Rabu, 03 April 2013

Sekilas tentang Norbert Elias


Norbert Elias mempunyai karir yang menarik dan mengandung pelajaran. Ia menulis buku yang paling penting pada 1930-an, tetapi ketika itu bukunya tak dihiraukan orang hingga beberapa tahun setelah terbit. Tetapi, di penghujung usianya Elias dan karyanya mulai dikenal, terutama di Inggris dan Belanda. Kini reputasi Elias meningkat dan karyanya makin mendapat perhatian dan pengakuan di seluruh dunia (Smith, 2001). Elias berumur 93 tahun (meninggal tahun 1990), cukup lama tertunda untuk menikmati pengakuan atas arti penting karyanya.
Elias lahir di Breslau, Jerman tahun 1897 (Mennel, 1992). Ayahnya seorang pengusaha pabrik kecil dan kehidupan keluarganya cukup menyenangkan. Ia dibesarkan dalam sebuah keluarga sejahtera yang membekalinya dengan kepercayaan diri kuat yang bermanfaat baginya kemudian ketika karyanya tak dihargai : Saya telah dibekali perasaan aman yang besar sejak masa kanak-kanak…Saya mempunyai perasaan aman mendasar yang besar, perasaan yang dalam menghadapi suatu persoalan akhirnya akan menghasilkan penyelesaian yang terbaik. Rasa aman yang besar ini sudah ditanamkan orang tua kepada saya sejak kecil.
Sejak kecil saya tahu apa yang ingin saya lakukan; saya ingin masuk universitas dan ingin melakukan riset, Saya tahu itu sejak masih muda dan saya telah melakukannya meski kadang-kadang tampaknya mustahil… Saya yakin sekali bahwa akhirnya karya saya akan diakui sebagai kontribusi yang berharga terhadap pengetahuan tentang kemanusiaan. (Elias, dikutip dalam Mennel, 1992:6-7).
Elias masuk dinas militer Jerman saat PD II, dan seusai perang ia belajar filsafat dan kedokteran di Universitas Breslau. Meski studi kedokterannya maju pesat tetapi akhirnya ia tinggalkan demi untuk memusatkan perhatian sepenuhnya pada studi filsafat. Studi kedokteran memberikan pengertian tentang saling berhubungan antara berbagai bagian tubuh manusia dan pemahamannya itu membentuk orientasinya terhadap antar hubungan manusia; membentuk perhatiannya mengenai figurasi. Elias menerima gelar Ph.D. pada Januari 1924; baru kemudian ia pergi ke Heidelberg untuk belajar sosiologi.
Elias tak mendapat gaji di Heidelberg tetapi ia sangat aktif terlibat dalam kelompok studi sosiologi di Universitas Heidelberg. Max Weber telah meninggal tahun 1920, tetapi salon yang dipimpin istrinya, Mariane, masih aktif dan Elias terlibat didalamnya. Ia juga bergabung dengan saudara Weber, Alfred, yang menjadi ketua jurusan sosiologi di Universitas Heidelberg maupun dengan Karl Mannheim yang agak lebih maju karirnya ketimbang Elias. Kenyataannya Elias menjadi teman dan asisten tak bergaji dari Mannheim. Ketika Mannheim ditawari jabatan di Universitas Frankfurt tahun 1930, Elias menyertainya sebagai asisten resmi yang digaji (mengenai hubungan antara kedua orang itu dan karya mereka, lihat Kilminster, 1993).
Hitler berkuasa pada Februari 1933 dan segera sesudah itu, Elias, seperti banyak sarjana Yahudi lainnya (termasuk Mannheim), diusir dari Jerman, mula-mula ia tinggal di Paris, kemudian di London (ibunya mati di dalam kamp konsentrasi Jerman tahun 1941). Di Londonlah ia menulis bagian besar karyanya tentang proses peradaban (The Civilizing Process) yang diterbitkan di Jerman tahun 1939. Ketika itu tak ada pasar di Jerman bagi buku-buku yang ditulis oleh sarjana Yahudi dan Elias tak pernah menerima sesenpun royalti dari bukunya yang diterbitkan itu. Lagi pula bukunya itu kurang mendapat penghargaan di bagian dunia lain.
Baik selama perang maupun hampir satu dekade sesudahnya, Elias hidup luntang-lantung dengan keuletannya tanpa jaminan pekerjaan dan tetap menjadi orang pinggiran dalam lingkungan akademis di Inggris. Tetapi, tahun 1954 Elias ditawari dua jabatan akademis dan ia menerima jabatan akademis di Universitas Leicester. Demikianlah Elias memulai karir akademis formalnya di usia 57 tahun. Karir Elias berkembang di Leicester diiringi oleh sejumlah terbitan karyanya. Namun, Elias kecewa dengan jabatan profesornya di Leicester karena ia gagal dalam usahanya untuk melembagakan pendekatan pembangunan yang didirikan sebagai alternatif terhadap jenis pendekatan statis (pendekatan Parsons dan lain-lain) yang kemudian sangat unggul dalam sosiologi. Ia pun kecewa sedikit sekali mahasiswa yang menerima pendekatannya itu; ia terus menjadi seperti seorang yang berteriak di dalam hutan belantara, bahkan di Leicester dimana mahasiswa cenderung menganggapnya sebagai orang sinting yang meneriakkan masa lalu (Mennel, 1992:22). Menarik untuk dicatat bahwa selama Elias bertugas di Leicester, tak satupun bukunya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan sedikit sekali bahasa Jerman.
Tetapi di Benua Eropa, terutama di Belanda dan Jerman, karya Elias mulai dipelajari sejak 1950-an dan 1960-an. Tahun 1970-an Elias mulai mendapat penghargaan tak hanya di kalangan akademik, tetapi juga di kalangan publik Eropa. Selama sisa hidupnya, Elias menerima sejumlah penghargaan penting, menerima gelar doktor kehormatan dan berbagai penghargaan atas karyanya.
Yang lebih menarik, meski Elias menerima penghargaan luas dalam bidang sosiologi (termasuk karyanya yang tengah dibahas ini), namun karyanya menerima penghargaan dalam periode dimana sosiologi makin kurang menerima jenis karya seperti karyanya itu. Artinya, munculnya pemikiran post-modern menyebabkan sosiologi mempertanyakan gaya narasi besar (grand narative) dan karya utama Elias. The Civilizing Processadalah sebuah narasi besar menurut gaya kuno. Artinya karyanya itu memusatkan perhatian pada perkembangan historis jangka panjang peradaban di Barat. Perkembangan pemikiran post-modern mengancam mengurangi minat terhadap karya Elias justru disaat mulai mendapatkan perhatian luas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar