Di awal Orde Baru, Suharto berusaha keras membenahi
ekonomi Indonesia
yang terpuruk, dan berhasil untuk beberapa lama. Kondisi ekonomi Indonesia
ketika Pak Harto pertama memerintah adalah keadaan ekonomi dengan inflasi
sangat tinggi, 650% setahun," kata Emil Salim, mantan menteri pada
pemerintahan Suharto.
Orang yang dulu dikenal sebagai salah seorang Emil
Salim penasehat ekonomi presiden menambahkan langkah pertama yang diambil
Suharto, yang bisa dikatakan berhasil, adalah mengendalikan inflasi dari 650%
menjadi di bawah 15% dalam waktu hanya dua tahun. Untuk menekan inflasi yang
begitu tinggi, Suharto membuat kebijakan yang berbeda jauh dengan kebijakan
Sukarno, pendahulunya. Ini dia lakukan dengan menertibkan anggaran, menertibkan
sektor perbankan, mengembalikan ekonomi pasar, memperhatikan sektor ekonomi,
dan merangkul negara-negara barat untuk menarik modal.
Setelah itu di keluarkan ketetapan MPRS
No.XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaruan Kebijakan ekonomi, keuangan dan
pembangunan. Lalu Kabinet AMPERA membuat kebijakan mengacu pada Tap MPRS
tersebut adalah sebagai berikut.
1. Mendobrak
kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang menyebabkan kemacetan,
seperti :
a. Rendahnya penerimaan Negara
b. Tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran Negara
c. Terlalu banyak dan tidak produktifnya ekspansi
kredit bank
d. Terlalu banyak tunggakan hutang
luar negeri penggunaan devisa bagi impor yang sering kurang berorientasi pada
kebutuhan prasarana.
2. Debirokratisasi
untuk memperlancar kegiatan perekonomian.
3. Berorientasi
pada kepentingan produsen kecil.
Untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan
tersebut maka ditempuh cara:
a. Mengadakan
operasi pajak
b. Cara
pemungutan pajak baru bagi pendapatan perorangan dan kekayaan dengan menghitung
pajak sendiri dan menghitung pajak orang.
Menurut Emil Salim, Suharto menerapkan cara militer
dalam menangani masalah ekonomi yang dihadapi Indonesia , yaitu dengan
mencanangkan sasaran yang tegas. Pemerintah lalu melakukan Pola Umum Pembangunan
Jangka Panjang (25-30 tahun) dilakukan secara periodik lima tahunan yang
disebut Pelita(Pembangunan Lima Tahun) yang dengan melibatkan para teknokrat
dari Universitas Indonesia, dia berhasil memperoleh pinjaman dari negara-negara
Barat dan lembaga keuangan seperti IMF dan Bank Dunia.
Liberalisasi perdagangan dan investasi kemudian
dibuka selebarnya. Inilah yang sejak awal dipertanyakan oleh Kwik Kian Gie,
yang menilai kebijakan ekonomi Suharto membuat Indonesia terikat pada kekuatan
modal asing.
Pelita berlangsung dari Pelita I-Pelita VI.
1.
Pelita
I (1 April 1969 – 31 Maret 1974)
Dilaksanakan pada 1 April 1969
hingga 31 Maret 1974 yang menjadi landasan awal pembangunan Orde Baru.
·
Tujuan Pelita I :
Untuk
meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi
pembangunan dalam tahap berikutnya.
·
Sasaran Pelita I :
Pangan,
Sandang, Perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan
kesejahteraan rohani.
·
Titik Berat Pelita I :
Pembangunan
bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi
melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih
hidup dari hasil pertanian.
Muncul
peristiwa Marali (Malapetaka Limabelas Januari) terjadi pada tanggal 15-16
Januari 1947 bertepatan dengan kedatangan PM Jepang Tanaka ke Indonesia .
Peristiwa ini merupakan kelanjutan demonstrasi para mahasiswa yang menuntut
Jepang agar tidak melakukan dominasi ekonomi di Indonesia
sebab produk barang Jepang terlalu banyak beredar di Indonesia . Terjadilah pengrusakan
dan pembakaran barang-barang buatan Jepang.
2.
Pelita
II (1 April 1974 – 31 Maret 1979)
Sasaran yang hendak di capai pada masa ini adalah
pangan, sandang, perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat, dan
memperluas lapangan kerja . Pelita II berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi
rata-rata penduduk 7% setahun. Perbaikan dalam hal irigasi. Di bidang industri
juga terjadi kenaikna produksi. Lalu banyak jalan dan jembatan yang di
rehabilitasi dan di bangun.
3.
Pelita
III (1 April 1979 – 31 Maret 1984)
Pelita III lebih menekankan pada Trilogi Pembangunan
yang bertujuan
terciptanya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Arah dan kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan pada segala bidang.
Pedoman pembangunan nasionalnya adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan
Jalur Pemerataan. Inti dari kedua pedoman tersebut adalah
kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi
yang stabil.
Isi Trilogi Pembagunan adalah
sebagai berikut.
1.
Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia .
2.
Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
3.
Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
4.
Pelita
IV (1 April 1984 – 31 Maret 1989)
Pada Pelita IV lebih dititik beratkan pada sektor
pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan ondustri yang dapat
menghasilkan mesin industri itu sendiri. Hasil yang dicapai pada Pelita IV
antara lain swasembada pangan. Pada tahun 1984 Indonesia berhasil memproduksi
beras sebanyak 25,8 ton. Hasil-nya
Indonesia
berhasil swasembada beras. kesuksesan ini mendapatkan penghargaan dari
FAO(Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia) pada tahun 1985. hal ini merupakan
prestasi besar bagi Indonesia .
Selain swasembada pangan, pada Pelita IV juga dilakukan Program KB dan Rumah
untuk keluarga.
5.
Pelita
V (1 April 1989 – 31 Maret 1994)
Pada Pelita V ini, lebih menitik beratkan pada
sektor pertanian dan industri untuk memantapakan swasembada pangan dan meningkatkan
produksi pertanian lainnya serta menghasilkan barang ekspor.
Pelita V adalah akhir dari pola pembangunan jangka
panjang tahap pertama. Lalu dilanjutkan pembangunan jangka panjang ke dua,
yaitu dengan mengadakan Pelita VI yang di harapkan akan mulai memasuki proses
tinggal landas Indonesia
untuk memacu pembangunan dengan kekuatan sendiri demi menuju terwujudnya
masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
6.
Pelita VI (1 April 1994 – 31
Maret 1999)
Titik beratnya masih pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri dan
pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia
sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak utama
pembangunan. Pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara
Asia Tenggara termasuk Indonesia .
Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu
perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.
Disamping itu Suharto sejak tahun 1970-an juga
menggenjot penambangan minyak dan pertambangan, sehingga pemasukan negara dari
migas meningkat dari $0,6 miliar pada tahun 1973 menjadi $10,6 miliar pada
tahun 1980. Puncaknya adalah penghasilan dari migas yang memiliki nilai sama
dengan 80% ekspor Indonesia .
Dengan kebijakan itu, Indonesia
di bawah Orde Baru, bisa dihitung sebagai kasus sukses pembangunan ekonomi.
Keberhasilan Pak Harto membenahi bidang ekonomi
sehingga Indonesia
mampu berswasembada pangan pada tahun 1980-an diawali dengan pembenahan di
bidang politik. Kebijakan perampingan partai dan penerapan azas tunggal
ditempuh pemerintah Orde Baru, dilatari pengalaman masa Orde Lama ketika
politik multi partai menyebabkan energi terkuras untuk bertikai. Gaya kepemimpinan tegas seperti yang dijalankan Suharto
pada masa Orde Baru oleh Kwik Kian Gie diakui memang dibutuhkan untuk membenahi
perekonomian Indonesia
yang berantakan di akhir tahun 1960.
Namun, dengan menstabilkan politik demi pertumbuhan
ekonomi, yang sempat dapat dipertahankan antara 6%-7% per tahun, semua kekuatan
yang berseberangan dengan Orde Baru kemudian tidak diberi tempat.
Kondisi Ekonomi Indonesia Pada
Akhir Masa Orde Baru
Pelita VI (1 April 1994
- 31 Maret 1999)
Pada masa ini pemerintah lebih menitikberatkan pada
sektor bidang ekonomi. Pembangunan ekonomi ini berkaitan dengan industri dan
pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia
sebagai pendukungnya.
Namun Pelita VI yang diharapkan menjadi proses lepas
landas Indonesia
ke yang lebih baik lagi, malah menjadi gagal landas dan kapal pun rusak.
Kondisi ekonomi yang kian terpuruk ditambah dengan
KKN yang merajalela, Pembagunan yang dilakukan, hanya dapat dinikmati oleh
sebagian kecil kalangan masyarakat. Karena pembangunan cenderung terpusat dan
tidak merata. Meskipun perekonomian Indonesia meningkat, tapi secara
fundamental pembangunan ekonomi sangat rapuh.. Kerusakan serta pencemaran
lingkungan hidup dan sumber daya alam. Perbedaan ekonomi antar daerah, antar
golongan pekerjaan, antar kelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam..
Terciptalah kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi sosial). Pembangunan
hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik,
ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan.
Pembagunan tidak merata tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah
wilayah yang menjadi penyumbang devisa terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur,
dan Irian. Faktor inilah yang selantunya ikut menjadi penyebab terpuruknya
perekonomian nasional Indonesia
menjelang akhir tahun 1997.membuat perekonomian Indonesia gagal menunjukan
taringnya.
Namun pembangunan ekonomi pada masa Orde Baru merupakan pondasi bagi pembangunan ekonomi selanjutnya.
Namun pembangunan ekonomi pada masa Orde Baru merupakan pondasi bagi pembangunan ekonomi selanjutnya.
Dampak Positif Kebijakan ekonomi Orde Baru :
1.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena setiap program
pembangunan pemerintah terencana dengan baik dan hasilnyapun dapat terlihat
secara konkrit.
2.
Indonesia mengubah status dari negara
pengimpor beras terbesar menjadi bangsa yang memenuhi kebutuhan beras sendiri
(swasembada beras).
3.
Penurunan angka kemiskinan yang diikuti dengan perbaikan
kesejahteraan rakyat.
4.
Penurunan angka kematian bayi dan angka partisipasi
pendidikan dasar yang semakin meningkat.
Dampak Negatif Kebijakan ekonomi Orde Baru :
1.
Kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya
alam
2.
Perbedaan ekonomi antardaerah, antargolongan pekerjaan,
antarkelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam.
3.
Terciptalah kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi
sosial)
4.
Menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang erat dengan KKN
(Korupsi, Kolusi dan Nepotisme)
5.
Pembagunan yang dilakukan hasilnya hanya dapat dinikmati
oleh sebagian kecil kalangan masyarakat, pembangunan cenderung terpusat dan
tidak merata.
6.
Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa
diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan.
7.
Meskipun pertumbuhan ekonomi meningkat tapi secara
fundamental pembangunan ekonomi sangat rapuh.
8. Pembagunan tidak merata tampak dengan adanya
kemiskinan di sejumlah wilayah yang justru menjadi penyumbang devisa terbesar
seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian. Faktor inilahh yang selantunya ikut
menjadi penyebab terpuruknya perekonomian nasional Indonesia menjelang akhir tahun
1997.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar