Meskipun pada
tahun 1960-an Immanuel Wallerstein memperoleh pengakuan sebagai ahli
Afrika, sumbangsih terpentingnya bagi Sosiologi adalah bukunya The
Modern World system (1974).
Buku tersebut cepat meraih sukses. Lahir pada tanggal 28 September 1930, Wallerstein
mendapatkan ijazahnya dari universitas Columbia, termasuk gelar doctor pada
tahun 1959. Selanjutnya ia memperoleh jabatan sebagai dosen di Columbia,
setelah bertahun-tahun disana dan lima tahun jeda di Universitas McGill,
Montreal, pada tahun 1976 Wallerstein menjadi professor utama sosiologi di
universitas negeri New York di Binghamton.
Wallerstein
meraih penghargaan prestius Sorokin atas jilid pertama buku The
Modern World System pada
tahun 1975. Sejak saat itu, ia terus mengerjakan topik ini dan menghasilkan
sejumlah artikel dan dua jilid tambahan, tempat dia menganalisis sistem dunia
sampai tahun 1840-an.
Sebenarnya,
dalam banyak hal, perhatian yang telah diberikan dan masih akan ditujukan
kepada analisisnya lebih penting ketimbang karya itu sendiri. Konsep sistem
dunia menjadi fokus pemikiran dan penelitian dalam bidang sosiologi, sebuah
prestasi yang tidak banyak dimiliki oleh ilmuwan lain. Kini banyak sosiolog
yang meneliti dan melahirkan teori tentang sistem dunia bersikap kritis terhadap
Wallerstein dalam satu atau lain hal, namun mereka jelas mengakui peran penting
yang dimainkannya dalam kelahiran gagasan-gagasan mereka.
“Analisis sistem dunia” bukanlah teori
mengenai dunia sosial, ataupun mengenai bagian dari dunia itu. analisis ini adalah
protes terhadap cara-cara dimana penelitian ilmiah distrukturkan bagi kita
semua dipertengahan abad ke-19. (Wallerstein 1987 : 309).
Teori sistem
dunia dapat dipandang sebagai skema teoretis, atau mitos pengorganisir
(organizing myth), untuk memahami pola-pola kemajuan bangsa Eropa dan
keterbelakangan Dunia Ketiga sebagai fenomena yang saling berkaitan.
“Keberhasilan” yang diperoleh satu pihak mengakibatkan pemiskinan pihak lain.
tesis mendasar mengenai teori sistem dunia sebagai “ilmu sosial” historis menyebutkan
bahwa perekonomian dunia bangsa Eropa dibangun disepanjang abad ke-16 lewat
penstrukturan pola-pola perdagangan dan pembangunan yang timpang antara Eropa
Barat sebagai “pusat” (core) serta Eropa Timur dan Amerika Latin sebagai
“pinggiran” (periphery). Pola pembangunan yang timpang serta pertukaran yang
tidak adil ini bertahan hingga sekarang meskipun keanggotaannya
diwilayah-wilayah pusat, semipinggiran dan pinggiran mungkin telah berubah.
Tulisan-tulisan
Wallerstein yang terpenting menerapkan perbandingan-perbandingan historis dalam
skala luas untuk mendapatkan dan memperlebar gambaran menyeluruh mengenai
ekspansi, fluktuasi dan perubahan sistem dunia. Lingkup analisisnya mirip
dengan sosiologi historis dari Barrington Moore atau yang lebih mutakhir, Theda
Skocpol. Akan tetapi, perbandingan-perbandingan yang ia lakukan membuahkan
kesimpulan yang amat berbeda dengan mereka. Segi paling menonjol dalam karya
Wallerstein sebagai teorities sosial adalah perhatiannya yang terus-menerus
terhadap masalah-masalah epistemologis dan metodologis yang tampak jelas dalam
semua tulisannya.
Wallerstein
menyusun teori sistem dunia sebagai sintesis atau suatu tradisi panjang berupa
penyusunan teori-tandingan yang mempersoalkan dasar0dasar teoretis ilmu sosial
Barat. Teori sistem dunia mengajukan dan menghendaki konsepsi yang berbeda
mengenai kebenaran historis, suatu heuristic yang berbeda. Menurut Wallerstein,
hal tersebut hanya dapat diwujudkan lewat elaborasi atas serangkaian proposisi
historis tentang asal mula perekonomian dunia kontemporer, bentuk
perkembangannya yang mungkin, dan transformasinya yang mungkin, menuju
bentuk-bentuk organisasi global lainnya.
Menurut
wallerstein, analisis sistem dunia, tidak bisa tidak bersifat interdisipliner.
Bukan berarti bahwa disiplin-disiplin utama yang membahas sejarah serta
pelbagai ilmu sosial harus menyusun pembagian kerja bersama secara rapi, tetapi
juga bukan berarti ilmu-ilmu sosial boleh bekerja dengan konsep-konsep tentang
masyarakat atau Negara sebagai bentuk-bentuk organisasi yang tak terpengaruh
waktu dan dikonsepsikan terpisah dari konteks historis-duniawinya.
Pola-pola
historis perkembangan teknologi dan sosial menimbulkan dampak penting terhadap
masyarakat atau Negara manapun sebagaimana demikian juga dampak dari pola-pola
yang lebih luas dan secara historis lebih spesifik dalam relasi antarnegara
serta antar masyarakat (atau internasional). Perekonomian dunia kapitalis
hanyalah salah satu konfigurasi demikian tadi, kendatipun perekonomian ini
jelas yang paling penting diera sekarang ini.
Perihal
penerapan perspektif-perspektif yang ikonoklasik terhadap pendefinisian dan
pembahasan tentang kapitalisme itulah yang memicu pelbagai perbantahan antara
Wallerstein dengan para kritisi Marxisnya. Karena teori sistem dunia memandang
perekonomian dunia kapitalis sebagai sistem historis spesifik yang berupa
perkembangan dan akumulasi yang tidak seimbang, maka definisi Wallerstein atas
kapitalisme berkaitan dengan dinamika sistemiknya. Titik tolak definisinya
dilandaskan pada mitologi historis dank arena berbeda dengan definisi Marxis
yang lebih formal dan abstrak tentang kapitalisme yakni sebagai serangkaian
relasi-relasi kelas yang diciptakan oleh jaringan pertukaran komoditas.
Berbeda dengan
pandangan Marxis, Wallerstein berpendapat bahwa bentuk-bentuk monopoli adalah
unsure utama dalam terjadinya akumulasi yang timpang pada perekonomian dunia
kapitalis. Jika sistem tersebut berwatak kapitalis dalam arti memperbolehkan
terjadinya akumulasi modal, maka unsure kekuasaan monopoli merupakan suatu hal
yang penting, yang menentukan kekhasan historisnya. Penguasaan atas
inovasi-inovasi teknologis dan industrial yang dimata Marx dan Smith adalah
esensi perjuangan kapitalis, bagi Wallerstein hanyalah merupakan satu contoh
lain lagi yang penting, yang membuktikan kelebihan penstrukturan sistemik
monopoli. Dengan demikian teori sistem dunia menjungkirbalikan teori
konvensional. Jika teori konvensional memandang monopoli sebagai kemunduran
kapitalisme murni, sedangkan Wallerstein memandang inovasi-inovasi
teknologis, yang dalam pandangan konvensional dianggap lambing kapitalisme
industrial, adalah bentuk khusus monopoli.
Sistem
antarnegara tersebut melahirkan suatu kerangka yang terdiri dari rezim-rezim
perdagangan yang menstruktur dan menyalurkan arus pertukaran komoditas, modal,
tenaga kerja dan informasi secara internasional. Pelembagaan atas pelbagai
bentuk kontrol terhadap tenaga kerja diberbagai zona perekonomian dunia,
menurut Wallerstein, merupakan mekanisme terpenting untuk menyedot keuntungan.
Negara-negara dan pelbagai korporasi sama-sama berusaha memposisikan diri untuk
bisa mendapatkan keuntungan tadi dengan jalan menguasai titik-titik yang
krusial disepanjang mata rantai komoditas yang melintasi seluruh wilayah sejak
produksi awal hingga konsumsi terakhir.
Elaborasi
teori sistem dunia sebagai mitos pengorganisasian alternatif itu meruntuhkan
segala penerimaan yang gampangan atas “fakta-fakta” dalam sejarah barat
konvesional yang umumnya optimistik. Redefinisinya atas kapitalisme, seerta
kritiknya terhadap kemajuan mampu membongkar eskatologi “kepercayaan terhadap
kemajuan material dan pencerahan ilmiah” yang tersirat dalam pandangan liberal
maupun Marxis mengenai sejarah dan perubahan. Dengan memikirkan kembali
kandugan subtantif ilmu sosial historis yang ssudah lazim diterima, maka tak
mengherankan jika analisis sistem dunia mendorong Wallerstein untuk terus
mempersoalkan asumsi-asumi epistemologis dan metodologis dalam tradisi
ilmu-ilmu sosial barat.
Disamping
pemilahan berupa pusat dan pinggiran, kategori ketiga adalah semipinggiran.
Gagasan ini mempertimbangkan banyaknya kasus dan situasi yang tak dapat
disesuaikan secara tepat kedalam pengkategorian sederhana berupa pusat dan
pinggiran. Australia contohnya.tetapi pendekatan teori sistem dunia lewat
persoalan demikian menunjukkan adanya ketegangan mendasar dalam paradigma
Wallerstein, yakni antara tuntutan untuk berteori secara heuristik dan analisis
atas kasus-kasus empiris tertentu.
Gagasan
tentang semipinggiran menyiratkan makna yang kurang pasti dan ambigu dan
dugunakan secara beragam utnuk menunjukkan posisi suatu negara dalam hierarki
geopolitis dalam sistem negara kebangsaan atau sejumlah kombinasi dari
keduanya.Wallerstein tidak memberikan penjelasan spesifik tentang hubungan
partisipasi ekonomis dalam perekonomian dunia kapitalis dengan kekuasaan dan
posisi geopilitis. Konsep semipinggiran dipakai sebagai sebuah kategori dalam
analisis empiris “untuk memisahkan suatu zona analisis politis secara
tersendiri”, terutama wilayah Eropa selatan. Negara-negara telah menampakkan
pola-pola yang serupa secara luas dalam hal dualisme ekonomi dan kebijakan
intervensional negara. Analisis tersebut cenderung menempatkan persoalan
tentang kekuasaan geopopitis dibawah konsep tentang politik semipinggiran yang
“menekankan tindakan sukarela dari negara untuk menyempurnakan posisi relatif
wilayahnya dengan cara menerima kompetisi tetapi lewat kebijakan untuk mengejar
ketertinggalan.
Pembahasan
paling cermat atas konsepsi ekonomi semipinggiran dikemukakan oleh Arrighi dan
Drangel. Mereka mendefinisikan “suatu posisi yang berkaitan dengan pembagian
kerja dunia”, dan menyatakan bahwa konsep tersebut sebaiknya tidak dipakai
“untuk menunjuk suatu posisi dalam sistem antarnegara”. Mereak menggambarkan
perekonomian dunia sebagai jaringan matarantai komoditas “yang melintas
batas-batas negara” dan mereka menyatakan aktivitas-aktivitas pusat dan
pinggiran (bukan wilayah) didistribusikan secara tidak merata baik didalam dan
diantara negara-negara kebangsaan. Matarantai komoditaslah yang menghubungakan
aktivitas-aktivitas pusat dan pinggiran. Aktivitas-aktivitas pusat “menguasai
sebagian besar surplus yang dihasilakan dalam matarantai komoditas, sedangkan
aktivitas-aktivitas pinggiran menguasai sebagian kecil surplus atau tidak sama
sekali”. Mereka berpendapat tidak ada sarana empiris yang dapat menjadi tolok
ukur langsung bagi beraneka ragam aktivitas di negeri atau kawasan manapun,
kecuali menggunakan GNP perkapita sebagai tolok ukur tak langsung. Mereka
menunjukkan terdapat suatu pemolaan trimodal yang khas dalam perekonomian
internasional yang menurutnya berkaitan dengan pembagian yang relatif antara
pusat, pinggiran, dan semipinggiran selama periode 50 tahun yang mereka teliti.
Analisis mereka menunjukkan tak ada korelasi yang sederhana antara posisi
ekonomis dan geopolitis pusat, pinggiran, dan semipinggiran. Misalnya USSR,
kendatipun memiliki kekuasaan besar dalam sistem negara kebangsaan, berdasarkan
perumusan mereka negara itu dimasukkan sebagai bagian organis zona
asemipinggiran. Negara-negara seperti Saudi Arabia yang memiliki sumber minyak
melimpah tetapi tidak memiliki kekuasaan geopilitis besar dipandang menempati
posisi peralihan menuju pusat.
Arrighi dan
Drangel menempatkan Australia sebagai organis dari pusat. Wallerstein
sebaliknya menempatkan Australia dalam bagian semipinggiran. Ambiguitas posisi
Australia menunjukkan adanya ambiguitas yang lebih dalam aspek heuritis dan
yang berorientasi pada problem, didalam teori sistem dunia. Analisis asas
semipinggiran sebagai “zona aktivitas politik” memperluas analisis sistem dunia
kearah pendekatan yang lebih terpusat pada negara, skocpol (1977), Booth
(1985), dan Mouzelis (1988) mendukung perluasan demikian itu demi mengatasi
kemndekan teori sistem dunia. Pendekatan tersebut memperluas
parameter-parameter sosiologi historis Wallerstein dengan jalan mencermati
negara kebangsaan modern yang didemarkasikan secara teritorial bukan hanya
dalam hal perannya untuk menjaga kondisi-kondisi akumulasi kapital, tap juga
dalam hal peran sentralnya untuk mengkukuhkan rejim dan tatanan ekonomi dan
politis. Pada level heuristik yang lebih luas, perluasan teoritis membukan
kembali persoalan tentang dinamika perubahan sistem dunia. Disamping itu
jikalau analisis sitem dunia diperluas dengan menggunakan pendekatan yang lebih
terpusat pada negara, akan muncul bahaya bahwa asumsi-asumsi yang lebih
rasionalistik yang diciptakan akan dapat meruntuhkan posisi-posisi metodologis
dan epistemologis yang telah dibangun Wallerstein bagi teori sistem dunia.
Australia
dikategorikan sebagai negara pusat dalam hal GNP perkapita serta standar
hidupnya. Dalam geopolitik global, ia merupakan negara berkekuatan menengah
yang relatif berhasil. Mode partisipasinya dalam perekonomian dunia menampakkan
sejumlah dualisme ekonomi sebagaimana pada wilayah pinggiran, mengingat posisis
produsennya dalam matarantai komoditas internasioanl dan ketergantungannya
terhadap modal asing. Tapi jikalau orang merumuskan bahwa politik semipinggiran
adalah keterlibatan aktif dalam strategi pembangungan bangsa maka situasi
Australia tampaknya juga sesuai. Kendatipun sekarang terdapat kecenderungan
melakukan deregulasi oleh para pembuat kebijakan, Australia telah memiliki
sejarah penjang perihal keterlibatan negara dalam manajemen urusan ekonomi
serta dipertahankannya status Australia sebagai kekuatan sub-imperal. Adanya
kesulitan menerapkan analisis sistem dunia secara tepat terdapat situasi
Australia jelas menunjukkan adanya dilema dalam teori tersebut.
Elaborasi
heuristik yang dilakukan Wallerstein terdapat teori sistem dunia merupakan
upaya koreksi atas asumsi-asumsi tentang superioritas barat, baik yang tersirat
daro pandangan liberal maupun Marxis. Sejumlah problem muncul ketika
menempatkan wilayah semiperiferi serta Australia sebagai “zona analisis
politik” yang ternyata sulit berkesesuaian dengan pandangan heuristik
Wallerstein yang mengarah pada “dunia ketiga”. Pendekatan yang lebih terpusat
pada negara pun mengandung sejumlah bahaya sendiri. pembahasan atas problem ini
beserta pemecahannya kembali dalam teori sistem dunia mengundang minat tertentu
dikalangan teoretisi sosial Australia. Kancah lainnya bagi analisis sistem
dunia adalah emetakan struktur-struktur ekonomi dunia sebagaimana telah
dirintis oleh Ariighi dan Drangel (1986). Analisis ekonomi ini masih berupa
tahap awal. Anaisis sistem dunia pun memerlukan karya yang lebih berkaitan,
yang memetakan rejim-rejim geopolitis global hingga gerakan-gerakan politi
internal. Meski tetap memanfaatkan parameter-parameter yang lebih ketat dalam
analisis sistem dunia sebagaimana diisyaratkan oleh pandangan metodologi
Wallerstein, pendekatan-pendekatan ini pun memerlukan pengembangan lebih lanjut
sebelum menjawab secara tepat problem-problem empiris yang dihadapi para
teoritis sistem dunia, umpamanya problem yang berkaitan dengan situasi-situasi
negara-negara semipinggiran.
Wallerstein
menyatakan ada tiga hal yang diperlukan untuk membangun ekonomi dunuia
kapitalis keluar dari puing reruntuhan feodalisme ;ekspansi geografis melalui
eksplorasi dan kolonisasi,pengembangan metode pengendalian tenaga kerja yang
berlainan untuk kawasan berlainan (misalnya, pusat, pinggiran) dari ekonomi
dunia dan pembangunan Negara yang kuat yang akan menjadi Negara pusat ekonomi
dunia kapitalis yang baru muncul.berikut ini dibahas satu persatu.
Ekspansi
geografis. Wallerstern menyatakan ekspansi geografis oleh bangsa adalah
persyaratan bagi kedua tahap lainya itu. Portugal memimpin eksplorasi dilautan
dan bangsa-bangsa eropa lainnya menyusul. Wallerstein berhati-hati berbicara
mengenai Negara tertentu atau mengenai istilah eropa pada umumnya.ia lebih suka
melihat ekspansi dilautan disebabkan oleh kelompok orang yang bertindak atas
nama kepentingan mereka sendiri. Kelompok elite seperti bangsawan mmemerlukan
ekspansi lautan karena berbagai alasan. Pertama,mereka berperang melawan kelas
yang baru muncul yang menyebabkan ambruknya ekonomi feodal. Kedua,perdagangan
budak menyediakan mereka tenaga kerja loyal untuk membangun ekonomi kapitalis.
Ketiga,ekspansi juga menyediakan mereka berbagai jenis komoditi yang dibutuhkan
untuk mengembangkan ekonomi kapitalis-emas,makanan,dan berbagai jenis bahan
mentah.
Pembagian
kerja dunia. Segera setelah dunia mengalami ekspansi geografis,ia bersiap masuk
ke tahap berikutnya,pengenbangan divisi tenaga kerja diseluruh dunia. Pada abad
enam belas ,kapitalisme menggantikan statisme sebagai mode utama yang
mendominasi dunia,tetapi kapitalisme tidak berkembang secara seragam di seluruh
dunia. Pada kenyataannya,menurut wallerstein solidaritas system kapitalis pada
akhirnya didasarkan pada pengembangan yang tak ekual. Dengan orientasi
marxiannya,wallerstein tidak menganggapnya sebagai keseimbangan
konsensual,tetapi lebih sebagai keseimbangan yang bermuatan konflik dari awal.
Bagian-bagian system dunia kapitalis yang berbeda tersepesialisasi dalam
fungsi-fungsi khusus mengembangbiakkan tenaga kerja,memproduksi bahan
makanan,menyediakan bahan mentah,dan mengorganisir industri. Kawasan yang
berbeda-beda akan mengembangkan sepesialisasi dalam menghasilkan tipe tenaga
kerja khusus. Contoh,afrika memproduksi budak;eropa barat dan eropa selatan
mempunyai banyak petani dan petani penyewa.eropa barat juga menjadi pusat
pekerja upahan,kelas pengusaha dan keterampilan lain serta pekerja perorangan
yang berperan sebagai tenaga pengawas.
Lebih umum
lagi,masing-masing bagian pembagian kerja internasional itu cenderung berbeda
dilihat dari sudut cara pengendalian tenaga kerja. Kawasan pusat
mempunyai tenaga kerja bebas ;kawasan pinggiran ditandai oleh tenaga paksaan
dan seni;pinggiran adalah pusat kawasan pertanian dengan pola bagi hasil.
Wallerstein menyatakan bahwa kunci kapitalisme terletak pada kenyataan bahwa
kawasan pusat didominasi oleh pasar tenaga kerja bebas untuk pekerja kurang
terampil terdapat di kawasan pinggiran. Kombinasi seperti itu adalah esensi
kapitalisme. Bila pasar tenaga kerja bebas harus berkembang diseluruh dunia
,itu hanya dapat dicapai dengan sosialisme.
Bagian-bagian
dunia tertentu mulai mendapat keuntungan awal yang kecil yang digunakan sebagai
basis untuk mengembangkan keuntungan lebih besar di kemudian hari. Kawasan
ousat pada abad 16 ,terutam eropa barat ,dengan cepat memperbesar keuntungannya
ketika kota berkembang,industry berkembang,dan perdagangan menjadi penting.
Pada waktu bersamaan masing-masing aktivitasnya menjadi semakin
tersepesialisasi dan memproduksi dengan cara makin efisien. Sebaliknya ,kawasan
pinggiran mengalami stagnasi dan bergerak kearah masyarakat monokultur,atau
yang tidak terdiferensiasi,masyarakat berfokus tunggal.
Perkembangan Negara pusat. Tahap
ketiga perkembangan system dunia melibatkan sector politik dan cara-cara
kelompok ekonomi yang berlainan menggunakan struktur Negara untuk melindungi
dan mendahulukan kepentingan mereka. Monarki absolute muncul di eropa barat
hampir bersamaan waktunyan dengan perkembangan kapitalisme. Sejak abad 16
hingga abad 18 negara adalah pusat pelaku ekonomi di eropa meski pusatnya ini
kemudian bergeser ke perusahaan. Negara yang kuat di kawasan pusat memainkan
peran kunci dalam mengembangkan kapitalisme dan pada akhirnya menyediakan
landasan bagi kematian dirinya sendiri. Negara-negara eropa memperkuat diri
mereka sendiri di abad 16,antara lain dengan mengembangkan dan memperluas
system birokrasi dan menciptakan monopoli kekuasaan dalam masyarakat,terutama
dengan membangun tentara dan melegitimasi aktivitas mereka untuk menjamin
terpeliharanya stabilitas dalam negeri. Sementara Negara di kawasan pusat
membangun sistem politik yang kuat,dalam waktu bersamaan kawasan pinggiran
membangun Negara yang lemah.
Perkembangan
yang kemudian. Dalam bukunya,the
modern world sistem wallerstein(1980)menguraikan
sejarah konsolidasi ekonomi dunia antara tahun 1600 dan 1750. Dalam oeriode ini
tak terjadi ekspansi ekonomi eropa yang berarti,tetapi terjadi sejumlah
perubahan penting dalam sistem dunia. Contohnya adalah perkembangan dan
kemudian di ikuti kemerosotsn dalam Negara pusat,yakni Negara belanda. Kemudian
dia menganalisa antara perancis dan inggris yang berakhir dengan kemenangan
inggris. Dikawasan pinggiran wallerstein secara mendetail
mendeskrepsikan,antara lain,kawasan amerika jajahan spanyol yang mengalami
kemerosotan dan swedia yang mengalami kemajuan ekonomi. Ia melanjutkan analisis
historisnya mengenai berbagai peran yang di mainkan oleh berbagai masyarakat
dalam pembagian kerja ekonomi dunia. Wallerstein melanjutkan analasis
historisnya dari sudut pandang Marxian dimana dia menganalisa divisi tenaga
kerja dalam perekonomian dunia. Meski memperhatikan factor sosial dan
politik,namun perhatian utamanya tetap tertuju pada peran factor ekonomi dalam
sejarah dunia.
Dalam bukunya
paling baru wallerstein (1989) membuat analisis historis hingga tahun 1840-an.
Wallerstein, melihat tiga perkembangan besar selama periode 1730-an hingga
1840-an ; revolusi industry (terutama di inggris), revolusi perancis, dan
kemerdekaan Negara yang semula menjadi koloni Negara-negara eropa di benua
amerika. Menurutnya tak satu pun Negara baru ini yang menentang sistem
kapitalis dunia, sebaliknya mereka justru bergabung dan menjadi bagian kubu
sistem itu (wallerstein,1989:256).
Wallerstein melanjutkan
analisis sejarah tentang perjuangan antara inggris dan perancis untuk
mendominasi kawasan pusat. Meski ekonomi dunia mengalami stagnasi sebelum
periode analisis, kawasan pusat kini meluas dan inggris raya mampu membangun
industri lebih cepat dan mendominasi industri berskala besar. Pergeseran
dominasi ke inggris terjadi meski fakta menunjukan bahwa di abad 18 perancis
telah mendominasi bidang industri. Revolusi perancis berperan penting dalam
mengembangkan sistem kapitalis dunia terutama dengan membantu mengakhiri sisa
kultur feodalisme dan menghasilkan sistem ideology cultural yang sesuai dengan
realitas politik dan ekonomi. Tetapi, revolusi itu menghambat perkembangan
industri perancis. Perang dan rezim perancis juga menghambat industri. Menjelang
akhir periode tersebut, ”inggris akhirnya benar-benar memegang hegemoni dalam
sistem dunia” (wallerstein,1989:122).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar