Selasa, 12 November 2013

Sosiolog yang "Aneh"

Insiden penyiraman air yang dilakukan oleh Juru Bicara FPI, Munarman terhadap Sosiolog UI, Thamrin Amal Tomagola dalam acara Apa Kabar Indonesia Pagi, Jumat 28 Juni 2013. Mengundang banyak kontroversi. dari berbagai kalangan. Banyak yang mengecam tindakan Munarman tersebut. Tetapi tak sedikit pula yang membelanya.

Saat pertama kali melihat tayangan ulang video kejadian itu minus suara, saya memang terkejut dan heran pada tindakan Munarman. Kok tega memperlakukan orang tua seperti itu di depan umum, yang mungkin disaksikan juga oleh jutaan mata lainnya di dunia.

Tetapi saya berusaha berpikir jernih karena saya yakin pasti ada alasan yang kuat bagi seorang Munarman sehingga dia mampu melakukan hal yang kelihatannya konyol seperti itu. Dan, karena saya pun belum tahu benar kronologis kejadian itu, saya hanya melihat videonya. Saya pun berusaha mengumpulkan kembali informasi tentang acara tersebut.

Acara dialog Apa Kabar Indonesia Pagi tvOne ini direncanakan membahas tentang niat polisi untuk menindak tegas ormas yang melakukan sweeping selama bulan Ramadhan, yang diundang adalah Munarman sebagai Jubir FPI, Tamrin Amal Tomagola diundang sebagai sosiolog, dan Brigjen Pol Boy Rafli (Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri) dari pihak Polri.

Dari sini saya mulai memahami plot awal dari acara ini. Intinya adalah dialog antara pihak ormas (FPI) dan pihak Mabes Polri berkaitan dengan niatan polisi untuk menindak tegas ormas yang melakukan sweeping selama bulan Ramadhan. Dan untuk menengahi dialog ini maka diperlukan seorang pakar sosiologi (sosiolog).

Namun, dikarenakan ada acara di Mabes Polri, Brigjen Pol Boy Rafli akhirnya hanya bisa ikut via telepon. Terlihat bahwa masing-masing memang telah ditempatkan sesuai dengan perannya masing-masing.

Munarman, jelas dia sebagai juru bicara ormas Islam dari FPI, Brigjen Pol Boy Rafli, jelas sebagai Humas Mabes Polri. Dan khusus untuk Thamrin Amal Tomagola saya uraikan cukup lengkap. Dr. Thamrin Amal Tomagola adalah sosiolog dari Universitas Indonesia. Ia sempat mengenyam pendidikan di beberapa universitas, antara lain Sosiologi FISIP UI (1974), Univeristas Nasional Australia (M.A. bidang demografi sosial, 1982), dan Universitas Esex, Britania Raya (Ph.D. bidang sosiologi media, 1990).

Sosiolog adalah orang yang mendalami sosiologi dan kemudian menjadi ahli dalam ilmu tersebut. Mungkin perlu saya tambahkan uraian tentang apa peran yang diharapkan dari seorang sosiolog dalam masyarakat:

Sosiolog sebagai Ahli Riset
Para Sosiolog menaruh perhatian pada pengumpulan dan penggunaan data. Sosiolog bekerja sama dengan menggunakan berbgai cara. Misalnya sosiolog memimpin riset ilmiah dan kemudian mencari data tentang kehidupan sosial suatu masyarakat. Data itu kemudian diolah menjadi suatu karya ilmiah yang berguna bagi pengambilan keputusan. Dengan demikian, seorang sosiolog bisa menghadirkan ramalan sosial berdasarkan pola-pola atau kecenderungan serta perubahan-perubahan yang paling mungkin terjadi.

Sosiolog sebagai Konsultan Kebijakan
Ramalan sosiolog dapat pula membantu memperkirakan pengaruh kebijakan sosial yang mungkin terjadi. Setiap keputusan kebijakan sosial adalah suatu ramalan. Artinya, kebijakan diambil dengan suatu harapan menghasilkan pengaruh yang diinginkan. Namun sering terjadi bahwa kebijakan yang diambil tidak memenuhi harapan tersebut. Contohnya apakah kebijakan pemberian santunan terhadap anak-anak miskin akan memperbaiki taraf kehidupan dan pendidikan mereka ?.

Sosiolog sebagai Teknis
Beberapa sosiolog terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan masyarakat. Mereka memberi saran-saran yang baik dalam penyelesaian berbagai masalah hubungan masyarakat, hubungan antar karyawan, masalah moral maupun hubungan antar kelompok dalam masyrakat atau suatu organisasi. Dalam kedudukan tersebut sosiolog bekerja sebagai ilmuwan terapan. Mereka dituntut untuk menggunakan pengetahuan ilmiahnya dalam mencari nilai-nilai tertentu, seperti efisiensi kerja atau efektifitas suatu program atau kegiatan masyarakat.

Sosiolog sebagai Guru atau Pendidik
Dalam menyajikan suatu fakta, seorang sosiolog harus bersikap netral dan objektif. Contohnya dalam menyajikan fakta tentang masalah kemiskinan, seorang sosiolog tidak boleh menciptakan anggapan sebagai pendukung suatu proyek kegiatan tertentu, atau mengubahnya sehingga terkesan reformis, konservatif dsb.

Kembali ke acara dialog tersebut. Setelah memahami plot acaranya, saya bisa melihat kejadian itu secara lebih jelas. Kemudian pada akhirnya saya malah mendapat gambaran aneh dari kehadiran pakar sosiologi yang ada di acara tersebut. Sosiolog yang seharusnya menjadi penengah (fungsi sosiolog secara umum, merujuk peran seorang sosiolog dalam masyarakat) dalam acara ini, malah justru tidak terlihat sebagai sosiolog sebagaimana yang diharapkan, yang seharusnya netral malah lebih memunculkan kesan berpihak. Tidak terlihat peran dia sebagai sosiolog dalam acara ini. Kalau dia benar-benar berperan sebagai seorang sosiolog sejati seharusnya tidak akan terjadi perdebatan antara dia dan Munarman.

Munarman tetap konsisten sebagai seseorang yang mewakili ormas, tidak melenceng dari peran dia dalam acara tersebut. Dia bagai anak yang ingin semua pikiran-pikirannya didengarkan dan dipahami oleh orang yang dianggap bisa lebih netral dan lebih memahami masalah-masalah. Tapi kenapa justru terus berusaha dipatahkan. Alih-alih terjadi dialog antara pihak ormas dengan pihak kepolisian, malah terjadi debat antara Munarman dengan sang sosiolog.

Sosiolog yang aneh kan ?

Saya tidak menganggap tindakan Munarman benar, tetapi saya bisa memaklumi mengapa dia bisa melakukan itu.

Saya bersyukur acara itu dilakukan di pagi hari, soalnya bila dilakukan siang hari mungkin suguhannya bukan teh manis tetapi es batu plus cendol. Bakal tambah rame acara siramannya, bakal lebih runyam urusannya.

Ya sudah, semoga kejadian ini tidak meluas kemana-mana, dan dapat selesai dengan kedamaian.

Memproduksi Ulang Instrumen Analisis Sosiologi Perkotaan

Kota dan wilayah  metropolis dari berbagai sudut pandangnya telah menjadi obyek studi berbagai disiplin ilmu di antaranya sosiologi, yang selanjutnya dikenal dengan sosiologi perkotaan. Kota pada saat ini, sudah sangat berbeda keadaannya dibandingkan dengan kota pada saat sosiologi perkotaan “dilahirkan”. Keadaan kota-kota saat ini, era milinium, mengalami perkembangan pesat.

Diantara kecenderungan itu menurut Saskia Sassen adalah globalisasi dan munculnya teknologi informasi baru, intensitas transnasional dan dinamika translokal, kehadiran budaya global. Masing-masing dari satu kecenderungan itu memiliki, isi, spesifikasi dan konsekuensi terhadap kota-kota. Dengan demikian pula, kepentingan sosiologi perkotaan, akan berimplikasi pula terhadap teori  dan riset sosiologi perkotaan. Dalam hal ini terdapat tantangan bagi sosiologi perkotaan untuk mencakup kecenderungan ini. Kecenderungan inilah membuat, Saskia Sassen mempertanyakan, apakah perlu memproduksi ulang alat analisis untuk memahami transformasi besar ini.

Tiga kecenderungan yang disebut Saskia Sassen tersebut di atas yakni globalisasi dan munculnya teknologi informasi baru, intensitas transnasional dan dinamika translokal, kehadiran budaya global  pada dasarnya cukup diwakili oleh satu kata kunci yakni globalisasi.

Globalisasi adalah suatu proses yang menempatkan masyarakat dunia bisa saling berhubungan dalam bidang ekonomi, sosial, politik, dan budaya. Tiga faktor yang mendorong globalisiasi ialah: kekuatan kaum pemodal internasional atau transnasional yang mampu beroperasi hampir diseluruh dunia, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya di bidang teknologi informasi,  dukungan negara dalam bentuk kebijakan dan masyarakatnya dalam bentuk kesediaan sebagai konsumen baik barang atau jasa serta “budaya”. Sedangkan globalisme atau neo-liberalisme (pengikut Ricardo dan Adam Smith) paham yang menyatakan bahwa kaum pemodal harus diberi kebebasan untuk berbisnis antar negara atau antar bangsa tanpa hambatan, agar sumber-sumber daya ekonomi dapat dimanfaatkan seefektif dan seefisien mungkin dan suatu negara harus mengadakan spesialisasi komoditi berdasar keunggulan yang mereka miliki.

Globalisasi dipahami juga sebagai proses perubahan budaya yang berdampak pada beralihnya beberapa otoritas  negara kepada perusahaan transnasional. Globalisasi merupakan sejarah baru kehidupan manusia di mana negara tradisional telah menjadi tidak lagi relevan, lebih-lebih menjadi tidak mungkin dalam unit-unit bisnis dalam sebuah ekonomi global. Globalisasi membawa serta gejala “denasionalisasi” ekonomi melalui pendirian jaringan-jaringan produksi  perdagangan, dan keuangan transnasional. Pemerintahan nasional tidak lebih dari sekadar transmisi bagi pemodal global, atau sebagai institusi perantara di antara kekuatan translokal, antar lokal atau regional yang sedang tumbuh, melalui mekanisme pengaturan global.

Negara telah kehilangan perannya sebagai unit-unit partisipasi yang bermakna dalam ekonomi dunia yang tanpa batas. Peran mereka telah digantikan oleh “negara- negara kawasan” atau oleh kian meningkatnya peran aktor-aktor nonteritorial dan transnasional, seperti perusahaan-perusahaan multinasional  dan lembaga-lembaga  internasional.

Dengan globalisasi, bumi seperti kampung kecil, penduduk dunia laksana para penghuni sebuah kampung, apa pun perilaku (gaya) seseorang cenderung menjadi rahasia umum, produk busana dan makanan di suatu negara mudah menjadi milik umum termasuk mata uang. Penampilan “bintang” dalam media, menjadi “kiblat”  yang menjadi referensi untuk melakukan “imitasi diri”, sesuai dengan penampilan “bintang”. Tidak jarang terjadi duplikasi “budaya” antar kota.

Globalisasi yang sepintas terlihat sebagai persoalan ekonomi, tidak sekadar terbukanya hubungan ekonomi suatu negara dengan negara lain melalui perdagangan internasional. Tidak juga hanya gerak modal ke seluruh dunia melalui Multinational Corporations,  bahkan lebih dari kecenderungan regionalisasi setiap kawasan di dunia.

Sosiologi Positivistik

Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik. Tidak mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris.

Tokoh-tokohnya:
· Auguste Comte
· E. Littre
· P. Laffitte
· JS. Mill dan Spencer
· Henry de Saint Simon

Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik. Tidak mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris.

Sesungguhnya aliran ini menolak adanya spekulasi teoritis sebagai suatu sarana untuk memperoleh pengetahuan (seperti yang diusung oleh kaum idealisme khususnya idealisme Jerman Klasik).

Positivisme merupakan empirisme, yang dalam segi-segi tertentu sampai kepada kesimpulan logis ekstrim karena pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk, maka tidak ada spekulasi dapat menjadi pengetahuan. Terdapat tiga tahap dalam perkembangan positivisme, yaitu:

1. Tempat utama dalam positivisme pertama diberikan pada Sosiologi, walaupun perhatiannya juga diberikan pada teori pengetahuan yang diungkapkan oleh Comte dan tentang Logika yang dikemukakan oleh Mill. Tokoh-tokohnya Auguste Comte, E. Littre, P. Laffitte, JS. Mill dan Spencer.
2. Munculnya tahap kedua dalam positivisme – empirio-positivisme – berawal pada tahun 1870-1890-an dan berpautan dengan Mach dan Avenarius. Keduanya meninggalkan pengetahuan formal tentang obyek-obyek nyata obyektif, yang merupakan suatu ciri positivisme awal. Dalam Machisme, masalah-masalah pengenalan ditafsirkan dari sudut pandang psikologisme ekstrim, yang bergabung dengan subyektivisme.
3. Perkembangan positivisme tahap terakhir berkaitan dengan lingkaran Wina dengan tokoh-tokohnya O.Neurath, Carnap, Schlick, Frank, dan lain-lain. Serta kelompok yang turut berpengaruh pada perkembangan tahap ketiga ini adalah Masyarakat Filsafat Ilmiah Berlin. Kedua kelompok ini menggabungkan sejumlah aliran seperti atomisme logis, positivisme logis, serta semantika. Pokok bahasan positivisme tahap ketiga ini diantaranya tentang bahasa, logika simbolis, struktur penyelidikan ilmiah dan lain-lain.

Positivisme Logis

Dalam perkembangannya, positivisme mengalami perombakan dibeberapa sisi, hingga munculah aliran pemikiran yang bernama Positivisme Logis yang tentunya di pelopori oleh tokoh-tokoh yang berasal dari Lingkaran Wina.

Positivisme logis adalah aliran pemikiran dalam filsafat yang membatasi pikirannya pada segala hal yang dapat dibuktikan dengan pengamatan atau pada analisis definisi dan relasi antara istilah-istilah. Fungsi analisis ini mengurangi metafisika dan meneliti struktur logis pengetahuan ilmiah. Tujuan dari pembahasan ini adalah menentukan isi konsep-konsep dan pernyataan-pernyataan ilmiah yang dapat diverifikasi secara empiris.

Tujuan akhir dari penelitian yang dilakukan pada positivisme logis ini adalah untuk mengorganisasikan kembali pengetahuan ilmiah di dalam suatu sistem yang dikenal dengan ”kesatuan ilmu” yang juga akan menghilangkan perbedaan-perbedaan antara ilmu-ilmu yang terpisah. Logika dan matematika dianggap sebagai ilmu-ilmu formal.

Positivisme berusaha menjelaskan pengetahuan ilmiah berkenaan dengan tiga komponen yaitu bahasa teoritis, bahasa observasional dan kaidah-kaidah korespondensi yang mengakaitkan keduanya. Tekanan positivistik menggarisbawahi penegasannya bahwa hanya bahasa observasional yang menyatakan informasi faktual, sementara pernyataan-pernyataan dalam bahasa teoritis tidak mempunyai arti faktual sampai pernyataan-pernyataan itu diterjemahkan ke dalam bahasa observasional dengan kaidah-kaidah korespondensi.

Auguste Comte dan Positivisme

Comte adalah tokoh aliran positivisme yang paling terkenal. Kamu positivis percaya bahwa masyarakat merupakan bagian dari alam dimana metode-metode penelitian empiris dapat dipergunakan untuk menemukan hukum-hukum sosial kemasyarakatan. Aliran ini tentunya mendapat pengaruh dari kaum empiris dan mereka sangat optimis dengan kemajuan dari revolusi Perancis.

Pendiri filsafat positivis yang sesungguhnya adalah Henry de Saint Simon yang menjadi guru sekaligus teman diskusi Comte. Menurut Simon untuk memahami sejarah orang harus mencari hubungan sebab akibat, hukum-hukum yang menguasai proses perubahan. Mengikuti pandangan 3 tahap dari Turgot, Simon juga merumuskan 3 tahap perkembangan masyarakat yaitu tahap Teologis, (periode feodalisme), tahap metafisis (periode absolutisme dan tahap positif yang mendasari masyarakat industri.

Comte menuangkan gagasan positivisnya dalam bukunya the Course of Positivie Philosoph, yang merupakan sebuah ensiklopedi mengenai evolusi filosofis dari semua ilmu dan merupakan suatu pernyataan yang sistematis yang semuanya itu tewujud dalam tahap akhir perkembangan. Perkembangan ini diletakkan dalam hubungan statika dan dinamika, dimana statika yang dimaksud adalah kaitan organis antara gejala-gejala ( diinspirasi dari de Bonald), sedangkan dinamika adalah urutan gejala-gejala (diinspirasi dari filsafat sehjarah Condorcet).

Bagi Comte untuk menciptakan masyarakat yang adil, diperlukan metode positif yang kepastiannya tidak dapat digugat. Metode positif ini mempunyai 4 ciri, yaitu :
1. Metode ini diarahkan pada fakta-fakta
2. Metode ini diarahkan pada perbaikan terus meneurs dari syarat-syarat hidup
3. Metode ini berusaha ke arah kepastian
4. Metode ini berusaha ke arah kecermatan.

Pendapat Tokoh Setelah Era Klasik Mengenai Sosiologi Ekonomi

Baik ekonomi maupun sosiologi merupakan disiplin ilmu dengan tradisi ilmu yang mapan. Munculnya ekonomi sebagai disiplin ilmu dapat terlihat dari fenomena ekonomi sebagai suatu gejala bagaimana cara orang atau masyarakat memenuhi kebutuhan hidup mereka terhadap jasa dan barang langka yang diawali oleh proses produksi, konsumsi dan pertukaran. Dengan sendirinya dalam pemenuhan kebutuhannya atau dalam melakukan tindakan ekonomi, seseorang akan berhubungan dengan institusi-institusi sosial seperti pasar, rumah sakit, keluarga dan lainnya. Smelser kemudian mendefinisikan ilmu ekonomi: Studi mengenai cara manusia dan masyarakat memilih, dengan atau tanpa memakai uang, untuk menggunakan sumber daya produktif yang dapat mempunyai alternatif untuk menghasilkan berbagai komoditi dan mendistribusikannya untuk konsumsi, sekarang atau masa depan, di antara berbagai orang dan kelompok orang dalam masyarakat.

Sedangkan sosiologi merupakan disiplin ilmu yang berkembang manakala masyarakat menghadapi ancaman terhadap hal-hal yang selama ini dianggap sebagai hal-hal yang memang sudah seharusnya demikian, benar dan nyata. Kelahiran sosiologi berawal dari Eropa Barat di mana terjadi proses-proses perubahan seperti pertumbuhan kapitalisme pada akhir abad ke-15; perubahan-perubahan di bidang sosial dan politik perubahan yang berkenaan dengan reformasi Martin Luther, meningkatnya individualisme; lahirnya ilmu pengetahuan modern, berkembangnya kepercayaan pada diri sendiri, dan revolusi industri pada abad ke-18 serta revolusi Perancis.

Peletakan dari fondasi sosiologi ekonomi diawali oleh beberapa karya tokoh – tokoh ternama, seperti :
v Karl Marx (1818-1883), dimana karyanya adalah The Economic and Philosophical Manuscript of 1844, The Communist Manifesto (1848), dan A Contribution to The Critique of Political Economy (1859).
v Max Weber (1864-1920), salah satu karyanya adalah The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism. Bahwa ketelitian yang khusus, perhitungan dan kerja keras dari Bisnis Barat didorong oleh perkembangan etika protestan yang muncul pada abad ke-16 dan digerakkan oleh doktrin Calvinisme (doktrin tentang takdir).
v Emile Durkheim (1858-1917), studinya tentang The Division of Labor in Society (1893) sangat mempengaruhi perkembangan pemikiran sosiologi ekonomi. Baginya pembagian kerja merupakan sarana utama bagi penciptaan kohesi dan solidaritas dalam masyarakat modern.

Namun, disamping itu ternyata ada beberapa aspek sosial yang bisa dijadikan acuan dalam melakukan analisis yang mempengaruhi perilaku ekonom oleh individu adalah agama dan nilai-nilai tradisional, ikatan kekeluargaan, dan etnisitas. Dalam perkembangan dunia menuju modern yang semakin menjauh dari “nilai”, aspek-aspek sosial tersebut mendapat serangan yang begitu dahsyat dari para teoritisi modernis. Aspek-aspek tersebut dituding sebagai faktor yang menghambat pertumbuhan industrialisasi. Tetapi, kenyataannya serangan tersebut tidak sepenuhnya terbukti.

Beberapa penelitian tentang agama dan nilai-nilai tradisional dan budaya local memperlihatkan betapa kedua hal tersebut menjadi pendorong bagi kemunculan kapitalisme. Dalam sekte Calvinis Agama Kristen terbukti bahwa agama tersebut selalu menekankan pada para pengikutnya dengan menekankan untuk bekerja keras dan hidup hemat, dan itu merupakan bagian dari etika Sekte Calvinis tersebut. Kemudian di Jepang dan di Indonesia pun terdapat kenyataan bahwa kaum agamawanlah yang pada kenyataannya memiliki semangat berlebih dalam melakukan interaksi ekonomi. Ikatan kekeluargaan dan etnisitaspun tak terlepas dari kecaman kaum modernis tersebut. Disebutkan bahwa keduanya merupakan faktor yang juga menghambat pertumbuhan ekonomi. Namun statemen tersebut masih saja menemukan kejanggalan.

Familiisme atau sumberdaya keluarga memililki kontribusi terhadap perkembangan ekonomi seperti kelahiran kapitalisme Cina. Meskipun dalam kaca mata ekonomi, ikatan kekeluargaan juga memberikan efek negative terhadap kemajuan ekonomi. Sebab, akan menempatkan antar individunya dalam “lingkaran setan” loyalitas yang pada hokum kalkulasi rasional ekonomi.

Adapun hubungan keterlekatan atau kaitan antara sosiologi dengan ekonomi yaitu masalah-masalah ekonomi yang meliputi motif ekonomi dan tindakan ekonomi

Masalah-masalah Ekonomi memiliki beberapa faktor, antara lain:
• Faktor Ekonomi
• Faktor Sosial-Budaya
• Faktor Fisik
• Faktor Pendidikan

Motif Ekonomi mencakup antara lain; motif internal(autonomous) dan motif eksternal(mobilized), selain itu juga ada motif-motif lainnya, yaitu:
• Memenuhi kebutuhan
• Motif keuntungan
• Motif penghargaan
• Motif kekuasaan

Motif sosial: yang mencakup tiga poin, yaitu Integrasi sosial, struktur sosial, dan juga status sosial. Integrasi sosial diindikasikan dengan adanya asimilasi, akulturasi, dan kooperasi dimana akan terjadi pembauran nilai-nilai yand ada pada masyarakat.

Dari adanya motif-motif di atas akan menimbulkan tindakan Ekonomi yang di bedakan menjadi 2, yaitu:
• Tindakan Rasional / untung rugi
• Tindakan Irrasional / like dislike

Jadi Sosiologi Ekonomi mempelajari berbagai macam kegiatan yang sifatnya kompleks dan melibatkan produksi, disribusi, pertukaran dan konsumen barang dan jasa yang bersifat langka dalam masyarakat. Jadi, fokus analisis untuk Sosiologi Ekonomi adalah pada kegiatan ekonomi, dan mengenai hubungan antara variable-variabel sosiologi yang terlibat dalam konteks non-ekonomis. Pola dan sistem yang berlaku dalam mekanisme pasar — interaksi ekonomi yang dilakukan antar individu dan masyarakat — sebenarnya berawal dari hubungan yang sederhana antara individu dan masyarakat (interaksi sosial) dalamrangka mengatasi kelangkaan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa, ekonomi tidak dapat dipisahkan dari aspek sosial. Bahkan aktivitas ekonomi selalu melekat dalam sosialitas tempat kejadian ekonomi itu berlangsung. Begitupun berlaku yang sebaliknya. Sebagai misal mari kita ulas sejenak pandangan sosiologi terhadap fenomena proses produksi dan proses distribusi. Proses produksi dan proses distribusi dengan berbagai analisa yang digunakan disiplin ekonomi ternyata masih mempunyai sisa untuk dipandang dari segi lain oleh disiplin ilmu lain: sosiologi.

Proses produksi dalam pandangan sosiologis ternyata memiliki peran yang cukup vital dalam rangka mempertahankan eksistensi (keberadaan) sebuah masyarakat. Proses produksi dilihat sebagai institusi ekonomi berperan untuk mengadakan kebutuhan-kebutuhan ekonomis sebuah masyarakat. Oleh karena itu, proses produksi tidak hanya dilihat dari segi ekoomis tetapi juga sosiologis yang mempunyai peran subsistem dalam sebuah struktur masyarakat.

Dalam proses distribusi atau pertukaran terlihat proses relasi antara rumah tangga produksi dan rumah tangga konsumsi. Sebenarnya bukan dalam hal distribusi barang hasil produksi saja proses ini terlihat tetapi ketika rumah tangga konsumsi menyediakan faktor-faktor produksi pun proses ini sudah terlihat yaitu distribusi faktor-faktor produksi yang meliputi: sumber daya alam, sumber daya manusia, dan modal. Dengan mencermati proses distribusi kita bisa melihat secara sosiologis bagaimana kegiatan masyarakat berkegiatan dalam bidang ekonomi. Dalam proses inilah yang merupakan relasi antara permintaan dan penawaran kita semakin melihat manusia sebagai makhluk ekonomis dan juga makhluk sosial

Sosiologi Ekonomi berkembangan dari benua Eropa, yang ditupang oleh paham-paham, pemikiran-pemikiran dan teori ekonomi dalam memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas dg alat pemenuhan kebutuhan yang terbatas.

Max Weber dan Emile Durkheim mendefinisikan sosiologi ekonomi sbg fenomena ekonomi yang dilihat dari perepektif sosiologi. Sosiologi Ekonomi mencapai puncaknya pada tahun 1890-1920. Pada masa itu ada beberapa paham yang berkembang, diantaranya sebagai berikut :

§ Paham Klasik / Neo Klasik
Merkantilisme Ekonomi (Abad 17- 18 di Eropa di sebut jaman Merkantilis). Abad 19 disebut ekonomi politik. Meningkatkan kekuasaan negara dg meningkatkan kekayaan. Negara menjajah utk meningkatkan kekayaan dan logam mulia. KEKAYAAN NEGARA = JML UANG NEGARA= LOGAM MULIA, EMAS DAN PERAK

§ Paham Adam Smith
Dalam buku Wealth of National. Th. 1723 – 1790. Menyangkal akomulasi logam mulia, tetapi memperluas distribusi pasar. Intinya: pasar merupakan persaingan bebas. Doktrinnya: perdagangan bebas. Namun kenyataannya terjadi persaingan pasar yang tidak sempurna.

§ Paham Keynes (1883 -1946)
John Maynard Keyner memerbaiki ekonomi klasik dari 2 segi: 1. output dan harga sebagai agregat, bukan hanya perusahaan individual. 2, mengingkari konsep equilibrilium, namun selalu ada sumber yg tdk digunakan.

§ Paham Herbert Spencer (1820 – 1903)
Evaluasi sosial serupa dg evaluasi beologis. Lahir- kecil- dewasa- besar- tua – mati. Masyarakat dari homogen ke heterogen. Ada 2 tipe masyarakat, masyarakat militer dan industrial.

Semenjak itu muncullah tokoh – tokoh ahli ekonomi sosiologi klasik, sebagai berikut :

§ Karl Marx (1818-1883). Beliau berpendapat daya tarik materi juga menentukan struktur dan proses dalam masyarakat. Poin utama yang di angkat oleh Marx adalah tenaga kerja dan produksi, tiap orang harus bekerja untuk bertahan hidup. Marx sering mengkritik Adam Smith atas teori Invisible Hand-nya.

§ Max Weber (1864-1920). Beliau banyak sekali menghasilkan tulisan-tulisan, seperti yang paling terkenal antara lain The protestant ethic and the spirit of capitalism dan Economy and Society.

§ Emile Durkheim (1858-1917). Tidak seperti Weber, Emile tidak banyak mengetahui tentang ilmu ekonomi, tidak banyak membuat tulisan dan tidak memberikan kontribusi yang banyak pada Sosiologi Ekonomi. Pada bukunya The Division of Labor in society yang memiliki banyak keterkaitan pada Sosiologi Ekonomi, di mana pada buku tersebut di sebutkan bahwa perubahan struktur sosial sebagaimana perkembangan masyarakat dari status yang tidak dibedakan pada masa primodialisme untuk sebuah langkah yang dikarakteristikkan dengan pembagian tenaga kerja yang kompleks pada dunia yang modern.

§ George Simmel (1858-1918). Fokus pada analisa-analisa ketertarikan. Biasanya menunjukkan fenomena ekonomi diantara yang lebih luas cakupannya.

Fenomena Buruh dalam Kehidupan Sosiologi Kapitalis Indonesia

Nilai kerja dan nilai sosial

Seperti yang disebutkan dalam Bukunya Frederick Angel dalam Das Kapital Karl Mark, terbitan Hasta Mitra Jakarta 2002. Dalam melacak perkembangan modalnya, Marx berawal dan kenyataan sederhana yang teramat jelas bahwa kaum kapitalis mengubah modal mereka menjadi dana lewat pertukaran, mereka membeli barang-barang dengan uang mereka dan kemudian menjualnya dengan lebih banyak laba daripada harga pembeliannya.Untuk sebagai gambaran seorang kapitalis membeli sebungkus kapas dengan harga Rp. 1.000,- dan kemudian menjualnya dengan harga Rp.1.100,-,dengan demikian mendapat Rp. 100,-. Atas kelebihan ini disebut Marx atau nilai-lebih (Menurut Karl Marx). Dan mana datangnya nilai-lebih ini ? Menurut asumsi para ahli ekonomi, hanya nilai-nilai setara yang dipertukarkan dan dibidang teori abstrak benar adanya. Karenanya, pembelian kapan kemudian penjualannya sama-sama tidak menghasilkan nila-lebih. Tetapi nilai-lebih sama-sama tidak dapat lahir dan para penjual yang menjual barang-barang daganganya diatas nilainya, atau para pembeli membeli barang- barang dagangan itu dibawah nilai mereka, karena masing-masingnya secara bergilir akan menjadi sebagai pembeli atau penjual.Ia tidak dapat lagi lahir dan para pembeli dan penjual yang secara timbal balik melampaui satu sama lainnya, karena ini tidak akan menciptakan suatu nilai barang atau nilai-lebih, tetapi hanya akan mendistribusikan modal yang ada itu secara berbeda diantara kaum kapitalis. Sekalipun sang kapitalis kenyataannya membeli barang-barang dagangan itu menurut nilainnya dan menjualnya menunut nilainya, ia mendapatkan lebih banyak nilainya daripada yang ditanamnya.

Dalam kondisi-kondisi masyarakat sekarang sang kapitalis menemukan dipasar barang dagangan suatu barang-dagangan yang memiliki suatu sifat khusus , yaitu penggunaanya merupakan suatu sumber nilai baru, merupakan suatu pencipataan nilai baru. Barang-barang dagangan inilah yang disebut tenaga kerja.

Apakah nilai kerja itu? Nilai setiap barang-dagangan diukur dengan kerja yang diperlukan bagi produksinya.Tenaga kerja berada dalam bentuk pekerja yang hidup yang memerlukkan sejumlah kebutuhan hidup untuk dirinya dan juga untuk keluarganya, yang menjamin kesinambungan tenaga kerja bahkan sesudah kematiannya. Karenanya, waktu-waktu kerja yang diperlukan untuk memproduksi kebutuhan-kebutuhan hidup ini mewakili nilai tenaga kerja . Sang kapitalis membayarnya secara mingguan dan dengan begitu membeli penggunaan satu minggu kerja dan pekerja itu.

Sang kapitalis sekarang menetapkan pekerjaan para pekerja itu. Dalam suatu waktu tertentu sang pekerja akan menyerahkan waktu dan tenaganya senilai upah yang dibayar satu minggu itu. Andaikan bahwa upah mingguan dan sang pekerja itu mewakili tiga hari kerja, misalnya dia mulai bekerja pada hari senin pada hari rabu petang dia telah menggantikan nilai lebih bagi sang kapitalis, nilai penuh dan upah yang dibayar itu. Apakah pada hari rabu itu si buruh itu berhenti bekerja, tidak, karena sang kapitalis sudah membayar buruh itu bekerja dalam satu minggu. Berarti dalam hal ini sang kapitalis mendapat nilai lebih dan luar tiga hari kerja itu. Dalam hal ini sang kapitalis sudah mendapatkan sumber nilai-lebih, yakni sumber laba, sumber akumulasi modal yang terus bertambah.

Disisi lain sang buruh, atau boleh dikata dilihat dan segi aspek ekonomi sang buruh tidak dirugikan karena sudah melakukan perjanjian dengan sang bos, yakni kaum kapitalis itu. Sebab mereka sudah dibayar dengan upah untuk satu minggu atau satu bulan dengan perhitungan pertambahan nilai upah itu. Tapi bila kita lihat menurut sisi sosial sang buruh ini memang dirugikan karena sang kapitalis menjadikan buruh itu sebagai mesin pencetak uang bagi dirinya (kaum kapitalis), tapi walaupun begitu sang buruh sama seorang manusia yang mempunyai hak yang sama untuk diperhitungkan dani segi waktu tenaga. Ketidak sepahaman ini terbentur dengan hukum ekonomi yang berlaku, dimana adanya transaksi, sang buruh sepakat dengan apa yang ditawarkan sang kapitalis, dan sang kapitalis mempunyai kewajiban membayar upah buruh itu. Apalagi sering terjadi sang buruh yang selalu merasa tertindas dengan adanya sistem kerja paruh waktu, sistem kerja kontrak, sisitem upah perjam, dan yang paling menyedihkan lagi pabrik itu bangkrut dan sang buruh tidak menerima upah yang belum dibayar. Serta sang kapitalis mungkin bisa saja kabur ataupun menjalani hukuman dengan segala cara dia bisa terbebas dan tuntutan buruh itu, dan melakukan negosiasi untuk bisa bebas tanpa ada tuntutan apapun.

Sungguh jauh diluar pemikiran sosial untuk berasumsi bahwa kerja yang tidak bayar itu hanya lahir dan dibawah kondisi-kondisi sekarang, dimana produksi dijalankan oleh kaum kapitalis disatu pihak dan kaum buruh-upahan dilain pihak.

Sebaliknya kelas penindas pada semua zaman telah habis menyelenggarkan kerja yang tidak dibayar. Selama seluruh periode yang panjang ketika perbudakan merupakan suatu pengorganisasian kerja yang berlaku, kaum budak terpaksa melakukan pekerjaan yang lebih banyak dan daripada yang dikembalikan kepada mereka dalam bentuk kebutuhan-kebutuhan hidup.

Hari-hari kerja pun bisa dijadikan strategi untuk kaum kapitalis, para buruh diberlakukan untuk bekerja selama enam atau tujuh hari kerja, dengan libur empat kali dalam sebulan, yang jadi persoalan lagi disini apa mungkin dan satu hari kerja itu sang buruh mendapatkan jam sesuai kebutuhan sang kapitalis, kami rasa tidak sang kapitalis terus memperjuangkan bagaimana bisa mendapatkan jam kerja yang panjang dalam satu hari yang dilakukan kaum buruh, entah itu delapan jam, dua belas atau bisa juga lima belas jam perhari, dengan tambahan upah yang dimasukan kedalam bayaran upah dia selama seminggu atau juga sebulan, dengan perhitungan uang lembur yang dihitung perjam.

Menjadi kepentingan kaum kapitalis untuk menjadikan jam kerja itu sepanjang mungkin. Semakin panjang hari kerja semakin banyak nilai lebih yang didapat dan hasil produksinya. Sementara sang buruh tetap melakukan pekerjaanya tapi tanpa disadari apa yang akan terjadi didalam tubuhnya dengan jam kerja yang begitu lama. Sang kapitalis berjuang untuk mendapatkan laba yang besar, dan sang buruh untuk kesehatannya, dan beberapa jam istirahat untuk bisa melakukan aktifitas yang lain kecuali bekerja, tidur dan makan, yang sangat lazim dibutuhkan sebagai seorang makhluk (manusia), dan secara tidak langsung terjadilah pembodohan.

Perjuangan untuk penetapan hari kerja sudah diperjuangkan sejak lama, semenjak tampilnya kaum pekerja bebas dalam sejarah hingga kini. Dalam berbagai bidang pekerjaan berlaku sebagai hari kerja tradisional tetapi kenyataannya itu jarang sekali diperlakukan. Hanya dimana undang-undang menetapkan hari kerja itu dan mengawasi tentang patuh atau tidaknya para pemilik pabrik ini. Para buruh yang mengharapkan hari kerja normal dengan asumsi jam kerja selama delapan jam dengan satu jam istirahat serta tambahan jam lembur paling lama delapan jam kerja, serta hari kerja mulai senin-jum’at dengan jam kerja sepuluh jam kerja, dan untuk hari sabtu dengan asumsi tujuh jam kerja. Peraturan atau undang-undang tentang hal ini sudah lama diperjuangkan dan dimenangkan oleh kaum buruh pabrik yang pertama di Inggris saat itu. Perjuangan yang selama bertahun-tahun dan mengalami penderitaan, melalui perjuangan yang kukuh dan ulet dengan para pemilik pabrik, melalui kebebasan pers, hak untuk berasosiasi dan berkumpul,dan juga melalui pemanfaatan momentum yang tepat saat terpecahnya dan jatuhnya kekuasaan itu sendiri.

Perkembangan Sosiologi Prancis Kontemporer

Prancis menjadi tanah kelahiran sosiologi sejak era Auguste Comte, Emile Durkheim, Louis Althusser, Michel Foucault, Pierre Bourdieu, Jean Baudrillard, Alan Touraine, Raymon Boudon, Raymond Aron, Jean-Claude Passeron. Pengaruh dan posisi teoritik serta metodologis Durkheim sangat kuat dalam tradisi sosiologi Prancis. Secara massif terjadi reproduksi Durkheimian dalam sosiologi Prancis dan Eropa. Di Prancis, referensi-referensi klasik dan kontemporer sosiolog Prancis tersimpan rapi dalam ratusan perpustakaan universitas. Kekayaan referensi ini tentu saja memperkuat khazanah sosiologi Prancis. Saya menyebutnya dengan ‘’surganya sosiologi’’. Untuk menghargai peran dan kontribusi Durkheim didirikan Centre Émile Durkheim yang terdapat di Sciences Po Bordeaux et de l’Université Bordeaux Segalen. Bordeaux adalah kampus pertama Durkheim menjadi dosen.

Semua disiplin sosiologi tumbuh subur dalam tradisi sosiologi di Prancis.Muncul berbagai kajian dan perspektif baru dalam ruang akademik.Berbagai kajian baru tersebut lahir melalui publikasi jurnal, buku, riset yang semakin memperkaya sosiologi Prancis.Beberapa kajian yang sudah banyak seperti Sosiologi Politik, Sosiologi Agama, Sosiologi  Pendidikan, Sosiologi  Industri, Sosiologi Hukum, Sosiologi Perkotaan. Kajian tersebut sudah sangat kuat dalam berbagai ruang diskusi. Di luar kajian-kajian itu, muncul dan berkembang juga berbagai  studi baru seperti: Sociologie de l’architecture, Sociologie de l’alimentation, Sociologie de l’art, Sociologie de l’Emploi, Sociologie de l’immigration, Sociologie de l’Organisation Sportive, Sociologie de la Bourgeoisie, Sociologie de la Consommation, Sociologie de la Lecture, Sociologie de la Négociation, Sociologie de la Prison, Sociologie de Paris, Sociologie des Cadres, Sociologie des Changements, Sociologie des Chômeurs, Sociologie des Comportements Sexuels, Sociologie des Employés, Sociologie d’Entreprise, Sociologie des Mouvements, Sociologie des Organisations, Sociologie des Relations Professionnelles, Sociologie des Réseaux Sociaux, Sociologie des Syndicats, Sociologie du Crime, Sociologie du Droit, Sociologie de SIDA (AIDS),Sociologie du Sport, Sociologie du Travail, Sociologie et Anthropologie de Marcel Mauss, Sociologie de l’École, Sociologie de l’Étudiant, Sociologie Historique du Politique. Sociologie des Publics, Sociologie des Relation Internationales, Sociologie de Durkheim. Ibarat supermarket, semua studi dan kajian sosiologi ada dan dibahas dalam ruang sosiologi Prancis.

Tidak kalah pentingnya juga, profesor sosiologinya juga sangat ahli di bidangnya masing-masing.Mereka memiliki kedalaman dan keahlian sesuai dengan fokus kajiannya masing-masing.Tidak sulit untuk mencari bibliografi atau riwayat hidup para professor sosiologi tersebut. Semua tersedia lengkap di situs resmi universitas, fakultas, institu maupun laboratorium tempat bekerjanya. Dengan membaca riwayat hidup dan bibliografinya, kita akan mengetahui keahlian apa saja atau fokus riset apa saja yang dilakukan seorang professor. Hal ini sangat penting jika kita ingin mencari professor yang bisa menjadi pembimbing disertasi kita.

Beberapa kelebihan studi sosiologi di Prancis diantaranya (1) bisa mendalami sosiologi hingga akar-akarnya secara mendalam, (2) bisa mengkaji berbagai referensi primer sosiologi Prancis yang berbahasa Prancis. Kelebihan tak bisa didapatkan di negara-negara lain karena faktor keterbatasan referensi yang berbahasa Prancis, (3) memiliki perpustakaan yang terkoneksi di setiap universitas dalam satu kota, terkoneksi dengan perpustakaan seluruh Prancis hingga memiliki jaringan dengan universitas di Eropa, (4) tentu saja kelebihan yang tidak bisa didapatkan di negara lain yaitu mendapatkan sense dan ideologisasi sosiologi secara lebih mendalam.

Studi sosiologi di Prancis dengan supervisor professor sosiologi Prancis, akan mendapatkan kedalaman sosiologi yang genuine.Professor sosiologi Prancis sekarang adalah banyak yang pernah menjadi murid-murid dari sosiolog-sosiolog Prancis  sebelumnya seperti murid Durkheim, Althusser, Bourdieu, Foucault, Aron, Boudon. Jika Anda studi sosiologi di Prancis dengan supervisi seorang professor sosiologi Prancis, maka Anda akan menjadi generasi kesekian dari murid-muridnya. Dengan menjadi  murid generasi ke sekian, maka Anda akan menjadi “murid ideologis” dari Durkheim,Foucault,dll tergantung subjek kajiannya.Professor saya  yang membimbing disertasi adalah generasi sosiolog setelah Durkheim dan Bourdieu dalam sosiologi pendidikan.Saya bangga dibimbingnya. Secara tidak langsung, kebanggaan saya karena menjadi ”murid ideologis” Durkheim. Saya mendapatkan pengkayaan ”ngaji” pemikiran-pemikiran Durkheim dan Bourdieu.Inilah indahnya sosiologi Prancis. Sebagai ”beruf” dari murid ideologisnya Durkheim,buku ketiga saya akan terbit yang berjudul “Sosiologi Pendidikan Emile Durkheim”.Insya allah terbit awal 2014.

Belajar Memahami Media Melalui Sosiologi Komunikasi

Sosiologi Komunikasi merupakan kekhususan dari sosiologi untuk mempelajari aktivitas komunikasi dalam mempelajari interaksi sosial yaitu komunikasi sebagai suatu hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antar individu, kelompok maupun individu dengan kelompok. Di dalam sosiologi itu sendiri terdapat sub kajian masalah-masalah komunikasi, kemudian menariknya kedalam studi komunikasi yang terutama erat kaitannya dengan studi media, dampak media beserta perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Dalam kajian utama sosiologi komunikasi mengenai media massa, bahwa pada dasarnya media massa menyampaikan realitas sosial melalu penyebaran informasi pemberitaan dengan skala yang luas dan cepat melalui talk show, reality show, iklan, berita serta variety show ditayangkan terus menerus kehadapan masyarakat dengan tujuan mempengaruhi pola pikir, mengkonstruksi realita sosial yang diinginkan oleh media serta, menciptakan opini publik atau public opinion. Konstruksi sosial yang dilakukan oleh media berawal pada suatu fenomena, misalkan saja fenomena Gangnam Style yang menjadi trend masyarakat, kemudian Harlem Shake serta fenomena lainnya yang di blow-up terus menerus melalui berbagai macam program acara sehingga secara tidak langsung masyarakat yang menerima seolah-olah “ditanamkan” sesuatu, dan sesuatu tersebut menjadi realitas dalam suatu masyarakat, munculnya budaya populer seperti itu juga mampu menghancurkan nilai-nilai tradisional di negeri ini. Begitupun pula dengan pemberitaan di media massa yang seharusnya objektif, netral, tetapi di Indonesia justru pemberitaan media sudah tidak netral dan terpengaruhi oleh kepentingan atau ideologi tertentu, terutama kepentingan politis dan ideologi kapitalis dimana saat ini media massa Indonesia dimiliki sejumlah para pengusaha yang juga merangkap sebagai politikus seperti Metro TV yang dimiliki Surya Paloh, kemudian TV One, Viva News, ANTV yang dimiliki oleh Aburizal Bakrie, sehingga munculnya kepentingan atau ideologi tertentu menyebabkan media menjadi kendaraan politis dan pencitraan si pemilik media dan mempengaruhi nilai berita tersebut, idealisme para wartawan pun pudar karena di “setir” oleh pemilik media, dan pemberitaan serta iklan yang sangat banyak menjadikan bahwa media sudah menjadi alat pencari keuntungan sebanyak-banyaknya bagi si pemilik modal. Realitas pemberitaan pun sudah sering di pelintir oleh pemilik media misalkan “SBY menciptakan akun Twitter” media massa menulis “SBY Curhat” padahal sisi positif dari SBY memiliki akun Twitter agar beliau dengan masyarakat bisa berinteraksi dengan baik melalui social networking, atau bagaimana fenomena bencana lumpur Lapindo, yang terjadi di Sidoarjo, Jawa Timur dipelintir oleh TV One menjadi “Bencana Lumpur Sidoarjo” demi melindungi image dari pemilik TV One dan juga PT. LAPINDO. Iklan di televisi yang menyajikan visualisasi yang dramatis dan instan, menciptakan kebaikan,keindahan, kemudahan dalam sekejap mengubah pola perilaku masyarakat untuk hidup konsumtif serba praktis dan cepat. Tayangan di media massa juga mampu menciptakan stereotip yang berlaku dalam masyarakat sekarang ini, seperti fenomena Queer yaitu fenomena terhadap perilaku menyimpang seperti, homoseks, lesbian, pria berlaku seperti wanita, masyarakat sebagai penerima informasi tersebut yang dibentuk oleh media memojokkan dan menilai rendah kaum-kaum tersebut, fenomena terorisme pun lekat dengan stereotip yang dibentuk oleh media massa, dan permasalahan seperti memojokkan etnis atau suku tertentu turut menjadi konstruksi sosial yang diciptakan media. Hal-hal ini juga terjadi dalam new media yang bernama internet.

Oleh karena itu agar individu sebagai anggota masyarakat, diperlukan juga literasi media bagi masyarakat. Dasar dari media literasi adalah aktivitas yang menekankan aspek edukasi di kalangan masyarakat agar mereka tahu bagaimana mengakses, memilih program yang bermanfaat dan sesuai kebutuhan yang ada. Permasalahan yang ada adalah seiring dengan derasnya arus informasi media, masyarakat pun dibuat kebingungan dan tidak mampu memilah, menyeleksi, serta memanfaatkan informasi yang sudah mereka peroleh. Melalui media literasi masyarakat bisa meningkatkan intelektual mereka dengan aktif mencari informasi yang sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan referensi yang ada, sehingga informasi yang didapat bisa menjawab kebutuhan yang dicari oleh individu sebagai anggota masyarakat itu sendiri, lebih peka dan kritis dalam menanggapi isu pemberitaan yang ada, serta meningkatkan intelektualitas individu akan media, bisa dilakukan melalui empat hal yaitu: akses berita, menganalisis media sesuai dengan konteks, mengkritik media massa dan menulis berita kepada media massa itu sendiri.

Namun disatu sisi media pun turut bisa menciptakan gerakkan sosial, pemberitaan-pemberitaan media yang berkaitan dengan unsur ketidakadilan mampu menggerakkan masyarakat untuk melakukan perlawanan terhadap ‘kekuasaan’ negara atau kekuasaan kelompok tertentu, masyarakatpun dewasa ini sudah menjadi audiens ‘aktif’ dan lebih ‘peka’ terhadap isu-isu yang diangkat oleh media massa, apabila media mengangkat ideologi atau kepentingan tertentu masyarakat sudah bisa menilai kualitas dari pemberitaan tersebut, dan sudah tidak mudah untuk terpengaruh lagi, karena masyarakat saat ini sudah cerdas.

Gerakkan Sosial yang munculpun sudah pernah terjadi di Indonesia maupun luar negeri seperti peristiwa konflik tuduhan pencemaran nama baik Rumah Sakit OMNI Internasional oleh Prita Mulyasari sehingga muncul gerakkan sosial berupa koin untuk Prita, disusul oleh pencurian sendal yang dimana terdakwa di hukum berat sementara aparatur hukum menghukum para koruptor dalam masa tahanan yang tergolong ringan dan singkat turut menciptakan gerakkan sosial pengumpulan sendal sebagai aksi protes akan ketidakadilan hukum di Indonesia. Begitu pula dengan fenomena “Musim Semi Arab” yang dimulai dari Tunisia melawan kekuasaan diktator dimulai dari pemberitaan di media massa beserta inisiatif gerakkan sosial di jejaring sosial seperti facebook dan twitter kemudian fenomena ini menular ke berbagai negara lain seperti Mesir, Libya, dan Suriah.

Urgensi Mempelajari Sosiologi Pendidikan Bagi Calon Guru

Dalam proses sosialisasi pendidikan bisa terjadi kendala atau hambatan, hal ini dikarenakan terjadinya kesulitan komunikasi dan adanya pola kelakuan yang berbeda-beda atau bahkan bertentangan. Setiap orang atau individu harus berusaha menguasai kondisi semaksimal mungkin dengan tuntutan lingkungannya termasuk di sekolah. Sebab kegagalan dalam proses sosialisasi dapat menyebabkan gangguan kejiwaan. Kesulitan demi kesulitan dapat timbul sebagai akibat modernisasi, industrialisasi, urbanisasi maupun teknologi. Sementara setelah masuk sekolah banyak anak yang susah untuk menyesuaikan diri dengan kondisi aturan-aturan sekolah yang berlaku dan penuh formulatif. Tidak sedikit anak yang pada masa awal sekolah minder bahkan menangis karena belum dapat menyesuaikan diri dengan kondisi dan situasi yang baru, untuk itulah secara berangsur-angsur sosialisasi disekolah harus dapat dilakukan oleh anak disamping guru atau calon guru sekalipun juga harus menyesuaikan diri dengan tuntutan kondisi sekolah.

Francis Bron mengatakan bahwa sosiologi pendidikan memperhatikan pengaruh lingkungan budaya sebagai tempat dan cara mengorganisasi pengalamannya. Sedangkan S.Nasution juga mengatakan bahwa di dalam sosialisasi/Sosiologi Pendidikan merupakan ilmu yang berusaha mengetahui cara mengendalikan proses pendidikan untuk memperoleh perkembangan kepribadian yang lebih baik. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan beberapa konsep tujuan Sosialiasasi dalam Sosiologi Pendidikan, yang pertama menganalisis proses sosialisasi anak baik dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat, kedua menganalisis perkembangan dan kemajuan social, ketiga memberikan kepada guru-guru termasuk para peneliti dan siapapun yang terkait dalam bidang pendidikan. Alhasil sosialisasi pendidikan adalah analisis ilmiah atas proses social dan pola-pola social yang terdapat dalam system pendidikan.

Kenyataan ini menunjukkan bahwa saat sekarang masyarakat sedang mengalami perubahan yang sangat cepat, progresif dan kerapkali menunjukkan gejala “desintegrasi” artinya berkurangnya kesetiaan terhadap nilai-nilai. Maka sosialisasi dalam Sosiologi Pendidikan diharapkan mampu menyumbang pemikiran untuk ikut memecahkan masalah pendidikan yang fundamental.

Maka menurut hemat saya:

1. Sosiologi pendidikan sangat penting untuk diajarkan dalam PAI karena bertujuan agar pendidik mampu memahami masyarakat dan seluruh latar belakang sosial tempat dimana peserta didik tinggal serta pendidik mampu memberikan pengajaran yang sesuai dan efektif sehingga peserta didik mampu memahami apa yang telah disampaikan oleh pendidik.

2. Sosiologi pendidikan adalah ilmu yang mempelajari tentang hubungan antara semua pokok masalah antara proses pendidikan dan sosial. jadi sangat penting sekali mempelajarinya terutama untuk calon guru karena guru tidak hanya menguasai dan mengajarkan materi saja tapi juga dituntut mengetahui perilaku siswanya agar guru dapat mengetahui kemauan dan kebutuhan siswa sehingga materi dapat dipahami peserta didik dengan mudah.

3. mempelajari sosiologi sangatlah penting apalagi mempelajari sosiologi pendidikan karena sama halnya dengan mempelajari semua tingkah laku gejala-gejala yang berhubungan dengan masyarakat. oleh karena itu kita sebagai calon guru harus bisa memahami semua hal yang berada disekitar kita baik masyarakat peserta didik, lingkungan dan sebagainya. dengan mempelajari sosiologi pendidikan seseorang bisa mengetahui dan meahami orang lain. semua ini dapat dilakukan dengan interaksi, pergaulan sosial dan lainnya. dengan demikian menguasai sosiologi pendidikan sangat penting karena ilmu ini membahas tentang proses interaksi sosial anak-anak mulai dari keluarga, masa sekolah sampai dewasa serta dengan kondisi-kodisi sosiokultural yang terdapat di dalam masyarakat.

4. pokok permasalahan yang ada dalam sosiologi pendidikan sangatlah banyak, yang kebanyakan menyangkut pendidikan itu sendiri dan masyarakat. jadi saya sangat setuju bahwa untuk mempelajarinya kita tak bisa lepas dari kita harus mempelajari masyarakat itu sendiri yang dapat dilakukan melalui beberapa metode seperti pendekatan individu, pendekatan sosial, pendekatan interaksi dan pendekatan fungsional.

Perkembangan Sosiologi Masyarakat Modern Pada Saat ini

Perkembangan Sosiologi Masyarakat Modern Pada Dewasa Ini

Sosiologi modern tumbuh pesat di benua Amerika tepatnya di Amerika Serikat dan Kanada. Mengapa bukan di Eropa ? (yang notabene merupakan tempat dimana sosiologi muncul pertama kalinya). Pada permulaan abad ke-20, gelombang besar imigran berdatangan ke Amerika Utara. Gejala itu berakibat pesatnya pertumbuhan penduduk, munculnya kota-kota industri baru, bertambahnya kriminalitas dan lain lain. Konsekuensi gejolak sosial itu, perubahan besar masyarakat pun tak terelakkan.

Perubahan masyarakat itu menggugah para ilmuwan sosial untuk berpikir keras, untuk sampai pada kesadaran bahwa pendekatan sosiologi yang lama di Eropa tidak relevan lagi. Mereka berupaya menemukan pendekatan baru yang sesuai dengan kondisi masyarakat pada saat itu. Maka lahirlah sosiologi modern. Kebalikan dengan pendapat sebelumnya, pendekatan sosiologi modern cenderung mikro (lebih sering disebut pendekatan empiris). Artinya, perubahan masyarakat dapat dipelajari mulai dari fakta sosial demi fakta sosial yang muncul. Berdasarkan fakta sosial itu dapat ditarik kesimpulan perubahan masyarakat secara menyeluruh. Sejak saat itulah disadari betapa pentingnya penelitian (research) dalam sosiologi, dan dalam sosiologi modern ini lebih memunculkan rincian tentang teori-teori dalam konteks lebih luas.

Seiring dengan perkembangan zaman, kebudayaan umat manusia pun mengalami perubahan. Menurut para pemikir post modernis dekonstruksi, dunia tak lagi berada dalam dunia kognisi, atau dunia tidak lagi mempunyai apa yang dinamakan pusat kebudayaan sebagai tonggak pencapaian kesempurnaan tata nilai kehidupan. Hal ini berarti semua kebudayaan duduk sama rendah, berdiri sama tinggi, dan yang ada hanyalah pusat-pusat kebudayaan tanpa periferi. Sebuah kebudayaan yang sebelumnya dianggap pinggiran akan bisa sama kuat pengaruhnya terhadap kebudayaan yang sebelumnya dianggap pusat dalam kehidupan manusia modern.

Wajah kebudayaan yang sebelumnya dipahami sebagai proses linier yang selalu bergerak ke depan dengan berbagai penyempurnaannya juga mengalami perubahan. Kebudayaan tersebut tak lagi sekadar bergerak maju tetapi juga ke samping kiri, dan kanan memadukan diri dengan kebudayaan lain, bahkan kembali ke masa lampau kebudayaan itu sendiri.

Lokalitas kebudayaan karenanya menjadi tidak relevan lagi dan eklektisme menjadi norma kebudayaan baru. Manusia cenderung mengadaptasi berbagai kebudayaan, mengambil sedikit dari berbagai keragaman budaya yang ada, yang dirasa cocok buat dirinya, tanpa harus mengalami kesulitan untuk bertahan dalam kehidupan.

Perubahan tersebut dikenal sebagai perubahan sosial atau sosial change. Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya, namun perubahannya hanya mencakup kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat, kecuali organisasi sosial masyarakatnya. Perubahan sosial tersebut bardampak pada munculnya semangat-semangat untuk menciptakan produk baru yang bermutu tinggi dan hal inilah yang menjadi dasar terjadinya revolusi industri, serta kemunculan semangat asketisme intelektual. Menurut Prof Sartono, asketisme dan expertise ini merupakan kunci kebudayaan akademis untuk menuju budaya yang bermutu.

Sebagai homo faber, manusia mencipta dan bekerja, untuk memperoleh kepuasan atau self fulfillment. Dalam kaca mata agama dan unsur untuk beribadah, suatu orientasi kepada kepuasan batin dan menuju ke arah sesuatu yang transendental. Di sinilah yang disebut etos bangsa itu muncul.

Sebenarnya etos bangsa kita juga sudah banyak disinggung oleh para pujangga seperti dalam “Serat Wedatama” karya Mangkunegoro IV yang disebutnya sebagai etos “mesu budi”. Etos ini merupakan suatu ajakan untuk mementingkan penampilan yang bermutu baik lahir, maupun batin, atau kalau dalam bahasa modern disebut juga etos intelektual.

Kemudian, etos intelektual inilah yang mendorong masyarakat untuk terus berkarya dan terus menciptakan hal-hal baru guna meningkatkan kemakmuran hidupnya, sehingga masyarakat tersebut menjadi masyarakat yang modern. Sedangkan proses menjadi masyarakat yang modern disebut dengan istilah Modernisasi. Jadi dengan kata lain, modernisasi ialah suatu proses transformasi total, suatu perubahan masyarakat dalam segala aspeknya.

Teori Sosiologi Modern

MANUSIA adalah masyarakat dalam bentuk miniatur. Ketika dia berkomunikasi dengan dirinya sendiri, dia bisa menjadi subyek dan sekaligus obyek. Dalam komunikasi itu pula, manusia berpikir, menunjuk segala sesuatu, menginterpretasikan situasi, dan berkomunikasi dengan dirinya sendiri dengan cara-cara berbeda.

Berpikir berarti berbicara kepada diri sendiri, sama seperti cara kita berbicara dengan orang lain. Percakapan dengan diri sendiri sebagian besar dilakukan dengan diam. Tanpa diri sendiri, manusia tidak akan mampu berkomunikasi dengan orang lain, sebab hanya dengan itu, maka komunikasi efektif dengan orang lain bisa terjadi.

Kekuatan sosial yang berperan dalam perkembangan teori sosiologi

Semua bidang intelektual dibentuk setingan sosialnya. Hal ini terutamaberlaku untuk sosiologi, yang tak hanya berasal dari kondisi sosialnya, tetapi juga menjadikan lingkungan sosialnya sebagai basis masalah pokoknya.beberapa pemusatan terhadap kondisi sosial terpenting di abad 19 dan awal abad 20 yang sangat signifikan dalam perkembangan sosiologi modern.

Revolusi politik, industri dan kemunculan kaum kapitalis

Revolusi ini dihantarkan oleh revolusi perancis 1789 dan revolusi yang belangsung sepnjang abad 19 merupakan faktor yang paling besar perannya dalam perkembangan sosiologi. Akibat revolusi ini terjadi perubahan yang dahsyat pada masyarakat terutama masalah dampak negatifnya yang mengundang keperihatinanan dari para ilmuan, olehkarena itu para pemikir mencoba untuk menemukan tatanan baru dalam masyarakt yang telah berubah oleh revolusi politik. Perhatian ini menjadi salah satu perhatian utama teoritis sosiologi klasik terutama Comte dan Durkhem.

Kemudian revolusi politik dan revolusi industri melanda eropa pada abad 19 dan 20 merupakan factor yang meunculkan teori sosiologi. Dalam revolusi ini banyak merubah pola masyarakat dari corak pertanian menjadi industri karena mereka mendapatkan tawaran dari pihak industri. Birokrasi ekonomi muncul dalam skala besar yang memberikan pelayanan yang dibutuhkan oleh indusri dan sistem ekonomi kapitalis. Akibat dari sistem kapitalis ini adanya pihak-pihak lain yang diuntungkan sehingga menyebabkan terjadinya benrok antara kaum industri dan kaum kapitalis dan reaksi penentang ini di ikutu dengan ladakan gaerakan buruh dan berbagai radikal lain yang bertujuan untuk menghancurkan sistem kapitalis.

Sosialisme

Sosialisme adalah sebuah istilah yang bertujuan unutk menghancurkan serta menanggulangi ekses industi dan kapitalis terutama Marx. Disamping itu juga Weber dan Durkhem menentang sosialisme seperti kata Marx, karena menurut mereka daripada melakukan reformasi sosial dalam system kapitalisme lebih melakukan revolusi sosial.

Feminisme

Dimana perempuan disubordinasikan hamper dimana saja mereka mengakui dan memprotes situasi itu dalam berbagai bentuk, mereka menuntut mobilisasi masif untuk hak pilih perempuan dan reformasi undang-undang dan kewarganegaraan dan industrialdi awal abad 20 di amerika Srikat. Hal ini sangat mempengaruhi perkembangan sosiologi khususnya pada sejumlah karya perempuan, dimna karya-karya mereka sering kali terdesak kepinggiran dan disubordinasikan, atau di remehkan oleh lelaki yang menyusun sosiologi sebagai basis kekuatan professional.

Urbanisasi

Akibat revolusi industri banyak sekali orang di pedesaan bepindah kelingkungan urban hal ini dikarenakan adanya lapangan pekerjaan yang diciptakan industri di kawasan urban. Akibat dari migrasi ini menimbulkan berbagai persoalan seperti kepadatan yang berlebihan, kebusingan, kepadatan lalu lintas dll, hal ini menarik perhatian sosiologi awal terutama Weber dan george Sammel.

Perubahan keagamaan

Urbaniskanasi membawa pengaruh besar terhadap religius karena mereka ingin meningkatkan taraf hidup manusia, mereka ingin orang seperti comte sosiologi ditransformasikan kedalam agama. Menurut yang lainnya terori sosiologi mereka mengandung nilai kegamaan yang tak mungkin keliru.

Pertumbuhan ilmu pengetahuan

Ketika sosiologi dibangun, minat terhadap ilmu pengetahuan (science) memberikan prestasi yang cukup besar. Diantaranya yang sukses adalah bidang fisika, biologi, dan kimia sehingga mendapat terhormat dalam masyarakat. Para sosiologi awal terutama Comte dan Durkhem semula telah berkecimpung dalam sains itu dan banyak menginginkan agar sosiologi dapat meniru kesuksesan, tetapi hal menjadi bahan perdebatan karena sains berpendapat bahwa cirri-ciri kehidupan sosial yang sangat berbeda dengan cirri-ciri objek studi sains yang akan menimbulkan kesukaran apabila mencontoh studi sains secara utuh.

Kekuatan intelektual dan kemunculan teori sosiologi

Dalam hal ini adalah tentang kekuatan intelektual yang beperan sentral dalam membentuk teori sosiologi. Berbagai kekuatan intelektual yang menentukan perkembangan teori sosiologi akan dibahas dalam konteks nasional karena dalam kehidupan nasional itulah pengaruhnya terutama dirasakan.

Abad pencerahan

Pencerahan adalah sebuah periode perkembangan intelektual dan pembahasan pemikiran filsafat yang luar biasa. Sejumlah gagasan dan keyakinan lama kebanyakan berkaitan dengan kehidupan sosial dibuang dan diganti selama periode pencerahan. Pemikir yang paling terkemuka adalah Charle Montesqueu (1689-1755) dan Jean Jacques Rousseu. Pemikir yang berhubugan dengan pencerahan terutama dipengaruhi dua arus, yakni sains dan filsafat. Msa era pencerahan lebih menekankan pada reaksi konservatifis dan romantis terhadap pertumbuhan teori sosiologi.

Reaksi konservatif terhadap pencerahan

Sosiologi perancis bersifat rasional, empiris, ilmiah, dan berorientasi perubahan, tetap tidak sebelum dibentuk oleh seperangkat gagasan yang dikembankan sebagai reaksi dari pencerahan. Ideology menentang premis moderenisasi dapat menemukan sentiment antimodernisasi dalam kritik pencerahan. Bentuk oposisi paling ekstrim terhadap gagasan pencerahan berasal dari pilosofi kontra revosioner katolik perancis seperti tampak pad aide-ide Louis de Bonald (1754-1840) dan Joseph de Maistre (1753-1821). Zeltin telah menguraikan 10 proposisi yang muncul dari reaksi konservatif dan menyediakan basis bagi perkembangan teori sosiologi perancis klasik.

1. sebagian pemikiran pencerahan cendrung menekankan pada individu, sedangkan reksi konservatif mengarahkan perhatian pada sosiologi umum dan menekankan pada masyarakat dan fenomena.

2. masyarakat adalah unit analisi terpenting masyarakat dipandang lebih penting ketimbang individu.

3. individu bahkan tidak dilihat sebagai unsur yang paling mendalammasyarakat, karena masyarakat terdiri dari komponen seperti pern, posisi, hubungan dll.

4. bagian-bagian masyarakat dianggap saling berhubungan dan saling ketergantungan.

5. perubahan dipandang bukan hanya sebagai ancaman terhadap masyarakat dan terhadap komponennya, tetapi juga terhadap invidu dan masyarakat.

6. kecendrungan umum adalah melihat berbagai komponen masyarakat berskala luas sebagai komponen yang berguna, baik bagi masyarakat maupuan bagi individu yang menjadi anggotannya.

7. unit-unit kecil seperti kelompok keluarga, tetangga, keompok kagamaan dan mata pencaharian dipandang penting bagi individu yang menjadi anggotannya.

8. ada kecendrungan memandang berbagai perubahan sosial modern seperti industrialisasi, urbanisasi dan birokrasi dapat menimbulkan kekacauan tatanan.

9. sementara kebanyakan perubahan menakutkan itu mengarah pada kehidupan masyarakat yang lebih rasional.

10. pemikir konservatif mendukung keberadaan system hirarkis dalam masyarakat.

Perkembangan sosiologi perancis

Dimulai dari perancis dimana peran yang dimainkan pada era pencerahan yang menekankan pada reksi konervatif dan romantis terhadap pertumbuhan teori sosiologi. Dari jalinan teori-teori itulah sosiologi itu berkembang. Dalam konteks ini dibahas tokoh-tokoh utama di tahu-tahun awal perkembangan sosiologi perancis, sperti Hendri Saint Simon yang berperan penting terhadap pengembangan teori sosiologi konservatif, Aguste Comte adalah orang pertama yang menggunakan istilah sosiologi, pengaruhnya sangat besar terhadap teoritis sosiologi selanjutnya, dan Emil Drukhem yang dipandang sebagai pewris tradisi pencerahan karena penekanannya pada sains dan revormisme sosial.

Claude Henri Saint-Simon, ia memiliki sisi penting terhadap pengembangan teori sosiologi konservatif (seperti yang dilakukan Comte) maupun terhadap teori Marxian radikal. Di sisi teori konservatif ia ingin mempertahankan kehidupan masyarakat seperti apa adanya, namun ia tak ingin kembali ke kehidupan seperti di abad pertengahan sebagaimana yang di dambakan de Bonald da de Maistre.ia mengatakan studi fenomena sosial sebaiknya menggunakan teknik ilmiah yang sama seperti yang di gunakan dalam srudi sains. Emile drukheim, dipandang sebagai pewaris tradisi konservatif khususnya seperti tercermin dalam karya Comte. Bedanya, sementara Comte tetap berada diluar dunia akademi namun Durkheim mengembangkan basis akademi yang kokoh untuk kemajuan akhirnya, ia juga melegitimasi sosiologi di perancis dan karyanya kahirnya menjadi kekuatan dominant dalam perkembangan sosiologi pada umumnya, dan perkembangan sosiologi pada khususnya.

Perkembanagan sosiologi jerman

Peran Karl Marx dalam perkembangan sosiologi di Negara jerman. Dikatakan bahwa perkembangan teori Marxian teori sosiologi dan cara teori Marxian dapat mempengaruhi sosiologi secara positif maupun negatif. Pembahasan dimulai dari dasar teori Marxian dalam hegelianisme, materialisme dan politik. Ad du konsep yang mencerminkan esiensi filsafat Hegel yaitu dialetika dan idealisme. Dialetika adalah cara berpikir dan citra tentang dunia. Dialetika menekankan pada hubungan dinamikan konflik dan kontradiksi serta cara berpikir dinamis. Sedangkan idealisme lebih menekankan pentingnya pikiran dan produk mental ketimbang kehidupan material. Feuerbach merupakan jembatan penting yang menghubungkan antara Hegel dan Marx. Feuebach banyak mngkritik Hegel terhadap penekanan berlebihan pada kesadaran semangat masyarakat. Feuebach menerima filsafat materialis ia menegaskan perlunya meninggalkan idealisme subjektif Hegel untuk memusatkan perhatian bukan pada gagasan tapi pada relitas kehidupan manusia.

Teori Marx, secara garis besar dapat dikatakan bahwa Marrx menawarkan sebuah teori tenteng masyarakat kapitalis berdasarkan citranya mengenai sifat mendasar manusia. Artinya untuk bertahan hidup manusia perlu bekerja didalam dan dengan alam. Teori Weber, mengemukakan teori kapitalisme tetepi pada dasarnya karya Weber adalah teori tenteng proses rasionalisme. Hal ini dikarenakan ia tertarik pada masakah umum seperti mengapa institusi di dunia barat berkembang semangkin rasional sedangkan rintangan kuat tampaknya mencgah perkembangan serupa dibelahan bumi lain. Teori Simmel, ia bersama-sama mendirikan masyarakat sosiologi jerman. Ia adlah teoritis sosiologi yang luar biasa salah satu keistimewaanya adalah dia cepat berpengaruh besar terhadap perkembangan teori sosiologi amerika, Karen salah satu pusat kajiannya yaitu sosiologi amerika unversitas Chicago dan teori utamanya yakni interaksionisme simbolik.

Asal usul sosiologi inggris

Sumber utaman sosiolgi inggris adalah ekonomi politik, ameliorisme, dan evolusi sosial. Dalam sistem ekonomi politik menyangkut masyarakat industri dan kapitalis yang sebagian berasal dari pemikiran adam Smith. Smith mengatakan adanya kekuatan yang tak terlihat mnentukan pasar barang dan tenaga kerja. Pasar dilihat sebagai realitas independe yang berdiri diatas individu dan dapat mengendalikan individu. Evolusi sosial, pengertian yang lebih mendalam tentang struktur sosial tersembunyi di bawah permukaan sosiologi inggris dan baru meledak ke permukaan pada paruh akhir abad 19 dengan berkerembangnya perhatian terhadap evolusi sosial.

Spencer dan Comte memberikan pengaruh terhadap perkembangan teori sosiologi. Namun ada perbedaan penting diantara mereka , misalnya sulitnya menggolongkan Spencer sebagai pemikir kondservatif. Sebenya ia lebih tepat dipandang beraliran politik liberal dan ia tetap melihat unsure-unsur liberlisme sepanjang hidupnya. Salah satu pandngannya adalah konservatifnya yaitu penerimaanya atas doktrin laissez-fire.

Sosiologi Agama

Dalam berbagai literatur batasan atau definisi sosiologi agama (sociology of religion) hampir tidak ada perbedaan yang sangat berarti. Namun demikian, perlu saya kemukakan berbagai pengertian sosiologi agama menurut beberap ahli sosiologi agama.

J.Wach merumuskan sosiologi agama secara luas sebagai suatu studi tentang interelasi dari agama dan masyarakat serta bentuk-bentuk interaksi yang terjadi antar mereka. Anggapan para sosiolog bahwa dorongan-dorongan, gagasan dan kelembagaan agama mempengaruhi dan sebaliknya juga dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial, organisasi dan stratifikasi sosial adalah tepat.

Jadi seorang sosiolog agama bertugas menyelidiki tentang bagaimana tata cara masyarakat,kebudayaan dan pribadi-pribadi mempengaruhi agama sebagaimana agama mempengaruhi mereka. Kelompok-kelompok pengaruh terhadap agama, fungsi-fungsi ibadat untuk masyarakat, tipologi dari lembaga-lembaga keagamaan dan tanggapan-tanggapan agama terhadap tata duniawi, interaksi langsung maupun tidak langsung antara sistem-sistem religius dan masyarakat dan sebagainya dan termasuk juga bidang penelitian sosiologi agama.

Menurut W.Goddjin sosiologi agama adalah bagian dari sosioologi umum yang mempelajari suatu ilmu budaya empiris, profane dan positif yang menuju kepada pengetahuan umum yang jernih dan pasti dari struktur, fungsi-fungsi dan perubahan-perubahan kelompok keagamaan dan gejala-gejala kelompok keagamaan.

Definisi-definisi tersebut diatas kiranya sudah cukup jelas memberikan gambaran kepada kita bahwa sosiologi agama pada hakekatnya adalah cabang dari sosiologi umum yang mempelajari masyarakat agama (religious society) secara sosiolgis untuk mencapai keterangan-keterangan ilmiah dan pasti demi untuk masyarakat agama itu sendiri dan umat atau masyarakat pada umumnya.

Lahir Dan Perkembangan Sosiologi Agama.

Kelahiran sosiologi lazimnya dihubungkan dengan seorang ilmuwan prancis yang bernama august comte (1798-1857) yang dengan kreatif telah menyusun sintesa berbagai aliran macam pemikiran kemudian mengusulkan mendirikan ilmu tentang masyarakat dengan dasar filsafat empiric yang kuat.

Ilmu tentang masyarakat ini pada awalnya oleh august comte diberi nama “social physics” (fisika sosial) kemudian dirubahnya sendiri menjadi “sociology” karena istilah fisika sosial tersebut dalam waktu yang hamper bersamaan ternyata dipergunakan oleh seorang ahli statistic sosial berasal dari belgia bernama adophe quetelet. Selanjutnya August Comte dikenal sebagai “bapak sosiologi”.

Sedangkan minat mempelajari fenomena agama dalam masyarkat mulai tumbuh sekitar pertengahan abad ke-19 oleh sejumlah sarjana barat terkenal seperti Edward B.Taylor (1832-1917), Herbert Spencer (1820-1903), Frederick H.Muller (1823-1917). Tokoh-tokoh ini lebih tertarik kepada agama-agama primitive akan tetapi pengkajian masalah agama secara ilmiah dan terbina mulai sekitar tahun 1900. Mulai saat itu hingga menjelang munculnya buku-buku sosiologi agama yang sering disebut dengan nama sosiologi klasik.

Periode klasik ini dikuasai oleh dua orang sosiolog yang terkenal yaitu Emile Durkheim dari prancis (1858-1917) dengan karyanya anntara lain The Elementary Forms of Religious Life dan Max Webber dari Jerman (1864-1920) dengan karya yang monumentalnya yaitu The Protestan Ethic and The Spirit of Capitalism dan Ancient Judaism.

Dua sarjana tersebut lazim dipandang sebagai pendiri sosiologi agama. Dikemudian hari tulisan-tulisan mereka digolongkan oleh para ahli sosiologi ke dalam bagian sosiologi umum.

Fungsi dan Peranan Sosiologi Agama dalam Masyarakat Agama

Seperti yang dijelaskan dimuka dalam definisi, sosiologi agama adalah cabang dan juga bagian vertikal dari sosiologi umum. Ia merupakan suatu ilmu yang menduduki tempay yang “profan”. Ia bukan ilmu yang sacral: bukan seperti ilmu teologi, tetapi ilmu profane, yang positif dan empiris yang dilakukan dan dibina oleh sarjan sosial,entah orangnya suci atau tidak suci. Karena maksud ilmu tersebut bukan untuk membuktikan kebenaran(objektivitas) ajaran agama, melainkan untuk mencari keterangan teknis ilmiah mengenai hal ihwal masyarakat agama. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dapatlah dikatakan bahwasosiologi agama mempunyai kedudukan yang sama tingginya dengan rumpun ilmu sosial yang lain. Namun, bila dilihat sejarah kelahiran dan berkembangnya sosiologi agama itu, maka ilmu ini lebih merupakan ilmu terpakai dari pada ilmu teoritas murni. Ia diciptakan oleh pendukung-pendukungnya untuk kepentingan praktis, antara lain untuk memecahkan masalah sosio-religius yang timbul waktu di eropa akibat kurangnya pengetahuan tentang segi-segi sosiologis kehidupan beragama. Sudah barang tentu bahwa keterangan ilmiah yang merupakan hasil sementara dan masih bertambah jumlahnya, pada tahap berikutnya akan merupakan bahan-bahan yang berguna untuk menyusun dan mengembangkan sosiologo agama bercorak teori murni.

Kegunaan sosiologi dalam forum keilmuan merupakan sumbangan yang tidak kecil bagi instansi keagamaan. Sebagaimana sosiologi positif telah membuktikan daya gunanya dalam hal mengatasi kesulitan yang muncul dalam masyarakat serta menunjukan cara-cara ilmiah untuk perbaikan dan pengembangan masyarakat, demikian pula sosiologi agama bermaksud membantu para pemimpin agama dalam mengatasi masalah sosio-religius yang tidak kalah beratnya dengan masalah sosial nonkeagamaan. Dalam bidang teoritis dimana para ahli keagamaan memerlukan konsep-konsep dan resep-resep ilmiah praktis yang sulit diperoleh dari teologi, maka sosiologi agama dapat memberikan sumbangan. Terutama sosioogi keristen yang ternyata sudah lebih majudari pada sosiologi agama dari luar agama Kristen, dapat memberikan sumbangan yang berharga khususnya teologi tentang gereja,misiologi, dan juga teologi pastoral, pun pula kepada teologi kabebasan dan teologi pembangunan.

Beberapa buku sosiologi agama yang telah terbit dieropa dan amerika serikat yang membicarakan agama Kristen protestan dan Kristen katolik dapat diperoleh informasi bagaiman pentingnya peranan yang dimainkan sosiologi agama dalam kalangan mereka. Dr.H. Goddjin dan kawan-kawanya, misalnya, dalam bukunya mengatakan hal menarik mengenai sikap-sikap kalangan gereja dieropa. Setelah pejabat gerejani dalam waktu relative lama mengambil sikap negative terhadap sosiologi agama (bahkan menolak dan menuduh campur tangan kehidupan intern gereja), akhirnya mereka(kalangan itu berubah sikap dari negative menjadi positif. Jelasnya, mereka bukan saja mendukung tetapi bahkan menaruh harapan besar, malahan ada yang berlebihan terhadap sosiologi agama.mereka mengharapkan dalam waktu singkat sosiologi agama sanggup menciptakan tertib sosio-religius yang ideal,misalnya, pengorganisasian kehidupan paroki yang harmonis dan efisien,baik kedalam maupun keluar. Jika kita lihat masyarakat Indonesia sebagai Negara yang agamis, dimana kehidupan keagamaan masih memainkan peranan penting yang dominant bagi kehidupan bangsa dan Negara, namun sebaliknya juga sering merupakan sumber ketegangan(konflik) yang membawa banayk keresahan: maka kita dapatmembuat suatu praduga yang kuat bahwa sosiologi agama dapat lahir dan dibina dengan baik dan pecintanya, niscaya hal itu akan memberikan sumbangan yang sangat berharga dan kehadirannya akan disambut dengan rasa gembira, baik oleh kalangan sarjana ilmu sosial maupun kalangan pemerintah. Akan tetapi,itu baru praduga, suatu hipnotis yang belum diuji kebenarannya secara actual, karena memang belum ada ahli sosiologi yang menangani masalah kehidupan agama dengan teknik yang memenuhi persyaratan ilmiah.

Akhir-akhir ini masyarakat dihadapkan dengan masalah-masalah sosial yang semakin krusial yang tidak lepas dari kekuatan sosial yang bersumber dari persoalan politik, ekonomi, sosial, dan keagamaan. Hal ini seringkali menimbulkan gejolak yang menjurus pada gerakan-gerakan negative yang bersifat kritis, dalam bentuk unjuk rasa, mimbar terbuka, demontrasi, dan lain sebagainya. Semua ini bersumber pada perbedaan presepsi dan kecemburuan sosial. Ini kadang-kadang, jika tidak terkendalikan, akan menjurus keberingasan massa. Masalah lain adalah keterbelakangan pendidikan dan pengajaran, dari persoalan buta huruf sampai kekurangan guru dan gedung sekolah, disamping masih terdapatnya sekolah-sekolah swasta yang tidak memenuhi persyaratan mutu nasional akibat dari demonasi kurikulum agama, yang umumnya mengikuti pola pendidikan tradisional yang menutup anak didik dari nilai sekuler yang sudah menguasai masyarakat luas. Belum lagi problem besar kemiskinan, baik yang disebut kemiskinan structural dan non structural, yang apriori dapat dipastikan ada kaitannya dengan unsur-unsur “credo” keagamaan dan kepercayaan yang dianut oleh pemeluknya dan yang diterima dengan reladan tidak rela sebagai nasib yang dikehendaki tuhan. Lebih berat lagi dalah permasalahan kesatuan dari sekian banyak suku bangsa di tanah air, yang tidak dapat dipisahkan dari unsure-unsur keagamaan yang berbeda dan diyakini suku-suku sebagai pemeluknya yang berbeda pula. Bahkan, dewasa ini semakin disadari banyak cendekiawan yang yakin bahwa fenomena sosial yang disebut dengan ras, agama, suku merupakan problem nasional yang berat. Di samping itu, masih banyak dapat diketengahkan kesulitan-kesulitan yang bersumber pada masalah kurtural. Adanya tradisi budaya yang masih dipertahankan sebagai warisan bagi generasi muda yang kadang-kadang sebagian warisan itu menurut akal sehat kurang menguntungkan lagi bagi kelangsungan tata hidup masyarakat modern. Disini orang menghadapi bukan saja etnis, melainkan masalah sosiologi-kultural. Bukan lagi komunikasi antar suku bangsayang satu dengan yang lain,melainkan antara strata sosial yang satu dengan yang lain. Tegasnya antara bawahan dengan atasan atau sebaliknya, yang masih mempertahankanpola distansi vertikal tidak hanya sopan santunsehari-hari, bahkan dalam urusan fungsional yang dengan sendirinyamenuntut inisiatif dan tanggungb jawab pribadi. Hal seperti itu ternyata kadang-kadang masih sering dikorbankan untuk memenangkan kedudukan pimpinan dari golongan yang berkuasa.

Melihat begitu beratnya masalah yang dihadapi bangsa ini,maka dapat diajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut,”Manakah ilmu pengetahuan dirasa kompetendan dapat diharapkan sanggup memecahkan masalah di atas dengan wajar, teknologi, teologi, ilmu ekonomi, ilmu politik, antropologi budaya, atau ilmu hukum? “teologi saja, misalnya, tidak dapat diharapkan mampu memecahkan persoalan, apalagi teologi yang masih berpegang pada pola tradisional dan biasanya kurang menguasai pengetahuan sosiologis. Munculnya usaha pengembangan kearah teoritas dan praktis dalam teologi, seperti teologi sosial, teologi bisnis,dewasa ini sesungguhnya merupakan jawaban dari kesempatan makna teologi yang sampai sekarang ini dianut oleh mayoritas muslim di Indonesia. Dari teknologipun juga belum cukup, karena teknik pembangunan dari sarana-sarana fisik lain dari”teknik” menangani masalah sosial. Masyarakat tidak dapat digerakan dalam pembangunan ini dengan hanya menawari dengan teknologi yang canggih, melinkan perlu teknik-teknik penyadaran akan perlunya kehidupan yang lebih baik. Untuk itu butuh ilmu-ilmu, misalnya psikologi atau sosiologi umum.

Demikian pula ilmu ekonomi, hukum, antropologi, dan yang lain lagi, tidak dapat diharapkan memberikan jawaban yang khas dibutuhkan,karena sudut pandang dan tujuannya memang khusus. Maka, ilmu yang layak diharapkan sanggup memberikan jawaban yang khas dan tepat tepat dalam masalah-masalah tersebut diatas tinggalah sosiologi agama. Yang dimaksuddengan ketepan jawaban ialah bilamana dalam penelusuranmasalah itu orang terbentur pada urat nadi kesulitan yang berpangkal pada sumber-sumber keagamaan. Sekurangnya, demikian anggapan sejumlah agamawan terkemuka yang didukung penganutnya. Akan tetapi, apabila masalah itu dikaji secara sosiologis, masalah yang bergejolak bukanlah masalah ortodoksi(dogma dan moral), melainkan hanya masalah kebudayaan, pendeknya masalah sosiologis. Misalnya tentang kepemimpinan agama yang membuat pemeluknya tertekan dan menimbulkan ketegangan yang mencekam karena kurang memahami teknik organisasi dan penggunaan kekuasaan dalam situasi yang sudah berubah, yang menuntut pergantian struktur dan sistem yang sesuai.

Sosiologi Pertanian : Keterkaitan antara Sosiologi Pedesaan, Sosiologi Pertanian, dan Ilmu Pertanian

Sosiologi pertanian merupakan perkembangan dari sosiologi pedesaan. Sosiologi pedesaan dan sosiologi pertanian sendiri lahir dari ilmu pertanian dan merupakan bagian dari ilmu pertanian.

Ilmu pertanian merupakan suatu ilmu yang mencoba mengkaji dan menelaah usaha manusia dengan mengorganisasikan SDA (sumber daya alam) dan lingkungan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, dalam hal ini dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari cara bercocok tanam.

Sosiologi pertanian sulit dibedakan dan sering kali disamakan dengan sosiologi pedesaan, hanya saja perbedaan yang terlihat mencolok adalah objek pada masing-masing sosiologi pedesaan dan sosiologi pertanian yaitu pada masyarakatnya.

Objek sosiologi pedesaan yaitu dimana seluruh penduduknya (masyarakatnya) tinggal di pedesaan secara terus menerus tinggal dan menetap disana dan bertani. Contoh : si A tinggal di desa B dan memiliki pertanian dan bertani di desa B.

Objek sosiologi pertanian yaitu dimana seluruh penduduknya (masyarakatnya) yang bertani tanpa memperhatikan tempat tinggalnya. Contoh : si A tinggal di kota B dan memilki pertanian di desa C.