Setiap pilihan ataupun tindakan
pastilah memiliki resiko atau konsekuensi yang harus ditanggung, dalam hal baik
atau buruk. Adanya krisis dapat dikatakan sebagai resiko di tahap awal dari
perbuatan yang telah dilakukan. Namun, resiko yang dimaksud tentu saja pada
pemikiran negatif. Kemudian dengan adanya krisis tersebut akan menimbulkan
bencana yang dapat hadir secara tiba-tiba. Entah dapat diperkirakan sebelumnya,
atau tidak sama sekali. Dalam bahasa Yunani Kuno, krisis memiliki arti akan
kondisi yang dapat terjadi pada diri sendiri atau di tingkat masyarakat.
Sehingga, dampak dari adanya krisis dapat mempengaruhi pada banyak aspek
kehidupan, yaitu sistem sosial, politik, dan ekonomi. Maka, jika manusia
mengalami krisis, hal tersebut akan berdampak pada sistem yang ada di sekitar
ruang lingkupnya. Seperti beberapa tahun terakhir ini sangat mencuat sekali
fenomena tawaran atau iklan yang ada di mana mana, baik kota maupun daerah
tentang pekerjaan di Kapal Pesiar dan menjajinkan gaji yang melimpah. Tawaran tersebut
didapat dan dapat diakses dengan mudah di sekolah – sekolah perhotelan adapun
lewat kursus – kursus singkat disebuah hotel berbintang. Pelatihan tersebut
memberi bekal secara khusus untuk bekerja di kapal, ada juga yang menyalurkan
secara langsung untuk bekerja di kapal pesiar.
Menurut Ulrich Beck seorang sosiolog
kontemporer asal Jerman, menjelaskan mengenai perbuatan yang mengandung resiko
atas meningkatnya teknologi. Adanya ilmu pengetahuan dan industrialisme yang
bukannya mengurangi resiko, malah dapat menghadirkan resiko akibat
tindakan-tindakan yang menyimpang. Beck yang dikenal sebagai pencipta atas
gambaran mengenai “dunia masyarakat resiko” yang tidak dibatasi oleh tempat
atau waktu. Pada batas-batas tertentu, resiko dihasilkan oleh masyarakat modern
yang telah mengalami banyak perubahan pola kehidupan. Karena, industri yang
berlangsung akan menimbulkan berbagai macam efek samping dengan konsekuensi
berbahaya, bahkan mematikan bagi masyarakat, sebagai akibat dari adanya
globalisasi yang berlangsung. Dari pemikiran-pemikiraan Beck tersebut dapat
dikatakan mengenai kelas sosial yang dijadikan sebagai pengorban dan korbannya.
Artinya, resiko akan terpusat pada bangsa yang miskin, dan bangsa kaya dapat
menjauhkan resiko sejauh mungkin. Adanya materi dan kekuasaan dapat digunakan
bangsa kayak sebagai sarana untuk menjauhkan resiko tersebut, dengan
mengorbankan bangsa miskin sebagai ‘tumbal’. Parahnya, bangsa kaya dapat
memperoleh keuntungan dari resiko yang mereka timbulkan. Mereka dapat mengatasi
efek buruk yang ada ketika resiko tersebut muncul, dengan menghasilkan dan
menjual teknologi. Sayangnya, bangsa kaya tidak semudah itu untuk kabur dari
resiko yang harus diicip juga. Pada konteks ini, Beck menyebutnya dengan “efek
bumerang”, yang mana penyerangan dari resiko akan berbalik pada subjek yang
menghasilkan mereka. Sehingga, sering kali masyarakat penikmat hasil dari
modernisasi yang terjebak atas apa yang telah mereka nikmati. Perubahan –
perubahan yang dirasakan dan dijalani dapat dikatakan sebagai topeng dalam
menutupi krisis identitas yang terjadi. Manusia haruslah ada karena ia menjadi
dirinya sendiri dengan proses pembentukan pribadi yang diyakininya. Manusia
yang bertindak atas kehendaknya sendiri akan lebih mengerti posisinya berada di
mana, dan bukannya ditentukan oleh situasi kelas sosial manusia. Menurut Ulrich
Beck, bahaya yang dihadapi masyarakat berisiko dapat diidentifikasi menjadi
tiga bagian yaitu: krisi ekologi, krisis ekonomi global, dan jaringan teroris
internasional. Masalah sentral dari modernitas klasik berupa kekayaan, namun
pada era modern berubah menjadi bagaimana risiko dicegah, diminimumkan, dan
disalurkan. Kebanyakan orang berpandangan bahwa dunia kapal pesiar menjanjikan
glamor dan kemewahan. Dalam era modern seperti ini maka semua risiko harus
ditangani dengan cara defensive menjauhkan diri dari bahaya.
Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa dimana dalam keinginan manusia ingin merubah hidupnya akan
ditempuh jalan apa saja yang bisa dilakukan, disini kapal pesiar adalah solusi
atas gambaran singkat mengenai angan – angan besar yang ditawarkan dengan gaji
tinggi, dan faktor pendorong lainya. Ini diperjuangkan untuk sebuah masa depan
yang dianggapnya akan lebih menjanjikan. Mereka tidak lagi memikirkan bagaimana
bahaya bekerja jauh dari keluarga. Dorongan ini juga tedak terlepas dari
kemajuan modernisasi, dimana setiap manusia akan memiliki logika konsumtif
dalam hidupnya, jadi mau tidak mau mereka harus bekerja ekstra untuk kehidupan
lebih baik. Situasi inilah yang dimanfaatkan para pemilik modal besar untuk
mengiring para pekerja tanpa harus memikirkan resiko yang ada. Kemudian para
tenaga kerja ini diberi tawaran-tawaran menarik agar mereka melepaskan rasa
takutnya untuk bekerja di kapal pesiar dengan bermodalkan kepercayaan diri yang
kuat dan demi meraih mimpinya menjadi orang yang sukses.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar