Kita telah
membahas perkembangan sosiologi Perancis (Comte, Durkheim) dan sosiologi Jerman
(Marx, Weber, dan Simmel). Kini kita beralih ke perkembangan sosiologi di
Inggris. Gagasan kontinental berpengaruh terhadap sosiologi Inggris, tetapi
yang lebih penting adalah pengaruh dari dalam.
Ekonomi politik, Ameliorisme, don
Evolusi Sosial
Philips Abrams
(1968) berpendapat bahwa sosiologi Inggris dibentuk pada abad 19 melalui tiga
sumber yang sering berbenturan ekonomi politik, ameliorisme, dan evolusi sosial.
Ketika Masyarakat Sosiologi London didirikan, di sana terdapat perbedaan
pendapat sangat besar tentang definisi sosiologi. Sebagian kecil meragukan
pandangan bahwa sosiologi dapat menjadi ilmu. seperti itulah yang memberikan
ciri tersendiri terhadap sosiologi Inggris. Berikut ini perbedaan pandangan itu
dibahas secara rinci.
Ekonomi
Politik. Kita
telah menyinggung ekonomi politik, yakni teori tentang : industri dan kapitalis
yang sebagian berasal dari pemikiran Adam Smith (1723-1790)*. Pemikiran tentang
ekonomi politik sangat berpengaruh Marx. Marx mempelajari ekonomi secara teliti
dan ia berpandangan kritis terhadapnya. Tetapi, para sosiolog dan ekonom
Inggris tak sejalan dengan kritis Marx. Mereka cenderung menerima gagasan Smith
yang ada kekuatan tak terlihat (invisible hand) yang menentukan pasar dan
tenaga kerja. Pasar dilihat sebagai sebuah realitas independen yang berdiri di
atas individu dan mengendalikan perilaku individu. Para sosiolog Inggris,
seperti ekonom politik tetapi berbeda dengan Marx, melihat pasar sebagai
positif, sebagai sumber keteraturan, harmonis, dan pemersatu dalam masyarakat.
Karena mereka melihat pasar, dan lebih umum lagi melihat masyarakat menurut
pandangan positif, maka mereka berpendirian bahwa tugas bukanlah untuk mengkritik
masyarakat, tetapi semata mengumpulkan data mengenai hukum-hukum yang mengatur
kehidupan masyarakat. Tujuannya adalah menyediakan fakta yang diperlukan
pemerintah guna memahami cara bekerjanya sistem (masyarakat) dan mengaturnya
secara bijaksana.
Tekanannya ada
pada fakta, tetapi fakta yang mana? Sementara Marx, Durkheim dan Comte
memperhatikan struktur masyarakat untuk fakta yang mendasarinya, pemikir
Inggris cenderung memusatkan perhatian pada individu yang membentuk struktur.
Dalam meneliti struktur sosial berskala luas mereka cenderung mengumpulkan data
di tingkat individu dan menggabungkannya untuk memperoleh gambaran kolektif.
Pada pertengahan 1800-an para pakar statistik itulah yang menentukan
perkembangan ilmu sosial dan cara pengumpulan data seperti itu dianggap menjadi
tugas utama sosiologi. Tujuannya adalah menghimpun fakta “murni” tanpa teori
atau filsafat. Studi sosiologis empiris ini dilepaskan sama sekali dari sasaran
perhatian teoritisi Ketimbang pada upaya penyusunan teori, “tekanan lebih
banyak diletakkan pada upaya menghasilkan indikator pasti yang lebih banyak,
metode pengumpulan dan pengklasifikasian data yang lebih baik, meningkatkan
tabel mempertinggi derajat kemampuan untuk membandingkan antara data diskrit
dan sebagainya” (Abrams, 1968:18).
Smith biasanya
digolongkan sebagai salah seorang anggota pimpinan The Scottish Enlightenment “
(Chitnis,1976) dan sebagai salah seorang anggota pimpinan The Scottish Moralist
(Schneider, 1967:xi) yang berupaya membangun basis sosiologi.
Sosiolog yang
berorientasi statistik ini akhirnya melihat keterbatasan pendekatan mereka.
Sebagian kecil sosiolog mulai memerlukan teori yang lebih luas. Menurut mereka
masalah seperti kemiskinan menunjukkan kegagalan dalam sistem pasar maupun
dalam masyarakat sebagai keseluruhan. Tetapi, kebanyakan mereka tetap
memusatkan perhatian pada individu, dan tak mempersoalkan sistem yang lebih
luas; mereka bahkan melakukan studi lapangan yang makin rinci dan menyusun
teknik statistik yang lebih ruwet dan lebih pasti. Menurut mereka, sumber
masalah (seperti kemiskinan) terletak pada metode riset yang tak memadai, bukan
pada sistem sebagai keseluruhan. Seperti dikatakan Abrams, “Karena terus
memusatkan perhatian pada keadaan individu semata, ahli statistik menghadapi
kesulitan dalam memahami kemiskinan sebagai produk struktur sosial…. Mereka tak
memahami dan mungkin takkan mampu memahami konsep pengorbanan struktural.”
(1968:27). Selain komitmen teoritis dan metodologis terhadap studi individu,
ahli statistik bekerja terlalu akrab dengan pembuat kebijakan pemerintah
sehingga tiba pada kesimpulan bahwa yang menjadi masalah adalah sistem ekonomi
dan politik yang lebih luas.
Ameliorisme. Ciri kedua sosiologi Inggris adalah
ameliorisme. Ciri-ciri ini berkaitan dengan, tetapi dapat dipisahkan dari,
ekonomi politik. Ameliorisme adalah keinginan untuk menyelesaikan masalah
sosial melalui reformasi individu. Meski sarjana Inggris mulai menyadari adanya
masalah dalam masyarakat (contohnya, kemiskinan), namun mereka masih tetap
percaya terhadap masyarakat dan ingin melestarikannya. Mereka ingin mereformasi
sistem sedemikian rupa sehingga secara esensial tetap berlanjut sebagaimana
adanya. Mereka terutama ingin mencegah timbulnya masyarakat sosialis. Jadi,
seperti sosiologi Perancis dan beberapa cabang sosiologi Jerman, sosiologi
Inggris berorientasi konservatif.
Karena
sosiologi Inggris tak mampu atau tak mau mencari sumber masalah seperti
kemiskinan di dalam masyarakat sebagai suatu keseluruhan, sumbernya itu mereka
anggap terletak di dalam diri individu itu sendiri. Inilah bentuk awal dari
cara berpikir yang kemudian disebut William Ryan (1971) sebagai “menyalahkan
korban”. Perhatian banyak tercurah pada sederetan panjang masalah individu
“kebodohan, kemiskinan, struktural perkotaan, sanitasi yang buruk, kemelaratan,
kejahatan, dan minuman keras terutama minuman keras” (Abrams, 1968:39). Jelas
ada kecenderungan untuk mencari penyebab sederhana. Menurut pengamat
ameliorisme, semuanya itu adalah penyakit sosial. Mereka kekurangan teori tentang
struktur sosial, teori yang menjelaskan penyebab sosial dari masalah individual
seperti itu.
Evolusi
Sosial.
Pengertian yang lebih mendalam tentang struktur sosial berbunyi di bawah
permukaan sosiologi Inggris dan baru meledak ke permukaan pada paruh akhir abad
19 dengan berkembangnya perhatian terhadap evolusi sosial (Sanderson, 2001).
Faktor pendorongnya adalah karya Comte yang diterjemahkan ke dalam bahasa
Inggris pada 1850-an oleh Harriet Martineau (Hoecker-Drysdale, 2000). Meski
karya ini tak segera merangsang minat, tetapi sekitar perempat terakhir abad
ke-19 sejumlah pemikir telah tertarik terhadapnya dan terhadap perhatiannya
tentang struktur masyarakat yang lebih luas, orientasi ilmiahnya (positivisme),
orientasi komparatifnya dan teori evolusinya. Namun namun demikian sejumlah
pemikir Inggris mempertajam konsep mereka sendiri tentang berlawanan dengan
teori Comte yang berlebih-lebihan (misalnya, kecenderungan mengangkat sosiologi
ke status agama).
Menurut
Abrams, pengaruh nyata Comte terletak pada landasan yang diletakkannya yang
memungkinkan pemikir Inggris dapat menentang “gagasan jenius Herbert Spencer
yang opresif” (Abrams, 1968:58). Dalam arti positif dan Spencer adalah tokoh
dominan teori sosiologi Inggris, terutama teori evolusi (J Turner, 2000).
Herbert Spcencer (1820-1903)
Dalam upaya
memahami gagasan Spencer ada gunanya membandingkan membedakannya dari teori
Comte.
Spcencer
dan Comte.
Spencer sering disamakan dengan Comte dalam arti pengaruh mereka terhadap
perkembangan teori sosiologi (J. Turner, 2001a), namun ada beberapa perbedaan
penting di antara mereka. Misalnya, agak sulit Spencer sebagai pemikir
konservatif. Sebenarnya, di tahun-tahun awalnya, Spcencer lebih tepat dipandang
beraliran politik liberal dan ia tetap memelihara unsur-unsur liberalisme di
sepanjang hidupnya. Tetapi, juga benar bahwa pemikiran Spencer tumbuh semakin
konservatif selama hidupnya, dan pengaruh mendasarnya, seperti Comte, adalah
konservatif.
Salah satu
pandangan liberalnya yang lebih sesuai dengan konservatismenya adalah
penerimaannya atas doktrin laissez-faire. Ia merasa bahwa negara tak harus
mencampuri persoalan individual kecuali dalam fungsi yang agak pasif untuk
melindungi rakyat. Ia tak tertarik pada reformasi sosial. Ia menginginkan
kehidupan sosial berkembang bebas dari kontrol eksternal.
Inilah
kekhasan Spencer sebagai seorang Darwinis Sosial (G. Jones, 1980). Dengan
demikian ia menganut pandangan evolusi yang berkeyakinan bahwa kehidupan
masyarakat tumbuh secara progresif menuju keadaan yang makin baik dan karena
itulah kehidupan masyarakat harus dibiarkan berkembang sendiri, lepas dari
campur tangan yang hanya akan memperburuk keadaan. Ia juga menerima pandangan
bahwa institusi sosial, sebagaimana tumbuh-tumbuhan dan binatang, mampu
beradaptasi secara progresif dan positif terhadap lingkungan sosialnya. Ia juga
menerima pandangan Darwinian bahwa proses seleksi alamiah, “survival of the
fittest”, juga terjadi dalam kehidupan sosial (istimewanya, justru Spencerlah
yang menciptakan ungkapan survival of the fittest itu beberapa tahun sebelum
karya Darwin mengenai seleksi alamiah muncul). Konsep ini berarti bahwa, jika
tak diganggu oleh intervensi dari luar, individu yang layak akan bertahan hidup
dan berkembang, sedangkan individu yang tak layak akhirnya akan punah.
Perbedaan lainnya adalah bahwa Spencer memusatkan perhatian pada individu,
sedangkan Comte menekankan pada unit yang lebih besar seperti keluarga.
Meski ada
perbedaan penting antara Spencer dan Comte, namun kesamaan orientasi atau
setidaknya kesamaan interpretasi mereka terbukti lebih penting ketimbang
perbedaan mereka bagi perkembangan teori sosiologi. Comte, Spencer, Durkheim
dan yang lainnya sama-sama berkomitmen terhadap ilmu sosiologi (Haines, 1992)
yang menjadi perspektif sangat menarik bagi teoritisi awal. Pengaruh lain karya
Spencer yang sama dengan Comte dan Durkheim adalah kecenderungannya melihat
masyarakat sebagai organisme. Dalam hal ini Spencer meminjam perspektif dan
konsepnya dari biologi. Ia memusatkan perhatian pada struktur masyarakat secara
menyeluruh, antarhubungan bagian-bagian masyarakat dan kaitan fungsi
bagian-bagian satu sama lain maupun pada sistem sebagai suatu keseluruhan.
Seperti Comte,
Spencer mempunyai konsep evolusi tentang perkembangan historis. Namun, ia
mengkritik teori evolusi Comte dengan beberapa alasan. Khususnya ia menolak
hukum tiga tingkatan perkembangan cara berpikir ala Comte. Ia mengatakan Comte
menjelaskan evolusi dalam dunia gagasan, dalam artian perkembangan intelektual.
Sebaliknya, Spencer berupaya membangun teori evolusi dalam dunia materi, dunia
nyata.
Teori Evolusi.
Adalah mungkin untuk mengidentifikasi dua perspektif evolusioner utama dalam
karya Spencer (Haines, 1988; Perrin, 1976). Pertama, teorinya terutama
berkaitan dengan peningkatan ukuran (size) masyarakat. Masyarakat tumbuh
melalui perkembangbiakan individu dan penyatuan kelompok-kelompok
(compounding). Peningkatan ukuran masyarakat menyebabkan strukturnya makin luas
dan makin terdiferensiasi serta meningkatkan diferensiasi fungsi yang dilakukannya.
Di samping pertumbuhan ukurannya, masyarakat berubah melalui penggabungan,
yakni makin lama makin menyatukan kelompok-kelompok yang berdampingan. Dengan
demikian Spancer berbicara tentang gerak evolusioner dari masyarakat yang
sederhana ke penggabungan dua kali lipat (doubly-compund) dan penggabungan tiga
kali (treble-compound).
Spencer juga
menawarkan teori evolusi dari masyarakat militan ke masyarakat industri. Pada
mulanya, masyarakat militan dijelaskan sebagai masyarakat tang terstruktur guna
melakukan perang, baik yang bersifat defensif maupun otensif. Walaupun Specer
kritis terhadap peperangan, namun ia menduga pada periode awal peperangan
berfungsi mengumpulkan masyarakat (misalnya, melalui invasi militer) menjadi
kumpulan masyarakat baru dengan kuantitas yang dibutuhkan untuk membangun
masyarakat industri. Bagaimanapun juga, dengan semakin tumbuhnya masyarakat
industri, maka fungsi perang sebagai agen perubahan berakhir dan berubah
menjadi penghambat proses selanjutnya dari evolusi. Masyarakat industri
didasarkan pada persahabatan, egois, elaborasi spesialisasi, penghargaan
terhadap prestasi bukan terhadap karakteristik bawaan seseorang, dan secara
sukarela melakukan kooperasi antarindividu berdisiplin tinggi. Masyarakat
seperti ini disatukan oleh relasi sukarela dan, yang lebih penting lagi,
kualitas moral yang sama. peran pemerintah hanya dibatasi dan difokuskan pada
apa yang seharusnya tidak dilakukan masyarakat. Tidak diragukan lagi bahwa
masyarakat industri modern memiliki tingkat agresivitas jauh lebih rendah
dibandingkan pendahulu mereka yang militan. Walaupun Spencer melihat evolusi
umum yang mengarah kepada pembentukan masyarakat industri, akan tetapi ia juga
mengakui adanya kemunduran periodik kepada masyarakat yang lebih agresif dan
militan.
Dalam
tulisannya mengenai etika dan politik, Spencer mengemukakan evolusi sosial yang
lain. Di satu sisi ia memandang masyarakat berkembang menuju ke keadaan moral
yang ideal atau sempurna. Di sisi lain ia bahwa masyarakat yang paling mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungannyalah yang akan bertahan hidup (survive),
sedangkan masyarakat mampu menyesuaikan diri terpaksa menemui ajalnya. Hasil
proses ini adalah peningkatan kemampuan menyesuaikan diri masyarakat secara
keseluruhan.
Jadi Spencer
mengemukakan seperangkat gagasan yang kaya dan ruwet. Mula-mula gagasannya
menikmati sukses besar, tetapi kemudian ditolak selama beberapa tahun, dan baru
belakangan ini telah hidup kembali dengan munculnya teori sosiologi neo-evolusi
(Buttle, 1990).
Reaksi Menentang Spencer
di Inggris. Meski penekanannya pada individu, Spencer sangat terkenal karena
teori evolusi sosialnya yang berskala luaS. Teorinya ini sebenarnya bertolak
belakang dengan teori sosiologi yang mendahuluinya di Inggris. Namun, reaksi
menentang Spencer lebih berdasarkan bahwa gagasan survival of the fittest
berlawanan dengan ameliorisme. Jadi, ia merugikan sebagian besar sosiolog
Inggris awal. Ia mengajukan filsafat survival of the fittest dan menentang
campur tangan pemerintah dan reformasi sosial. Ia menulis seperti berikut : Membantu
orang yang tak berguna dengan mengorbankan orang yang berguna adalah kekejaman
ekstrem. Ini akan menimbulkan kesengsaraan terhadap generasi yang akan datang.
Tak ada kutukan yang lebih besar terhadap anak cucu ketimbang mewarisi mereka
penduduk yang dungu dan jahat yang terus bertambah jumlahnya. Seluruh alam
berupaya menggilas populasi yang dungu dan kejam itu, membersihkan dunia dari
mereka dan menyediakan ruangan untuk orang-orang lebih baik.
Mas ini dari George Ritzer ya ?
BalasHapus