Pada dasarnya indikator pembangunan ekonomi yang digunakan
di Indonesia relatif baik, tetapi masih ditemui beberapa kekurang, baik dari
segi indikatornya sendiri maupun dari segi pelaksanaannya, antara lain:
Pendapatan Per Kapita. Secara lebih khusus, nilai pendapatan perkapita
sebagai indeks untuk menunjukan perbandingan tingkat kesejahteraan dan jurang
tingkat kesejahteraan antar masyarakat.
Pemerataan dan Kemiskinan.
Pemerataan dan kemiskinan tidak dapat
dipisahkan, dan kalau dibaratkan keduanya diibarat dua sisi mata uang. Apabila
dalam suatu negara pemerataan tersebut betul-betul tersebar secara merata
mustahil kemiskinan akan terjadi, dan sebaliknya kemiskinan akan terjadi
apabila tidak terdapat pemerataan dalam pembangunan ekonomi, seperti distribusi
pendapatan serta hasil-hasil pembangunan. Dari berbagai indikator pembangunan ekonomi untuk melihat pemerataan
dan kemiskinan ini hanya bersifat kuantitatif, tetapi aspek kualitatifnya
seperti masalah sosial sering terabaikan, dan hal inilah yang sering membuat
pembangunan terkendala.
Kerusakan Lingkungan.
Sebuah negara yang tinggi tingkat
produktivitasnya, dan merata pendapatan penduduknya, biasa saja berada dalam
sebuah proses untuk menjadi semakin miskin. Hal ini, misalnya karena
pembangunan yang menghasilkan produktivitas yang tinggi tidak memperhatikan
dampak terhadap lingkungannya, mengakibatkan lingkungan semakin rusak,
sumberdaya alamnya semakin terkuras, sementara kemampuan bagi alam untuk
melakukan rehabilitasi lebih lambat dari kecepatan sumberdaya alam tersebut.
Mungkin juga pabrik-pabrik yang menghasilkan berbagai limbah disamping merusak
sumberdaya alam, akan berdampak kepada kesehatan penduduk, maupun makhluk hidup
yang berada disekitarnya. Padahal sumberdaya alam dan manusia adalah faktor
utama yang menghasilkan pertumbuhan yang sangat tinggi terssebut.
Oleh karena itu sering terjadi bahwa
pembangunan yang dianggap berhasil ternyata tidak memiliki daya kelestariaan
yang memadai. Akibatnya pembangunan ini tidak bisa berkelanjutan (sustainable).
Karena itu dalam kriteria pembangunan, faktor
kerusakan lingkungan sebagai faktor yang menentukan. Apa gunannya sebuah
pembangunan yang saat ini tinggi produktivitasnya, merata pembagian kekayaannya
tetapi dalam jangka sepuluh tahun mendatang akan terjadi degradasi sumberdaya alam
yang menjadi tumpuan utama pertumbuhan, tetapi faktor lingkungan ini secara
relatif belum diterapkan di Indonesia. Dari berbagai kondisi diatas sudah selayaknyalah faktor kerusakan
lingkungan dijadikan sebagai indikator keberhasilan pembangunan disuatu negara,
terutama sekali bagi negara berkembang, seperti negara Indonesia.
Keadilan Sosial dan
Kesinambungan. Salah satu keberatan terhadap konsep pembangunan dalam arti
pertumbuhan ekonomi adalah kemungkinan terjadinya pertumbuhan ekonomi tanpa
didukung oleh perubahan sosial, sehingga pada suatu saat akan terjadi
stagflasi. Tanpa adanya dukungan perubahan sosial, pertumbuhan ekonomi dapat
membawa dampak negatif terhadap bidang sosial, seperti pengangguran dan
kerawanan sosial. Indikator dari
keberhasilan pembangunan selalu menekankan kepada peningkatan produktivitas,
sebetulnya faktor keadilan sosial dan faktor lingkungan saling berkaitan erat.
Yang pertama, keadilan sosial, bukanlah faktor yang dimasukan atas dasar
pertimbangan moral, yaitu demi keadilan saja. Tetapi faktor ini berkaitan
dengan kelestarian pembangunan juga. Bila terjadi kesenjangan yang mencolok
antara orang-orang kaya dan miskin, masyarakat yang bersangkutan akan semakin
rawan secara politis. Orang-orang miskin akan cenderung menolak status quo yang
ada. Mereka akan memperbaiki diri dengan merubah keadaan. Oleh karena itu, bila
konfigurasi kekuatan-kekuatan sosial memungkinkan akan terjadi gejolak politik
yang bisa menghancurkankan pembangunan yang sudah dicapai. Dengan demikian, seperti juga masalah kerusakan alam
yang dapat mengganggu kesinabungan pembangunan, faktor keadilan sosial juga
merupakan suatu kerusakan sosial yang bisa mengakibatkan kerusakan dampak yang
sama.
Sedangkan indikator pembangunan ekonomi yang digunakan di
Indonesia relatif baik, tetapi masih ditemui beberapa kekurang, baik dari segi
indikatornya sendiri maupun dari segi pelaksanaannya, antara lain:
Indikator
Sosial. Oleh Backerman dibedakan 3 kelompok : Usaha
membandingkan tingkat kesejahteraan masy. di dua negara dengan
memperbaiki cara perhitungan pendapatan nasional, dipelopori
oleh Collin Clark dan Golbert dan Kravis. Penyesuaian
pendapatan masy. dibandingkan dengan mempertimbangkan tingkat
harga berbagai negara. Usaha untuk membandingkan
tingkat kesejahteraan dari setiap negara berdasarkan data
yg tdk bersifat moneter (non monetary indicators). Indikator non
moneter yg disederhanakan (modified non-monetary indicators). Kesehatan, rata-rata
hari sakit, fasilitas kesehatan
Perumahan, sumber air bersih & listrik, sanitasi & mutu rumah.
Angkatan Kerja, partisipasi tenaga kerja, jml jam kerja, sumber penghasilan utama, status pekerjaan. Keluarga Berencana dan Fertilisasi, penggunaan ASI, tingkat imunisasi, kehadiran tenaga kesehatan pada kelahiran, penggunaan alat kontrasepsi. Kriminalitas, jumlah pencurian pertahun, jumlah pembunuhan pertahun, jumlah perkosaan pertahun. Perjalanan wisata, frekuensi perjalanan wisata pertahun. Akses di media massa, jumlah surat kabar, jumlah radio dan jumlah televisi.
Perumahan, sumber air bersih & listrik, sanitasi & mutu rumah.
Angkatan Kerja, partisipasi tenaga kerja, jml jam kerja, sumber penghasilan utama, status pekerjaan. Keluarga Berencana dan Fertilisasi, penggunaan ASI, tingkat imunisasi, kehadiran tenaga kesehatan pada kelahiran, penggunaan alat kontrasepsi. Kriminalitas, jumlah pencurian pertahun, jumlah pembunuhan pertahun, jumlah perkosaan pertahun. Perjalanan wisata, frekuensi perjalanan wisata pertahun. Akses di media massa, jumlah surat kabar, jumlah radio dan jumlah televisi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar