Minggu, 28 April 2013

Mendefinisikan Etnometodologi


Istilah etnometodologi (ethnomethodology), yang berakar pada bahasa Yunani, berarti “metode” yang digunakan orang dalam menyelesaikan masalah kehidupan sehari-hari. Bila dinyatakan secara sedikit berbeda, dunia dipandang sebagai penyelesaian masalah secara praktis secara terus-menerus. Manusia dipandang rasional, tetapi dalam menyelesaikan masalah kehidupan sehari-hari, mereka menggunakan “penalaran praktis,” bukan logika formula.
Kita mulai dengan definisi etnometodologi yang dikemukakan pada studi tentang “kumpulan pengetahuan berdasarkan akal sehat dan rangkaian prosedur dan pertimbangan (metode) yang dengannya masyarakat biasa dapat memahami, mencari tahu, dan bertindak berdasarkan situasi di mana mereka menemukan dirinya sendiri” (Heritage, 1984:4).
Pemahaman lebih mendalam tentang sifat dasar etnometodologi akan kita dapatkan dengan meneliti upaya pendirinya, Garfinkel (1988,1991), mendefinisikannya. Seperti Durkheim, Garfinkel menganggap “fakta sosial” sebagai fenomena sosiologi fundamental. Namun, fakta sosial menurut Garfinkel sangat berbeda dari fakta sosial menurut Durkheim. Menurut Durkheim, sosial berada di luar dan memaksa individu. Pakar yang menerima pemikiran demikian cenderung melihat aktor dipaksa atau ditentukan oleh struktur pranata sosial dan sedikit sekali kemampuannya atau tak mempunyai kebebasan untuk membuat pertimbangan. Seperti sosiolog, pakar etnometodologi cenderung membicarakan aktor seperti “si tolol yang memberikan pertimbangan”.
Sebaliknya, etnometodologi membicarakan objektivitas fakta sosial prestasi anggota sebagai produk aktivitas metodologis anggota. Garfinkel melukiskan sasaran perhatian etnometod sebagai berikut : Realitas objektif fakta sosial bagi etnometodologi adalah fenomena fundamental sosiologi karena merupakan setiap produk masyarakat setempat yang diciptakan dan diorganisir secara alamiah, terus-menerus, prestasi praktis, selalu, hanya pasti dan menyeluruh, tanpa henti dan tanpa peluang menghindar, menyembunyikan diri, melampaui, atau menunda (Garfinkel, 1991:11).
Dengan kata lain etnometodologi memusatkan perhatian pada organisasi kehidupan sehari-hari atau seperti digambarkan Garfinkel (1988:104) “masyarakat yang abadi”. Menurut istilah Pollner adalah “organisasi luar biasa dari masyarakat biasa” (1987:xvii).
Emometodologi jelas bukan makrososiologi dalam arti yang dimaksud Durkheim, tetapi penganutnya pun tak melihatnya sebagai mikrososiologi. Dengan demikian meski pakar etnometodologi menolak memperlakukan aktor si tolol yang memberi pertimbangan, namun mereka tak yakin bahwa mempunyai kesadaran diri dan perhitungan” (Heritage, 1984:118). Dengan mengikuti Schutz, mereka mengakui bahwa tindakan aktor sering dilakukan secaraa rutin dan relatif tanpa pikir. Hilbert (1992) menyatakan, pakar etnometodologi tak memusatkan perhatian pada aktor individual, tetapi lebih anggota”. Namun, anggota tidak dilihat sebagai individu, tetapi lebih “semata-mata sebagai aktivitas keanggotaan praktik cerdik untuk menciptakan apa yang menurut mereka merupakan struktur organisasi berskala luas dan struktur personal atau interaksional berskala kecil” (Hilbert, 1992:193). Singkatnya, pakar etnometodologi tak tertarik pada struktur mikro dan struktur mereka memusatkan perhatian pada praktik cerdik yang menghasilkan pemahaman tentang kedua jenis struktur itu. Jadi, yang diperhatikan Garfinkel pakar etnometodologi lainnya adalah cara baru dalam memahami struktur baik mikro maupun makro yang sejak lama sudah menjadi sasaran sosiologi (Maynard dan dayman, 1991).
Salah satu pendirian kunci Garfinkel mengenai etnometodologi adalah mereka “dapat dijelaskan secara reflektif”. Penjelasan adalah cara aktor melakukan sesuatu seperti mendeskripsikan, mengkritik, dan mengidealisasikan situasi tertentu (Bittner, 1973; Orbuch, 1997). Penjelasan (accounting) adalah proses yang dilalui aktor dalam memberikan penjelasan untuk memahami dunia. Pakar etnometodologi menekankan perhatian untuk menganalisis penjelasan aktor maupun cara-cara penjelasan diberikan dan diterima (atau ditolak) oleh orang lain. Inilah salah satu alasan mengapa pakar etnometodologi memusatkan perhatian dalam menganalisis percakapan. Satu contoh, ketika seorang mahasiswa menerangkan kepada profesornya mengapa ia gagal mengambil ujian, ia sebenarnya memberikan suatu penjelasan. Mahasiswa itu mencoba mengemukakan pemikiran mengenai suatu peristiwa kepada profesornya. Pakar etnometodologi tertarik pada sifat dasar penjelasan itu, dan lebih umum lagi, praktik penjelasan (Sharrock dan Anderson, 1986) yang dengannya mahasiswa memberikan penjelasan dan profesor menerima atau menolak. Dalam menganalisis penjelasan, pakar etnometodologi menganut pendirian ketakacuhan etnometodologis. Artinya, mereka tidak menilai sifat dasar penjelasan, tetapi menganalisis penjelasan itu dilihat dari sudut pandang bagaimana cara penjelasan itu digunakan dalam tindakan praktis. Mereka memperhatikan penjelasan metode yang digunakan pembicara dan pendengar untuk mengajukan memahami dan menerima atau menolak penjelasan.
Dalam mengembangkan pemikiran tentang penjelasan ini, pakar etnometodologi berusaha keras untuk menunjukkan bahwa sosiolog, seperti orang lain, memberikan penjelasan. Jadi, laporan hasil studi sosiologi dapat sebagai penjelasan dan dengan cara yang sama semua penjelasan lainnya dipelajari. Perspektif sosiologi ini berguna untuk mengatasi kelemahan karya sosiolog, bahkan untuk semua ilmuwan. Banyak karya sosiologi (dan semua ilmu) yang memerlukan penafsiran berdasarkan akal sehat. Pakar etnometodologi dapat mempelajari penjelasan sosiologis sebagaimana mereka mempelajari penjelasan awam. Jadi, praktik sosiolog sehari-hari dan semua ilmuwan menjadi studi yang cermat dari pakar etnometodologi.
Kita dapat mengatakan bahwa penjelasan adalah cerminan pemikiran dalam arti bahwa penjelasan itu masuk ke keadaan yang dapat diamati dan dijelaskan. Jadi, dalam upaya melukiskan apa yang dilakukan orang, kita mengubah sifat yang mereka lakukan itu. Apa yang dilakukan sosiolog ini sama dengan yang dilakukan orang awam. Dalam mempelajari dan melaporkan tentang kehidupan sosial, sosiolog, dalam prosesnya, mengubah apa yang mereka pelajari itu. Artinya, subjek mengubah perilaku mereka akibat menjadi subjek penelitian dan sebagai respon terhadap deskripsi perilaku itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar