Senin, 08 April 2013

Asal-usul Sosiologi Inggris


Kita telah membahas perkembangan sosiologi Perancis (Comte, Durkheim) dan sosiologi Jerman (Marx, Weber, dan Simmel). Kini kita beralih ke perkembangan sosiologi di Inggris. Gagasan kontinental berpengaruh terhadap sosiologi Inggris, tetapi yang lebih penting adalah pengaruh dari dalam.

Ekonomi politik, Ameliorisme, don Evolusi Sosial
Philips Abrams (1968) berpendapat bahwa sosiologi Inggris dibentuk pada abad 19 melalui tiga sumber yang sering berbenturan ekonomi politik, ameliorisme, dan evolusi sosial. Ketika Masyarakat Sosiologi London didirikan, di sana terdapat perbedaan pendapat sangat besar tentang definisi sosiologi. Sebagian kecil meragukan pandangan bahwa sosiologi dapat menjadi ilmu. seperti itulah yang memberikan ciri tersendiri terhadap sosiologi Inggris. Berikut ini perbedaan pandangan itu dibahas secara rinci.
Ekonomi Politik. Kita telah menyinggung ekonomi politik, yakni teori tentang : industri dan kapitalis yang sebagian berasal dari pemikiran Adam Smith (1723-1790)*. Pemikiran tentang ekonomi politik sangat berpengaruh Marx. Marx mempelajari ekonomi secara teliti dan ia berpandangan kritis terhadapnya. Tetapi, para sosiolog dan ekonom Inggris tak sejalan dengan kritis Marx. Mereka cenderung menerima gagasan Smith yang ada kekuatan tak terlihat (invisible hand) yang menentukan pasar dan tenaga kerja. Pasar dilihat sebagai sebuah realitas independen yang berdiri di atas individu dan mengendalikan perilaku individu. Para sosiolog Inggris, seperti ekonom politik tetapi berbeda dengan Marx, melihat pasar sebagai positif, sebagai sumber keteraturan, harmonis, dan pemersatu dalam masyarakat. Karena mereka melihat pasar, dan lebih umum lagi melihat masyarakat menurut pandangan positif, maka mereka berpendirian bahwa tugas bukanlah untuk mengkritik masyarakat, tetapi semata mengumpulkan data mengenai hukum-hukum yang mengatur kehidupan masyarakat. Tujuannya adalah menyediakan fakta yang diperlukan pemerintah guna memahami cara bekerjanya sistem (masyarakat) dan mengaturnya secara bijaksana.
Tekanannya ada pada fakta, tetapi fakta yang mana? Sementara Marx, Durkheim dan Comte memperhatikan struktur masyarakat untuk fakta yang mendasarinya, pemikir Inggris cenderung memusatkan perhatian pada individu yang membentuk struktur. Dalam meneliti struktur sosial berskala luas mereka cenderung mengumpulkan data di tingkat individu dan menggabungkannya untuk memperoleh gambaran kolektif. Pada pertengahan 1800-an para pakar statistik itulah yang menentukan perkembangan ilmu sosial dan cara pengumpulan data seperti itu dianggap menjadi tugas utama sosiologi. Tujuannya adalah menghimpun fakta “murni” tanpa teori atau filsafat. Studi sosiologis empiris ini dilepaskan sama sekali dari sasaran perhatian teoritisi Ketimbang pada upaya penyusunan teori, “tekanan lebih banyak diletakkan pada upaya menghasilkan indikator pasti yang lebih banyak, metode pengumpulan dan pengklasifikasian data yang lebih baik, meningkatkan tabel mempertinggi derajat kemampuan untuk membandingkan antara data diskrit dan sebagainya” (Abrams, 1968:18).
Smith biasanya digolongkan sebagai salah seorang anggota pimpinan The Scottish Enlightenment “ (Chitnis,1976) dan sebagai salah seorang anggota pimpinan The Scottish Moralist (Schneider, 1967:xi) yang berupaya membangun basis sosiologi.
Sosiolog yang berorientasi statistik ini akhirnya melihat keterbatasan pendekatan mereka. Sebagian kecil sosiolog mulai memerlukan teori yang lebih luas. Menurut mereka masalah seperti kemiskinan menunjukkan kegagalan dalam sistem pasar maupun dalam masyarakat sebagai keseluruhan. Tetapi, kebanyakan mereka tetap memusatkan perhatian pada individu, dan tak mempersoalkan sistem yang lebih luas; mereka bahkan melakukan studi lapangan yang makin rinci dan menyusun teknik statistik yang lebih ruwet dan lebih pasti. Menurut mereka, sumber masalah (seperti kemiskinan) terletak pada metode riset yang tak memadai, bukan pada sistem sebagai keseluruhan. Seperti dikatakan Abrams, “Karena terus memusatkan perhatian pada keadaan individu semata, ahli statistik menghadapi kesulitan dalam memahami kemiskinan sebagai produk struktur sosial…. Mereka tak memahami dan mungkin takkan mampu memahami konsep pengorbanan struktural.” (1968:27). Selain komitmen teoritis dan metodologis terhadap studi individu, ahli statistik bekerja terlalu akrab dengan pembuat kebijakan pemerintah sehingga tiba pada kesimpulan bahwa yang menjadi masalah adalah sistem ekonomi dan politik yang lebih luas.
Ameliorisme. Ciri kedua sosiologi Inggris adalah ameliorisme. Ciri-ciri ini berkaitan dengan, tetapi dapat dipisahkan dari, ekonomi politik. Ameliorisme adalah keinginan untuk menyelesaikan masalah sosial melalui reformasi individu. Meski sarjana Inggris mulai menyadari adanya masalah dalam masyarakat (contohnya, kemiskinan), namun mereka masih tetap percaya terhadap masyarakat dan ingin melestarikannya. Mereka ingin mereformasi sistem sedemikian rupa sehingga secara esensial tetap berlanjut sebagaimana adanya. Mereka terutama ingin mencegah timbulnya masyarakat sosialis. Jadi, seperti sosiologi Perancis dan beberapa cabang sosiologi Jerman, sosiologi Inggris berorientasi konservatif.
Karena sosiologi Inggris tak mampu atau tak mau mencari sumber masalah seperti kemiskinan di dalam masyarakat sebagai suatu keseluruhan, sumbernya itu mereka anggap terletak di dalam diri individu itu sendiri. Inilah bentuk awal dari cara berpikir yang kemudian disebut William Ryan (1971) sebagai “menyalahkan korban”. Perhatian banyak tercurah pada sederetan panjang masalah individu “kebodohan, kemiskinan, struktural perkotaan, sanitasi yang buruk, kemelaratan, kejahatan, dan minuman keras terutama minuman keras” (Abrams, 1968:39). Jelas ada kecenderungan untuk mencari penyebab sederhana. Menurut pengamat ameliorisme, semuanya itu adalah penyakit sosial. Mereka kekurangan teori tentang struktur sosial, teori yang menjelaskan penyebab sosial dari masalah individual seperti itu.
Evolusi Sosial. Pengertian yang lebih mendalam tentang struktur sosial berbunyi di bawah permukaan sosiologi Inggris dan baru meledak ke permukaan pada paruh akhir abad 19 dengan berkembangnya perhatian terhadap evolusi sosial (Sanderson, 2001). Faktor pendorongnya adalah karya Comte yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris pada 1850-an oleh Harriet Martineau (Hoecker-Drysdale, 2000). Meski karya ini tak segera merangsang minat, tetapi sekitar perempat terakhir abad ke-19 sejumlah pemikir telah tertarik terhadapnya dan terhadap perhatiannya tentang struktur masyarakat yang lebih luas, orientasi ilmiahnya (positivisme), orientasi komparatifnya dan teori evolusinya. Namun namun demikian sejumlah pemikir Inggris mempertajam konsep mereka sendiri tentang berlawanan dengan teori Comte yang berlebih-lebihan (misalnya, kecenderungan mengangkat sosiologi ke status agama).
Menurut Abrams, pengaruh nyata Comte terletak pada landasan yang diletakkannya yang memungkinkan pemikir Inggris dapat menentang “gagasan jenius Herbert Spencer yang opresif” (Abrams, 1968:58). Dalam arti positif dan Spencer adalah tokoh dominan teori sosiologi Inggris, terutama teori evolusi (J Turner, 2000).

Herbert Spcencer (1820-1903)
Dalam upaya memahami gagasan Spencer ada gunanya membandingkan membedakannya dari teori Comte.
Spcencer dan Comte. Spencer sering disamakan dengan Comte dalam arti pengaruh mereka terhadap perkembangan teori sosiologi (J. Turner, 2001a), namun ada beberapa perbedaan penting di antara mereka. Misalnya, agak sulit Spencer sebagai pemikir konservatif. Sebenarnya, di tahun-tahun awalnya, Spcencer lebih tepat dipandang beraliran politik liberal dan ia tetap memelihara unsur-unsur liberalisme di sepanjang hidupnya. Tetapi, juga benar bahwa pemikiran Spencer tumbuh semakin konservatif selama hidupnya, dan pengaruh mendasarnya, seperti Comte, adalah konservatif.
Salah satu pandangan liberalnya yang lebih sesuai dengan konservatismenya adalah penerimaannya atas doktrin laissez-faire. Ia merasa bahwa negara tak harus mencampuri persoalan individual kecuali dalam fungsi yang agak pasif untuk melindungi rakyat. Ia tak tertarik pada reformasi sosial. Ia menginginkan kehidupan sosial berkembang bebas dari kontrol eksternal.
Inilah kekhasan Spencer sebagai seorang Darwinis Sosial (G. Jones, 1980). Dengan demikian ia menganut pandangan evolusi yang berkeyakinan bahwa kehidupan masyarakat tumbuh secara progresif menuju keadaan yang makin baik dan karena itulah kehidupan masyarakat harus dibiarkan berkembang sendiri, lepas dari campur tangan yang hanya akan memperburuk keadaan. Ia juga menerima pandangan bahwa institusi sosial, sebagaimana tumbuh-tumbuhan dan binatang, mampu beradaptasi secara progresif dan positif terhadap lingkungan sosialnya. Ia juga menerima pandangan Darwinian bahwa proses seleksi alamiah, “survival of the fittest”, juga terjadi dalam kehidupan sosial (istimewanya, justru Spencerlah yang menciptakan ungkapan survival of the fittest itu beberapa tahun sebelum karya Darwin mengenai seleksi alamiah muncul). Konsep ini berarti bahwa, jika tak diganggu oleh intervensi dari luar, individu yang layak akan bertahan hidup dan berkembang, sedangkan individu yang tak layak akhirnya akan punah. Perbedaan lainnya adalah bahwa Spencer memusatkan perhatian pada individu, sedangkan Comte menekankan pada unit yang lebih besar seperti keluarga.
Meski ada perbedaan penting antara Spencer dan Comte, namun kesamaan orientasi atau setidaknya kesamaan interpretasi mereka terbukti lebih penting ketimbang perbedaan mereka bagi perkembangan teori sosiologi. Comte, Spencer, Durkheim dan yang lainnya sama-sama berkomitmen terhadap ilmu sosiologi (Haines, 1992) yang menjadi perspektif sangat menarik bagi teoritisi awal. Pengaruh lain karya Spencer yang sama dengan Comte dan Durkheim adalah kecenderungannya melihat masyarakat sebagai organisme. Dalam hal ini Spencer meminjam perspektif dan konsepnya dari biologi. Ia memusatkan perhatian pada struktur masyarakat secara menyeluruh, antarhubungan bagian-bagian masyarakat dan kaitan fungsi bagian-bagian satu sama lain maupun pada sistem sebagai suatu keseluruhan.
Seperti Comte, Spencer mempunyai konsep evolusi tentang perkembangan historis. Namun, ia mengkritik teori evolusi Comte dengan beberapa alasan. Khususnya ia menolak hukum tiga tingkatan perkembangan cara berpikir ala Comte. Ia mengatakan Comte menjelaskan evolusi dalam dunia gagasan, dalam artian perkembangan intelektual. Sebaliknya, Spencer berupaya membangun teori evolusi dalam dunia materi, dunia nyata.
Teori Evolusi. Adalah mungkin untuk mengidentifikasi dua perspektif evolusioner utama dalam karya Spencer (Haines, 1988; Perrin, 1976). Pertama, teorinya terutama berkaitan dengan peningkatan ukuran (size) masyarakat. Masyarakat tumbuh melalui perkembangbiakan individu dan penyatuan kelompok-kelompok (compounding). Peningkatan ukuran masyarakat menyebabkan strukturnya makin luas dan makin terdiferensiasi serta meningkatkan diferensiasi fungsi yang dilakukannya. Di samping pertumbuhan ukurannya, masyarakat berubah melalui penggabungan, yakni makin lama makin menyatukan kelompok-kelompok yang berdampingan. Dengan demikian Spancer berbicara tentang gerak evolusioner dari masyarakat yang sederhana ke penggabungan dua kali lipat (doubly-compund) dan penggabungan tiga kali (treble-compound).
Spencer juga menawarkan teori evolusi dari masyarakat militan ke masyarakat industri. Pada mulanya, masyarakat militan dijelaskan sebagai masyarakat tang terstruktur guna melakukan perang, baik yang bersifat defensif maupun otensif. Walaupun Specer kritis terhadap peperangan, namun ia menduga pada periode awal peperangan berfungsi mengumpulkan masyarakat (misalnya, melalui invasi militer) menjadi kumpulan masyarakat baru dengan kuantitas yang dibutuhkan untuk membangun masyarakat industri. Bagaimanapun juga, dengan semakin tumbuhnya masyarakat industri, maka fungsi perang sebagai agen perubahan berakhir dan berubah menjadi penghambat proses selanjutnya dari evolusi. Masyarakat industri didasarkan pada persahabatan, egois, elaborasi spesialisasi, penghargaan terhadap prestasi bukan terhadap karakteristik bawaan seseorang, dan secara sukarela melakukan kooperasi antarindividu berdisiplin tinggi. Masyarakat seperti ini disatukan oleh relasi sukarela dan, yang lebih penting lagi, kualitas moral yang sama. peran pemerintah hanya dibatasi dan difokuskan pada apa yang seharusnya tidak dilakukan masyarakat. Tidak diragukan lagi bahwa masyarakat industri modern memiliki tingkat agresivitas jauh lebih rendah dibandingkan pendahulu mereka yang militan. Walaupun Spencer melihat evolusi umum yang mengarah kepada pembentukan masyarakat industri, akan tetapi ia juga mengakui adanya kemunduran periodik kepada masyarakat yang lebih agresif dan militan.
Dalam tulisannya mengenai etika dan politik, Spencer mengemukakan evolusi sosial yang lain. Di satu sisi ia memandang masyarakat berkembang menuju ke keadaan moral yang ideal atau sempurna. Di sisi lain ia bahwa masyarakat yang paling mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannyalah yang akan bertahan hidup (survive), sedangkan masyarakat mampu menyesuaikan diri terpaksa menemui ajalnya. Hasil proses ini adalah peningkatan kemampuan menyesuaikan diri masyarakat secara keseluruhan.
Jadi Spencer mengemukakan seperangkat gagasan yang kaya dan ruwet. Mula-mula gagasannya menikmati sukses besar, tetapi kemudian ditolak selama beberapa tahun, dan baru belakangan ini telah hidup kembali dengan munculnya teori sosiologi neo-evolusi (Buttle, 1990).
Reaksi Menentang Spencer di Inggris. Meski penekanannya pada individu, Spencer sangat terkenal karena teori evolusi sosialnya yang berskala luaS. Teorinya ini sebenarnya bertolak belakang dengan teori sosiologi yang mendahuluinya di Inggris. Namun, reaksi menentang Spencer lebih berdasarkan bahwa gagasan survival of the fittest berlawanan dengan ameliorisme. Jadi, ia merugikan sebagian besar sosiolog Inggris awal. Ia mengajukan filsafat survival of the fittest dan menentang campur tangan pemerintah dan reformasi sosial. Ia menulis seperti berikut : Membantu orang yang tak berguna dengan mengorbankan orang yang berguna adalah kekejaman ekstrem. Ini akan menimbulkan kesengsaraan terhadap generasi yang akan datang. Tak ada kutukan yang lebih besar terhadap anak cucu ketimbang mewarisi mereka penduduk yang dungu dan jahat yang terus bertambah jumlahnya. Seluruh alam berupaya menggilas populasi yang dungu dan kejam itu, membersihkan dunia dari mereka dan menyediakan ruangan untuk orang-orang lebih baik.

1 komentar: