Selasa, 02 April 2013

Sekilas tentang Immanuel Wallerstein


Meskipun pada tahun 1960-an  Immanuel Wallerstein memperoleh pengakuan sebagai ahli Afrika, sumbangsih terpentingnya bagi Sosiologi adalah bukunya The Modern World system (1974). Buku tersebut cepat meraih sukses. Lahir pada tanggal 28 September 1930, Wallerstein mendapatkan ijazahnya dari universitas Columbia, termasuk gelar doctor pada tahun 1959. Selanjutnya ia memperoleh jabatan sebagai dosen di Columbia, setelah bertahun-tahun disana dan lima tahun jeda di Universitas McGill, Montreal, pada tahun 1976 Wallerstein menjadi professor utama sosiologi di universitas negeri New York di Binghamton.
Wallerstein meraih penghargaan prestius Sorokin atas jilid pertama buku The Modern World System pada tahun 1975. Sejak saat itu, ia terus mengerjakan topik ini dan menghasilkan sejumlah artikel dan dua jilid tambahan, tempat dia menganalisis sistem dunia sampai tahun 1840-an.
Sebenarnya, dalam banyak hal, perhatian yang telah diberikan dan masih akan ditujukan kepada analisisnya lebih penting ketimbang karya itu sendiri. Konsep sistem dunia menjadi fokus pemikiran dan penelitian dalam bidang sosiologi, sebuah prestasi yang tidak banyak dimiliki oleh ilmuwan lain. Kini banyak sosiolog yang meneliti dan melahirkan teori tentang sistem dunia bersikap kritis terhadap Wallerstein dalam satu atau lain hal, namun mereka jelas mengakui peran penting yang dimainkannya dalam kelahiran gagasan-gagasan mereka.
Analisis sistem dunia” bukanlah teori mengenai dunia sosial, ataupun mengenai bagian dari dunia itu. analisis ini adalah protes terhadap cara-cara dimana penelitian ilmiah distrukturkan bagi kita semua dipertengahan abad ke-19. (Wallerstein 1987 : 309).
Teori sistem dunia dapat dipandang sebagai skema teoretis, atau mitos pengorganisir (organizing myth), untuk memahami pola-pola kemajuan bangsa Eropa dan keterbelakangan Dunia Ketiga sebagai fenomena yang saling berkaitan. “Keberhasilan” yang diperoleh satu pihak mengakibatkan pemiskinan pihak lain. tesis mendasar mengenai teori sistem dunia sebagai “ilmu sosial” historis menyebutkan bahwa perekonomian dunia bangsa Eropa dibangun disepanjang abad ke-16 lewat penstrukturan pola-pola perdagangan dan pembangunan yang timpang antara Eropa Barat sebagai “pusat” (core) serta Eropa Timur dan Amerika Latin sebagai “pinggiran” (periphery). Pola pembangunan yang timpang serta pertukaran yang tidak adil ini bertahan hingga sekarang meskipun keanggotaannya diwilayah-wilayah pusat, semipinggiran dan pinggiran mungkin telah berubah.
Tulisan-tulisan Wallerstein yang terpenting menerapkan perbandingan-perbandingan historis dalam skala luas untuk mendapatkan dan memperlebar gambaran menyeluruh mengenai ekspansi, fluktuasi dan perubahan sistem dunia. Lingkup analisisnya mirip dengan sosiologi historis dari Barrington Moore atau yang lebih mutakhir, Theda Skocpol. Akan tetapi, perbandingan-perbandingan yang ia lakukan membuahkan kesimpulan yang amat berbeda dengan mereka. Segi paling menonjol dalam karya Wallerstein sebagai teorities sosial adalah perhatiannya yang terus-menerus terhadap masalah-masalah epistemologis dan metodologis yang tampak jelas dalam semua tulisannya.
Wallerstein menyusun teori sistem dunia sebagai sintesis atau suatu tradisi panjang berupa penyusunan teori-tandingan yang mempersoalkan dasar0dasar teoretis ilmu sosial Barat. Teori sistem dunia mengajukan dan menghendaki konsepsi yang berbeda mengenai kebenaran historis, suatu heuristic yang berbeda. Menurut Wallerstein, hal tersebut hanya dapat diwujudkan lewat elaborasi atas serangkaian proposisi historis tentang asal mula perekonomian dunia kontemporer, bentuk perkembangannya yang mungkin, dan transformasinya yang mungkin, menuju bentuk-bentuk organisasi global lainnya.
Menurut wallerstein, analisis sistem dunia, tidak bisa tidak bersifat interdisipliner. Bukan berarti bahwa disiplin-disiplin utama yang membahas sejarah serta pelbagai ilmu sosial harus menyusun pembagian kerja bersama secara rapi, tetapi juga bukan berarti ilmu-ilmu sosial boleh bekerja dengan konsep-konsep tentang masyarakat atau Negara sebagai bentuk-bentuk organisasi yang tak terpengaruh waktu dan dikonsepsikan terpisah dari konteks historis-duniawinya.
Pola-pola historis perkembangan teknologi dan sosial menimbulkan dampak penting terhadap masyarakat atau Negara manapun sebagaimana demikian juga dampak dari pola-pola yang lebih luas dan secara historis lebih spesifik dalam relasi antarnegara serta antar masyarakat (atau internasional). Perekonomian dunia kapitalis hanyalah salah satu konfigurasi demikian tadi, kendatipun perekonomian ini jelas yang paling penting diera sekarang ini.
Perihal penerapan perspektif-perspektif yang ikonoklasik terhadap pendefinisian dan pembahasan tentang kapitalisme itulah yang memicu pelbagai perbantahan antara Wallerstein dengan para kritisi Marxisnya. Karena teori sistem dunia memandang perekonomian dunia kapitalis sebagai sistem historis spesifik yang berupa perkembangan dan akumulasi yang tidak seimbang, maka definisi Wallerstein atas kapitalisme berkaitan dengan dinamika sistemiknya. Titik tolak definisinya dilandaskan pada mitologi historis dank arena berbeda dengan definisi Marxis yang lebih formal dan abstrak tentang kapitalisme yakni sebagai serangkaian relasi-relasi kelas yang diciptakan oleh jaringan pertukaran komoditas.
Berbeda dengan pandangan Marxis, Wallerstein berpendapat bahwa bentuk-bentuk monopoli adalah unsure utama dalam terjadinya akumulasi yang timpang pada perekonomian dunia kapitalis. Jika sistem tersebut berwatak kapitalis dalam arti memperbolehkan terjadinya akumulasi modal, maka unsure kekuasaan monopoli merupakan suatu hal yang penting, yang menentukan kekhasan historisnya. Penguasaan atas inovasi-inovasi teknologis dan industrial yang dimata Marx dan Smith adalah esensi perjuangan kapitalis, bagi Wallerstein hanyalah merupakan satu contoh lain lagi yang penting, yang membuktikan kelebihan penstrukturan sistemik monopoli. Dengan demikian teori sistem dunia menjungkirbalikan teori konvensional. Jika teori konvensional memandang monopoli sebagai kemunduran kapitalisme murni, sedangkan Wallerstein memandang  inovasi-inovasi teknologis, yang dalam pandangan konvensional dianggap lambing kapitalisme industrial, adalah bentuk khusus monopoli.
Sistem antarnegara tersebut melahirkan suatu kerangka yang terdiri dari rezim-rezim perdagangan yang menstruktur dan menyalurkan arus pertukaran komoditas, modal, tenaga kerja dan informasi secara internasional. Pelembagaan atas pelbagai bentuk kontrol terhadap tenaga kerja diberbagai zona perekonomian dunia, menurut Wallerstein, merupakan mekanisme terpenting untuk menyedot keuntungan. Negara-negara dan pelbagai korporasi sama-sama berusaha memposisikan diri untuk bisa mendapatkan keuntungan tadi dengan jalan menguasai titik-titik yang krusial disepanjang mata rantai komoditas yang melintasi seluruh wilayah sejak produksi awal hingga konsumsi terakhir.
Elaborasi teori sistem dunia sebagai mitos pengorganisasian alternatif itu meruntuhkan segala penerimaan yang gampangan atas “fakta-fakta” dalam sejarah barat konvesional yang umumnya optimistik. Redefinisinya atas kapitalisme, seerta kritiknya terhadap kemajuan mampu membongkar eskatologi “kepercayaan terhadap kemajuan material dan pencerahan ilmiah” yang tersirat dalam pandangan liberal maupun Marxis mengenai sejarah dan perubahan. Dengan memikirkan kembali kandugan subtantif ilmu sosial historis yang ssudah lazim diterima, maka tak mengherankan jika analisis sistem dunia mendorong Wallerstein untuk terus mempersoalkan asumsi-asumi epistemologis dan metodologis dalam tradisi ilmu-ilmu sosial barat.
Disamping pemilahan berupa pusat dan pinggiran, kategori ketiga adalah semipinggiran. Gagasan ini mempertimbangkan banyaknya kasus dan situasi yang tak dapat disesuaikan secara tepat kedalam pengkategorian sederhana berupa pusat dan pinggiran. Australia contohnya.tetapi pendekatan teori sistem dunia lewat persoalan demikian menunjukkan adanya ketegangan mendasar dalam paradigma Wallerstein, yakni antara tuntutan untuk berteori secara heuristik dan analisis atas kasus-kasus empiris tertentu.
Gagasan tentang semipinggiran menyiratkan makna yang kurang pasti dan ambigu dan dugunakan secara beragam utnuk menunjukkan posisi suatu negara dalam hierarki geopolitis dalam sistem negara kebangsaan atau sejumlah kombinasi dari keduanya.Wallerstein tidak memberikan penjelasan spesifik tentang hubungan partisipasi ekonomis dalam perekonomian dunia kapitalis dengan kekuasaan dan posisi geopilitis. Konsep semipinggiran dipakai sebagai sebuah kategori dalam analisis empiris “untuk memisahkan suatu zona analisis politis secara tersendiri”, terutama wilayah Eropa selatan. Negara-negara telah menampakkan pola-pola yang serupa secara luas dalam hal dualisme ekonomi dan kebijakan intervensional negara. Analisis tersebut cenderung menempatkan persoalan tentang kekuasaan geopopitis dibawah konsep tentang politik semipinggiran yang “menekankan tindakan sukarela dari negara untuk menyempurnakan posisi relatif wilayahnya dengan cara menerima kompetisi tetapi lewat kebijakan untuk mengejar ketertinggalan.
Pembahasan paling cermat atas konsepsi ekonomi semipinggiran dikemukakan oleh Arrighi dan Drangel. Mereka mendefinisikan “suatu posisi yang berkaitan dengan pembagian kerja dunia”, dan menyatakan bahwa konsep tersebut sebaiknya tidak dipakai “untuk menunjuk suatu posisi dalam sistem antarnegara”. Mereak menggambarkan perekonomian dunia sebagai jaringan matarantai komoditas “yang melintas batas-batas negara” dan mereka menyatakan aktivitas-aktivitas pusat dan pinggiran (bukan wilayah) didistribusikan secara tidak merata baik didalam dan diantara negara-negara kebangsaan. Matarantai komoditaslah yang menghubungakan aktivitas-aktivitas pusat dan pinggiran. Aktivitas-aktivitas pusat “menguasai sebagian besar surplus yang dihasilakan dalam matarantai komoditas, sedangkan aktivitas-aktivitas pinggiran menguasai sebagian kecil surplus atau tidak sama sekali”. Mereka berpendapat tidak ada sarana empiris yang dapat menjadi tolok ukur langsung bagi beraneka ragam aktivitas di negeri atau kawasan manapun, kecuali menggunakan GNP perkapita sebagai tolok ukur tak langsung. Mereka menunjukkan terdapat suatu pemolaan trimodal yang khas dalam perekonomian internasional yang menurutnya berkaitan dengan pembagian yang relatif antara pusat, pinggiran, dan semipinggiran selama periode 50 tahun yang mereka teliti. Analisis mereka menunjukkan tak ada korelasi yang sederhana antara posisi ekonomis dan geopolitis pusat, pinggiran, dan semipinggiran. Misalnya USSR, kendatipun memiliki kekuasaan besar dalam sistem negara kebangsaan, berdasarkan perumusan mereka negara itu dimasukkan sebagai bagian organis zona asemipinggiran. Negara-negara seperti Saudi Arabia yang memiliki sumber minyak melimpah tetapi tidak memiliki kekuasaan geopilitis besar dipandang menempati posisi peralihan menuju pusat.
Arrighi dan Drangel menempatkan Australia sebagai organis dari pusat. Wallerstein sebaliknya menempatkan Australia dalam bagian semipinggiran. Ambiguitas posisi Australia menunjukkan adanya ambiguitas yang lebih dalam aspek heuritis dan yang berorientasi pada problem, didalam teori sistem dunia. Analisis asas semipinggiran sebagai “zona aktivitas politik” memperluas analisis sistem dunia kearah pendekatan yang lebih terpusat pada negara, skocpol (1977), Booth (1985), dan Mouzelis (1988) mendukung perluasan demikian itu demi mengatasi kemndekan teori sistem dunia. Pendekatan tersebut memperluas parameter-parameter sosiologi historis Wallerstein dengan jalan mencermati negara kebangsaan modern yang didemarkasikan secara teritorial bukan hanya dalam hal perannya untuk menjaga kondisi-kondisi akumulasi kapital, tap juga dalam hal peran sentralnya untuk mengkukuhkan rejim dan tatanan ekonomi dan politis. Pada level heuristik yang lebih luas, perluasan teoritis membukan kembali persoalan tentang dinamika perubahan sistem dunia. Disamping itu jikalau analisis sitem dunia diperluas dengan menggunakan pendekatan yang lebih terpusat pada negara, akan muncul bahaya bahwa asumsi-asumsi yang lebih rasionalistik yang diciptakan akan dapat meruntuhkan posisi-posisi metodologis dan epistemologis yang telah dibangun Wallerstein bagi teori sistem dunia.
Australia dikategorikan sebagai negara pusat dalam hal GNP perkapita serta standar hidupnya. Dalam geopolitik global, ia merupakan negara berkekuatan menengah yang relatif berhasil. Mode partisipasinya dalam perekonomian dunia menampakkan sejumlah dualisme ekonomi sebagaimana pada wilayah pinggiran, mengingat posisis produsennya dalam matarantai komoditas internasioanl dan ketergantungannya terhadap modal asing. Tapi jikalau orang merumuskan bahwa politik semipinggiran adalah keterlibatan aktif dalam strategi pembangungan bangsa maka situasi Australia tampaknya juga sesuai. Kendatipun sekarang terdapat kecenderungan melakukan deregulasi oleh para pembuat kebijakan, Australia telah memiliki sejarah penjang perihal keterlibatan negara dalam manajemen urusan ekonomi serta dipertahankannya status Australia sebagai kekuatan sub-imperal. Adanya kesulitan menerapkan analisis sistem dunia secara tepat terdapat situasi Australia jelas menunjukkan adanya dilema dalam teori tersebut.
Elaborasi heuristik yang dilakukan Wallerstein terdapat teori sistem dunia merupakan upaya koreksi atas asumsi-asumsi tentang superioritas barat, baik yang tersirat daro pandangan liberal maupun Marxis. Sejumlah problem muncul ketika menempatkan wilayah semiperiferi serta Australia sebagai “zona analisis politik” yang ternyata sulit berkesesuaian dengan pandangan heuristik Wallerstein yang mengarah pada “dunia ketiga”. Pendekatan yang lebih terpusat pada negara pun mengandung sejumlah bahaya sendiri. pembahasan atas problem ini beserta pemecahannya kembali dalam teori sistem dunia mengundang minat tertentu dikalangan teoretisi sosial Australia. Kancah lainnya bagi analisis sistem dunia adalah emetakan struktur-struktur ekonomi dunia sebagaimana telah dirintis oleh Ariighi dan Drangel (1986). Analisis ekonomi ini masih berupa tahap awal. Anaisis sistem dunia pun memerlukan karya yang lebih berkaitan, yang memetakan rejim-rejim geopolitis global hingga gerakan-gerakan politi internal. Meski tetap memanfaatkan parameter-parameter yang lebih ketat dalam analisis sistem dunia sebagaimana diisyaratkan oleh pandangan metodologi Wallerstein, pendekatan-pendekatan ini pun memerlukan pengembangan lebih lanjut sebelum menjawab secara tepat problem-problem empiris yang dihadapi para teoritis sistem dunia, umpamanya problem yang berkaitan dengan situasi-situasi negara-negara semipinggiran.
Wallerstein menyatakan ada tiga hal yang diperlukan untuk membangun ekonomi dunuia kapitalis keluar dari puing reruntuhan feodalisme ;ekspansi geografis melalui eksplorasi dan kolonisasi,pengembangan metode pengendalian tenaga kerja yang berlainan untuk kawasan berlainan (misalnya, pusat, pinggiran) dari ekonomi dunia dan pembangunan Negara yang kuat yang akan menjadi Negara pusat ekonomi dunia kapitalis yang baru muncul.berikut ini dibahas satu persatu.
Ekspansi geografis. Wallerstern menyatakan ekspansi geografis oleh bangsa adalah persyaratan bagi kedua tahap lainya itu. Portugal memimpin eksplorasi dilautan dan bangsa-bangsa eropa lainnya menyusul. Wallerstein berhati-hati berbicara mengenai Negara tertentu atau mengenai istilah eropa pada umumnya.ia lebih suka melihat ekspansi dilautan disebabkan oleh kelompok orang yang bertindak atas nama kepentingan mereka sendiri. Kelompok elite seperti bangsawan mmemerlukan ekspansi lautan karena berbagai alasan. Pertama,mereka berperang melawan kelas yang baru muncul yang menyebabkan ambruknya ekonomi feodal. Kedua,perdagangan budak menyediakan mereka tenaga kerja loyal untuk membangun ekonomi kapitalis. Ketiga,ekspansi juga menyediakan mereka berbagai jenis komoditi yang dibutuhkan untuk mengembangkan ekonomi kapitalis-emas,makanan,dan berbagai jenis bahan mentah.
Pembagian kerja dunia. Segera setelah dunia mengalami ekspansi geografis,ia bersiap masuk ke tahap berikutnya,pengenbangan divisi tenaga kerja diseluruh dunia. Pada abad enam belas ,kapitalisme menggantikan statisme sebagai mode utama yang mendominasi dunia,tetapi kapitalisme tidak berkembang secara seragam di seluruh dunia. Pada kenyataannya,menurut wallerstein solidaritas system kapitalis pada akhirnya didasarkan pada pengembangan yang tak ekual. Dengan orientasi marxiannya,wallerstein tidak menganggapnya sebagai keseimbangan konsensual,tetapi lebih sebagai keseimbangan yang bermuatan konflik dari awal. Bagian-bagian system dunia kapitalis yang berbeda tersepesialisasi dalam fungsi-fungsi khusus mengembangbiakkan tenaga kerja,memproduksi bahan makanan,menyediakan bahan mentah,dan mengorganisir industri. Kawasan yang berbeda-beda akan mengembangkan sepesialisasi dalam menghasilkan tipe tenaga kerja khusus. Contoh,afrika memproduksi budak;eropa barat dan eropa selatan mempunyai banyak petani dan petani penyewa.eropa barat juga menjadi pusat pekerja upahan,kelas pengusaha dan keterampilan lain serta pekerja perorangan yang berperan sebagai tenaga pengawas.
Lebih umum lagi,masing-masing bagian pembagian kerja internasional itu cenderung berbeda dilihat dari sudut cara pengendalian tenaga kerja. Kawasan  pusat mempunyai tenaga kerja bebas ;kawasan pinggiran ditandai oleh tenaga paksaan dan seni;pinggiran adalah pusat kawasan pertanian dengan pola bagi hasil. Wallerstein menyatakan bahwa kunci kapitalisme terletak pada kenyataan bahwa kawasan pusat didominasi oleh pasar tenaga kerja bebas untuk pekerja kurang terampil terdapat di kawasan pinggiran. Kombinasi seperti itu adalah esensi kapitalisme. Bila pasar tenaga kerja bebas harus berkembang diseluruh dunia ,itu hanya dapat dicapai dengan sosialisme.
Bagian-bagian dunia tertentu mulai mendapat keuntungan awal yang kecil yang digunakan sebagai basis untuk mengembangkan keuntungan lebih besar di kemudian hari. Kawasan ousat pada abad 16 ,terutam eropa barat ,dengan cepat memperbesar keuntungannya ketika kota berkembang,industry berkembang,dan perdagangan menjadi penting. Pada waktu bersamaan masing-masing aktivitasnya menjadi semakin tersepesialisasi dan memproduksi dengan cara makin efisien. Sebaliknya ,kawasan pinggiran mengalami stagnasi dan bergerak kearah masyarakat monokultur,atau yang tidak terdiferensiasi,masyarakat berfokus tunggal.
Perkembangan Negara pusat. Tahap ketiga perkembangan system dunia melibatkan sector politik dan cara-cara kelompok ekonomi yang berlainan menggunakan struktur Negara untuk melindungi dan mendahulukan kepentingan mereka. Monarki absolute muncul di eropa barat hampir bersamaan waktunyan dengan perkembangan kapitalisme. Sejak abad 16 hingga abad 18 negara adalah pusat pelaku ekonomi di eropa meski pusatnya ini kemudian bergeser ke perusahaan. Negara yang kuat di kawasan pusat memainkan peran kunci dalam mengembangkan kapitalisme dan pada akhirnya menyediakan landasan bagi kematian dirinya sendiri. Negara-negara eropa memperkuat diri mereka sendiri di abad 16,antara lain dengan mengembangkan dan memperluas system birokrasi dan menciptakan monopoli kekuasaan dalam masyarakat,terutama dengan membangun tentara dan melegitimasi aktivitas mereka untuk menjamin terpeliharanya stabilitas dalam negeri. Sementara Negara di kawasan pusat membangun sistem politik yang kuat,dalam waktu bersamaan kawasan pinggiran membangun Negara yang lemah.
Perkembangan yang kemudian. Dalam bukunya,the modern world sistem wallerstein(1980)menguraikan sejarah konsolidasi ekonomi dunia antara tahun 1600 dan 1750. Dalam oeriode ini tak terjadi ekspansi ekonomi eropa yang berarti,tetapi terjadi sejumlah perubahan penting dalam sistem dunia. Contohnya adalah perkembangan dan kemudian di ikuti kemerosotsn dalam Negara pusat,yakni Negara belanda. Kemudian dia menganalisa antara perancis dan inggris yang berakhir dengan kemenangan inggris. Dikawasan pinggiran wallerstein secara mendetail mendeskrepsikan,antara lain,kawasan amerika jajahan spanyol yang mengalami kemerosotan dan swedia yang mengalami kemajuan ekonomi. Ia melanjutkan analisis historisnya mengenai berbagai peran yang di mainkan oleh berbagai masyarakat dalam pembagian kerja ekonomi dunia. Wallerstein melanjutkan analasis historisnya dari sudut pandang Marxian dimana dia menganalisa divisi tenaga kerja dalam perekonomian dunia. Meski memperhatikan factor sosial dan politik,namun perhatian utamanya tetap tertuju pada peran factor ekonomi dalam sejarah dunia.
Dalam bukunya paling baru wallerstein (1989) membuat analisis historis hingga tahun 1840-an. Wallerstein, melihat tiga perkembangan besar selama periode 1730-an hingga 1840-an ; revolusi industry (terutama di inggris), revolusi perancis, dan kemerdekaan Negara yang semula menjadi koloni Negara-negara eropa di benua amerika. Menurutnya tak satu pun Negara baru ini yang menentang sistem kapitalis dunia, sebaliknya mereka justru bergabung dan menjadi bagian kubu sistem itu (wallerstein,1989:256).
Wallerstein melanjutkan analisis sejarah tentang perjuangan antara inggris dan perancis untuk mendominasi kawasan pusat. Meski ekonomi dunia mengalami stagnasi sebelum periode analisis, kawasan pusat kini meluas dan inggris raya mampu membangun industri lebih cepat dan mendominasi industri berskala besar. Pergeseran dominasi ke inggris terjadi meski fakta menunjukan bahwa di abad 18 perancis telah mendominasi bidang industri. Revolusi perancis berperan penting dalam mengembangkan sistem kapitalis dunia terutama dengan membantu mengakhiri sisa kultur feodalisme dan menghasilkan sistem ideology cultural yang sesuai dengan realitas politik dan ekonomi. Tetapi, revolusi itu menghambat perkembangan industri  perancis. Perang dan rezim perancis juga menghambat industri. Menjelang akhir periode tersebut, ”inggris akhirnya benar-benar memegang hegemoni dalam sistem dunia” (wallerstein,1989:122).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar