Sebelum tahun
90-an, titik perhatian utama ekonomi dunia ditujukan pada upaya-upaya untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi riil. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi yang
dicapai oleh suatu negara dapat dijadikan sebagai sebagai ukuran atau kinerja
perekonomian bagi suatu negara.
Beberapa faktor
yang penting yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dalam suatu negara yaitu :
Akumulasi
Modal, termasuk dalam hal ini semua investasi baru yag berupa tanah, dan sumber
daya manusia.
Pertumbuhan penduduk.
Kemajuan
teknologi.
Akumulasi
modal akan terjadi jika
ada proporsi tertentu dari pendapatan sekarang yang ditabung dan kemudian
diinvestasikan untuk memperbesar output di masa yang akan datang. Pabrik-pabrik,
mesin-masin, peralatan-peralatan, dan barang-barang baru akan meningkatkan stok
kapital fisikal dari suatu negara yang memungkinkan untuk mencapai tingkat
output yang lebih besar. Investasi yang telah disebutkan di atas sering juga
disebut dengan investasi produktif secara langsung yang mirip dengan investasi
dalam bentuk infrastruktur seperti jalan, listrik, air, dan sanitasi, serta
telekomunikasi.
Selain itu, cara lain untuk
menginvestasikan dapat menggunakan melalui cara tidak langsung. Seperti pembangunan
irigasi, penggunaan pupuk, dan pembasmian serangga yang dapat meningkatkan
output pertanian. Sama halnya dengan investasi tidak langsung di atas yaitu
sumber daya manusia (human investment) yang bisa memperbaiki kualitasnya
dan bahkan dapat meningkatkan produksi secara lebih besar.
Semua fenomena di atas dan lain-lainnya
adalah bentuk investasi menuju terjadinya akumulasi modal. Akumulasi modal
dapat menambah sumber daya baru atau meningkatkan kualitas sumber daya yang
ada, tetapi ciri-cirinya yang utama bahwa investasi itu menyangkut suatu “trade
off” antara konsumsi sekarang dan konsumsi masa yang akan datang atau
memberikan hasil yang sedikit saat sekarang tetapi hasilnya akan lebih banyak
di masa yang akan datang.
Pertumbuhan
penduduk dan hal –hal
yang berhubungan dengan kenaikan angkatan kerja (labor force) secara
tradisional telah dianggap sebagai faktor yang positif dalam merangsang
pertumbuhan ekonomi. Sehingga semakain banyak angkatan kerja berarti semakin
produktif tenaga kerja, sedangkan semakin banyak penduduk akan meningkatkan
potensi pasar domestik.
Namun demikian, timbul pertanyaan : apaka
peningkatan penawaran tenaga kerja yang cepat dalam suatu negara yang sedang
berkembang yang mempunyai surplus tenaga kerja dapat memberikan pengaruh yang
positif atau negatif terhadap kemajuan ekonomi. Tentu saja hal tersebut
tergantung pada kemampuan sistem ekonomi tersebut untuk menyerap dan
memperkerjakan tambahan-tambahan pekerja itu secara produktif, suatu kemampuan
yang sangat berkaitan dengan tingkat dan jenis akumulasi modal dan tersedianya
faktor-faktor lain yang berhubungan, seperti misalnya keahlian dalam manajerial
dan adminsitratif.
Kemajuan teknologi merupakan faktor
yang paling penting bagi pertumbuhan ekonomi. Dalam bentuk yang sangat
sederhana, kemajuan teknologi disebabkan oleh cara-cara baru dan cara-cara yang
diperbaiki dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan tradisional seperti cara menanam
padi, membuat pakaian atau membangun rumah. Ada 3 macam klasifikasi dari
kemajuan teknologi yaitu : netral, hemat tenaga kerja (labour saving),
dan hemat modal (capital saving).
Kemajuan teknologi yang bersifat netral
terjadi jika tingkat output yang dicapai lebih tinggi pada kuantitas dan
kombinasi faktor-faktor input yang sama. Inovasi-inovasi yang timbul dari
pembagian kerja bisa menghasilkan tingkat output total yang lebih tinggi dan
konsumsi yang lebih banyak untuk semua orang. Dalam hubungannya dengan analisa
kemungkinan produksi, kemajuan teknologi yang bersifat netral adalah penduakalian
output total adalah sama dengan menduakalikan semua input produktif.
Dari sisi lain, kemajuan teknologi
bersifat hemat tenaga kerja atau hemat modal, yaitu tingkat output yang lebih
tinggi bisa dicapai dengan kuantitas tenaga kerja atau input modal yang sama.
Penggunaan komputer, traktor, dan lainnya bisa diklasifisikasikan sebagai hemat
tenaga kerja.
Kemajuan teknologi yang bersifat hemat
modal adalah sangat jarang terjadi, karena hampir semua penelitian ilmiah dan
perkembangan teknologi yang dilakukan di negara maju adalah bertujuan untuk
menghemat tenaga kerja, bukan modal. Tetapi untuk negara-negara yang mempunyai
tenaga kerja yang melimpah seperti negara-negara sedang berkembang pada umumny,
maka kemajuan teknologi yang bersifat hemat modal sangat dibutuhkan. Metode
produksi yang lebih efisien (biaya yang murah) adalah metode produksi yang
padat tenaga kerja (labour intensive).
Kemajuan teknologi bisa juga bersifat
perluasan tenaga kerja (labour augmenting) atau perluasan modal (capital
augmenting). Kemajuan teknologi yang bersifat perluasan tenaga kerja
terjadi jika kualitas atau keahlian angkatan kerja ditingkatkan. Sementara itu,
kemajuan teknologi yang bersifat perluasn modal terjadi jika penggunaan modal
secara lebih produktif, misalnya penggantian bahan untuk membuat bajak dari
kayu menjadi baja dalam produksi pertanian.
KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN
EKONOMI MODERN
Simon Kuznets yang pernah menerima nobel
tahun 1971, mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai “ kemampuan negara itu
untuk menyediakan barang-barang ekonomi yang terus meningkat bagi penduduknya,
pertumbuhan kemampuan ini didasarkan kepada kemajuan teknologi dan kelembagaan
serta penyesuaian ideologi dan kelembagaan serta penyesuaian ideologi yang
dibutuhkan. Berdasarkan definisi ini maka ada tiga
komponen pokok yang sangat penting artinya :
A.
Kenaikan output nasional secara terus menerus merupakan perwujudan dari pertumbuhan ekonomi
dan kemampuan untuk menyediakan berbagai macam barang ekonomi merupakan tanda
kematangan ekonomi.
B.
Kemajuan teknologi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan,
namun belum merupakan syarat yang cukup.
C.
Penyesuaian
kelembagaan, sikap,
dan ideologi juga harus dilakukan.
Dalam analisa
yang mendalam, Simon Kuznets memisahkan 6 karakteristik yang terjadi dalam
proses pertumbuhan pada hampir semua negara maju yaitu :
n Dua variabel ekonomi agregatif :
1)
Tingginya tingkat pertumbuhan
output per kapita dan populasi
2)
Tingginya tingkat kenaikan
produktivitas faktor produksi secara keseluruhan, terutama produktivitas tenaga kerja.
n Dua variabel transformasi struktural :
1)
Tingginya tingkat transformasi
struktur ekonomi.
2)
Tingginya
tingkat transformasi sosial dan teknologi.
n Dua faktor yang mempengaruhi meluasnya
pertumbuhan ekonomi internasional:
1)
Kecenderungan
negara-negara maju secara ekonomis untuk menjangkau seluruh dunia untuk
mendapatkan pasar dan bahan baku.
2)
Pertumbuhan
ekonomi ini hanya terbatas pada sepertiga populasi dunia.
PERDEBATAN MASALAH PERTUMBUHAN
EKONOMI
Pada
awal tahun 70-an, perubahan persepsi pemerintah dan swasta mengenai
tujuan ekonomi telah bergeser. Di negara yang sudah maju, tekanan yang utama
tampaknya usaha untuk menggeser orientasi pada pertumbuhan ekonomi menuju ke
usaha yang lebih memperhatikan kualitas hidup. Perhatian ini didukung dengan
adanya gerakan lingkungan hidup. Terjadi protes yang sangat keras terhadap
ganasnya pertumbuhan ekonomi dan akibat polusi air dan udara, penipisan
cadangan sumberdaya alam, dan kerusakan keindahan alam.
Sementara itu, di negara miskin yang
menjadi perhatian utama adalah masalah pertumbuhan versus distribusi
pendapatan. Banyak negara berkembang yang menyadari bahwa pertumbuhan ekonomi
yang cukup tinggi hanya sedikit memberikan manfaat bagi pemecahan masalah
kemiskinan. Bagi ratusan juta penduduk di Afrika, Asia, dan Amerika Latin,
tingkat kehidupannya mandeg dan bahkan untuk beberapa negara terjadi penurunan
tingkat kehidupan riil. Tingkat pengangguran meningkat di daerah perdesaan dan
perkotaan. Distribusi pendapatan antara kaya dan miskin semakin tidak merata.
Banyak orang merasakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi telah gagal untuk
menghilangkan atau bahkan mengurangi luasnya kemiskinan absolut di
negara-negara sedang berkembang.
Dengan kata lain, pertmbuhan ekonomi yang
cukup tinggi tidak secara otomatis meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Bahkan pertumbuhan ekonomi ini dibeberapa negara telah menimbulkan absolut
dalam tingkat hidup orang miskin di perkotaan dan perdesaan. Apa yang disebut
dengan proses “trickle down effect” dari manfaat pertumbuhan ekonomi
bagi orang miskin tidak terjadi.
DISTRIBUSI PENDAPATAN
Ketidakmerataan Distribusi
Pendapatan
Penghapusan kemiskinan dan berkembangnya
ketidakmerataan pembagian pendapatan merupakan inti permasalahan pembangunan.
Walaupun titik perhatian utama pada ketidakmerataan distribusi pendapatan dan
harta kekayaan, hal tersebut hanyalah merupakan sebagian kecil dari masalah
ketidakmerataan yang lebih luas di negara-negara sedang berkembang.
Melalui
pemahaman yang mendalam terhadap masalah ketidakmerataan dan kemiskinan ini
memberikan dasar yang baik untuk menganalisis msalah pembangunan yang lebih
khusus seperti : pertumbuhan populasi;
pengangguran; pembangunan perdesaan; pendidikan; perdagangan internasional, dan
sebagainya.
Secara umum yang menyebabkan
ketidakmerataan distribusi pendapatan di negara-negara sedang berkembang adalah
:
1)
Pertambahan
penduduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya pendapatan per kapita.
2)
Inflasi,
dimana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional
dengan pertambahan produksi barang-barang.
3)
Ketidakmerataan pembangunan
antar daerah.
4)
Investasi ditanamkam pada
proyek-proyek yang padat modal, sehingga persentase pendapatan dari dari harta
tambahan besar dibandingkan dengan persentase pendapatan yang berasal dari
kerja, sehingga pengangguran bertambah.
5)
Rendahnya mobilitas sosial.
6)
Pelaksanaan kebijaksanaan
industri subsitusi impor yang mengakibatkan kenaikan harga-harga barang hasil
industri untuk melindungi usaha-usaha golongan kapitalis.
7)
Memburuknya nilai tukar (terms
of trade) bagi negara-negara sedang
berkembang dalam perdagangan dengan negara-negara maju, sebagai akibat ketidak
elatisitasan permintaan negara-negara maju terhadap barang-barang ekspor negara
sedang berkembang.
8)
Hancurnya
industri-industri kerajinan rakyat seperti industri rumah tangga.
KEMISKINAN
Pada tahun terakhir ini perhatian para
ilmuawan sosial dan lembaga-lembaga penelitian serta perguruan tinggi terhadap
masalah kemiskinan semakin meningkat. Perhatian tersebut mencakup betapa
luasnya masalah kemiskinan, definisi, dan sebab-sebab yang menimbulkan
kemiskinan.
Ada beberapa aspek dari kemiskinan yaitu :
1)
Kemiskinan
itu bersifat multidimensional. Artinya, karena kebutuhan manusia
itu bermacam-macam, maka kemiskinan itu memiliki banyak aspek. Jika dilihat
dari sisi kebijaksanaan secara umum, maka kemiskinan meliputi aspek primer yang
berupa miskin akan aset-aset, pengetahuan serta keterampilan. Aspek sekunder
yang berupa miskin akan jaringan sosial, sumber-sumber keuangan dan informasi.
Sementara itu, dimensi kemiskinan tersebut termanefestasikan dalam bentuk
kekurangan gizi, air, perumahan yang tidak sehat, perawatan kesehatan yang
kurang baik, dan pendidikan yang juga kurang baik.
2)
Aspek-aspek
kemiskinan itu saling berkaitan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Hal ini berarti bahwa kemajuan atau kemunduran pada salah satu aspek
dapat mempengaruhi kemajuan atau kemunduran pad aspek lainnya.
3)
Bahwa
yang miskin adalah manusianya, baik secara individual maupun kolektif.
Sementara itu,
ada beberapa karateristik kemiskinan yaitu :
1)
Mereka
yang hidup di bawah kemiskinan pada umumnya tidak memiliki faktor produksi
sendiri, seperti : tanah yang cukup, modal dan keterampilan yang tidak
mencukupi. Sebagai akibat faktor produksi yang dimiliki sangat terbatas, maka
kemampuan untuk memperoleh pendapatan menjadi sangat terbatas.
2)
Mereka
pada umumnya tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh aset produksi
dengan kekuatan sendiri. Pendapatan yang diperolehnya tidak cukup untuk
memperoleh tanah garapan ataupun modal usaha. Di samping itu, mereka tidak
memenuhi persyaratan untuk mendapatkan kredit perbankan. Sehingga mereka lebih
cenderung beralih ke para reteiner yang biasanya memberikan kredit dengan
tingkat bunga tinggi.
3)
Tingkat
pendidikan pada umumnya rendah. Pendidikan ini sangat rendah karena waktu mereka lebih banyak tersita
untuk mencari nafkah. Demikian juga dengan anak-anak mereka, tak dapat
menyelesaikan sekolahnya karena harus membantu orang tuanya mencari tambahan
pendapatan.
4)
Banyak
diantara mereka tidak mempunyai tanah. Pada umumnya mereka menjadi buruh tani atau pekerja kasar di luar
pertanian. Oleh karena pekerjaan pertanian bersifat musiman, maka kesinambungan
kerja menjadi kurang terjamin. Bnyak diantara mereka lalu menjadi pekerja bebas
yang berusaha apa saja. Akibatnya, dalam situasi penawaran kerja yang besar,
maka tingkat upah menjadi rendah sehingga membuat mereka selalu hidup di bawah
kemiskinan.
5)
Banyak
diantara mereka yang hidup di kota masih berusia muda dan tindak memiliki
ketrampilan atau pendidikan, sehingga kota tidak siap menampung gerak
urbanisasi dari desa. Dengan kata lain, kemiskinan perdesaan membuahkan
fenomena urbanisasi dari desa ke kota.
KEMISKINAN ABSOLUT DAN RELATIF
Kemiskinan absolut diartikan sebagai suatu
keadaan dimana tingkat pendapatan absolut dari satu orang tidak mencukupi untuk
memenuhi kebutuhan pokoknya seperti sandang, pangan, permukinan, kesehatan dan
pendidikan. Besarnya masalah kemiskinan abosolut tercermin dari jumlah penduduk
yang tingkat pendapatannya atau tingkat konsumsi berada di bawah garis
kemiskinan (poverty line) atau tingkat hidup minimum yang biasanya telah
ditentukan.
Perkembangan garis kemiskinan dapat
dilihat pada tabel sebagai berikut :
Perkembangan Garis Kemiskinan Indonesia
Tahun 1976 – 1999
(Dalam Rupiah)
Tahun
|
Makanan
|
Perkotaan
Non Makanan
|
Total
|
Makanan
|
Perdesaan
Non
Makanan
|
Total
|
1976
1978
1980
1981
1984
1987
1990
1993
1996
1999
|
-
-
-
-
-
-
17.520
23.303
29.681
64.396
|
-
-
-
-
-
-
3.094
4.602
8.565
25.449
|
4.522
4.969
6.831
9.777
13.731
17.381
20.614
27.905
38.246
89.845
|
-
-
-
-
-
-
12.617
15.576
23.197
52.319
|
-
-
-
-
-
-
678
2.668
4.216
17.101
|
2.849
2.981
4.449
5.877
7.746
10.294
13.295
18.244
27.413
69.420
|
Sumber : Susenas
Biro Pusat Statistik beberapa terbitan.
Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin
Tahun
1976 – 1999
(Dalam Juta Jiwa)
Tahun
|
Daerah Perkotaan
|
Daerah Perdesaan
|
Total
|
1976
1978
1980
1981
1984
1987
1990
1993
1996
1999
|
10,0
8,3
9,5
9,3
9,3
9,7
9,4
8,7
7,2
12,4
|
44,2
38,9
32,8
31,3
25,7
20,2
17,8
17,2
15,3
25,1
|
54,2
47,2
42,3
40,6
35,0
30,0
27,2
25,9
22,9
37,5
|
Sumber : Susenas Biro Pusat Statistik
beberapa terbitan.
Pada tahun
1977, Sayogo mengembangkan pula pengertian kemiskinan absolut. Menurut Sayogo,
kemiskinan adalah suatu tingkat kehidupan yang berada di bawah standar
kebutuhan hidup minimum yang ditetapkan berdasarkan atas kebutuhan pokok pangan
yang membuat orang cukup bekerja dan hidup sehat berdasarkan atas kebutuhan
beras dan kebutuhan gizi.
Klasifikasi Kemiskinan di Perdesaan Indonesia
Menurut Ukuran Sayogo
Klasifikasi
|
Garis
Kemiskinan Dalam Setara Beras
(Kg/Kapita/Tahun)
|
Miskin
Miskin Sekali
Paling Miskin
|
320
240
180
|
Sumber
: Sayogo, Garis kemiskinan dan Kebutuhan Minimum Pangan, artikel dalam
Harian Kompas, 17 November 1977.
Pengertian kemiskinan yang kedua adalah
kemiskinan relatif. Tingkat kemiskinan suatu daerah dapat dihitung dengan
melihat proporsi pendapatan nasional yang diterima oleh sekelompok penduduk
dengan kelas pendapatan tertentu dibandingkan dengan proporsi pendapatan
nasional yang diterima oleh sekelompok penduduk dengan kelas pendapatan
lainnya.
Pada umumnya ukuran yang dipakai adalah
membandingkan proporsi pendapatan nasional yang diterima oleh 40 persen
penduduk dengan pendapatan terendah, 40 persen penduduk dengan pendapatan
berikutnya, dan 20 persen penduduk dengan pendapatan tertinggi.
Menurut kriteria Bank Dunia, ketidakmerataaan
tinggi bila pembagian 40 persen penduduk dengan pendapatan terendah
menerima kurang dari 12 persen pendapatan nasional, ketidakmerataan sedang
bila kelompok tersebut menerima antara 12 –1 7 persen, dan ketidakmerataan
rendah bila kelompok tersebut menerima lebih dari 17 persen dari seluruh
pendapatan nasional.
PILIHAN KEBIJAKSANAAN UNTUK
MENGURANGI KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN PENDAPATAN
Kebijakan utama yang umumnya dalam
mengurangi kemiskinan dan ketimpangan pendapatan adlah sebagai berikut :
1)
Mengubah
distribusi pendapatan fungsional melalui kebijakan yang ditujukan untuk
mengubah harga relatif faktor. Hal ini terutama dimaksudkan untuk
mengurangi/menghilangkan distorsi harga faktor yang sering merugikan kelompok
miskin.
2)
Memperbaiki
distribusi pendapatan melalui redistribusi pemilikan aset secara progresif,
yang antara lain dilakukan melalui land reform, dan pemberian kredit lunak bagi
usaha kecil.
3)
Mengurangi
bagian pendapatan penduduk golongan atas melalui pajak pendapatan dan pajak
progresif. Dengan demikian peningkatan penerimaan negara dapat digunakan untuk
perbaikan kesejahteraan kelompok miskin.
Meningkatkan bagian pendapatan penduduk golongan bawah
melalui pembayaran transfer secara langsung serta penyediaan barang dan jasa
publik atas tanggungan pemerintah. Hal ini dapat dilakukan antara lain melalui
: pembebasan pajak/keringanan pajak bagi kelompok miskin, tunjangan atau
subsidi pangan, bantuan pelayanan kesehatan, bantuan pelayanan umum lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar