Pendahuluan
Perencanaan Tata Ruang Wilayah adalah upaya
merumuskan usaha pemanfaatan ruang atau lahan secara optimal dan penataannya
secara efisien bagi kegiatan usaha manusia di wilayahnya; berupa pembangunan
sektoral, daerah, dan swasta/masyarakat dalam mewujudkan tingkat kesejahteraan
masyarakat yang ingin dicapai pada kurun waktu tertentu. Sedangkan produk
perencanaannya berupa Rencana Penataan Ruang Wilayah untuk daerah perkotaan dan
pedesaan dengan indikasi strategi pembangunan dan program-proyek yang
diprioritaskan. Arti penataan ruang wilayah/daerah di sini telah mencakup
arahan struktur dan keterkaitan ruang wilayah/daerah dalam suatu kesatuan
mekanisme pembangunan. Keterkaitan antara struktur pengembangan wilayah/daerah
dengan pembinaan lingkungan hidup sangatlah erat. Hal ini diperlukan demi
terwujudnya usaha penyeimbangan pertumbuhan antar wilayah/daerah maju dan
terbelakang (atau terisolir) serta terciptanya kualitas lingkungan hidup di
wilayah perkotaan atau pedesaan.
Beberapa Pengertian
dan Prinsip Perencanaan
Wilayah adalah kesatuan geografis beserta segenap
unsur yang terkait padanya, menurut
batasan ruang lingkup pengamatan tertentu, apakah pendekatan perencanaan atau
pun batasan administratif kewenangan pemerintah daerah – dapat berupa Daerah
Tingkat I, Daerah Tingkat II / Kotamadya, Kecamatan atau Desa. Sedangkan ruang
adalah wujud fisik wilayah dalam dimensi geografis yang dipergunakan sebagai
wadah bagi setiap usaha pemenuhan kehidupan manusia, baik horizontal maupun
vertikal. Hal ini tidaklah berarti bahwa seluruh wilayah nasional akan dibagi
habis oleh ruang-ruang yang akan diperuntukkan bagi kegiatan manusia, tetapi
perlu dipertimbangkan pula adanya ruang-ruang yang mempunyai ‘fungsi lindung’
dalam kaitannya dengan usaha menjaga keseimbangan hidrologis dan ekologi.
Sebenarnya, terjadinya ruang-ruang yang
diperuntukkan bagi kegiatan manusia itu disebabkan oleh adanya sumberdaya alam,
sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan. Berdasar pengertian tersebut dan
dalam kaitannya dengan kepentingan pembangunan nasional, maka sistem ruang
dalam wilayah nasional dapat dibagi habis atas tiga lingkup makro, yaitu : 1)
Kawasan Lautan; 2) Kawasan Daratan, dan 3) Kawasan Angkasa. Tetapi, bila
dikaitkan dengan mekanisme kegiatan manusianya serta pendekatan pembangunan
yang ada, maka pengaturan sistem ruangnya dapat dibagi untuk maksud optimasi
pemanfaatannya dan efisiensi penataannya. Dalam kaitan ini wilayah nasional
dapat terbagi ke dalam ruang-ruang yang mempunyai manfaat bagi kegiatan manusia
(“Kawasan Budidaya”) serta Kawasan nonbudidaya (“Kawasan Lindung”), dengan
mempertimbangkan perlunya dijaga keseimbangan ekologi bagi tujuan kelestarian
tata lingkungan.
Penataan Ruang adalah usaha manusia yang
diwujudkan berupa struktur ruang yang menggambarkan ikatan manfaat ruang yang
terpadu bagi sektor-sektor pembangunan – baik bidang ekonomi, sosial-budaya,
hankamnas – dalam membina hidup manusia beserta segala isinya.
Ikatan manfaat ruang yang terpadu meliputi
pengaturan tata ruang perencanaan fisik, perencanaan sosial, perencanaan
ekonomi, perencanaan kelembagaan (institusional) bagi kehidupan manusia dan
lingkungannya. Pengaturan ruang memerlukan dimensi waktu untuk mengarahkan
kegiatan manusia agar sesuai dengan keseimbangan lingkungan hidup yang
merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan mahluk hidup,
termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan
dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya.
Prinsip Perencanaan
Wilayah Daerah dan Kota
Dinamika dari kegiatan manusia dalam wilayah
perkotaan dan pedesaan dalam memproduksi barang dan jasa demi pemenuhan
kebutuhan hidupnya, dapat dikaitkan dalam empat proses perencanaan sebagai
berikut :
§ Proses
perencanaan ekonomi yang mencakup usaha pemanfaatan sumberdaya alam (antara
lain atas dasar ketersediaan lahan dan air di suatu kawasan budidaya dan
penetapan kawasan lindung) dan pengaturan distribusi pemasaran barang dan jasa
dengan mempergunakan suatu kemampuan modal dan teknologi yang berkaitan
dengannya untuk memenuhi tujuan pembangunan.
§ Proses
perencanaan sosial yang mencakup usaha pemanfaatan dan pengembangan sumberdaya
manusia, yang memerlukan suatu usaha pemenuhan kebutuhan sejumlah manusia di
suatu wilayah, daerah dan kota
untuk dapat memenuhi pemerataan kebutuhan tingkat kualitas hidup manusia yang
berkembang terus.
§ Proses
perencanaan kelembagaan dan teknologi yang mencakup usaha pemanfaatan dan
pengembangan sumberdaya bantuan (teknologi, kelembagaan) untuk meningkatkan
kualitas hidup manusia di wilayah perkotaan dan pedesaan.
§ Proses
perencanaan fisik dan lingkungan yang mencakup usaha menata bentuk pemanfaatan
dan fungsi ruang, dan mempertahankan nilai kelestarian lingkungan hidup di
suatu wilayah perkotaan dan pedesaan dengan usaha mencegah dampak negatif dari
setiap usaha perkembangan pembangunan.
Secara keseluruhan proses-proses ini merupakan
satu kesatuan proses yang berkaitan, yang tidak terlepas satu sama lain sebagai
suatu fungsi mekanisme pengembangan wilayah, daerah dan kota . Keterkaitannya usaha penataan ruang kota dan penatan daerah secara
struktur, dianalisa secara hirarkhis dari sudut fungsi pertumbuhan peranan jasa
distribusi dan jasa pelayanan atas dasar karakteristik dan besaran dari setiap
satuan wilayah pembangunan. Sedangkan tingkat pertumbuhan suatu daerah diukur
melalui tingkat perkembangan satuan wilayah pembangunan di daerah tersebut.
Keseimbangan antar daerah dalam hal tingkat pertumbuhannya, pada prinsipnya
dicapai dengan jalan membuat seimbang satuan-satuan Wilayah Pembangunan yang
dibentuk dan tersebar dalam satu kesatuan wilayah nasional.
Sistem pengembangan wilayah merupakan proses
saling kait mengait antar berbagai sektor pembangunan – baik sektor
pemerintahan maupun swasta, baik secara sektoral maupun regional – yang perlu
disusun secara sistimatis, terarah dan terpadu dalam meningkatkan kesejahteraan
hidup masyarakat dari waktu ke waktu.
Secara garis besar, ruang lingkup pengembangan
wilayah mencakup empat usaha sebagai berikut :
§
perumusan kebijaksanaan penataan ruang wilayah/daerah.
§
penyusunan perencanaan tata ruang wilayah/daerah.
§
penentuan perwujudan manfaat ruang wilayah/daerah berupa pengisiannya dalam
bentuk program dan proyek pembangunan.
§
pengendalian dan pelaksanaan pembangunan wilayah/daerah melalui pengaturan,
pengarahan program dan proyek sektoral dan daerah serta perundang-undangannya.
Penataan ruang wilayah, daerah dan kota merupakan salah
satu optimasi pemanfaatan ruang untuk mencapai kesejahteraan kehidupan manusia
tanpa mengesampingkan kelesterian tata lingkungan. Usaha optimasi selalu memerlukan
prioritas-prioritas penanganan sektoral dan daerah secara terpadu dalam wadah
penataan ruang wilayah/daerah. Secara strategis, pengembangan wilayah adalah
salah satu usaha prioritas penanganan dalam penetapan orde kota/simpul yang merupakan
kunci bagi pengembangan wilayah. Tipologi kota/simpul tumbuh dan berkembang
dalam proses kejadiannya yang disebabkan oleh tumbuh dengan sendirinya atau
oleh adanya intervensi kebijaksanaan pembangunan (berupa investasi program dan
proyek). Dalam kaitan ini
ada 4 kaitan yang mengakibatkan adanya tipologi orde kota/simpul, yaitu :
§
ikatan fisik, yang disebabkan oleh kondisi sumber alam air, lahan,
kesuburan dan moda transportsi tradisional.
§
ikatan ekonomi, yang ditimbulkan oleh tingkat keterkaitan atau
ketergantungan arus barang dan jasa manusia dengan moda transportasi modern.
§
ikatan sosial, yang ditimbulkan oleh tingkat kebutuhan pelayanan sosial
dengan moda transportasi modern.
§
ikatan kelembagaan, yang ditimbulkan oleh tingkat pelayanan fungsi pemerintahan,
hankamnas dan moda transportasi modern.
Akan halnya tipe-tipe kota, yang biasanya dibagi dengan
kota kecil, kota sedang. kota besar dan kota raya, terdapat delapan macam
Tipologi Kota, yaitu :
1).
Orde kota/simpul yang diakibatkan dari pengaruh ikatan fisik, dapat menjadi
kota orde V dengan fungsi kegiatan utama agraris : kota kecil.
2).
Orde kota/simpul yasng diakibatkan dari pengaruh fisik dan ekonomi dapat
menjadi kota orde IV : agro processing
center : kota kecil.
3).
Orde kota/simpul yang diakibatkan dari pengaruh ikatan sosial, dalam
perkembangannya dapat menjadi kota orde IV pelayanan sosial, misalnya
pendidikan/kesehatan : kota kecil.
4).
Orde kota/simpul yang diakibatkan dari pengaruh ikatan sosial dalam
perkembangannya dapat menjadi kota orde III yang kegiatan utamanya pemerintahan
tingkat Kabupaten dan pelayanan sosial : kota sedang.
5).
Orde kota/simpul yang diakibatkan oleh ikatan kelembagaan dapat menjadi
kota orde III, orde II dan orde I dengan kegiatan utama pemerintahan/pertahanan
: kota sedang atau kota besar.
6).
Orde kota/simpul yang diakibatkan dari pengaruh ikatan ekonomi dapat
menjadi kota orde III yang kegiatan utamanya pusat perdagangan, industri,
pariwisata dan juga kota agro center
yang dalam perkembangannya dapat meningkat menjadi kota orde II kota pusat
perdagangan, industri dan pariwisata : kota sedang.
7).
Orde kota/simpul yang kegiatan utamanya pusat perdagangan, industri,
pariwisata dan pemerintahan, pelayanan sosial dalam perkembangannya dapat
berfungsi lengkap menjadi kota orde I madya : kota besar.
8).
Orde kota/simpul dari perkembangan kota orde I madya, dalam perkembangannya
dapat berfungsi lengkap menjadi kota orde I utama (metropolitan) dengan
penduduk lebih besar dari 3 juta jiwa : kota raya.
Kebijaksanaan pembangunan dengan pendekatan perwilayahan
akan mendatangkan banyak manfaat. Pertama,
mengenal modal dasar/potensi dan faktor-faktor pembatas yang dimiliki oleh
setiap wilayah/daerah. Kedua, usaha
mewujudkan pemerataan pertumbuhan dan keseimbangan perkembangan antar wilayah
dapat dilakukan bila kondisi potensi/batasan sumberdaya alam, sumberdaya
manusia, sumberdaya buatan dan aspek kelembagaan – baik secara kuantitas maupun
kualitasnya dari setiap wilayah/daerah – dapat diukur secara teliti dan benar
sebagai dasar untuk menetapkan kebijaksanaan keterpaduan sektoral dan daerah
dari waktu ke waktu. Ketiga, usaha
mewujudkan point kedua tersebut di atas dapat terlaksana bila pengetahuan
mengenai sistem lingkungan secara keseluruhan/makro yang akan ditata untuk
maksud-maksud pembangunan sektoral dan daerah tersebut dapat dikenali secara
teliti per wilayah/daerah atau kaitan antara yang satu dengan yang lainnya,
yaitu dalam wadah mana yang harus berupa ”kawasan non budidaya” (dominasi
kawasan untuk fungsi lindung) dan ”kawasan budidaya” (dominasi kawasan untuk
kegiatan usaha dan pemukiman). Keempat,
dalam perkembangan atau pertumbuhan suatu wilayah/daerah (secara struktur,
sosial dan ekonominya) akan ditentukan oleh potensi sumberdaya alam (terutama
kawasan budidaya), potensi sumberdaya manusia (terutama kualitas) dan aspek
kelembagaannya (terutama yang menyangkut kesiapan aparat, teknologi dan sumber
pendanaan). Kelima, dalam pertumbuhan
sosial ekonomi kawasan budidaya daripada setiap wilayah/daerah secara penataan
ruang, akan berwujud pedesaan; dan bila struktur sosial ekonominya sudah
berorientasi dan didominasi kegiatan nonpertanian (jasa dan industri), maka
wilayahnya akan berwujud wilayah perkotaan. Keenam,
dalam sistem perwilayahan (regionalisasi) pengaturan/penataan wilayah perkotaan
dan pedesaan – sebagai suatu sistem wilayah regional dalam mewujudkan usaha
pemerataan dan keseimbangan pertumbuhan wilayah/daerah dilihat dari keterkaitan
fungsi kesatuan pengembangan fisik sosial, ekonomi dan kelembagaan – sangat
menentukan bagi penetapan kebijaksanaan pembangunan di suatu wilayah/daerah.
Masalah dalam Perencanaan Penataan Ruang Wilayah, Daerah dan Kota
”Masalah tekanan Penduduk”
Akibat pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi dan kurang
memadainya pengaturan penggunaan sumber alam dan lingkungan hidup itu, maka
ditinjau dari kerusakan lingkungan hidup yang terjadi, Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi dan kepulauan Nusa Tenggara dewasa ini, telah merupakan daerah-daerah
rawan. Pertumbuhan penduduk yang tinggi di Sumatera (3,3 persen per tahun)
selama 10 tahun lalu diduga akan terus berlanjut selama lima tahun mendatang.
Karena itu masalah kerusakan sumber alam dan lingkungan, khususnya hutan dan
akibat-akibatnya, akan banyak terjadi di daerah-daerah di ketiga pulau
tersebut.
Di daerah yang kepadatan penduduknya tinggi seperti Jawa,
akan mengalami masalah kerusakan lingkungan hidup karena pencemaran yang terus
meningkat. Sudah tentu – seperti yang sudah terjadi sebelumnya – terjadi pula
pencemaran dengan pesatnya di daerah perkotaan.
Di wilayah pedesaan, meningkatnya jumlah petani penggarap
telah mejadi penyebab utama bagi kerusakan sumber alam lahan. Para petani
penggarap biasanya cenderung kurang mengadakan perbaikan lahan usahanya, karena
di samping kurang merasakan kepentingannya secara langsung, juga dianggapnya
sebagai tanggung jawab pemilik lahan yang bersangkutan. Masalah ini akan terus
berlanjut selama tahun-tahun mendatang, terutama di Jawa, Bali, Lombok,
Lampung, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan.
Di wilayah perkotaan, sampai sekarang pembangunan
perumahan dan pemukiman, baik yang dilaksanakan oleh masyarakat luas yang tidak
terorganisasi maupun oleh badan usaha milik swasta dan pemerintah, kurang mendapat
pengarahan yang sesuai dengan rencana tata ruang yang menunjang pembangunan
kota dan wilayah. Pada umumnya, beberapa kota belum dapat berperan sebagai
pusat pelayanan bagi pengembangan wilayah sesuai dengan fungsi dan hirarkhi
kotanya di dalam struktur pengembangan wilayah, karena pelaksanaan pembangunan
belum dapat mengimbangi laju pertumbuhan dan perkembangan perkotaan, terutama
di kota-kota metropolitan dan kota-kota besar.
Perkembangan kota pada umumnya masih banyak dibantu
Pemerintah Pusat. Masalah fasilitas perkotaan (seperti perumahan, listrik, air
bersih, saluran drainase, sistem saluran air buangan rumah dan industri, sistem
pengumpulan sampah dan pembuangan akhirnya, serta penanggulangan bahaya
kebakaran), masih belum dapat diselesaikan dengan tuntas oleh pemerintah kota
sendiri.
Pelaksanaan kegiatan pembangunan kota menghadapi banyak
hambatan. Antara lain : masalah harga tanah yang tinggi, keterbatasan kemampuan
Pemerintah Daerah/Kota, landasan hukum/perundang-undangan yang kurang memadai
dan tidak sesuai lagi dengan masalah-masalah perkotaan. Kebutuhan tanah/lahan
pembangunan – baik untuk perumahan, fasilitas umum perkotaan, prasarana dan
kebutuhan lainnya – semakin meningkat, sedangkan tanah perkotaan semakin
langka. Hal ini mendorong harga tanah semakin tinggi dan sukar dikendalikan,
sehingga sering pembangunan fasilitas sosial seperti sekolah dan kesehatan,
terpaksa ditunda atau dibatalkan. Dan meningkatnya harga tanah inipun telah
mendorong masyarakat melakukan pembangunan di daerah pinggiran kota di luar
batas wilayah kota, yang merupakan wilayah pendukung kota dan bersifat
pedesaan. Akibatnya, penyediaan prasarana lingkungan di luar wilayah kota
menjadi mahal, sehingga perlu adanya pengembangan sistem manajemen tanah
perkotaan, antara lain untuk mengendalikan pengalihan hak atas tanah serta
penataan kembali pemilikan, penguasaan dan penggunaan tanah di wilayah yang
dicadangkan untuk pengembangan kota. Kebijaksanaan ini sangat diperlukan guna
mencegah perkembangan yang tidak teratur dan tidak didukung oleh jaringan
prasarana lingkungan yang dibutuhkannya.
Masalah ketidakterpaduan pelaksanaan pembangunan kota
yang dilakukan secara sendiri-sendiri dan sektoral, tidak menyelesaikan
permasalahan secara tuntas, bahkan banyak yang menimbulkan masalah-masalah
baru. Masalah lain yang perlu penanganan di kota adalah kegiatan sektoral
nonformal, yang bagi kota-kota di Indonesia merupakan kegiatan/lapangan kerja
yang cukup besar.
Masalah belum terciptanya lingkungan kota yang berciri
kuat sosial-budaya – dengan arsitektur bangunan yang dipunyai di setiap wilayah
daerah di Indonesia – juga perlu pengkajian lebih lanjut. Sebab, pada umumnya
perkembangan kota-kota sekarang ini banyak mencerminkan bentuk arsitektur impor
yang polanya di setiap kota di Indonesia menjadi sama saja, kecuali kota di
Bali dan kota Padang.
Di
dalam menciptakan Keterpaduan Usaha Pembangunan Sektoral dan Daerah, ada dua
masalah yang perlu dihadapi. Pertama,
perlunya kaitan usaha kelestarian lingkungan hidup, penataan ruamg dan usaha
pembangunan sektoral dan daerah yang terpadu melalui pendekatan struktur
perwilayahan nasional. Kedua, belum
terciptanya usaha-usaha keterpaduan pembangunan sektoral dan daerah pada
pembangunan sebelumnya secara optimal. Untuk mewujudkan keterpaduan
sektor-sektor strategis yang sangat mendesak perlu ditetapkan berdasarkan
struktur perwilayahan yang mantap. Misalnya keterpaduan lokasi-lokasi,
klasifikasi pelabuhan laut, sistem terminal peti kemas, angkutan PJKA,
lokasi-lokasi industri dan tambang batu bara, serta orde-orde kota dan
jalan-jalan arteri berdasarkan suatu struktur perwilayahan yang jelas berkaitan
satu dengan lainnya merupakan satu kesatuan sistem.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar