Mead adalah pemikir yang
sangat penting dalam sejarah interaksionisme (Joas. 2001) simbolik dan bukunya
yang berjudul Mind, Self dan Society adalah larva tunggal yang amat penting
dalam tradisi itu.
Prioritas Sosial
Dalam resensinya atas buku
Mead, Mind, Self and Society, Faris menyatakan ferensi Mead mungkin bukan
pikiran dan kemudian baru masyarakat; tetapi masyarakatlah yang pertama dan
kemudian baru pikiran yang muncul dalam masyarakat….” (dikutip dalam Miller,
1982a:2). Inversi judul itu oleh Faris ini mencerminkan luasnya fakta yang
diakui oleh Mead sendiri, bahwa masyarakat, atau lebih luasnya kehidupan
sosial, adalah sesuai dengan prioritas dalam analisis Mead.
Menurut pandangan Mead,
dalam upaya menerangkan pengalaman sosial, psikologi sosial tradisional
memulainya dengan psikologi individual; sebaliknya, Mead selalu memberikan
prioritas pada kehidupan sosial dalam memahami pengalaman sosial. Mead
menerangkan arah perhatiannya demikian : Menurut psikologi sosial, kita tidak
membangun perilaku kelompok dilihat dari sudut perilaku masing-masing individu
yang membentuknya; kita bertolak dari keseluruhan sosial dari aktivitas
kelompok kompleks tertentu, dan di mana kita menganalisa perilaku masing-masing
individu yang membentuknya… Yakni, kita lebih berupaya untuk menerangkan
perilaku kelompok sosial ketimbang menerangkan perilaku terorganisir kelompok
sosial dilihat dari sudut perilaku masing-masing individu yang membentuknya.
Menurut psikologi sosial, keseluruhan (masyarakat) adalah lebih dulu daripada
bagian (individu), bukannya bagian adalah lebih dahulu daripada keseluruhan;
dan bagian itu diterangkan dari sudut pandang keseluruhan, bukan keseluruhan
yang diterangkan dari sudut pandang bagian atau bagian-bagian (Mead,
1934/1962:7).
Menurut Mead, keseluruhan
sosial mendahului pemikiran individual baik secara logika maupun secara
temporer. Individu yang berpikir dan sadar adalah mustahil secara logika
menurut teori Mead tanpa didahului adanya kelompok sosial. Kelompok sosial
muncul lebih dulu, dan kelompok sosial menghasilkan perkembangan keadaan mental
kesadaran diri.
Tindakan
Mead memandang tindakan
sebagai “unitprimitif” dalam teorinya (1982:27). Dalam menganalisis tindakan,
pendekatan Mead hampir sama dengan pendekatan behavioris dan memusatkan perhatian
pada rangsangan (stimulus) dar tanggapan (response). Tetapi, stimulus di sini
tidak menghasilkan respon manusia secara otomatis dan tanpa dipikirkan. Seperti
dikatakan Mead, “kita membayangkan stimulus sebagai sebuah kesempatan atau
peluang untuk bertindak, bukan sebagai paksaan atau perintah” (1982:28).
Mead (1938/1972)
mengidentifikasi empat basis dan tahap tindakan yang saling berhubungan
(Schmitt dan Schmitt, 1996). Keempat tahap itu mencerminkan satu kesatuan
organik (dengan kata lain keempatnya saling berhubungan secara dialektis). Mead
selain tertarik pada kesamaan tindakan binatang dan manusia, juga terutama
tertarik pada perbedaan tindakan antara kedua jenis makhluk itu.
Impuls
Tahap pertama adalah
dorongan hati/impuls (impulse) yang meliputi “stimulasi/rangsangan spontan yang
berhubungan dengan alat indera” dan reaksi aktor terhadap rangsangan, kebutuhan
untuk melakukan sesuatu terhadap rangsangan itu. Rasa lapar adalah contoh yang
tepat dari impuls. Aktor (binatang maupun manusia) secara spontan dan tanpa
pikir memberikan reaksi atas impuls, tetapi aktor manusia lebih besar
kemungkinannya akan memikirkan reaksi yang tepat (misalnya, makan sekarang atau
nanti). Dalam berpikir tentang reaksi, manusia tak hanya mempertimbangkan
situasi kini, tetapi juga pengalaman masa lalu dan mengantisipasi akibat dari
tindakan di masa depan.
Rasa lapar mungkin berasal
dari dalam diri aktor atau diperoleh dai kehadiran makanan di lingkungan
sekitarnya atau rasa lapar kemungkinan terbesar muncul dari kombinasi keduanya.
Orang yang lapar harus menemukan cara yang memuaskan hatinya di lingkungan di
mana makanan mungkin tak segera tersedia atau berlimpah. Impuls ini mungkin
berhubungan dengan masalah dalam lingkungan (yakni keterbatasan makanan yang
segera tersedia) yang harus diatasi oleh aktor. Meski impuls seperti rasa lapar
sebagian besar berasal dari individu (walau rasa lapar di sini juga dapat
disebabkan oleh rangsangan dari luar dan juga ada definisi sosial tentang kapan
waktu yang tepat untuk dikatakan lapar), namun rasa lapar itu biasanya
dihubungkan dengan adanya masalah dalam lingkungan (contoh, keterbatasan
makanan). Contoh lain, mendekatnya seekor binatang buas yang berbahaya, dapat
menimbulkan dorongan bagi seseorang untuk bertindak. Secara menyeluruh, impuls,
seperti semua unsur teori Mead, melibatkan aktor dan lingkungan.
Persepsi
Tahap kedua adalah
persepsi (perception). Aktor menyelidiki dar bereaksi terhadap rangsangan yang
berhubungan dengan impuls, dalam hal ini rasa lapar dan juga berbagai alat yang
tersedia untuk memuaskannya. Manusia mempunyai kapasitas untuk merasakan dan
memahami stimuli melalui pendengaran, senyuman, rasa, dan sebagainya. Persepsi
melibatkan rangsangan yang baru masuk maupun citra mental yang ditimbulkannya.
Aktor tidak secara spontan menanggapi stimuli dari luar, tetapi memikirkannya
sebentar dan menilainya melalui bayangan mental. Manusia tak hanya tunduk pada
rangsangan dari luar; mereka juga secara aktif memilih ciri-ciri rangsangan dan
memilih di antara sekumpulan rangsangan. Artinya, sebuah rangsangan mungkin
mempunyai beberapa dimensi dan aktor mampu memilih di antaranya. Aktor biasanya
berhadapan dengan banyak rangsangan yang berbeda dan mereka mempunyai kapasitas
untuk memilih yang mana perlu diperhatikan dan yang perlu diabaikan. Mereka
menolak untuk memisahkan orang dari objek yang mereka pahami. Tindakan memahami
objek itulah yang menyebabkan sesuatu itu menjadi objek bagi seseorang.
Pemahaman dan objek tak dapat dipisahkan satu sama lain (berhubungan secara
dialektis).
Manipulasi
Tahap ketiga adalah
manipulasi (manipulation). Segera setelah menyatakan dirinya sendiri dan objek
telah dipahami, langkah selanjutnya memanipulasi objek atau mengambil tindakan
berkenaan dengan objek. Di samping keuntungan mental, manusia mempunyai
keuntungan lain ketimbang binatang. Manusia mempunyai tangan (dengan ibu jari
yang dapat dipertautkan) yang memungkinkan mereka memanipulasi objek jauh lebih
cerdik ketimbang yang dapat dilakukan binatang. Tahap manipulasi merupakan
tahap yang penting dalam proses tindakan agar tanggapan tak diwujudkan secara
spontan. Seorang manusia yang lapar melihat cendawan, tetapi sebelum memakannya
ia mungkin mula-mula memungutnya, menelitinya, dan mungkin memeriksanya lewat
buku petunjuk untuk melihat apakah jenis cendawan itu boleh dimakan.
Sebaliknya, binatang mungkin langsung memakan cendawan itu tanpa perlakuan
memeriksanya (dan pasti tanpa membaca tentang jenis cendawan). Memberi sela
waktu dengan memperlakukan objek, memungkinkan manusia merenungkan berbagai
macam tanggapan. Dalam memikirkan mengenai apakah akan memakan cendawan itu
atau tidak, baik masa lalu maupun depan dilibatkan. Orang mungkin berpikir
tentang pengalaman masa lalu memakan jenis cendawan tertentu yang menyebabkan
mereka sakit, dan mereka mungkin berpikir tentang kesakitan di masa depan atau
bahkan kematian dapat menyertai karena memakan cendawan beracun. Perlakuan
terhadap cendawan menjadi sejenis metode eksperimen di mana aktor secara mental
menguji berbagai macam hipotesis tentang apakah yang akan terjadi bila cendawan
itu dimakan.
Konsumasi. Berdasarkan
pertimbangan ini, aktor mungkin memutuskan untuk memakan cendawan (atau tidak)
dan ini merupakan tahap keempat tindakan, yakni tahap pelaksanaan/konsumasi
(consummation), atau mengambil tindakan yang memuaskan dorongan hati yang
sebenarnya. Baik manusia maupun binatang mungkin memakan cendawan, tetapi
manusia lebih kecil kemungkinan memakan cendawan beracun karena kemampuannya
untuk memanipulasi cendawan dan memikirkan (dan membaca) mengenai implikasi
dari memakannya. Binatang tergantung pada metode trial and error dan ini adalah
metode yang kurang efisien ketimbang kemampuan manusia untuk berpikr melalui
tindakannya. Metode trial and error dalam situasi ini agak berbahaya akibatnya
ada kemungkinan bahwa binatang lebih mudah terancam kematian karena memakan
cendawan beracun ketimbang manusia.
Untuk memudahkan
pembahasan, keempat tahap tindakan itu telah dipisahkan satu sama lain secara
berurutan, tetapi dalam kenyataannya Mead melihat adanya hubungan dialektis
antara keempat tahap itu. John Baldwin menyatakan pemikiran ini sebagai
berikut: “Meski keempat tahap tindakan itu kadang-kadang tampak berangkai
menurut urutan garis lurus, sebenarnva keempatnya saling merasuk sehingga
membentuk sebuah proses organis. Segi-segi setiap bagian muncul sepanjang waktu
mulai dari awal hingga akhir tindakan sehingga dengan demikian setiap bagian
memengaruhi bagian lain” (1986:55- 56). Jadi, tahap terakhir tindakan mungkin
menyebabkan munculnya tahap yang lebih awal. Contoh, memanipulasi makanan
munkin menimbulkan dorongan lapar individu dan persepsi bahwa orang itu lapar
dan bahwa makanan tersedia untuk memenuhi kebutuhan.
Sikap-lsyarat (Gesture)
Sementara tindakan hanya
melibatkan satu orang, tindakan sosial melibatkan dua orang atau lebih. Menurut
Mead, gerak atau sikap isyarat adalah mekanisme dasar dalam tindakan sosial dan
dalam proses sosial yang lebih umum. Menurut definisi Mead, gesture adalah
gerakan organisme pertama yang bertindak sebagai rangsangan khusus yang
menimbulkan tanggapan (secara sosial) yang tepat dari organisme kedua” (Mead,
1934/1962:14; lihat juga Mead, 1959:187). Baik binatang maupun manusia, mampu
membuat isyarat dalam arti bahwa tindakan seorang individu tanpa pikir dan secara
otomatis mendapatkan reaksi dari individu lain. Berikut ini adalah contoh
terkenal Mead tentang perkelahian anjing. Dilihat dari perspektif isyarat : Tindakan
masing-masing anjing menjadi rangsangan untuk anjing lain dalam memberikan
tanggapannya. Fakta juga menunjukkan bahwa anjing yang siap menyerang anjing
lain akan menjadi rangsangan bagi anjing lain itu untuk mengubah posisi atau
sikapnya. Begitu perubahan sikap ini terjadi di pihak anjing kedua, maka anjing
pertama pun mengubah sikapnya (Mead, 1934/1962:42-43).
Mead menamakan apa yang
terjadi dalam situasi ini sebuah “percakapan at”. Gerak isyarat anjing pertama
secara otomatis mendapatkan gerak isyarat anjing kedua; tak ada proses berpikir
yang terjadi di kedua belah pihak anjing itu.
Manusia pun kadang-kadang
terlibat dalam percakapan isyarat tanpa pikir seperti itu. Contohnya dalam
pertandingan tinju dan anggar di mana banyak tindakan dan reaksi yang terjadi
di mana seorang petarung “secara naluriah” menyesuaikan diri terhadap tindakan
petarung kedua. Tindakan tanpa disadari seperti itu disebut Mead sebagai
isyarat “nonsignifikan”; apa yang membedakan manusia dari binatang adalah
kemampuannya untuk menggunakan gerak isyarat “yang signifikan” atau yang
memerlukan pemikiran di kedua belah pihak aktor sebelum beraksi.
Isyarat suara sangat
penting perannya dalam pengembangan isyarat yang signifikan. Namun, tak semua
isyarat suara adalah signifikan. Gonggongan seekor tak signifikan bagi anjing
lain; bahkan beberapa isyarat suara manusia (misalnya dengkuran tanpa sadar)
mungkin tak signifikan. Tetapi, perkembangan isyarat suara, terutama dalam
bentuk bahasa, adalah faktor paling penting yang memungkinkan perkembangan
khusus kehidupan manusia: “kekhususan manusia di bidang isyarat (bahasa) inilah
pada hakikatnya yang bertanggung jawab atas asal mula pertumbuhan masyarakat
dan pengetahuan manusia sekarang, dengan seluruh kontrol terhadap alam dan
lingkungan dimungkinkan berkat ilmu pengetahuan” (Mead, 1934/1962:14).
Perkembangan bahasa ini
berhubungan dengan ciri khusus isyarat suara. kita membuat gerak isyarat fisik
seperti muka menyeringai, kita tak dapat melihat apa yang sedang kita kerjakan
(kecuali kalau apa yang terjadi itu kita lihat di depan cermin). Sebaliknya,
bila kita mengucapkan isyarat suara, kita dengar sendiri seperti orang lain
mendengarnya. Akibatnya adalah bahwa isyarat suara dapat memengaruhi si
pembicara dengan cara yang serupa dengan pendengar. Akibat lain adalah bahwa
kita mampu menghentikan diri kita sendiri isyarat suara jauh lebih baik ketimbang
kemampuan menghentikan gerak siyarat secara fisik. Dengan kata lain, kita
mempunyai kemampuan jauh lebih baik untuk mengendalikan isyarat suara ketimbang
isyarat fisik. Kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri dan reaksi diri
sendiri ini adalah penting bagi kemampuan khusus manusia lainnya. “Isyarat
suara itulah terutama yang menyediakan medium organisasi sosial dalam
masyarakat manusia” (Mea~ 1959:188).
Simbol-simbol Signifikan
Simbol signifikan adalah
sejenis gerak-isyarat yang hanya dapat diciptakan manusia. Isyarat menjadi
simbol signifikan bila muncul dari individu yang membuat simbol-simbol itu sama
dengan sejenis tanggapan (tetapi tak selalu sama) yang diperoleh dari orang
yang menjadi sasaran isyarat. Kita sebenarnya hanya dapat berkomunikasi bila
kita mempunyai simbol yang signifikan; komunikasi menurut arti istilah itu tak
mungkin terjadi di kalangan semut, leba dan sebagainya. Isyarat fisik dapat
menjadi simbol yang signifikan, namun secara ideal tak cocok dijadikan simbol
signifikan karena orang tak dapat dengan mudah melihat atau mendengarkan
isyarat fisiknya sendiri. Jadi, ungkapan suara yang paling mungkin menjadi
simbol yang signifikan, meski tidak semua ucapan dapat menjadi simbol
signifikan. Kumpulan isyarat suara yang paling mungkin menjadi simbol yang
signifikan adalah bahasa: “simbol yang menjawab makna yang dialami individu
pertama dan yang mencari makna dalam individu kedua. Isyarat suara yang
mencapai situasi seperti itulah yang dapat menjadi “bahasa”. Kini ia menjadi
simbol yang signifikan dan memberitahukan makna tertentu (Mead, 1934/1962:46).
Dalam percakapan dengan isyarat, hanya isyarat itu sendiri yang
dikomunikasikan. Tetapi dengan bahasa, yang dikomunikasikan ada isyarat dan
maknanya.
Fungsi bahasa atau simbol
yang signifikan pada umumnya adalah menggerakkan tanggapan yang sama di pihak
individu yang berbicara dan juga di pihak lainnya. Kata anjing atau kucing
mendapatkan citra mental yang sama dalam diri orang yang mengucapkan kata itu
dan dalam diri lawan bicaranya Pengaruh lain dari bahasa adalah merangsang
orang yang berbicara dan orang yang mendengarnya. Orang yang meneriakkan
“kebakaran” di dalam bioskop yang padat penonton setidaknya akan bergegas
keluar sebagaimana halnya dengan orang yang mendengar teriakannya itu. Jadi,
simbol signifikan memungkinkan orang menjadi stimulator tindakan mereka
sendiri.
Dengan mengadopsi
orientasi aliran pragmatis ini, Mead juga melihat “fungsi” isyarat pada umumnya
dan simbol signifikan pada khususnya. Fungsi isyarat adalah “menciptakan
peluang di antara individu yang terlibat dalam tindakan sosial tertentu dengan
mengacu pada objek atau objek-objek yang menjadi sasaran tindakan itu” (Mead,
1934/1962:46). Dengan demikian, muka cemberut yang tak disengaja mungkin dibuat
untuk mencegah seorang anak kecil terlalu dekat ke tepi jurang, dan dengan cara
demikian mencegahnya berada dalam situasi yang secara potensial berbahaya.
Sementara isyarat nonsignifikan bekerja “simbol yang signifikan memberikan
kemudahan jauh lebih besar untuk menyesuaikan diri dan penyesuaian diri kembali
(readjustment) ketimbang yang diberikan isyarat nonsignifikan, karena simbol
signifikan menggerakkan sikap yang sama dalam diri individu dan memungkinkan
individu itu menyesuaikan perilakunya berikutnya dengan perilaku orang lain
dalam hal sikap. Singkatnya, isyarat percakapan yang disadari atau yang
signifikan adalah mekanisme yang jauh lebih memadai dan efektif untuk saling
menyesuaikan diri dalam tindakan sosial ketimbang isyarat percakapan yang tak
disadari atau yang tak signifikan (Med, 1934/1962:46). Dilihat dari sudut
pandang pragmatis, simbol signifikan berperan lebih baik dalam kehidupan sosial
ketimbang simbol yang tak signifikan. Dengan kata lain, dalam mengomunikasikan
perasaan tak senang kita kepada orang lain, memaki-maki secara lisan berperan
jauh lebih baik daripada bahasa tubuh yang berubah, seperti wajah cemberut.
Individu yang menyatakan ketidaksenangannya, biasanya tak menyadari bahasa
tubuh dan karena itu tak mampu secara sadar menyesuaikan tindakan selanjutnya
dilihat dari sudut bagaimanacara orang lain bereaksi terhadap bahasa tubuh.
Sebaliknya, seorang yang berbicara akan menyadari kemarahan yang diucapkannya
dan bereaksi terhadap ucapan itu dengan cara yang sama (dan hampir dalam waktu
bersamaan) dengan reaksi orang yang menjadi sasaran kemarahannya. Jadi,
pembicara dapat memikirkan tentang bagaimana kemungkinan orang lain bereaksi
dan menyiapkan reaksi terhadap reaksi orang lain itu.
Yang sangat penting dari
teori Mead ini adalah fungsi lain simbol signifikan yakni memungkinkan proses
mental, berpikir. Hanya melalui simbol sigifikan khususnya melalui bahasa
manusia bisa berpikir (hewan yang lebih rendah menurut Mead tak bisa berpikir).
Mead mendefinisikan berpikir (thinking) sebagai “percakapan implisit individu
dengan dirinya sendiri dengan memakai isyarat” (1934/1962:47). Mead bahkan
menyatakan “berpikir adalah sama dengan berbicara dengan orang lain”
(1982:155). Dengan kata lain, berpikir melibatkan tindakan berbicara dengan
diri sendiri. Jelas di sini Mead mendefinisikan berpikir menurut aliran
behavioris. Percakapan meliputi perilaku (berbicara) dan perilaku itu juga
terjadi di dalam diri individu; ketika perilaku terjadi, berpikir pun terjadi.
Ini bukan definisi berpikir secara mentalistis; ini jelas definisi berpikir
dalam arti behavioristik.
Simbol signifikan juga
memungkinkan interaksi simbolik. Artinya, orang dapat saling berinteraksi tidak
hanya melalui isyarat tetapi juga melalui simbol signifikan. Kemampuan ini
jelas memengaruhi kehidupan dan memungkinkan terwujudnya pola interaksi dan
bentuk organisasi sosial yang jauh lebih rumit ketimbang melalui isyarat saja.
Simbol signifikan jelas
penting perannya dalam pemikiran Mead. David Miller mengakui peran sentral
simbol signifikan dalam teori Mead.
Pikiran (Mind)
Pikiran, yang
didefinisikan Mead sebagai proses percakapan seseorang dengan dirinya sendiri,
tidak ditemukan di dalam diri individu; pikiran adalah fenomena sosial. Pikiran
muncul dan berkembang dalam proses sosial dan merupakan bagian integral dari
proses sosial. Proses sosial mendahului pikiran, proses sosial bukanlah produk
dari pikiran. Jadi, pikiran juga didefinisikan secara. fungsional ketimbang
secara substantif. Adakah kekhususan dari pikiran? Kita telah melihat bahwa
manusia mempunyai kemampuan khusus untuk memunculkan respon dalam dirinya
sendiri. Karakteristik istimewa dari pikiran adalah kemampuan individu untuk
“memunculkan dalam dirinya sendiri tidak hanya satu respon saja, tetapi juga
respon komunitas secara keseluruhan. Itulah yang kita namakan pikiran.
Melakukan sesuatu berarti memberi respon terorganisir tertentu; dan bila
seseorang mempunyai respon itu dalam dirinya, ia mempunyai apa yang kita sebut
pikiran. (Mead, 1934/1962:267). Dengan demikian pikiran dapat dibedakan dari
konsep logis lain seperti konsep ingatan dalam karya Mead melalui kemampuannya
menanggapi komunitas secara menyeluruh dan mengembangkan tanggapan
terorganisir.
Mead juga melihat pikiran
secara pragmatis. Yakni, pikiran melibatkan proses berpikir yang mengarah pada
penyelesaian masalah. Dunia nyata penuh dengan masalah dan fungsi pikiranlah
untuk mencoba menyelesaikan masalah dan memungkinkan orang beroperasi lebih
efektif dalam kehidupan.
Diri (Self)
Banyak pemikiran Mead pada
umumnya, dan khususnya tentang pikiran, melibatkan gagasannya mengenai konsep
diri. Hingga saat ini kita menghindari konsep ini, tetapi kini perlu dibahas
agar diperoleh pemahaman lebih lengkap mengenai pemikiran Mead.
Pada dasarnya diri adalah
kemampuan untuk menerima diri sendiri sebagai sebuah objek. Diri adalah
kemampuan khusus untuk menjadi subjek maupun objek. Diri mengisyaratkan proses
sosial: komunikasi antarmanusia. Binatang dan bayi yang baru lahir tak
mempunyai diri. Diri muncul dan berkembang melalui aktivitas dan antara
hubungan sosial. Menurut Mead adalah mustahil membayangkan diri yang muncul
dalam ketiadaan pengalaman sosial. Tetapi, segera setelah diri berkembang, ada
kemungkinan baginya untuk terus ada tanpa kontak sosial. Demikianlah, Robinson
Crusoe mengembangkan diri saat berada di tengah peradaban, dan ia terus
memilikinya ketika ia hidup sendiri di sebuah pulau yang saat itu ia kira pulau
yang sepi. Dengan kata lain, ia terus mempunyai kemampuan untuk menerima
dirinya sendiri sebagai sebuah objek. Segera setelah berkembang, orang
biasanya, tetapi tak selalu, mewujudkannya. Contoh, diri tak terlibat dalam
tindakan yang dilakukan karena kebiasaan atau dalam pengalaman fisiologis
spontan tentang kesakitan atau kesenangan.
Diri berhubungan secara
dialektis dengan pikiran. Artinya, di satu pihak menyatakan bahwa tubuh
bukanlah diri dan baru akan menjadi diri bila pikiran telah berkembang. Di lain
pihak, diri dan refleksitas adalah penting bagi perkembangan pikiran. Memang
mustahil untuk memisahkan pikiran dan diri karena diri adalah proses mental.
Tetapi, meskipun kita membayangkannya sebagai proses mental, diri adalah sebuah
proses sosial. Dalam bahasannya diri, Mead menolak gagasan yang meletakkannya
dalam kesadaran dan sebaliknya meletakkannya dalam pengalaman sosial dan proses
sosial. Dengan cara ini Mead mencoba memberikan arti behavioristis tentang
diri: “diri di mana orang memberikan tanggapan terhadap apa yang ia tujukan
kepada orang lain dan di mana tanggapannya sendiri menjadi bagian dari
tindakannya, di mana ia tak hanya mendengarkan dirinya sendiri, tetapi juga
merespon dirinya sendiri, berbicara dan menjawab dirinya sendiri sebagaimana
orang lain menjawab kepada dirinya, sehingga kita mempunyai perilaku di mana
menjadi objek untuk dirinya sendiri” (1934/1962:139). Karena itu diri adalah
aspek lain dari proses sosial menyeluruh di mana individu adalah bagiannya.
Mekanisme umum untuk
mengembangkan diri adalah refleksivitas atau kemampuan menempatkan diri secara
tak sadar ke dalam tempat orang lain dan bertindak seperti mereka bertindak.
Akibatnya, orang mampu memeriksa sendiri sebagaimana orang lain memeriksa diri
mereka sendiri. Seperti dikatakan Mead:
Dengan cara merefleksikan
dengan mengembalikan pengalaman individu pada dirinya sendiri keseluruhan proses
sosial menghasilkan pengalaman individu yang terlibat di dalamnya; dengan cara
demikian, individu bisa menerima sikap orang lain terhadap dirinya, individu
secara sadar mampu menyesuaikan dirinya sendiri terhadap proses sosial dan
mampu mengubah proses yang dihasilkan dalam tindakan sosial tertentu dilihat
dari sudut penyesuaian dirinya terhadap tindakan sosial itu (Mead,
1934/1962:134).
Diri juga memungkinkan
orang berperan dalam percakapan dengan oraqg lain. Artinya, seseorang menyadari
apa yang dikatakannya dan akibatnya mampu menyimak apa yang sedang dikatakan
dan menentukan apa yang akan dikatakan selanjutnya.
Untuk mempunyai diri,
individu harus mampu mencapai keadaan “di luar dirinya sendiri” sehingga mampu
mengevaluasi diri sendiri, mampu menjadi objek bagi dirinya sendiri. Untuk
berbuat demikian, individu pada dasarnya harus menempatkan dirinya sendiri
dalam bidang pengalaman yang sama dengan orang lain. Tiap orang adalah bagian
penting dari situasi yang dialami bersama dan tiap orang harus memperhatikan
diri sendiri agar mampu bertindak rasional dalam situasi tertentu. Dalam
bertindak rasional ini mereka mencoba memeriksa diri sendiri secara impersonal,
objektif, dan tanpa emosi.
Tetapi, orang tak dapat
mengalami diri sendiri secara langsung. Mereka hanya dapat melakukannya secara
tak langsung melalui penempatan diri mereka sendiri dari sudut pandang orang
lain itu. Dari sudut pandang demikian orang memandang dirinya sendiri dapat
menjadi individu khusus atau menjadi kelompok sosial sebagai satu kesatuan.
Seperti dikatakan Mead, “Hanya dengan mengambil peran orang lainlah kita mampu
kembali ke diri kita sendiri” (1959: 184-185).
Perkembangan Anak
Mead sangat tertarik pada
asal-usul diri. Ia melihat percakapan isyarat sebagai latar belakang bagi diri,
tetapi hal itu tidak menyangkut diri, karena dalam percakapan semacam itu orang
tidak menempa dirinya sendiri sebagai objek. Mead merunut asal-usul diri
melalui dua tahapan dalam perkembangan masa kanak-kanak. Tahap Bermain. Pertama
adalah tahap bermain (play stage). Dalam tahap ini anak-anak mengambil sikap
orang lain tertentu untuk dijadikan sikapnya sendiri. Meski binatang juga
bermain, namun hanya manusialah “yang bermain dengan orang lain” (Aboulafia,
1986:9). Mead memberikan contoh seorang anak yang bermain “Indian-Indianan”:
“Ini berarti bahwa anak itu mempnyai sekumpulan stimulu tertentu yang dalam
dirinya sendiri muncul respon yang juga muncul dalam diri orang lain, dan
mempunyai stimulu untuk menjawab Indian” (Mead, 1934/1962:150) Akibat dari permainan
ini, sang anak belajar menjadi subjek dan objek dan mulai mampu membangun diri.
Tetapi, itu adalah diri terbatas karena anak hanya dapat mengambil peran orang
lain yang berbeda dan terpisah. Anak-anak mungkin memerankan “mami” dan “papi”
dan dalam proses mengembangkan kemampuan mengevaluasi diri mereka sendiri
sebagai orang tua mereka dan sebagai orang tertentu lainnya. Tetapi, mereka
tidak banyak memahami pengertian yang lebih umum dan terorganisir mengenai diri
mereka sendiri. Tahap
Permainan. Tahap selanjutnya adalah tahap permainan (game
stage) yang diperlukan agar manusia dapat mengembangkan diri menurut makna
istilah itu sepenuhnya. Dalam tahap bermain-main (play), anak mengambil peran
orang vang berlainan, sedangkan dalam tahap permainan (game) anak harus
mengambil peran orang lain mana pun yang terlibat dalam permainan. Lebih lanjut
peran yang berlainan ini harus mempunyai hubungan nyata satu sama lain. Dalam
melukiskan tahap permainan, Mead mengemukakan contoh terkenalnya tentang
permainan baseball (Mead menyebutnya “permainan sembilan bola”) : Dalam
permainan baseball terlibat sejumlah individu. Seorang anak yang mengambil satu
peran, harus siap untuk mengambil peran setiap orang lainnya. Bila memetik
sembilan bola, ia harus memberikan tanggapan atas setiap posisi yang terlibat
dalam posisinya sendiri. Ia harus mengetahui apa yang akan dilaakukan oleh
orang lain agar dapat melaksanakan permainannya sendiri. Ia harus mengambil
seluruh peran itu. Semua peran tak harus hadir dalam kesadaran pada waktu
bersamaan, tetapi pada saat tertentu ia harus mempunyai sikap seperti tiga atau
empat individu lainnya, seperti orang yang akan melempar bola, menangkapnya,
dan seterusnya. Tanggapan harus dihadirkan dalam keputusan yang dibuatnya
sendiri. Dalam permainan ada sekumpulan tanggapan seperti itu dari orang lain
yang terorganisir sedemikian rupa sehingga sikap dari seseorang memunculkan
sikap yang tepat dari orang lain.
(Mead, 1934/1962:151)
(Mead, 1934/1962:151)
Dalam tahap bermain-main,
anak-anak tidak terorganisir secara keseluruhan karena mereka memainkan
sederetan peran yang berlainan. Akibatnya, menurut Mead mereka tak mempunyai
kepribadian yang nyata. Dalam tahap permainan, organisasi telah dilakukan dan
kepribadian tertentu mulai muncul, anak-anak mampu berfungsi di dalam kelompok
terorganisir, dan yang paling penting, mulai mampu menentukan apa yang akan
mereka kerjakan dalam suatu kelompok khusus. Generalized Other. Tahap permainan itu
menghasilkan salah satu konsep Mead (1959:87) yang paling terkenal, the
generalized other (orang lain yang digeneralisir). Orang lain yang
digeneralisir adalah sikap seluruh komunitas dalam contoh permainan baseball di
atas, adalah sikap tim secara keseluruhan. Kemampuan untuk mengambil peran umum
orang lain adalah penting bagi diri: “Hanya sepanjang ia mengambil sikap
sebagai anggota kelompok terorganisir, dan terlibat dalam aktivitas sosial
kooperatif yang terorganisir, ia akan mampu mengembangkan diri sepenuhnya.” (1934/1962:155).
Adalah juga penting bahwa orang mampu untuk mengevaluasi diri mereka sendiri
dari sudut pandang orang lain yang digeneralisir dan bukan sekedar dari sudut
pandang orang lain yang terpisah-pisah, sehingga memungkinkan adanya pemikiran
abstrak dan objektivitas (Mead, 1959:190). Mead melukisi perkembangan sempurna
diri sebagai berikut : Diri mencapai perkembangan sempurna dengan mengorganisir
sikap individual orang lain menjadi sikap kelompok atau organisasi sosial, dan
dengan demikian menjadi suatu refleksi individual terhadap pola sosial
sistematis umum atau perilaku kelompok di mana ia dan yang lainnya ada di
dalamnya pola yang masuk secara keseluruhan ke dalam pengalaman individu dalam
term sikap organisasi kelompok yang diambilnya untuk dirinya sendiri,
sebagaimana ia menerima sikap individual orang lain (Mead, 1934/1962:158).
Dengan kata lain, untuk
mencapai diri sempurna, orang harus menjadi anggota komunitas dan ditunjukkan
oleh kesamaan sikapnya dengan sikap komunitas. Bermain-main (play) hanya
memerlukan potongan-potongan sedangkan permainan (game) memerlukan diri yang
saling berhubungan.
Penerimaan peran orang
lain yang digeneralisir tak hanya penting bagi diri tetapi juga penting bagi
pengembangan aktivitas kelompok terorganisir. Kelompok menghendaki agar
individu mengatur aktivitas mereka sesuai dengan sikap orang lain yang
digeneralisasi. Orang lain yang digeneralisir ini juga mencerminkan
kecenderungan Mead memprioritaskan kehidupan sosial, karena melalui
generalisasi orang lainlah kelompok memengaruhi perilaku individu.
Mead juga melihat diri
dari sudut pandang pragmatis. Di tingkat individual, diri memungkinkan individu
menjadi anggota masyarakat yang makin efisien. Karena diri, orang makin besar
kemungkinannya untuk melakukan apa yang diharapkannya dalam situasi tertentu.
Karena orang sering mencoba berbuat sesuai dengan harapan kelompok, mereka
lebih besar kemungkinannya untuk menghindari ketidakefisienan yang berasal dari
kegagalan melakukan apa yang diharapkan kelompok. Selanjutnya, diri
memungkinkan meningkatkan koordinasi dalam masyarakat sebagai satu kesatuan.
Karena individu dapat memperhitungkan tindakan apa yang diharapkan dari mereka,
maka kelompok dapat berjalan dengan lebih efektif.
Seluruh diskusi tentang
diri mengarahkan kita pada keyakinan bahwa aktor menurut Mead tak lebih dari
seorang konformis, dan tidak banyak ada indidualitas, karena setiap orang sibuk
menyesuaikan diri dengan harapan orang lain yang digeneralisir. Namun, Mead
jelas sekali membedakan setiap diri dari semua diri lainnya. Diri memiliki
struktur bersama, tetapi setiap diri menerima si biografis yang unik. Selain
itu, sudah jelas bahwa dalam masyarakat _ n.ya ada satu generalisasi, tetapi
banyak sekali generalisasi lainnya. Karena itu individu mempunyai multiple
generalized others dan akibatnya individu mempunyai diri jamak (multiple self).
Setiap perangkat diri unik seseorang menyebabkannya berbeda dengan setiap orang
lainnya. Lagi pula, individu tak menerima komunitas sebagaimana adanya. Mereka
dapat mengubahnya dan mencoba membuatnya menjadi komunitas yang lebih baik.
Kita mampu mengubah komunitas karena kita mempunyai kapasitas untuk berpikir.
Namun, Mead terpaksa menempatkan masalah kreativitas individu ini dalam
terminologi aristis yang sudah lazim: “Satu-satunya cara yang memungkinkan kita
dapat bereaksi terhadap ketidaksetujuan (disapproval) komunitas adalah dengan
membangun semacam komunitas lebih tinggi yang dalam pengertian tertentu
seseorang mungkin menentang pendirian komunitasnya. Namun, untuk berbuat orang
itu harus memahami pengaruh komunitas di masa lalu dan di masa depan. Itulah
satu-satunya cara diri mendapatkan pengaruh yang lebih daripada pengaruh
komunitas” (1934/1962:167-168). Dengan kata lain, menghadapi orang lain yang
digeneralisir, individu harus membangun generalisasi orang lain yang lebih
luas, yang tak hanya terdiri dari masa sekarang, tetapi juga dari masa lalu dan
masa depan.
Mead mengidentifikasi dua
aspek atau fase diri, yang ia namakan “I” dan Mead menyatakan, “Diri pada
dasarnya adalah proses sosial yang berlanngsung dalam dua fase yang dapat
dibedakan” (1934/1962:178). Perlu diingat bahwa “I” dan “me” adalah proses yang
terjadi di dalam proses diri yang lebih luas, keduanya bukanlah sesuatu
(things).
“I” dan “Me”. “I” adalah
tanggapan spontan individu terhadap orang lain. Ini adalah aspek kreatif yang
tak dapat diperhitungkan dan tak teramalkan dari diri. Orang tak dapat
mengetahui terlebih dahulu apa tindakan aktor yang mengatakan “Aku akan”
(“I”will be): “Tetapi, apa tanggapan yang akan dilakukan, ia tak tahu dan orang
lain pun tak ada yang tahu. Mungkin ia akan membuat permainan cemerlang atau
mungkin juga kesalahan. Tanggapan atas situasi seperti yang muncul dalam
pengalaman langsungnya itu adalah tidak menentu.” (Mead, 1934/1962:175). Kita
tak pernah tahu sama sekali tentang “I” dan melaluinya kita mengejutkan diri
kita sendiri lewat tindakan kita. Kita hanya tahu “I” setelah tindakan telah
dilaksanakan. Jadi, kita hanya tahu “I” dalam ingatan kita. Mead sangat
menekankan “I” karena empat alasan. Pertama, “I” adalah sumber utama sesuatu
yang baru dalam proses sosial. Kedua, Mead yakin, di dalam “I” itulah nilai
terpenting kita ditempatkan. Ketiga, “I” merupakan sesuatu yang kita semua cari
perwujudan diri. ‘T’-lah yang memungkinkan kita mengembangkan “kepribadian
definitif”. Keempat, Mead melihat suatu proses evolusioner dalam sejarah di
mana manusia dalam masyarakat primitif lebih didominasi oleh “me”, sedangkan
dalam masyarakat modern komponen “I” nya lebih besar.
“I” memberi sistem
teoritis Mead dinamisme dan kreativitas yang memang banyak dibutuhkan. Tanpa
itu, aktor Mead secara total akan didominasi oL kontrol eksternal dan internal.
Dengan itu, Mead mampu menerangkan perubahan sosial yang terjadi tidak hanya
disebabkan oleh peran tokoh besar dalam sejarah (contoh, Einstein), tetapi juga
oleh manusia biasa. “I” inilah yang memungkinkan terjadinya perubahan. Karena
setiap kepribadian adalah campuran dari “I” dan “me”, maka tokoh besar dalam
sejarah dipandang mempunyai proporsi “I” lebih besar ketimbang yang dipunyai
kebanyakan orang lain. Tetapi dalam situasi sehari-hari, “I”-nya seseorang
mungkin menegaskan dirinya sendiri dan menyebabkan perubahan dalam situasi
sosial. Keunikan juga masuk ke sistem teori Mead melalui artikulasi biografis
setiap “I” dan “me”-nya individu. Artinya, pengalaman khusus kehidupan setiap
orang, memberinya keunikan campuran “I” dan “me”.
“I” bereaksi terhadap “me”
yang mengorganisir sekumpulan sikap orang lain yang ia ambil menjadi sikapnya
sendiri” (Mead, 1934/1962:175). Dengan kata lain, “me” adalah penerimaan atas
orang lain yang digeneralisir. Berbeda dengan “I”, orang menyadari “me”; “me”
meliputi kesadaran tentang tanggung jawab. Seperti dikatakan Mead, “me” adalah
individu biasa, konvensional (1934, 1962:197). Konformis ditentukan oleh “me”
meskipun setiap orang apapun derajat konformisnya mempunyai dan harus mempunyai
“me” yang kuat. Melalui “me” lah masyarakat menguasai individu. Mead
mendefinisikan gagasan tentang kontrol sosial sebagai keunggulan ekspresi “me”
di atas ekspresi I Kemudian dalam buku Mind, Self and Society, Mead menguraikan
gagasan tentang kontrol sosial : Kontrol sosial, sebagai pelaksanaan kritik
diri, diterapkan secara ketat dan ekstentif terhadap tindakan atau perilaku
individu, membantu mengintegrasikan individu dan tindakannya dengan merujuk
kepada proses sosial terorganisir dari pengalaman dan perilaku di mana ia
dilibatkan. Kontrol sosial terhadap tindakan atau perilaku individu
dilaksanakan dengan berdasarkan atas asal-usul dan basis sosial kritik diri.
Kritik diri pada dasarnya adalah kritik sosial dan perilaku yang dikendalikan
secara sosial. Karena itu, kontrol sosial, jauh dari kecenderungan
menghancurkan individu manusia atau melenyapkan kesadaran dirinya secara
individual, sebaliknya, adalah terdapat di dalam dan tak terlepas dari
hubungannya dengan individualitas (Mead, 1934/1962:255).
Mead juga melihat “I” dan
“me” menurut pandangan pragmatis. “Me” memungkinkan individu hidup nyaman dalam
kehidupan sosial, sedangkan “I” memungkinkan terjadinya perubahan masyarakat.
Masyarakat mempunyai kemampuan menyesuaikan diri yang memungkinkannya berfungsi
dan terus-menerus mendapatkan masukan baru untuk mencegah terjadinya stagnasi.
“I” dan “me” dengan demikian adalah bagian dari keseluruhan proses sosial dan
memungkinkan, baik individu maupun masyarakat, berfungsi secara lebih efektif.
Masyarakat
Pada tingkat paling umum,
Mead menggunakan istilah masyarakat (society) berarti proses sosial tanpa henti
yang mendahului pikiran dan diri. Masyarakat penting perannya dalam membentuk
pikiran dan diri. Di tingkat lain, menurut Mead, masyarakat mencerminkan
sekumpulan tanggapan terorganisir yang diambil alih oleh individu dalam bentuk
“aku” (me). Menurut pengertian individual ini masyarakat memengaruhi mereka,
memberi mereka kemampuan melalui kritik-diri, untuk mengendalikan diri mereka
sendiri. Mead juga menjelaskan evolusi masyarakat. Namun, ia sedikit sekali
berbicara tentang masyarakat meski masyarakat menempati posisi sentral dalam
sistem teorinya. Sumbangan terpenting Mead tentang masyarakat, terletak dalam
pemikirannya mengenai pikiran dan diri.
Bahkan John Baldwin yang
melihat banyaknya
komponen kemasyarakatan (makro) dalam pemikiran Mead, terpaksa mengakui “komponen makro sistem teori Mead tak sama baik perkembangannya dengan komponen mikro” (1986:123). Pada tingkat kemasyarakatan yang lebih khusus, Mead mempunyai sejumlah pemikiran tentang pranata sosial (sosial institutions). Secara luas, Mead mendefinisikan pranata sebagai “tanggapan bersama dalam komunitas” atau “kebiasaan hidup komunitas”. lebih khusus, ia mengatakan bahwa, “keseluruhan tindakan komunitas tertuju pada individu berdasarkan keadaan tertentu menurut cara yang sama…berdasarkan keadaan itu pula, terdapat respon yang sama di pihak komunitas. Proses ini kita sebut “pembentukan pranata” (Mead, 1934/1962:167). Kita membawa kumpulan sikap yang terorganisir ini ke dekat kita, dan sikap itu membantu mengendalikan tindakan kita, sebagian besar melalui keakuan (me).
komponen kemasyarakatan (makro) dalam pemikiran Mead, terpaksa mengakui “komponen makro sistem teori Mead tak sama baik perkembangannya dengan komponen mikro” (1986:123). Pada tingkat kemasyarakatan yang lebih khusus, Mead mempunyai sejumlah pemikiran tentang pranata sosial (sosial institutions). Secara luas, Mead mendefinisikan pranata sebagai “tanggapan bersama dalam komunitas” atau “kebiasaan hidup komunitas”. lebih khusus, ia mengatakan bahwa, “keseluruhan tindakan komunitas tertuju pada individu berdasarkan keadaan tertentu menurut cara yang sama…berdasarkan keadaan itu pula, terdapat respon yang sama di pihak komunitas. Proses ini kita sebut “pembentukan pranata” (Mead, 1934/1962:167). Kita membawa kumpulan sikap yang terorganisir ini ke dekat kita, dan sikap itu membantu mengendalikan tindakan kita, sebagian besar melalui keakuan (me).
Pendidikan adalah proses
internalisasi kebiasaan bersama komunitas ke dalam diri aktor. Pendidikan
adalah proses yang esensial karena menurut pandangan Mead, aktor tidak
mempunyai diri dan belum menjadi anggota komunitas sesungguhnya hingga mereka
mampu menanggapi diri mereka sendiri seperti yang dilakukan komunitas yang
lebih luas. Untuk berbuat demikian, aktor harus menginternalisasikan sikap
bersama komunitas.
Namun, Mead dengan
hati-hati mengemukakan bahwa pranata tak selalu menghancurkan individualitas
atau melumpuhkan kreativitas. Mead mengakui adanya pranata sosial yang
“menindas, stereotip dan ultrakonservatif seperti gereja yang dengan kekakuan,
ketidaklenturan, dan ketidakprogesifan menghancurkan atau melenyapkan
individualitas (1934/1962:262). Tetapi, Mead cepat-cepat menambahkan: “Tak ada
alasan yang tak terelakkan mengapa pranata sosial harus menindas atau
konservatif, atau mengapa mereka itu tak selalu lentur dan progresif, lebih
membantu perkembangan individualitas ketimbang menghalanginya.” (Mead,
1934/1962:262). Menurut Mead, pranata sosial seharusnya hanya menetapkan apa
yang sebaiknya dilakukan individu dalam pengertian yang sangat luas dan umum
saja, dan seharusnya menyediakan ruang yang cukup bagi individualitas dan
kreativitas. Di sini Mead menunjukkan konsep pra sosial yang sangat modern baik
sebagai pemaksa individu maupun sebagai yang memungkinkan mereka untuk menjadi
individu yang kreatif.
Kelemahan
analisis Mead tentang masyarakat pada umumnya dan tentang pranata sosial
khususnya, adalah pada pemahaman di tingkat makro seperti yang dikerjakan teoritisi
Marx, Weber, dan Durkheim. Ini benar meski Mead mempunyai gagasan tentang
“kemunculan” (emergence) dalam pengertian bahwa keseluruhan dilihat sebagai
lebih dari sekadar penjumlahan bagian-bagiannya. Lebih khusus lagi, “kemunculan
melahirkan reorganisasi, tetapi reorganisasi memasukkan sesuatu yang belum ada
sebelumnya. Mula-mula oksigen hidrogen hadir bersama, air pun muncul. Kini air
adalah kombinasi oksigen dan hidrogen, tetapi air tidak ada sebelumnya dalam
bentuk elemen yang terpisah (Mead, 1934/1962:198). Namun, Mead lebih cenderung
menerapkan gagasan tentang kemunculan ini kepada kesadaran ketimbang
menerapkannya kepada masyarakat yang lebih luas. Yakni, pikiran dan diri
dianggap muncul dari proses sosial. Begitu pula Mead cenderung menggunakan
istilah kemunculan semata-mata untuk menunjuk pada kemunculan sesuatu yang baru
atau gagasan (Miller, 1973:41).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar