August Comte
(1798-1857) lahir di Montpellier Perancis, 17 Januari 1798
dan meninggaldi Paris Perancis, 5 September 1857 pada
umur 59 tahun. Intelektual yang memiliki nama asli Isidore Marie
Auguste François Xavier Comte ini dalam dunia pendidikan dikenal
sebagai Bapak Sosiologi, selain itu dia dikenal juga sebagai orang pertama
yang mengaplikasikan metode ilmiah dalam ilmu sosial. Khazanah
pemikirannya telah menjadi cakrawala baru bagi dunia dalam memandang sosiologi.
Dalam
pemikirannya mengenai diskursus keagamaan, ia melihat sebuah perbedaan yang
mencolok antara agama Katolik yang ia anut dengan pemikiran
keluarga monarki yang berkuasa sehingga ia terpaksa
meninggalkan Paris. Hal-hal yang sebenarnya menarik perhatiannya bukanlah
yang berbau matematika tetapi masalah-masalah sosial dan kemanusiaan. Berangkat
dari hal inilah yang kemudian pada
bulan Agustus 1817 Comte bersedia menjadi murid sekaligus
sekertaris dariClaude Henri de Rouvroy, Comte de Saint-Simon, yang kemudian
membawa Comte masuk ke dalam lingkungan intelek. Pada tahun 1824, Comte
meninggalkan Saint-Simon karena lagi-lagi ia merasa ada ketidakcocokan dalam
hubungannya.
Saat itu,
Comte mengetahui apa yang ia harus lakukan selanjutnya dia mulai meneliti
tentang filosofi positivisme. Rencananya ini kemudian dipublikasikan
dengan nama Plan de travaux scientifiques nécessaires pour réorganiser la
société (1822) (Indonesia: Rencana studi ilmiah untuk pengaturan
kembali masyarakat). Tetapi ia gagal mendapatkan posisi akademis sehingga
menghambat penelitiannya. Kehidupan dan penelitiannya kemudian mulai bergantung
pada sponsor dan bantuan finansial dari beberapa temannya.
Kehidupan
terus bergulir Comte mulai melalui kehidupannya dengan menjadi dosen penguji,
pembimbing dan mengajar mahasiswa secara privat. Walaupun begitu,
penghasilannya tetap tidak mecukupi kebutuhannya dan mengenai karya awal yang
dikerjakannya mandek. Mengalami fluktuasi dalam penyelesainnya dikarenakan
intensitas Comte dalam pengerjaannya berkurang drastis.
Comte dalam
kegelisahannya yang baru mencapai titik rawan makin merasa tertekan dan hal
tersebut menjadikan psikologisnya terganggu, dengan sifat dasarnya adalah
seorang pemberontak akibatnya Comte mengalami gejala paranoid yang hebat.
Keadaan itu menambah mengembangnya sikap pemberang yang telah ada, tidak jarang
pula perdebatan yang dimulai Comte mengenai apapun diakhiri dengan perkelahian.
Kegilaan
atau kerajingan yang diderita Comte membuat Comte menjadi nekat dan sempat
menceburkan dirinya ke sungai. Datanglah penyelamat kehidupan Comte yang
bernama Caroline Massin, seorang pekerja seks yang sempat dinikahi oleh Comte
ditahun 1825. Caroline dengan tanpa pamrih merawat Comte seperti bayi, bukan
hanya terbebani secara material saja tetapi juga beban emosional dalam
merawat Comte karena tidak ada perubahan perlakuan dari Comte untuk Caroline
dan hal tersebut mengakibatkan Caroline memutuskan pergi meninggalkan Comte.
Comte kembali dalam kegilaannya lagi dan sengsara.
Comte
menganggap pernikahannya dengan Caroline merupakan kesalahan terbesar,
berlanjutnya kehidupan Comte yang mulai memiliki kestabilan emosi ditahun 1830
tulisannya mengenai “Filsafat Positiv” (Cours de Philosophie Positiv) terbit
sebagai jilid pertama, terbitan jilid yang lainnya bertebaran hingga tahun
1842.
Lalu Comte
bertemu dengan Clotilde de Vaux, Comte sangat mencintainya, namun Clotilde
hanya menganggap hubungan itu biasa saja. Tak lama Clotilde wafat karena
terserang TBC. Setelah Clotilde wafat, kehidupan Comte kembali terguncang, dia
bersumpah untuk membaktikan hidupnya untukmengenang Clotilde. Tak lama
setelahnya Comte, yang merasa dirinya adalah seorang penemu sekaligus
seorang nabi dari “agama kemanusiaan” (religion of humanity)
menerbitkan bukunya yang berjudul System of Positive Politics (1851-1854).
Dalam buku
System of Positive Politics, sifat tulisan Comte umumnya berubah secara
menyolok setelah menjalin kasih dengan Clotilde, buku ini menjadi sebuah bentuk
perayaan atas cinta. Karena dimaksudkan untuk mengenang Clotilde, buku ini
didasarkan pada gagasan bahwa kekuatan yang sebenarnya mendorong orang dalam
kehidupannya adalah perasaan, bukan pertumbuhan intelegensia. Agama humanis
Comte merupakan satu gagasan utopis untuk mereorganisasi masyarakat secara
sempurna.sosiologi akan menjadi ratu ilmu pengetahuan, hal itu memungkinkan
satu penjelasan tentang kemajuan pengetahuan manusia secara komperhensif dan
mengenai hukum-hukum keteraturan dan kemajuan sosial. Hal itu mendorong suatu
sistem moral yang merangkul semuanya, yang akan mempersatukan semua orang dalam
penyembahan terhadap humanis dan menjamin keteraturan sosial yang perlu untuk
kemajuan selanjutnya.
Comte
bersama ahli-ahli bidang lainnya yang sepakat dengan pemikirannya menjadi
perangkat institusi keagamaan yang dibuatnya dan mulai mensosialisasikan kepada
kalangan elit-elit politik, Comte mengarang buku kembali dan diberikan judul
Positivist Catechism dan Appeal to Conservatives. Comte dengan konsistensinya
mensosialisasikan agama humanitas-nya dan hukum tiga tahap yang memaparkan
perkembangan kebudayaan manusia hingga akhir hayatnya, Comte meninggal di Paris
pada tanggal 5 September 1857.
Pada abad ke
19, Prancis mengalami perubahan sosial yang signifikan setelah pecahnya
revolusi Prancis. Comte mengemukakan kekhawatirannya terhadap gejala sosial
yang terjadi. Perubahan mendasar dari revolusi Prancis adalah munculnya
demokrasi di Prancis, namun selain perubahan positif ini revolusi juga
mendatangkan konflik antar kelas di dalam masyarakat. Dilatarbelakangi
peristiwa inilah ia membayangkan suatu ilmu yang berdiri sendiri dan penelitian
tersebut harus berdasarkan pada metode-metode ilmiah. Saat itu Comte
membayangkan suatu penemuan hukum-hukum fisik yang dapat mengatur gejala-gejala
sosial. Comte kemudian menamakan ilmu ini sosiologi. Dalam pemikirannya Comte
lebih memusatkan perhatiannya pada tingkat kultural kenyataan sosial, ia
percaya bahwa pola pikir suatu masyarakat sejalan dengan tingkat
intelektualnya. Comte memahami bahwa begitu intelektualkita bertambah, maka
masyarakat itu akan maju.
Comte bukan
hanya melakukan penelitian-penelitian atas penjelasan-penjelasan yang perlu
dirombak karena tidak sesuai dengan kaidah keilmiahan Comte tetapi layaknya
filsuf lainnya, Comte selalu melakukan kontemplasi juga guna mendapatkan
argumentasi-argumentasi yang menurutnya ilmiah. Dan, dari sini Comte mulai
mengeluarkan agitasinya tentang ilmu pengetahuan positiv pada saat berdiskusi
dengan kaum intelektual lainnya sekaligus.
Asumsi-asumsi
ilmu pengetahuan positiv itu sendiri, antara lain : Pertama, ilmu pengetahuan
harus bersifat obyektif (bebas nilai dan netral) seorang ilmuwan tidak boleh
dipengaruhi oleh emosionalitasnya dalam melakukan observasi terhadap obyek yang
sedang diteliti. Kedua, ilmu pengetahuan hanya berurusan dengan hal-hal yang
berulang kali. Ketiga, ilmu pengetahuan menyoroti tentang fenomena atau
kejadian alam dari mutualisma simbiosis dan antar relasinya dengan fenomena
yang lain.
Bentangan aktualisasi
dari pemikiran Comte adalah dikeluarkannya pemikirannya mengenai “hukum tiga
tahap” atau dikenal juga dengan “hukum tiga stadia”. Hukum tiga tahap ini
menceritakan perihal sejarah manusia dan pemikirannya sebagai analisa dari
observasi-observasi yang dilakukan oleh Comte.
Versi Comte
tentang perkembangan manusia dan pemikirannya, berawal pada tahapan teologis
dimana studi kasusnya pada masyarakat primitif yang masih hidupnya
menjadi obyek bagi alam, belum memiliki hasrat atau mental untuk menguasai
(pengelola) alam atau dapat dikatakan belum menjadi subyek. Fetitisme dan
animisme merupakan keyakinan awal yang membentuk pola pikir manusia lalu
beranjak kepada politeisme, manusia menganggap ada roh-roh dalam setiap benda
pengatur kehidupan dan dewa-dewa yang mengatur kehendak manusia dalam tiap
aktivitasnya dikeseharian. Contoh yang lebih konkritnya, yaitu dewa Thor saat
membenturkan godamnyalah yang membuat guntur terlihat atau dewi Sri adalah dewi
kesuburan yang menetap ditiap sawah. Beralih pada pemikiran selanjutnya, yaitu
tahap metafisika atau nama lainnya tahap transisi dari buah pikir Comte karena
tahapan ini menurut Comte hanya modifikasi dari tahapan sebelumnya.
Penekanannya pada tahap ini, yaitu monoteisme yang dapat menerangkan
gejala-gejala alam dengan jawaban-jawaban yang spekulatif, bukan dari analisa
empirik. “Ini hari sialku, memang sudah takdir !”, “penyakit AIDS adalah
penyakit kutukan!”, dan lain sebagainya, merupakan contoh dari metafisika yang
masih ditemukan setiap hari. Tahap positive, adalah tahapan yang terakhir dari
pemikiran manusia dan perkembangannya, pada tahap ini gejala alam diterangkan
oleh akal budi berdasarkan hukum-hukumnya yang dapat ditinjau, diuji dan
dibuktikan atas cara empiris. Penerangan ini menghasilkan pengetahuan yang
instrumental, contohnya, adalah bilamana kita memperhatikan kuburan manusia
yang sudah mati pada malam hari selalu mengeluarkan asap (kabut), dan ini
karena adanya perpaduan antara hawa dingin malam hari dengan nitrogen dari
kandungan tanah dan serangga yang melakukan aktivitas kimiawi menguraikan
sulfur pada tulang belulang manusia, akhirnya menghasilkan panas lalu
mengeluarkan asap.
Auguste Comte adalah manusia yang berjalan di
tengah-tengah antara ideologi yang berkembang (progressiv vs konservatif),
berada pada ruang abu-abu (keilmiahan ilmu pengetahuan). Comte memberikan
sumbangsih cukup besar untuk manusia walaupun, ilmu pengetahuan yang dibangun
merupakan ide generatif dan ide produktifnya. Comte turut mengembangkan
kebudayaan dan menuliskan : “Sebagai anak kita menjadi seorang teolog,
sebagai remaja kita menjadi ahli metafisika dan sebagai manusia dewasa kita
menjadi ahli ilmu alam”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar