Simmel lahir di Berlin, 1 Maret 1858. Ia
mempelajari berbagai cabang ilmu di Universitas Berlin. Tetapi, upaya
pertamanya untuk menyusun disertasi ditolak dan salah seorang profesornya
pernah mengatakan “Kami akan banyak membantunya bila tak mendorongnya ke arah
ini” (Firsby, 1984 : 23). Meski proposal pertamanya ditolak, ia mempertahankan
disertasi dan menerima gelar doktor filsafat tahun 1881. Hingga 1914 ia tetap
di Universitas Berlin berstatus tenaga pengajar meskipun hanya menduduki
jabatan yang relatif penting sebagai “dosen privat” dari 1885-1900. Dia
kemudian menjadi dosen yang tak digaji, yang kehidupannya tergantung pada honor
dari mahasiswa. Meski honornya kecil, dalam jabatan ini kehidupan ekonominya
agak baik karena ia seorang dosen yang cerdas dan menarik banyak mahasiswa yang
membayarnya (Frisby, 1981:17; Salomon, 1963/1997). Gaya mengajarnya demikian
populer, hingga bahkan anggota terpelajar masyarakat Berlin pun menghadiri
kuliahnya.
Keterpinggiran Simmel paralel dengan
fakta bahwa Simmel agak kontradiktif dan merupakan pribadi yang membingungkan :
Jika kita kumpulkan keterangan yang ditinggalkan oleh teman mahasiswanya di
masa itu, kita akan menemukan sejumlah indikasi mengenai Simmel yang
kadang-kadang saling bertentangan. Ada yang melukiskannya sebagai orang yang
tinggi dan ramping, orang lain melukiskannya sebagai orang yang pendek dan
berpenampilan sedih. Dilaporkan penampilannya tak menarik, khas Yahudi, tetapi
juga sangat cerdas dan ningrat. Dilaporkan pula ia pekerja keras, juga lucu, dan
sangat pandai berbicara. Terdengar pula ia sangat pintar (Lukacs, 1991:145),
ramah, rapi, tetapi iapun irrasional, kusam dan sembrono (Schnabel dikutip
dalam Poggi, 1993 : 55).
Simmel menulis banyak artikel
(“The Metropolis and Mental Life”) dan bukuThe Philosophy of Money. Ia
terkenal di kalangan akademisi Jerman, mempunyai pengikat internasional,
terutama di Amerika. Di situ karyanya berpengaruh besar dalam kelahiran
sosiologi. Tahun 1900 ia menerima penghargaan resmi gelar kehormatan murni dari
Universitas Berlin yang tak memberinya status akademisi penuh. Simmel mencoba
mendapatkan berbagai status akademisi, namun ia gagal meski mendapat dukungan
sarjana seperti Max Weber. Salah satu alasan yang menyebabkan Simmel gagal
adalah karena ia keturunan Yahudi, sementara di abad 19 Jerman sedang dilanda
paham anti-Yahudi (Kasler, 1985). Begitulah, dalam sebuah laporan tentang
Simmel yang ditulis untuk menteri pendidikan, Simmel dilukiskan sebagai seorang
“Israel tulen dalam penampilan luarnya, dalam sikapnya dan dalam cara
berpikirnya” (Frisby, 1981:25). Alasan lain adalah jenis karya yang dihasilkan.
Banyak artikelnya dimuat di koran dan majalah; yang ditulis untuk konsumen
lebih umum ketimbang untuk sosiolog semata (Rammstedt, 1991). Lagi pula karena
ia tak memegang jabatan akademis reguler ia terpaksa mencari nafkah melalui
ceramah umum. Peminat tulisannya maupun ceramahnya lebih banyak intelektual
publik ketimbang sosiolog profesional dan ini menimbulkan penilaian yang
melecehkan dari rekan seprofesinya misalnya salah seorang rekan sesamanya
mengutuknya karena pengaruhnya terhadap suasana umum dan terutama
terhadap “jurnalisme” (Troeltsch, dikutip dalam Frisby, 1981:13) kegagalan
personal Simmel pun dapat dikaitkan dengan rendahnya penghargaan akademisi Jerman
terhadap sosiologi ketika itu. Tahun 1914 Simmel akhirnya diangkat sebagai
dosen tetap di Universitas kecil (Strasbourg), tetapi sekali lagi ia merasa
sebagai orang asing. Di satu sisi ia menyesal meninggalkan peminat ceramahnya
di Berlin. Istrinya menyurati Max Weber : Georg meninggalkan peminatnya dalam
sedih…. Mahasiswa di Berlin itu sangat simpati dan setia…. Inilah keberangkatan
ke puncak kehidupan” (Krisby, 1981:29). Di sisi lain Simmel tak merasa menjadi
bagian kehidupan dari Universitas barunya itu. Ia menyurati istri Weber “Hampir
tak ada yang dapat kami laporkan, kami hidup … menyendiri, tertutup, acuh tak
acuh, terpencil dari kehidupan luar. Kegiatan akademis = 0, orangnya… asing dan
bermusuhan secara diam-diam.” (Krisby, 1981:32). Perang Dunia I pecah segera
setelah Simmel diangkat menjadi dosen di Strasbourg. Uang kuliah menjadi rumah
sakit militer dan mahasiswa ikut berperang. Demikianlah Simmel tetap menjadi
tokoh marginal di dunia akademis Jerman hingga kematiannya tahun 1918. ia tak
pernah mendapat karir akademis yang normal. Bagaimanapun juga Simmel menarik
perhatian sejumlah besar mahasiswa di zamannya dan kemasyhurannya sebagai
seorang sarjana terpelihara bertahun-tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar