaan paling umum adalah bahwa
keduanya merupakan pemikir modernitas yang yakin bahwa di masa hidup mereka,
proyek modernitas masih belum selesai (terciptanya pekerjaan penuh dan kreatif
menurut Marx dan terciptanya komunikasi bebas dan terbuka menurut Habermas).
Keduanya berkeyakinan bahw di masa depan proyek modernitas ini selesai.
Komitmen terhadap modernisme
dan keyakinannya terhadap masa depan inilah yang menjauhkan Habermas dari
kebanyakan pemikir kontemporer terkenal lain seperti Jean Baudrillard dan pakar
post-modernisme lainnya. Sementara pakar post-modernisme ini sering terdorong
ke arah nihilisme, Habermas terus yakin dengan proyek jangka panjangnya
(modernitas). Begitu pula, sementara pemikir post-modern lain (misalnya Lyotard)
menolak kemungkinan penciptaan teori agung (grand theory), Habermas
tetap bekerja berdasarkan dan menyokong teori agung paling terkemuka dalam
teori sosial modern. Banyak risiko yang dihadapi Habermas dalam berjuang
melawan pemikiran pemikir post-modern. Bila mereka menang, Habermas mungkin
akan dipandang sebagai pemikir modernitas besar terakhir. Bila Habermas (dan
penyokongnya) yang tampil sebagai pemenang, ia mungkin akan dipandang sebagai
“juru selamat” proyek modernitas dan teori agung dalam ilmu sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar