Konsep dan Tipe-tipe
Umum Komunitas Desa
Terdapat
beberapa definisi yang mencoba menjelaskan tentang perbedaan pengertian society
dan community. Akan tetapi pada dasarnya komunitas itu mempunyai dua
karakteristik yaitu adanya 1) ikatan kedaerahan, dan 2) ikatan emosional di
antara warganya. Pada pembahasan ini komunitas desa diartikan sebagai komunitas
kecil yang relatif masih bersahaja, yang masih jelas memiliki ketergantungan
terhadap tempat tinggal (lingkungan) mereka entah sebagai petani, nelayan atau
yang lainnya. M
Corak dan
sifat komunitas desa didasarkan pada sistem mata pencaharian pokok mereka yaitu
sistem pertaniannya. Sistem pertanian lahan kering akan menciptakan tipe
komunitas yang berbeda dengan sistem pertanian lahan basah. Di samping itu
jenis-jenis tanaman juga akan menyebabkan perbedaan tipe komunitas. Selanjutnya
D. Whittlesey mengemukakan tentang sembilan corak sistem pertanian yaitu: 1)
bercocok tanam di ladang berpindah, 2) bercocok tanam tanpa irigasi menetap, 3)
bercocok tanam menetap dan intensif dengan irigasi sederhana dan tanaman pokok
padi, 4) bercocok tanam menetap dan intensif dengan irigasi sederhana tanpa
padi, 5) bercocok tanam sekitar Lautan Tengah, 6) pertanian buah-buahan, 7)
pertanian komersial dengan mekanisasi berdasarkan tanaman gandum, pertanian
komersial dengan mekanisasi, dan 9) pertanian perkebunan dengan mekanisasi.
Selain
komunitas desa pertanian terdapat pula komunitas desa nelayan. Faktor penentu
struktur komunitas desa nelayan adalah pemilikan sarana menangkap ikan (perahu,
jaring-jaring, harpun, dan lainnya). Secara umum terdapat dua strata pokok
dalam struktur masyarakat desa nelayan yaitu juragan dan buruh nelayan. Selain
itu terdapat pula strata komando kapal yang posisinya ada di tengah-tengah
kedua strata tersebut. Kondisi komunitas desa nelayan ini ternyata lebih miskin
dibanding komunitas desa pertanian.
Komunitas
Peasan (Peasant)
Terdapat
bermacam-macam definisi yang mencoba menjelaskan pengertian tentang peasan.
Definisi-definisi tersebut pada dasarnya mengacu pada sistem kehidupan peasan
yang bersifat subsisten, artinya masyarakat dengan tingkat hidup yang minimal
atau hanya sekedar untuk hidup. Sistem kehidupan subsisten ini bisa dikarenakan
faktor kultural, yaitu sudah menjadi way of life yang diyakini dan membudaya di
antara kelompok masyarakat, bisa pula karena faktor struktural yaitu karena
faktor kepemilikan tanah.
Sehubungan dengan pola kebudayaan subsisten peasan,
Everett M. Rogers mengemukakan tentang karakteristik dari subkultur peasan yaitu
saling tidak mempercayai dalam berhubungan antara satu dengan yang lainnya,
pemahaman tentang keterbatasan segala sesuatu di dunia, sikap tergantung
sekaligus bermusuhan terhadap kekuasaan, familisme yang tebal, tingkat inovasi
yang rendah, fatalisme, tingkat aspirasi yang rendah, kurangnya sikap
penangguhan kepuasan, pandangan yang sempit mengenai dunia, dan derajat empati
yang rendah. Karakteristik sebagaimana dikemukakan oleh Everett M. Rogers
tersebut di atas tidak semua cocok dengan karakteristik peasan di Indonesia.
Peasan di Indonesia lebih cenderung saling mempercayai antara satu dengan yang
lainnya sehingga menimbulkan kebersamaan/kolektivitas yang tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar