Sumpah
Pemuda? hmmm..lupa-lupa ingat. Ada hubungannya dengan sumpe’ lo ga ya. Jelas
tidak ada. Lalu, ada kaitannya dengan tanggal 28 Oktober 1928? Ada.
Ya, karna
tanggal 28 Oktober telah ditetapkan sebagai hari Sumpah Pemuda. Salah satu dari
3 butir deklarasi itu adalah mengenai bahasa. Karna saat itu bahasa Indonesia
diresmikan menjadi bahasa negara dan menjadi bahasa persatuan dari sekian ratus
bahasa daerah.
Tapi
kira-kira tau nggak apa sih yang dinamakan bahasa Indonesia itu. Pasti
kebanyakan kita tau-nya bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu yang
dimodifikasi, dicampur dengan bahasa-bahasa serapan dari berbagai daerah dan
dari bahasa asing, kemudian dibakukan.
Trus dari
manakah bahasa Melayu itu? Apakah bahasa Melayu emang udah dituturkan oleh
etnis Melayu sejak berabad-abad lalu? Padahal etnis Melayu sendiri hanya
sebagian kecil saja dari ratusan etnis di nusantara.
Kira-kira
gimana ya ceritanya?
Gini nih
cerita. Oya, bahan artikel ini saya ambil dari berbagai sumber lain (Antara,
Kompas, dll) yang saya coba tuturkan dengan gaya saya sendiri (yaitu gaya bebas
dicampur gaya dada).
Menurut
Prof. Dr. Harry Truman Simanjuntak seorang arkeolog ternama dan yang juga Ketua
Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI), bahasa Melayu dan ratusan bahasa daerah
lainnya di nusantara sebenarnya berakar dari bahasa Austronesia yang
mulai muncul sekitar 6.000-10.000 tahun lalu. Penyebaran penutur bahasa
Austronesia ini merupakan fenomena besar dalam sejarah umat manusia
karena sebagai suatu rumpun bahasa, Austronesia merupakan yang terbesar di
dunia, meliputi 1.200 bahasa dan dituturkan oleh hampir 300 juta populasi.
Masyarakat penuturnya tersebar luas di wilayah sepanjang 15 ribu km meliputi
lebih dari separuh bola bumi, yaitu dari Madagaskar di barat hingga Pulau
Paskah di ujung timur, dari Taiwan-Mikronesia di utara hingga Selandia Baru di
selatan. Coba bayangkan.
Mengenai
asal-usul penutur Austronesia tersebut, ada beberapa hipotesa yang dijadikan rujukan,
tapi yang umum diterima adalah bahwa asal leluhur penutur Austronesia adalah
Formosa (Taiwan) atau model “Out of Taiwan”. Pakar linguistik yang paling
lantang menyuarakan pendapat bahwa asal-ususl penutur Austronesia adalah dari
Taiwan adalah orang yang bernama Bang Robert Blust. Bang Blust ini udah
sejak tahun 1970-an (udah pada lahir belum?) mencoba merekonstruksi
silsilah dan pengelompokan bahasa-bahasa dari rumpun Austronesia misalnya
kosakata protobahasa Austronesia yang berkaitan dengan flora dan fauna serta
gejala alam lain. Selain itu si abang ini juga menawarkan rekonstruksi pohon
kekerabatan rumpun bahasa Austronesia dan perkiraan waktu pencabangannya mulai
dari Proto-Austronesia hingga Proto-Oseania
Menurut Bang
Robert ini, para leluhur ini awalnya berasal dari Cina Selatan. Dan karena
mungkin bosan di sana, lalu bermigrasi ke Taiwan pada 5.000-4.000 SM. Walaupun
demikian akar bahasa Austronesia sendiri baru muncul beberapa abad kemudian di
Taiwan. Beberapa kosakata yang dapat direkonstruksi dari bahasa awal
Austronesia yang dapat dilacak antara lain : rumah tinggal, busur, memanah, tali,
jarum, tenun, mabuk, berburu, kano, babi, anjing, beras, batu giling, kebun,
tebu, gabah, nasi, menampi, jerami, hingga mengasap.
Para petani
purba di Taiwan ini berkembang cepat dan lalu terpecah-pecah menjadi
kelompok-kelompok yang hidup terpisah dan bahasanya menjadi berbeda-beda dan
setidaknya kini ada sembilan bahasa yang teridentifikasi sebagai bahasa
formosa. Dari Taiwan, mulai sekitar 4.500 - 3.000 SM, salah satu kelompok dari
leluhur ini memisahkan diri dan bermigrasi ke selatan menuju Kepulauan Filipina
bagian utara. Di sini muncul-lah cabang bahasa baru yaitu
Proto-Malayo-Polinesia (PMP) yang bukan Pendidikan Moral Pancasila
Penutur
bahasa PMP ini orang-orangnya juga bosenan. Pada 3.500 - 2.000 SM mulai migrasi
lagi. Kali ini yang dituju adalah ke selatan melalui Filipina Selatan menuju
Kalimantan dan Sulawesi serta ke arah tenggara menuju Maluku Utara. Proses
migrasi ini melahirkan jabang bayi cabang baru dari PMP yaitu Proto Malayo
Barat (PWMP) di kepulauan Indonesia bagian barat dan Proto Malayo Polinesia
Tengah-Timur (PCEMP) yang berpusat di Maluku Utara.
Karena masih
ingin beredar, maka pada 3.000-2.000 SM leluhur yang ada di Maluku Utara
bermigrasi ke selatan dan timur dan mencapai Nusa Tenggara (sekitar 2.000 SM),
yang kemudian memunculkan bahasa Proto Malayo Polinesia Tengah (PCMP).
Yang bermigrasi ke timur mencapai pantai pantai utara Papua Barat dan
melahirkan bahasa-bahasa Proto Malayo-Polinesia Timur (PEMP). Si penutur PEMP
ini-pun melakukan migrasi arus balik (ga cape-cape ya) menuju Halmahera
Selatan, Kepulauan Raja Ampat, dan pantai barat Papua Barat yang kemudian
muncul bahasa yang dikelompokkan sebagai Halmahera Selatan-Papua Nugini Barat
(SHWNG). Selain itu ada kelompok lain dari penutur PEMP ini bermigrasi ke
Oseania dan mencapai kepulauan Bismarck di Melanesia sekitar 1.500 SM dan
memunculkan bahasa Proto Oseania. Wuihhh..udah banyak banget cabangnya. Trus
gimana dengan di Indonesia bagian barat.
Nah, setelah
sempat menghuni Kalimantan dan Sulawesi, pada 3.000-2.000 SM, para penutur PWMP
(Proto Malayo Barat ) bergerak ke selatan, bermigrasi ke Jawa dan Sumatera.
Penutur PWMP yang asalnya dari Kalimantan dan Sulawesi itu lalu bermigrasi lagi
ke utara antara lain ke Vietnam pada 500 SM dan Semenanjung Malaka.
Menjelang awal tahun Masehi, penutur bahasa WMP juga menyebar lagi ke
Kalimantan sampai ke Madagaskar.
Menurut Daud
A Tanudirjo (jelas seorang arkeolog bukan pelawak), bentuk rumpun bahasa
Austronesia ini lebih menyerupai garu daripada bentuk pohon. Karena semua
proto-bahasa dalam kelompok ini, dari Proto Malayo Polynesia hingga Proto
Oseania menunjukkan kesamaan kognat yang tinggi, yaitu lebih dari 84 persen
dari 200 pasangan kata. Sehingga hampir seluruh kawasan nusantara bahkan sampai
ke kawasan negeri-negeri tetangga dan masyarakat kepulauan Pasifik dan
Madagaskar menuturkan bahasa yang asal-muasalnya merupakan bahasa Austronesia.
Kecuali masyarakat yang ada di pedalaman Papua dan pedalaman pulau Timor yang
bahasanya lebih mirip dengan bahasa pedalaman Australia.
Bahasa Indonesia
sekarang ini sudah sangat kompleks karena penuturnya tidak hanya hidup dengan
sukunya masing-masing dan beradaptasi dengan rumpun bahasa dunia lainnya
seperti dari India, Arab, Portugis, Belanda dan Inggris.
Lalu akan
kemanakah arah perkembangan bahasa Indonesia. Apakah akan tetap eksis dan
bahkan bisa ‘mengalahkan’ bahasa Inggris, misalnya. Atau malah menghilang karna
proses dis-integrasi bangsa (seperti yang terjadi dengan Timor Leste?). Jangan
ah. Mari kita tetap bersatu. Apa-pun etnismu. Apapun bahasa daerah-mu. Apapun
warna kulit-mu. Apa-pun agama-mu. Apapun suku-mu. Apapun template blog-mu.
Mari tetap senantiasa menyuarakan :
Satu Nusa,
Satu Bangsa, Satu Bahasa : I….N….D…O…N….E….S….I….A !!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar