Diskusi interaksionisme simbolik ini kita mulai dengan
Mead (Shalin, 2000). Dua akar intelektual terpenting dari karya Mead pada
khususnya, dan interaksionisme simbolik pada umumnya, adalah filsafat
pragmatisme dan behaviorisme psikologis (Joas, 1985; Rock, 1979).
Pragmatisme
Pragmatisme adalah pemikiran filsafat yang meliputi
banyak hal. Ada beberapa aspek pragmatisme yng mempengaruhi orietasi sosiologis
yang dikembangkan oleh Mead (Chargon, 2000; Joas, 1993). Pertama, menurut
pemikiran pragmatisme, realitas sebenarnya tak berada “di Luar”
dunia nyata; realitas “diciptakan secara aktif saat kita bertindak di dalam dan
terhadap dunia nyata” (Hewitt, 1984:8; Lihat juga Shalin, 1986). Kedua, manusia
mengingat dan mendasarkan pengetahuan mereka mengenai dunia nyata pada apa yang
telah terbukti berguna bagi mereka. Ada kemungkinan mereka mengganti apa-apa
yang tidak lagi “bekerja”. Ketiga, manusia mendefinisikan
“objek” sosial dan fisik yang mereka temui di dunia nyata menurut kegunaannya
bagi mereka. Keempat, bila kita ingin memahami aktor, kita
harus mendasarkan pemahaman itu di atas apa-apa yang sebenarnya mereka kerjakan
dalam dunia nyata. Ada tiga hal yang penting bagi interaksionisme simbolik :
1) Memusatkan
perhatian pada interaksi antara aktor dan dunia nyata.
2) Memandang
baik aktor maupun dunia nyata sebagai proses dinamis dan bukan sebagai struktur
yang statis.
3) Arti penting
yang di hubungkan kepada kemampuan aktor untuk menafsikan kehidupan sosial.
Poin terakhir adalah yang paling menonjol dalam karya
filosof pragmatis John Dewey (Sjoberg et al., 1997). Dewey tak membayangkan
pikiran sebagai sesuatu atau struktur, tetapi lebih membayangkan sebagai proses
berpikir yang meliputi serentetan tahapan. Tahapan proses berpikir itu mencakup
pendefinisian objek dalam dunia sosial, melukiskan kemungkinan cara bertindak,
menghilangkan kemungkinan yang tak dapat dipercaya dan memilih cara bertindak
yang optimal (Stryker, 1980) pemusatan perhatian pada proses berpikir ini
sangat berpengaruh dalam perkembangan interaksionisme simbolik.
Sebenarnya David Lewis dan Richard Smith menyatakan
bahwa Dewey (bersama dengan Wiliam James; lihat Musolf, 1994) lebih besar
pengaruhnya dalam perkembangan interaksionisme simbolik ketimbang Mead. Lebih
jauh mereka mengatakan : “pemikiran Mead berada di pinggiran aliran utama
sosiologi Chicago awal” (Lewid dan Smith, 1980:xix). Dalam membuat argumen ini
mereka membedakan antara dua cabang pragmatisme – “Realisme Filosofi”
(dihubungkan dengan Mead) dan “ Pragmatisme Nominalis” (dihubungkan dengan
Dewey dan James). Menurut pandangan mereka, interaksionisme simbolik lebih
bnayak dipengaruhi oleh pendekatan nominalis dan bahkan tak konsisten dengan
pemikiran filsafat realisme. Pendirian nominalis adalah bahwa meski ada
fenomena tingkat makro, namun hal itu tidak mempunyai “pengaruh yang independen
dan menetukan terhadap kesadarn dan perilaku individual” (Lewis dan Smith,
1980:24). Lebih positif lagi, pandangna ini “membayangkan individu itu sendiri
sebagai agen yang bebas secara eksistensial, yang menerima, menolak,
memodifikasi, atau sebaliknya ‘mendefinisikan’ norma, peran, dan keyakinan
komunitas menurut kepentingan mereka sendiri dan rencana waktu” (Lewis dan
Smith, 1980:24). Sebaliknya, pemikir realisme sosial menekankan pada masyarakat
dan cara terbentuknya, dan cara masyarakat mengontrol proses mental individual.
Aktor tak dibayangkan sebagai agen yang bebas; aktor, dan kesadaran dan
perilaku mereka, dikendalikan oleh komunitas yang lebih luas.
Secara teoritis, Lewis dan Smith menagkap esensi
perbedaan mereka : “Blumer.... bergerak sepenuhnya menuju interaksionisme
psikis... berbeda dengan behavioris sosial Meaadian, interaksionisme psikis
berpendiian bahwa makna simbol-simbol tidak universal dan objektif dalam arti
makna-makna itu “dilekatkan” pada simbol oleh penerima sesuai dengan cara
ia pilih untuk menafsirkannya (Lewis dan Smith, 1980:172).
Behaviorisme
Lewis dan Smith menafsirkan bahwa Mead dipengaruhi
oleh behaviorisme psikologis (Baldwin, 1986, 1988a, 1988b), sebuah perspektif
yang juga membawanya ke arah realis dan empiris. Mead sebenarnya menyebu basis
pemikirannya sebagai behaviorisme sosial untuk membedakannya dari
behaviorisme radikal dari John B. Watson (salah seorang murid Mead).
Behaviorisme radikal Watson (Bucley, 1989) memusatkan
perhatian pada perilaku individual yang dapat diamati. Sasaran perhatiannya
adalah pada stimuli atau perilaku yang mendatang respon. Penganut behaviorisme
radikal menyangkal atau tak mau menghubungkan proses mental tersembunyi yang
terjadi di antara saat stimuli dipakai dan respon dipancarkan. Mead mengakui
arti penting perilaku yang dapat diamati, tetapi dia juga merasa bahwa ada
aspek arti penting perilaku yang dapat diamati, tetapi dia juga merasa bahwa
ada aspek tersembunyi dari perilaku yang diabaikan oleh behavorisme radikal.
Tetapi, karena dia menerima empirisme yang merupakan dasar dari behavorisme,
mead tidak sekedar ingin berfilsafat tentang fenomena tersembunyi ini. Ia lebih
berupaya mengembangkan ilmu pengetahuan empiris behaviorisme terhadap fenomena
itu yakni terhadap apa yang terjadi antara stimulus dan respon. Bernard Meltzer
merangkum pemikiran Mead.
Menurut Mead, unit studi adalah “tindakan” yang
terdiri dari aspek tersembunyi dan yang terbuka dari tindakan manusia. Di dalam
tindakan itulah semua kategori psikologis tradisional dan ortodoks menemukan
tempatnya. Perhatian, persepsi, imajinasi, alasan, emosi, dan sebagainya
dilihat sebagai bagian dari tindakan.... karenanya tindakan meliputi
keseluruhan proses yang terlibat dalam aktivitas manusia (Meltzer, 1964/
1978:23).
Mead dan Behavioris radikal juga berbeda pandangan
mengenai hubungan antara perilaku manusia dan perilaku binatang. Sementara
behavioris radikal cenderung melihat tak ada perbedaan antara perilaku manusia
dan binatang, Mead mengatakan adanya perbedaan kualitatif yang signifikan.
Kunci perbedaannya adalah bahwa manusia mempunyai kapasitas mental yang
memungkinkannya menggunakan bahasa antara stimulus dan respon untuk memutuskan
bagaimana cara merespon.
Mead juga menunjukkan utang budinya kepada
behaviorisme Watsonian dan sekaligus menjauhkan pendiriannya dari aliran itu.
Mead menjelaskan pendiriannya ini ketika ia menyatakan bahwa di satu pihak
“kita akan mendekati bidang ini (psikologi sosial) dari sudut pandang behavioristik”.
Di lain pihak, Mead mengkritik pendirian Watson ketika menyatakan,
“Behaviorisme yang akan kita gunakan itu jauh lebih memadai daripada yang
digunakan Witson”(1934/1962:2).
Charel Morris dalam pengantarnya untuk buku
Mead, Mind, Self and Society, menyebutkan satu per satu tiga
perbedaan mendasar Mead dan Watson. Pertama, Mead menganggap
pemusatan perhatian Watson terhadap perilaku terlalu disederhanakan. Karena itu
ia menuduh Watson merenggut perilaku keluar konteks sosialnya yang lebih luas.
Mead ingin memperlakukan perilaku sebagai kbagian kecil dari kehidupan sosial
yang lebih luas.
Kedua, Mead menuduh Watson tak berkeinginan memperluas
behaviorisme ke proses mental. Watson tak memahami proses mental dan kesadaran
aktor. Mead membandingkan perpektifnya dengan perspektif Watson : “perspektif
saya adalah perspektif behavioristik, tetapi berbeda dengan behaviorisme
Watsonian, perspektif saya mengakui bagian tindakan yang tak dapat diamati
secara eksternal” (1934/1962:8). Lebih tepat lagi, Mead memandang tugasnya
adalah mengembangkan prinsip-prinsip behaviorisme Watson sehingga mencakup
proses mental.
Terakhir, karena Watson menolak variabel pikiran, Mead
memandangnya mempunyai citra pasif tentang aktor sebagai boneka. Mead,
sebaliknya, mempunyai citra yang jauh lebih dinamis dan kreatif tentang aktor
inilah yang menyebabkannya menarik perhatian penganut interaksionis-simbolik
yang kemudian.
Pragmatisme dan behaviorism, terutama dalam teori
Dewey dan Mead, diajarkan ke banyak mahasiswa di Universitas Chicago, terutama
pada 1920-an. Mahasiswa-mahasiswa itu, di antaranya adalah Herbert Blumer,
membangun interaksionisme-simbolik. Tentu saja ada teoritis lain yang
mempengaruhi mahasiswa ini, dan yang terpenting di antaranya adalah Georg
Simmel. Perhatian Simmel terhadap entuk-bentuk tindakan dan interaksi adalah
sesuai dengan, dan merupakan perluasan dari teori Meadian.
Antara Reduksionisme dan Sosiologisme
Blumer menciptakan istilah interaksionisme-simbolik tahun
1937 dan menulis beberapa esai yang menjadi instrumen penting bagi
perkembngannya. Sementara Mead berupaya membedakan interaksionisme-simbolik
yang baru lahir itu dari behaviorisme, Blumer melihat interaksionisme-simbolik
berperang di dua front. Pertama adalah behaviorisme-reduksionis yang membuat
Mead cemas. Masih ada lagi ancaman serius yang berasal dari teori sosiologi
berskala luas terutama fungsionalisme struktural. Menurut Blumer, baik
behaviorisme maupun fungsionalisme struktural sama-sama cenderung memusatkan
perhatian pada faktor yang melahirkan perilaku manusia (contohnya, stimulus
dari luar dan norma). Menurut Blumer, kedua perspektif teori itu mengabaikan
proses penting yang memberikan aktor kekuatan bertindak terhadapya dan yang
memberikan makna atas perilakunya sendiri (Morrione, 1988).
Menurut Blumer, kaum behavioris, dengan penekanan
mereka pada tampak stimuli eksternal terhadap perilaku indiividu, jelas
merupakan reduksionis psikologis. Di samping bahaviorisme, beberapa tipe
reduksionisme psikologis yang lain mengganggu Blumer. Sebagai contoh, ia
mengkritik teoritis yang mencoba menerangkan tindakan manusia dengan bersandar
pada gagasan konvensional tentang konsep “sikap” (Blumer, 1955/ 1969:94).
Menurut pandangannya, sebagian besar teoritisi yang menggunakan konsep sikap
itu mengira sikap sebagai sebuah kecenderungan yang telah teroorgnisir di dalam
diri aktor. Mereka cenderung mengira tindakan dipaksakan oleh sikap. Menurut
Blumer, ini adalah cara berpikir yang sangat mekanistis. Yang penting bukanlah
sikap sebagai kecenderungan yang diinternalisasikan, “tetapi proses yang
menentukan yang dilalui aktor dalam menempa tindakannya” (Blumer,
1955)1969:97). Blumer pun secara khusus mengkritik teoritis yang memusatkan
perhatian pada motif yang disadari dan yang tak disadari. Ia terutama terganggu
oleh pandangan mereka yang menyatakan aktor dipaksa oleh dorongan mentalistis
independen yang menurut mereka tak terkontrol. Teori Freudian yang melihat
aktor dipaksa oleh kekuatan seperti id atau libido adalah contoh teoori
psikologi yang ditentang Blumer. Singkatnya, Blumer menentang teori psikologi
yang mengabaikan proses yang dengannya aktor membangun makna fakta bahwa aktor
mempunyai diri dan menghubungkan dirinya itu dengan dirinya sendiri. Kritik
umum Blumer serupa dengan kritik Mead, tetapi Blumer mengembangkan kritikannya
melampaui behaviorisme dengan memasukkan bentuk-bentuk reduksionisme-psikologis
yang lain.
Blumer juga menentang teori sosiologi (terutama
fungsionalisme struktural) yang memandang perilaku individu ditentukan oleh kekuatan
eksternal berskala luas. Ke dalam kategori teori sosiologi yang ditetangnya ini
Blumer memasukkan teori-teori yang memusatkan perhatian pada aktor
sosial-struktural dan sosial-kultural seperti “sistem sosial”, “struktur
sosial”, “kultur”, ”posisi status”, ”peran sosial”, ”adat”, ”institusi”, ”perwakilan
kolektif”, ”situasi sosial”, ”norma sosial”, dan “nilai” (Blumer,
1962/1969:83). Baik teori sosiologi maupun teori psikologis mengabaikan arti
penting dari makna dan konstruksi sosial dari realitas. Blumer merangkum kritiknya
atas teori sosiologi dan psikologi sebagai berikut : Baik dalam penjelasan
psikologis maupun sosiologis semacam itu, makna sesuatu bagi manusia yang
bertindak telah diabaikan atau disingkiran dari faktor yang digunakan untuk menerangkan
perilaku mereka. Bila seseorang menyatakan bahwa jenis perilaku tertentu adalah
akibat dari faktor khusus yang dianggap menghasilkannya, maka orang itu merasa
tak perlu lagi memikirkan makna sesuatu yang menjadi motif tindakan manusia
(Blumer, 1969b:3).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar