Istilah etnometodologi
(ethnomethodology), yang berakar pada bahasa Yunani, berarti “metode” yang
digunakan orang dalam menyelesaikan masalah kehidupan sehari-hari. Bila
dinyatakan secara sedikit berbeda, dunia dipandang sebagai penyelesaian masalah
secara praktis secara terus-menerus. Manusia dipandang rasional, tetapi dalam
menyelesaikan masalah kehidupan sehari-hari, mereka menggunakan “penalaran
praktis,” bukan logika formula.
Kita mulai dengan definisi
etnometodologi yang dikemukakan pada studi tentang “kumpulan pengetahuan
berdasarkan akal sehat dan rangkaian prosedur dan pertimbangan (metode) yang
dengannya masyarakat biasa dapat memahami, mencari tahu, dan bertindak
berdasarkan situasi di mana mereka menemukan dirinya sendiri” (Heritage, 1984:4).
Pemahaman lebih mendalam
tentang sifat dasar etnometodologi akan kita dapatkan dengan meneliti upaya
pendirinya, Garfinkel (1988,1991), mendefinisikannya. Seperti Durkheim,
Garfinkel menganggap “fakta sosial” sebagai fenomena sosiologi fundamental.
Namun, fakta sosial menurut Garfinkel sangat berbeda dari fakta sosial menurut
Durkheim. Menurut Durkheim, sosial berada di luar dan memaksa individu. Pakar
yang menerima pemikiran demikian cenderung melihat aktor dipaksa atau
ditentukan oleh struktur pranata sosial dan sedikit sekali kemampuannya atau
tak mempunyai kebebasan untuk membuat pertimbangan. Seperti sosiolog, pakar
etnometodologi cenderung membicarakan aktor seperti “si tolol yang memberikan
pertimbangan”.
Sebaliknya, etnometodologi
membicarakan objektivitas fakta sosial prestasi anggota sebagai produk
aktivitas metodologis anggota. Garfinkel melukiskan sasaran perhatian etnometod
sebagai berikut : Realitas objektif fakta sosial bagi etnometodologi adalah
fenomena fundamental sosiologi karena merupakan setiap produk masyarakat
setempat yang diciptakan dan diorganisir secara alamiah, terus-menerus,
prestasi praktis, selalu, hanya pasti dan menyeluruh, tanpa henti dan tanpa
peluang menghindar, menyembunyikan diri, melampaui, atau menunda (Garfinkel,
1991:11).
Dengan kata lain
etnometodologi memusatkan perhatian pada organisasi kehidupan sehari-hari atau
seperti digambarkan Garfinkel (1988:104) “masyarakat yang abadi”. Menurut
istilah Pollner adalah “organisasi luar biasa dari masyarakat biasa” (1987:xvii).
Emometodologi jelas bukan
makrososiologi dalam arti yang dimaksud Durkheim, tetapi penganutnya pun tak
melihatnya sebagai mikrososiologi. Dengan demikian meski pakar etnometodologi
menolak memperlakukan aktor si tolol yang memberi pertimbangan, namun mereka
tak yakin bahwa mempunyai kesadaran diri dan perhitungan” (Heritage, 1984:118).
Dengan mengikuti Schutz, mereka mengakui bahwa tindakan aktor sering dilakukan
secaraa rutin dan relatif tanpa pikir. Hilbert (1992) menyatakan, pakar
etnometodologi tak memusatkan perhatian pada aktor individual, tetapi lebih
anggota”. Namun, anggota tidak dilihat sebagai individu, tetapi lebih
“semata-mata sebagai aktivitas keanggotaan praktik cerdik untuk menciptakan apa
yang menurut mereka merupakan struktur organisasi berskala luas dan struktur
personal atau interaksional berskala kecil” (Hilbert, 1992:193). Singkatnya,
pakar etnometodologi tak tertarik pada struktur mikro dan struktur mereka
memusatkan perhatian pada praktik cerdik yang menghasilkan pemahaman tentang
kedua jenis struktur itu. Jadi, yang diperhatikan Garfinkel pakar
etnometodologi lainnya adalah cara baru dalam memahami struktur baik mikro
maupun makro yang sejak lama sudah menjadi sasaran sosiologi (Maynard dan
dayman, 1991).
Salah satu pendirian kunci
Garfinkel mengenai etnometodologi adalah mereka “dapat dijelaskan secara
reflektif”. Penjelasan adalah cara aktor melakukan sesuatu seperti
mendeskripsikan, mengkritik, dan mengidealisasikan situasi tertentu (Bittner,
1973; Orbuch, 1997). Penjelasan (accounting) adalah proses yang dilalui aktor
dalam memberikan penjelasan untuk memahami dunia. Pakar etnometodologi
menekankan perhatian untuk menganalisis penjelasan aktor maupun cara-cara
penjelasan diberikan dan diterima (atau ditolak) oleh orang lain. Inilah salah
satu alasan mengapa pakar etnometodologi memusatkan perhatian dalam
menganalisis percakapan. Satu contoh, ketika seorang mahasiswa menerangkan
kepada profesornya mengapa ia gagal mengambil ujian, ia sebenarnya memberikan
suatu penjelasan. Mahasiswa itu mencoba mengemukakan pemikiran mengenai suatu
peristiwa kepada profesornya. Pakar etnometodologi tertarik pada sifat dasar
penjelasan itu, dan lebih umum lagi, praktik penjelasan (Sharrock dan Anderson,
1986) yang dengannya mahasiswa memberikan penjelasan dan profesor menerima atau
menolak. Dalam menganalisis penjelasan, pakar etnometodologi menganut pendirian
ketakacuhan etnometodologis. Artinya, mereka tidak menilai sifat dasar
penjelasan, tetapi menganalisis penjelasan itu dilihat dari sudut pandang
bagaimana cara penjelasan itu digunakan dalam tindakan praktis. Mereka
memperhatikan penjelasan metode yang digunakan pembicara dan pendengar untuk
mengajukan memahami dan menerima atau menolak penjelasan.
Dalam mengembangkan
pemikiran tentang penjelasan ini, pakar etnometodologi berusaha keras untuk
menunjukkan bahwa sosiolog, seperti orang lain, memberikan penjelasan. Jadi,
laporan hasil studi sosiologi dapat sebagai penjelasan dan dengan cara yang
sama semua penjelasan lainnya dipelajari. Perspektif sosiologi ini berguna
untuk mengatasi kelemahan karya sosiolog, bahkan untuk semua ilmuwan. Banyak
karya sosiologi (dan semua ilmu) yang memerlukan penafsiran berdasarkan akal
sehat. Pakar etnometodologi dapat mempelajari penjelasan sosiologis sebagaimana
mereka mempelajari penjelasan awam. Jadi, praktik sosiolog sehari-hari dan
semua ilmuwan menjadi studi yang cermat dari pakar etnometodologi.
Kita
dapat mengatakan bahwa penjelasan adalah cerminan pemikiran dalam arti bahwa
penjelasan itu masuk ke keadaan yang dapat diamati dan dijelaskan. Jadi, dalam
upaya melukiskan apa yang dilakukan orang, kita mengubah sifat yang mereka
lakukan itu. Apa yang dilakukan sosiolog ini sama dengan yang dilakukan orang
awam. Dalam mempelajari dan melaporkan tentang kehidupan sosial, sosiolog,
dalam prosesnya, mengubah apa yang mereka pelajari itu. Artinya, subjek
mengubah perilaku mereka akibat menjadi subjek penelitian dan sebagai respon
terhadap deskripsi perilaku itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar