Selasa, 06 September 2016

BUKU MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA (DR. MAMIK DAN DR. IR USMAN SYARIF)

Buku ini merupakan buah fikir penulis yang dilakukan melalui kajian pustaka yang sangat mendalam dan fokus pada permasalahan-pemasalahan yang terkait pada Manajemen Sumber Daya Manusia. Buku ini menjadi sangat penting karena manusia merupakan pelaku utama pembangunan sekaligus penikmat hasil pembangunan, karena itu diperlukan kualitas SDM yang mempuni agar bisa menjadi penggerak dalam proses pembangunan di berbagai bidang. Hasil kajian dari buku ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam mengatasi permasalahan yang ada di bidang manajemen sumber daya manusia dan referensi bagi penentu kebijakan yang terkait sekaligus sebagai pemicu bagi penulis lainnya untuk menggali dan mengkaji lebih dalam lagi terhadap beberapa aspek yang diperlukan.

BUKU MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA (PRIYONO DAN MARNIS)

Buku Manajemen Sumber Daya Manusia ini terdiri atas sebelas bab, cakupan materi yang dibahas meliputi kerangka kerja MSDM, Perencanaan SDM, Pengembangan dan Pemberdayaan SDM, Pemberdayaan Melalui Pelatihan, Manajemen Karir, Promosi dan Pengembangan Karir, Penilaian Prestasi Kerja, Kompensasi dan Kepuasan Kerja, Hubungan Serikat Pekerja dengan perusahaan dan masalah pemberhantian, Audit dan Riset Sumber Daya Manusia, dan Motivasi.

RANGKUMAN BUKU FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN : SEBUAH PENGANTAR POPULER (JUJUN S. SURIASUMANTRI)


BAB I
KE ARAH PEMIKIRAN FILSAFAT
Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang dipelajari untuk bisa mengetahui segala sesuatu di dalam kehidupan. Sering kali seseorang mempunyai keinginan untuk mengetahui sesuatu. Sesuatu yang ingin diketahui itu ada dalam kehidupan sehari-hari. Ada kalanya, rasa ingin tahu itu hanya sekedar keingintahuan yang sebentar. Di sisi lain, terkadang ada juga seseorang yang ingin mengetahui suatu hal karena memang benar-benar ingin tahu. Sehingga dia akan mencari apa yang ingin diketahuinya itu sampai dia mendapatkannya. Setelah hal yang dicari itu didapatkan, itulah yang dinamakan ilmu pengetahuan. Ada lagi saat-saat ketika seseorang ingin mendapatkan suatu pengetahuan, orang itu akan menemui keraguan dalam mengambil keputusan. Rasa ragu-ragu inilah yang nantinya akan menghasilkan suatu kepastian. Pada saat rasa ingin tahu sesorang muncul dan menemui keraguan dalam membuat keputusan itulah yang memulai adanya filsafat.
 
BAB II
DASAR-DASAR PENGETAHUAN
Penalaran adalah proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Dalam mengambil kesimpulan diperlukan suatu pola berpikir untuk mendapatkan jawaban dari apa yang sedang dipikirkan. Pola berpikir tersebut adalah logika. Logika merupakan suatu rancangan berpikir yang bersifat lebih dari satu sudut pandang. Dalam mengambil kesimpulan, suatu pemikiran seseorang sangat mungkin berbeda dengan apa yang dipikirkan orang lain. Logika akan memengaruhi cara berpikir sesorang. Oleh karena itu, terkadang seseorang tidak konsisten dalam menjawab suatu permasalahan.
Dalam proses berpikir, penalaran akan membutuhkan sifat analitik. Kemampuan pikiran untuk menganalisa kejadian-kejadian dalam kehidupan akan membantu mendapatkan suatu kesimpulan. Sifat analitik akan menganalisa mana hal-hal yang diperlukan dan tidak diperlukan, mana hal yang baik dan buruk, serta yang umum dan khusus. Analisa akan dilakukan oleh pikiran, sehingga pikiran mampu untuk melakuan penalaran. Sementara itu, manusia akan mengembangkan pengetahuan dari penalarannya dengan bahasa, agar bisa lebih komunikatif.
Pengetahuan juga didasarkan atas logika. Logika memungkinkan manusia untuk bisa memisahkan hal-hal yang bersifat umum dan khusus. Selanjutnya manusia akan menggunakan dua metode dalam mengasah logikanya, yaitu deduktif dan induktif. Logika deduktif akan menarik hal-hal yang bersifat umum menjadi hal-hal yang bersifat khusus. Sedangkan logika induktif merupakan cara berpikir yang mengelompokkan hal-hal yang bersifat khusus menjadi hal yang bersifat lebih umum. Tujuan akhir dari kedua metode tersebut adalah untuk menarik sebuah kesimpulan.
Sumber pengetahuan merupakan asal mula pengetahuan itu berasal. Pengetahuan yang berasal dari pengetahuan yang besifat personal dan tidak bisa diramalkan disebut intuisi. Dalam intuisi, pengetahuan yang didapat muncul secara tiba-tiba tanpa melalui proses berpikir yang berliku-liku. Sedangkan pengetahuan yang berasal dari Tuhan disebut wahyu. Wahyu diturunkan oleh Tuhan melalui malaikat kemudian disampaikan kepada nabi dan rasul untuk disampaikan kepada manusia.

BAB III
ONTOLOGI : HAKIKAT APA YANG DIKAJI
Ontologi merupakan apa yang akan dikaji dalam ilmu pengetahuan atau hakikat apa yang dikaji. Apa di sini adalah mengenai objek dari suatu peristiwa. Dalam pembahasannya, ada metafisika yang membahas mengenai basic atau hal yang dasar. Faktor panca indera akan sangat berperan dalam mengkaji objek-objek dalam kehidupan. Panca indera akan membantu mengkaji mengenai teori keberadaan, dimana sesuatu yang ada pasti nyata dan ada.
Ada dua tafsiran utama tentang metafisika, yaitu mengenai pemikiran supernaturalisme dan naturalisme. Supernaturalisme berarti ada kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan kekuatan manusia yang ada pada dunia nyata. Dalam kehidupan, ada semacam wujud gaib yang berupa roh yang menjadi kepercayaan. Kepercayaan yang berdasarkan pemikiran supernaturalisme adalah animisme, dimana terdapat kepercayaan terhadap roh nenek moyang manusia. Ada juga tempat-tempat yang dianggap keramat, seperti pohon, jalan, dan air terjun. Sementara itu, pemikiran yang merupakan lawan dari supernaturalisme adalah pemikiran naturalisme, dimana orang beranggapan bahwa semua yang ada di alam ini terjadi dengan sendirinya yang merupakan proses di alam nyata. Aliran yang mengikuti pemikiran naturalisme ini adalah materialisme. Materialisme memandang segala sesuatu itu berdasarkan wujud bahwa sesuatu itu dianggap ada jika mempunyai wujud.
Adanya asumsi memungkinkan manusia untuk mengeluakan berbagai kemungkinan-kemungkinan untuk menjawab persoalan. Persoalan yang ada akan digunakan sebagai cara untuk memperoleh kesimpulan yang akan menjadi pengetahuan. Dalam menyelesaikan suatu permasalahan diperlukan adanya hukum, dimana hukum ini akan menjadi semacam aturan main agar bisa digunakan unuk menjadi pengatur dalam proses pemecahan masalah. Di dalam suatu asumsi biasanya terdapat pembatasan-pembatasan mengenai beberapa hal yang menjadi inti kajian. Sebagai contoh ilmu fisika mengasumsikan bahwa hal-hal yang dipelajari adalah mengenai keaadan fisik dan perhitungan di dalam alam semesta. Sedangkan sosiologi membatasi bahasannya pada perilaku dan tindakan masyarakat di dalam kehidupan.
Di dalam kehidupan, sifat ilmu tidak akan selamanya mutlak. Ketika ada suatu permasalahan, ilmu akan memunculkan beberapa kemungkinan-kemungkinan jawaban. Kemungkinan-kemungkinan inilah yang dinamakan probababilitas. Ada peluang untuk menyelesaikan permasalahan dengan alternatif jawaban yang lebih dari satu.

BAB IV
EPISTEMOLOGI : CARA MENDAPATKAN PENGETAHUAN YANG BENAR
Epistemologi merupakan cara untuk mendapatkan pengetahuan. Ketika kita ingin mengetahi sesuatu, kita akan mencari cara bagaimana kita bisa mengetahui tentang apa yang ingin kita ketahui. Itulah yang merupakan hakikat epistemologi.
Cara yang ingin kita gunakan dalam mendapatkan suatu pengetahuan bukan hanya sekedar cara yang penting kita bisa mengetahui sesuatu, namun bagaimana cara yang benar. Pada abad pertengahan, segala sesuatu yang diketahui dianggap sebagai pengetahuan. Konsep dasar pada waktu itu adalah kesamaan. Kemudian ketika berkembang abad penalaran, konsep dasar yang semula menggunakan kriteria kesamaan mulai berubah menjadi perbedaan. Pohon pengetahuan pun mulai membentuk cabang-cabang baru yang lebih kompleks. Pada saat itu juga terjadi diferensiasi bidang ilmu yang kemudian mulai mengerucut menjadi ilmu alam dan juga ilmu sosial.

BAB V
SARANA BERPIKIR ILMIAH
Sarana berpikir ilmiah merupakan kumpulan dari pengetahuan-pengetahuan. Berpikir merupakan proses bekerjanya akal. Berpikir dilakukan secara alamiah dan secara ilmiah. Berpikir secara alamiah dilakukan pada pola penalaran sehari-hari. Sementara itu, berpikir secara ilmiah menggunakan pola penalaran pada sarana tertentu. Dalam praktiknya, seorang peneliti atau ilmuan harus menggunakan pola pikir secara ilmiah. Tujuan akhir dari sarana berpikir ilmiah adalah agar seseorang dapat berpikir ilmiah dengan baik.
Alat-alat yang digunakan dalam sarana berpikir ilmiah adalah bahasa, matematika, dan statistika. Bahasa merupakan suatu komunikasi verbal. Manusia memerlukan bahasa karena bahasa adalah buah pikiran dari perasaan dan sikap. Bahasa digunakan untuk melakukaan komunikasi ilmiah. Simbol bahasa yang bersifat abstrak memungkinkan manusia untuk memikirkan sesuatu secara berlanjut. Dalam filsafat keilmuan fungsi, memikirkan sesuatu dalam benak tanpa objek yang sedang kita pikirkan membuat manusia berpikir terus menerus dan teratur serta mengkomunikasikan apa yang sedang dia pikirkan. Komunikasi ilmiah memberi informasi pengetahuan berbahasa dengan jelas bahwa makna yang terkandung dalam kata-kata yang digunakan dan diungkapkan secara tersusun (eksplisit) untuk mencegah pemberian makna yang lain. Karya ilmiah memerlukan tata bahasa yang menjadi aspek logis dan kreatif dari pikiran untuk mengungkapkan arti dan emosi dengan mempergunakan aturan-aturan tertentu. Sementara itu, matematika merupakan bahasa dalam bentuk lambang-lambang. Matematika dapat menutup kekurangan yang terdapat pada bahasa. Kelebihan dari matematika adalah dapat mengembangkan bahasa verbal secara kuantitatif. Contohnya, ketika bahasa mendeskripsikan paus adalah hewan yang besar dan berat, matematika langsung menjelaskan bahwa paus itu beratnya 2 ton. Bahasa verbal bersifat kualitatif dan apriori (asumsi). Matematika digunakan sebagai konsep pengukuran dalam exact sebagai daya prediksi. Sedangkan statistika adalah kombinasi bilangan aljabar yang dapat menarik kesimpulan secara umum. Statistika mampu memberikan kemampuan hubungan dua faktor kebetulan atau tidak dalam empiris.

BAB VI
AKSIOLOGI : NILAI KEGUNAAN ILMU
Aksiologi merupakan nilai kegunaan ilmu. Ilmu akan berguna bagi perkembangan peradaban manusia. Di dalam kehidupan, ilmu akan saling terkait dengan moral. Masalah moral tidak bisa dilepaskan dengan tekad manusia untuk menemukan kebenaran, sebab untuk menemukan kebenaran dan terlebih-lebih lagi untuk mempertahankan kebenaran, diperlukan keberanian moral. Sejarah kemanusiaan dihasi oleh semangat para martir yang rela mengorbankan nyawanya demi mempertahankan apa yang dianggap benar. Peradaban telah menyaksikan Sokrates dipaksa meminum racun dan John Huss dibakar. Sejarah tidak berhenti disini, kemanusiaan tidak pernah urung dihalangi untuk menemukan kebenaran. Tanpa landasan moral, ilmuwan rawan sekali dalam melakukan prostitusi intelektual.
Seorang ilmuan harus mempunyai tanggung jawab sosial. Bukan saja karena dia adalah warga masyarakat yang kepentingannya terlibat secara langsung di masyarakat, tetapi karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam keberlangsungan hidup manusia. Sikap sosial seorang ilmuan adalah konsisten dengan proses penelaahan keilmuan yang dilakukan. Sering dikatakan bahwa ilmu itu bebas dari sistem nilai. Ilmu itu sendiri netral dan para ilmuanlah yang memberikannya nilai.

BAB VII
ILMU DAN KEBUDAYAAN
Kebudayaan didefenisikan untuk pertama kali oleh E.B Taylor pada tahun 1871, lebih dari seratus tahun yang lalu, dalam bukunya Primitive Culture,  dimana kebudayaan diartikan sebagai keseluruhan yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat serta kemampuan kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Manusia dalam kehidupannya mempunyai kebutuhan yang banyak sekali. Untuk mendorong adanya kebutuhan hidup inilah yang mendorong manusia untuk melakukan berbagai tindakan dalam rangka pemenuhan kebutuhan tersebut. Dalam hal ini, menurut Ashley Montagu, kebudayaan mencerminkan tanggapan manusia terhadap kebutuhan dasar hidupnya. Manusia berbeda dengan binantang bukan hanya dalam banyaknya kebutuhan, namun juga dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Kebudayaanlah dalam konteks ini yang memberikan garis pemisah antara manusia dengan binatang.
Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan dan pengetahuan merupakan unsur dari kebudayaan. Kebudayaan disini merupakan seperangkat sistem nilai, tata hidup dan sarana bagi manusia dalam kehidupannya. Kebudayaan nasional merupakan kebudayaan yang mencerminkan aspirasi dan cita-cita suatu bangsa yang diwujudkan dengan kehidupan bernegara. Pegembangan kebudayaan nasional merupakan bagian dari kegiatan suatu bangsa, baik disadari atau tidak maupun dinyatakan secara eksplisit atau tidak.
Ilmu dan kebudayaan berada dalam posisi yang saling tergantung dan saling memengaruhi. Pada satu pihak pengembangan ilmu dalam suat masayarakat tergantung dari kondisi kebudayaannya. Sedangkan dipihak lain, pengembangan ilmu akan memengaruhi jalannya kebudayaan.

BAB VIII
ILMU DAN BAHASA
Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan. Dalam perkembangannya, ilmu telah mengerucut menjadi ilmu alam dan ilmu sosial. Kedua ilmu tersebut tidak memiliki perbedaan secara signifikan. Secara ontologis, epistemologis, dan aksiologis, ilmu alam dan ilmu sosial sama.
Bahasa pada hakekatnya mempunyai dua fungsi utama yaitu pertama sebagai sarana komunikasi antarmanusia, dan kedua, sebagai sarana budaya yang mempersatukan kelompok manusia yang mempergunakan bahasa tersebut. Fungsi yang pertama dapat kita sebutkan sebagai fungsi komunikatif, sedangkan fungsi yang kedua sebagai fungsi yang kohesif atau integratif. Pengembangan sebuah bahasa haruslah memperhatikan kedua fungsi ini agar terjadi keseimbangan yang saling menunjang dalam pertumbuhannya. Seperti juga manusia yang mempergunakan bahasa harus terus tumbuh dan berkembang seiring dengan pergantian zaman.

Kamis, 01 Oktober 2015

Resensi Buku: Sosiologi Konsep dan Teori

Judul : Sosiologi Konsep dan Teori
Pengarang : Prof. Dr. C. Dewi Wulansari, SH., MH., SE., MM
Penerbit : PT. Refika Aditama
Tempat Terbit : Bandung
Tahun Terbit : 2009
Cetakan : Pertama, Agustus 2009
Ukuran : 160 x 240 cm
Jumlah Halaman : ix, 219 hlm
ISBN : 979-1073-78-3

Telah banyak buku-buku teks sosiologi umum yang ditulis dan diterbitkan, dan buku sosiologi konsep dan teori yang ditulis ini adalah menyajikan titik-titik penekanan dasar yang perlu diketahui oleh seorang mahasiswa untuk nantinya dipelajari lebih lanjut pada jurusan sosiologi atau dengan mempelajarinya langsung dari masyarakat, dengan sebelumnya memafhumkan diri pada konsep dan teori yang ada. Buku ini terdiri dari enam bab yang membahas sosiologi dengan warna filsafat secara ontologi, epistemologi, hingga ke aksiologi, adapun bab-bab dimaksud antara lain sebagai berikut.

Bab pertama adalah ruang lingkup dan tujuan bahasan yang memuat lingkup pokok bahasan dan tujuan bahasan sosiologi umum. Bab kedua adalah tentang ilmu pengetahuan yang membahas manusia sebagai homo sapiens, pengetahuan dan ilmu pengetahuan, batasan ilmu pengetahuan, syarat-syarat atau ciri-ciri ilmu pengetahuan, klasifikasi ilmu pengetahuan, sumber ilmu pengetahuan, serta manfaat ilmu pengetahuan. Bab ketiga adalah pengenalan sosiologi yang berisi batasan sosiologi, obyek sosiologi, karakteristik sosiologi sebagai ilmu pengetahuan, sosiologi sebagai ilmu pengetahuan masyarakat, sosiologi di tengah ilmu sosial lainnya, sejarah dan tokoh yang membidani lahirnya sosiologi, perspektif atau paradigma sosiologi, ruang lingkup sosiologi, pendekatan sosiologi, metode sosiologi, serta gambaran sosiologi di Indonesia. Bab keempat adalah konsep-konsep dasar sosiologi yang berisi interaksi sosial, struktur sosial, dan perubahan sosial.

Pada interaksi sosial menjelaskan tentang batasan interaksi sosial, interaksi sebagai dasar proses sosial, syarat-syarat terjadinya interaksi sosial, ciri-ciri interaksi sosial, bentuk-bentuk interaksi sosial, interaksi individu dengan lingkungannya, guna mengetahui tentang interaksi sosial, sosialisasi dan pemaknaan sebagai akibat adanya interaksi sosial dalam proses sosial. Pada struktur sosial menjelaskan tentang batasan struktur sosial dan unsur-unsur pokoknya, kelompok sosial, kebudayaan, lembaga sosial atau institusi sosial, dan lapisan sosial atau stratifikasi sosial. Pada perubahan sosial menjelaskan tentang batasan perubahan sosial, sebab-sebab terjadinya perubahan sosial, faktor pendorong terjadinya perubahan sosial, faktor penghambat terjadinya perubahan sosial, proses perubahan sosial, bentuk-bentuk perubahan sosial, perlunya perubahan sosial, serta teori tentang perubahan sosial. Bab kelima adalah teori-teori sosiologi yang berisi tentang teori evolusi sosial, teori fungsionalisme struktural, teori konflik, dan teori interaksionisme simbolik. Bab keenam adalah kegunaan studi sosiologi yang menjelaskan mengenai kegunaan studi sosiologi dalam kehidupan sosial, kegunaan sosiologi dalam penelitian dan ilmu pengetahuan, kegunaan studi sosiologi dalam pembangunan, dan peran sosiologi dalam kehidupan sosial.

Buku ini begitu berbeda dengan buku-buku sosiologi umum lainnya yang lebih tebal, ringkas halaman dan pembahasannya hanya memfokuskan pada hal-hal inti yang perlu dan sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari menjadikannya sebagai salah satu referensi yang layak untuk dibaca oleh mereka yang hendak mengetahui konsep dan teori sosiologi pada tataran pengenalan awal.

Resenai Buku: Kapitalisme dan Teori Sosial Modern; Suatu Analisis Karya Tulis Marx, Durkheim, dan Max Weber

Judul : Kapitalisme dan Teori Sosial Modern; Suatu Analisis Karya Tulis Marx, Durkheim, dan Max Weber
Pengarang : Anthony Giddens
Penerbit : Penerbit Universitas Indonesia (UI Press)
Tempat Terbit : Jakarta, Indonesia
Tahun Terbit : 1986
Cetakan : Pertama
Ukuran : 150 x 230 cm
Jumlah Halaman : xxii, 320 hlm
ISBN : 979-8034-29-5

Anthony Giddens, merupakan seorang tokoh sosiologi yang terkenal dengan pemikiran jalan tengahnya dalam menengahi perseteruan pemikiran sosial yang terlibat dalam tesis, sintesis, anti tesis, hingga ke tesis yang baru, pada penggolongan teori sosialnya. Giddens sendiri belum bisa lepas dari bayang-bayang pemikiran besar tokoh teori sosilogi klasik seperti Marx, Durkheim, dan juga Weber. Hal ini terbukti dengan digunakannya karya tulis ketiga tokoh tersebut dalam menganalisis kapitalisme dan teori sosiologi modern yang ia buat.

Resensi singkat ini hendak menghantarkan pembaca bahwa antara Marx, Durkheim, dan Weber, sama-sama mencurahkan perhatian terhadap terbentuknya kapitalisme yang kemudian disajikan sebagai teori untuk menjelaskan fenomena kapitalisme. Marx dengan dialektika materialisme historisnya menjelaskan bagaimana upaya mendapatkan materi membuat orang-orang berupaya untuk memproduksi barang dengan menggunakan segala sumberdaya termasuk manusia (pekerja), yang dengan desain struktur sedemikian rupa, pekerja menjadi miskin terkuras dan terhisap, sementara pemilik usaha menjadi semakin kaya, hal inilah yang kemudian menciptakan kapitalisme, pemupukan juga penumpukan modal (kapital) pada segelintir kalangan. Weber dengan tindakan rasionalitasnya menjelaskan bahwa kapitalisme tumbuh dan berkembang karena adanya etika protestan yang mengharuskan pemeluknya untuk bekerja giat di dunia untuk mencapai tujuan hidup bahagia bersama-sama dengan tuhannya di akhirat kelak, yang mana hal tersebut tidak akan tercapai manakala dalam kehidupan di dunia tidak berhasil menjadi kaya, sebaliknya miskin dianggap sebagai malapetaka. Hal itulah yang membuat orang berlomba-lomba membuat diri menjadi kaya, pada akhirnya hanya sedikit yang sampai pada predikat itu. Jika Marx dan Weber memfokuskan perhatian pada kapitalisme dari sisi ontologi, maka Durkheim lebih berada pada sisi epistemologi, yang mana tergambar dalam teorinya yang berjudul division of labour dan suicide, yakni pembagian kerja dan bunuh diri. Pembagian kerja adalah fokus perhatian Durkheim pada masyarakat industri ketika kapitalisme telah merebak, sedangkan bunuh diri sebagai sebuah fenomena merebak luas dan ditenggarai oleh karena tingginya tuntutan hidup berbanding terbalik dengan ketidakmampuan diri dalam memenuhi tuntutan tersebut.

Buku kapitalisme dan teori sosial modern mengajarkan kepada pembaca bagaimana melihat fenomena yang ada di masyarakat dengan menggunakan perspektif sosiologi sebagaimana yang telah pernah diajukan oleh tokoh-tokoh sosiologis, dengan memakai paradigma sosiologis maka akan terasa semua fenomena sosial dapat dijelaskan untuk kemudian diketahui makna dari adanya suatu kejadian (tindakan).

Resensi Buku: Teori Sosial dari Klasik Sampai Postmodern

Tulisan yang disajikan oleh Turner sesungguhnya hendak mengungkap apa yang dimaksud dengan teori sosial sejak masa klasik hingga postmodern, tentunya dari sudut pandangnya, dengan mengambil teori-teori yang dianggapnya masih cukup relevan untuk diketahui oleh generasi hari ini. Sebenarnya antara teori yang satu dengan teori yang lain masih memiliki keterkaitan, lahirnya sebuah teori biasanya lebih disebabkan karena upaya berpikir keras yang dilakukan oleh para ahli teori sosial untuk mengisi celah yang kosong dan tidak mampu dijawab oleh penemu teori sebelumnya. Sangat banyak teori sosial yang telah dicetuskan para cendekiawan tetapi tidak semuanya ditampilkan dalam buku ini. Buku ini merupakan bunga rampai tulisan dari para pengusung teori masing-masing yang dijelaskan dalam bentuk bahasa yang lebih ringkasi dari edisi buku aslinya yang tentunya lebih tebal. Buku ini ditulis oleh Turner terbagi dalam 5 bagian dan 28 bab.

Bagian pertama mengenai dasar-dasar, berisi tentang dasar-dasar teori sosial, teori sosiologi kontemporer: perkembangan-perkembangan pasca parsons, dan filsafat ilmu-ilmu sosial. Pada dasar-dasar teori sosial menjelaskan mengenai dialektika filsafat pemikiran sosial antara Karl Marx, Emile Durkheim, Hegel, Auguste Comte, Herbert Spencer, Sigmun Freud dan Max Weber. Pada bagian teori sosiologi kontemporer: perkembangan-perkembangan pasca parsons adalah mengetengahkan mengenai lompatan-lompatan pemikiran sosial setelah Talcott Parsons mengemukakan teori sistem sosialnya yang menjadi peniup semakin berkibarnya api ilmu sosial dan menyebar ke berbagai ilmuwan di sisi bumi yang berbeda dengan cara pandang masing-masing. Bab ketiga mengenai filsafat ilmu-ilmu sosial, yang mengetengahkan tentang model naturalis, model fondasionalis, falsifikasionisme, realisme kritis, makna, bahasa, kritik yang dilihat dari tata hermeneutika, filsafat Wittgensteinian, filsafat dan anti fondasionalisme, serta teori jaringan aktor.

Bagian kedua mengenai tindakan, aktor, dan sistem, yang berisi tentang teori-teori tindakan sosial, fungsionalisme dan teori sistem-sistem sosial, strukturalisme dan postrukturalisme, teori jaringan aktor dan semiotika material, etnometodologi dan teori sosial, serta teori pilihan rasional. Pada teori-teori tindakan sosial dipandang dari sudut beberapa tokoh sosiologi, antara lain Marx, Weber, Parsons, Garfinkel, Giddens, Bourdieu, Sayer, Habermas, Emisbayer, Mische, dan Merton, yang diurai dalam skema struktur sosial. Pada bab fungsionalisme dan teori sistem-sistem sosial adalah menyajikan mengenai dasar-dasar analisis fungsional, fungsionalisme sebagai ilmu sosial yang normal, program kuat sosiologi pada teori sistem-sistem sosial, analisis sistem-sistem sosial, upaya meradikalkan fungsionalisme melalui teori Niklas Luhmann tentang sistem-sistem sosial. Pada bab mengenai strukturalisme dan post-strukturalisme adalah mengungkap strukturalisme dalam ilmu-ilmu sosial, budaya, dan humaniora, macam-macam strukturalisme dan kritik-kritik lainnya terhadap strukturalisme, habitus Bourdieu dan teori strukturalisme Giddesns. Pada bab mengenai teori jaringan aktor dan semiotika material adalah menjelaskan tentang teori jaringan aktor yang dideskripsikan sebagai suatu abstraksi, pendekatan jaringan aktor tidak dikatakan sebagai sebuah teori, suatu diaspora dalam jaringan aktor adalah bertumpang tindih dengan tradisi-tradisi intelektual lainnya, dan teks dan seluruh dunia adalah bersifat relasional. Pada bab etnometodologi dan teori sosial adalah menjelaskan tentang etnometodologi yang bersandar pada karya-karya Parsons melalui alat bantu analisis ilmu filsafat. Pada bab Teori Pilihan Rasional dijelaskan fenomena sosial yang menjadi akibat atau konsekuensi atas seperangkat pernyataan yang harus bisa diterima sepenuhnya dengan mudah, teori sosiologi yang baik adalah teori yang dapat menafsirkan segala fenomena sosial sebagai hasil dari tindakan-tindakan individu, dan tindakan-tindakan haruslah dianalisis sebagai tindakan yang rasional.

Bagian ketiga mengenai perspektif-perspektif dalam analisis sosial dan budaya, berisi pragmatism dan interaksionisme simbolik, fenomenologi, teori feminis, teori sosial postmodern, konstruksi sosial, analisis percakapan sebagai teori sosial, serta teori globalisasi. Bab mengenai pragmatism dan interaksionisme simbolik adalah mengemukakan tentang bagaimana konsekuensi atas tindakan praktis yang dapat dianalisis dari sisi interaksionisme simbolik, dan teori pilihan rasional. Bab yang membahas tentang fenomenologi adalah mencoba mengurai ranah yang cenderung dipandang ambigu dan hendak menyana bagaimana sebuah fenomena sosial terjadi serta apakah akan berulang pada masa yang akan datang. Bab mengenai teori feminis adalah menjelaskan tentang bagaimana pembahasan atas feminisme yang baru muncul dalam kurun waktu setengah abad terakhir dan terjadi dalam beberapa tahapan hingga saat ini. Pada bab mengenai teori sosial postmodernisme adalah mengetengahkan mengenai radikalisme epistemologi yang secara kritis mempertanyakan warisan pemikiran masa pencerahan di Eropa. Bab selanjutnya adalah konstruksionisme sosial yang membahas tentang berbagai hal dalam upaya mengkonstruksi masyarakat mulai dari kerangka pemikiran Durkheim, Weber, hingga Marx. Bab lanjutan adalah analisis percakapan sebagai teori sosial yang hendak menjelaskan tentang hal ikhwan percakapan yang dianalisis lalu melahirkan teori sosial dalam kurun waktu beberapa dekade pada abad ke-20, yang dapat dilihat secara struktural, dengan berbagai tahapan-tahapannya. Bab selanjutnya adalah teori globalisasi yang dapat dilihat dari berbagai perspektif mulai dari sisi kebudayaan, sistem dunia, dan teori politik dunia.

Bagian keempat mengenai sosiologi dan ilmu-ilmu sosial yang berisi tentang genetika dan teori sosial, sosiologi ekonomi, sosiologi kebudayaan, sosiologi historis, sosiologi agama, demografi, studi teknologi dan sains: dari kontraversi ke teori sosial posthumanis. Bab genetika dan teori sosial adalah perspektif baru dalam memandang ilmu sosial yang mencampur antara biologi dengan sosiologi. Bab selanjutnya adalah sosiologi ekonomi yang membahas mengenai bagaimana kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Bab selanjutnya adalah sosiologi kebudayaan yang berisi tentang makna yang bersifat relasional, bahwa makna dari simbol-simbol, kata-kata, majas-majas, metafora-metafora, ideologi-ideologi, dan sebagaianya muncul dan berkembang seirama dengan atau berbeda dari makna-makna lain yang memiliki arti penting sosial lainnya, namun terkait khusus dengan istilah-istilah sosiologi seperti struktur, tindakan, serta konflik. Bab selanjutnya adalah sosiologi historis, yang membahas tentang bagaimana masyarakat membuat sejarah dalam berbagai bidang kehidupannya, sehingga terkadang diapresiasi bahwa semua jenis sosiologi adalah sosiologi sejarah. Bab selanjutnya yakni membahas sosiologi agama yang berisi tentang hubungan antara agama dengan masyarakat, sebagaimana yang terkenal dalam sosiologi pada aras Marx yang mengaitkan agama dengan image pelemahan kaum pekerja terhadap kelas borjuis dan agama dengan spirit kapitalisme sebagaimana yang disampaikan oleh Weber. Bab selanjutnya adalah demografi yang membahas tentang hal-hal seputar bertambah atau berkurangnya jumlah anggota masyarakat yang disebabkan oleh adanya kelahiran, kematian, dan berpindahnya dari satu tempat ke tempat lainnya, yang mana itu semua dipengaruhi oleh banyak faktor. Bab tentang demografi pula mengetengahkan prediksi kondisi masyarakat dalam kurun waktu ke depan sesuai dengan potensi penduduk yang telah ada. Bab selanjutnya adalah studi teknologi dan sains: dari kontraversi ke teori sosial posthumanis, yang membahas tentang studi teknologi dan sains yang juga memiliki titik pertemuan dengan ilmu sosial yaitu pada hal-hal yang kemudian menjadi fenomena sosial.

Bagian kelima mengenai berbagai perkembangan terbaru yang berisi tentang mobilitas dan teori sosial, teori sosiologi dan hak azasi manusia: dua logika satu dunia, sosiologi tubuh, kosmopolitanisme dan teori sosial, serta masa depan teori sosial. Bab mobilitas dan teori sosial sebagai salah satu dari tiga pembahasan dalam demografi, mengerucut pada sisi bagaimana memahami mengapa manusia bisa berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya melalui studi sosiologi (menggunakan teori sosiologi). Bab Teori sosiologi dan hak asasi manusia: dua logika, satu dunia adalah mengetengahkan tentang pertentangan dua logika masyarakat dunia yang realitasnya ada dan dijalankan tetapi berada di satu tempat yakni dunia, seharusnya dua logika yang saling bertentangan itu tidak sampai terjadi tetapi dengan historikal rasionalitasnya masing-masing nyatanya ada dan berjalan. Bab selanjutnya adalah sosiologi tubuh yang menjelaskan tentang pemahaman kealamian tubuh yang dikonstruksi secara sosial sebagai sebuah fakta sosial. Bab selanjutnya adalah kosmopolitanisme dan teori sosial yang menjelaskan tentang hubungan antara kosmopolitanisme dengan teori sosiologi pada masa klasik yang mana memandang modernitas sebagai fenomena dunia, teori sosiologi modern yang memandang sistem sosial dan masyarakat industrial, teori sosiologi kontemporer yang mengarahkan menuju pendekatan eksplisit yang kosmopolitan. Bab terakhir mengetengahkan tentang masa depan teori sosial yang mana diperkirakan masih akan terus berubah seiring dengan perkembangan dinamika kehidupan manusia dan alam yang ditempatinya.

Resensi Buku: Anatomi dan Perkembangan Teori Sosial

Judul : Anatomi dan Perkembangan Teori Sosial
Editor : Bagong Suyanto dan M. Khusna Amal
Penerbit : Aditya Media Publishing
Tempat Terbit : Malang, Indonesia
Tahun Terbit : Agustus, 2010
Cetakan : Pertama
Ukuran : 155 x 230 mm
Jumlah Halaman : xxxii, 475 hlm
ISBN : 978-979-3984-34-6

Buku ini terdiri atas 19 bab, yang setiap bab membahas satu konsep teori dengan memakai kerangka yang sudah digariskan oleh Ramlan Surbakti. Adapun kerangka dimaksud memuat 14 hal, antara lain konteks sosial yang melatarbelakangi, realitas sosial yang melahirkan, pengaruh pemikiran dan atau teori, latar belakang pribadi dan sosial teoritisasi, pertanyaan yang diajukan, jenis penjelasan, kata kunci dan proposisi, jenis realitas sosial, lingkup realitas sosial, siapa aktor otonom, lokus penjelasan yang otonom, asumsi tentang individu dan masyarakat, metodologi yang digunakan, bias nilai, kepentingan ekonomi serta politik yang pada akhirnya menjadi penyusun dari kerangka state of the art yang dibuat.

Bab 1 adalah mengenai teori Immanuel Wallerstein tntang The Modern World System yang ditulis oleh Bambang Kuncoro, Bab 2 adalah mengenai teori hegemoni Antonio Gramsci yang ditulis oleh Bagong Suyanto, Bab 3 adalah mengenai teori sosial neo marxian yang ditulis oleh Sutinah, Bab 4 adalah mengenai teori kritis (di antara keberagaman pemikiran dan tuntutan menyikapi isu kekinian) yang ditulis oleh Bagong Suyatno, Bab 5 adalah mengenai teori sosial construction of reality Peter L. Berger dan Thomas Luckman yang ditulis oleh Endang Sriningsih, Bab 6 adalah mengenai teori Dramaturgi Erving Goffman yang ditulis oleh Suko Widodo, Bab 7 adalah mengenai etnometodologi Harold Garfinkel yang ditulis oleh M. Khusna Amal, Bab 8 adalah mengenai Etnometodologi: Perkembangan dan perdebatannya yang ditulis oleh M. Khusna Amal, Bab 9 adalah mengenai Teori pertukaran George Homans yang ditulis oleh M. Khusna Amal, Bab 10 adalah mengenai Teori Pertukaran Sosial yang ditulis oleh M. Khusna Amal, Bab 11 adalah mengenai feminisme dan subordinasi perempuan yang ditulis oleh Andi Suwarko, Bab 12 adalah mengenai teori the McDonalization os Society George Ritzer yang ditulis oleh Trikuntasari Dianpratiwi, Bab 13 adalah mengenai Teori Tindakan Komunikatif Jurgen Habermas, Bab 14 adalah mengenai Teori Strukturalisme Claude Levis Strauss yang ditulis oleh Sindung Haryanto, Bab 15 adalah mengenai Arkeologi Pengetahuan Michel Foucault yang ditulis oleh Suharnadji, Bab 16 adalah mengenai Teori Sumulation Jean Baudrillard yang ditulis oleh Sutinah, Bab 17 adalah mengenai Habitus dan Ranah: Proyek Intelektual Pierre Bourdieu membangun Teori Struktural Genetik yang ditulis oleh Rindawati, Bab 18 adalah mengenai Teori Postmodern Empiris yang ditulis oleh Bagong Suyanto, dan Bab 19 adalah mengenai Kontekstual Teoritis (Epilog) yang ditulis oleh Prof. Dr. Hotmanm M. Siahaan.