Jumat, 19 Oktober 2012

Bab 4 Interpretasi Teoritik - Laporan Tipologi Sosial


A.Tipologi Emile Durkheim
Emile Durkheim membagi tipe masyarkat ke dalam dua bentuk, yaitu :
1.      Masyarakat dengan solidaritas mekanis, adalah suatu bentuk tipe masyarakat yang relatif homogen, khususnya dalam hal pembagian kerja, terikat secara homogen pula ke dalam kesatuan-kesatuaan sosial dan kesadaran kolektif yaang bersifat represif, dimana setiap pelanggaran-pelanggaaran terhadap peraturan-peraturan yang ada selalu dikaitkan dengan sanksi-sanksi hukuman. Hubungan antar masyarakat didasarkan pada nilai dan norma yang berlaku.
2.      Masyarakat dengan solidaritas organis, adalah suatu masyarakat yang menjadi semakin heterogen dan semakin mandiri, akibat berkembangnya pembagian pekerjaan sosial, akan tetapi justru semakin tergantung satu sama lain dan semakin solider. Hubungan antar masyarakat didasarkan pada hubungan  fungsional.
4.1.1. Solidaritas Sosial
Variabel ini memberikan gambaran bagaimana masyarakat Desa Sumberjo saling berinteraksi antar sesama warga dalam menjalani bentuk  aktivitas sehari-hari. Interaksi yang dilakukan menyangkut tentang partisipasi dan bentuk partisipasi warga masyarakat terhadap kegiatan sosial yang ada.
 Warga Sumberjo memiliki tingkat solidaritas yang cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari rutinnya kegiatan desa yang mereka laksanakan. Selain itu, bentuk sumbangan (buwuh) yang diberikan pada saudara, tetangga atau teman yang sedang mengadakan hajatan pun sama atau tidak dibeda-bedakan. Dan tindakan warga Sumberjo apabila ada tetangga yang sakit atau meninggal, tanpa disuruh mereka membantu sesama tanpa meminta imbalan.
4.1.2. Kontrol sosial
            Variabel ini menggambarkan tentang tingkat kepatuhan masyarakat terhadap peraturan dan norma yang berlaku, sikap masyarakat terhadap peraturan yang dilanggar, serta bentuk sanksi yang diberikan  kepada pelanggar.
            Dari beberapa pelanggaran yang pernah dan tidaknya terjadi berdasarkan hasil analisis pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa tingkat pelanggaran yang terjadi di Desa Sumberjo tergolong rendah, rendahnya tingkat pelanggaran ini, menjadikan Desa Sumberjo merupakan desa yang aman dan jauh dari perilaku menyimpang. Hal ini didukung oleh penduduknya yang saling pengertian antar  warga sekitar.
            Di desa Sumberjo sendiri amat jarang terjadi pelanggaran. Pelanggaran yang masih relatif sering terjadi merupakan pelanggaran kecil, yaitu tidak mengikuti siskamling. Karena warga Sumberjo merasa desanya sudah aman dari kejahatan-kejahatan, jadi ada rasa saling percaya antar warga satu dengan yang lainnya. Untuk pelanggaran seperti, selingkuh, mabuk-mabukan, mencuri, hamil diluar nikah, incest dan lain-lain sudah sangat jarang, apabila terjadi pelanggaran tersebut, maka penyelesainnya diselesaikan secara kekeluargaan.
            Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan juga bahwa setiap pelanggaran terhadap peraturan-peraturan yang ada selalu dikaitkan dengan sanksi-sanksi hukuman, yang kesemuanya itu mengarah pada satu bentuk peraturan yang bersifat represif. Hal tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Desa Sumberjo memiliki solidaritas mekanis.
            Dengan demikian, berdasarkan hasil penelitian yang telah  kami lakukan dan juga yang diukur dari kedua variabel diatas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat Desa Sumberjo tergolong masyarakat yang bersolidaritas mekanis. Jadi kesemuanya itu memperkuat teori Emile Durkheim dan memang teori Emille Durkheim masih berlaku di Desa Sumberjo.
B. Tipologi Max Weber
            Dalam membicarakan konteks tipologi sosial masyarakat, Max Weber mengemukakan teori tentang tindakan sosial. Secara garis besar, terdapat dua tipe tindakan sosial, yaitu tindakan tradisional dan tindakan rasional. Tindakan sosial tradisional mengarah pada tipe masyarakat tradisional, sedangkan tindakan sosial rasional mengarah pada tipe masyarakat rasional.
            Masyarakat tradisional diartikan sebagai suatu bentuk tipe masyarakat yang selalu mengorientasikan seluruh mekanisme tindakan sosialnya pada tradisi yang sudah berlansung secara temurun, yang diterima dan dilakukan dengan begitu saja tanpa dipikirkan.
            Masyarakat rasional diartikan sebagai suatu bentuk tipe masyarakat yang telah mengorientasikan seluruh mekanisme tindakan sosialnya kepada pertimbangan tertentu, seperti nilai ekonomi, etika, estetika, dan agama, sehingga dpat dipertanggungjawabkan.
            Adapun dari kedua tipe tindakan tersebut dapat dijabarkan kedalam empat tipe tindakan, yaitu:
  1. Rasional Instrumental (Zweckrationalität).
  2. Rasional yang Berorientasi Nilai (Wertrationalität).
  3. Tindakan Tradisional.
  4. Tindakan Afektif.
            Berdasarkan keempat tipe tindakan ini, masyarakat desa Sumberjo masih melakukan tindakan rasional instrumental dilakukan dalam hal pengaturan keuangan rumah tangga, tentang anggaran pengeluaran sebulan yang disesuaikan dengan penghasilan yang diterima.
            Dalam keempat tipe tindakan ini, yang paling banyak dilakukan warga Sumberjo adalah tindakan rasional berorientasi nilai. Hal ini dibuktikan dengan tingginya pelaksanaan ritual keagamaan, sebagai contoh adalah pengajian untuk orang meninggal, dimana warga masyarakat begitu kompak melakukannya secara bersama-sama. Faktor yang melandasi tindakan ini adalah dasar agama serta solidaritas yang masih kuat.
            Masyarakat Desa Sumberjo juga masih sering melakukan tindakan tradisional, yaitu berkaitan dengan ritual selametan. Selametan yang berkaitan dengan kelahiran, pernikahan dan kematian seseorang masih sering dilakukan. Sedangkan selametan berkaitan kehamilan dan ritual lainnya, seperti saat panen, grebeg suro, bersih desa,dll, sudah jarang dilakukan, sudah luntur. Memang dirasa agak ironis, dikarenakan tingkat pelaksanaan ritual agama yang cukup kuat. Namun hal ini (tindakan tradisional) masih tinggi frekuensi pelaksanaanya, berkaitan dengan rasa solidaritas yang masih tinggi, dengan suasana kehidupan yang masih kekeluargaan. Meski kuatnya pedoman ritual agama, namun bukan berarti meninggalkan tindakan yang sifatnya tradisional secara keseluruhan karena hal tersebut merupakan tradisi dari keturunan-keturunan sebelumnya.
            Untuk tindakan afektif, di Desa Sumberjo masih mayoritas menggunakan perasaan hati. Terbukti mayoritas warga Sumberjo dalam menyatakan perasaan cinta atau suka kepada orang lain secara langsung masih banyak ditemui di Desa Sumberjo.
            Untuk mengklasifikasikan kedalam kedua bentuk tipe masyarakat modern maupun tradisional, menurut kami perlu ditarik benang merah antara keduannya. Hal ini dikarenakan masyarakat Desa Sumberjo tidak dapat diklasifikasikan secara tepat dalam kedua bentuk tipe masyarakat tersebut. Di samping masih melakukan tindakan tradisional, masyarakat Desa Sumberjo juga telah melakukan tindakan rasional. Masyarakat Desa Sumberjo memiliki ciri-ciri masyarakat tradisional, namun juga memilki cirri-ciri masyarakat modern. Lebih tepatnya masyarakat Desa Sumberjo dikategorikan dalam masa transisi dari tipe masyarakat tradisional menuju tipe masyarakat modern. Tetapi masih mayoritas atau condong ke tradisional.
            Berdasarkan teori dan hasil temuan data dilapangan, dapat disimpulkan bahwa teori Max Weber yang terkesan dikotomis (masyarakat tradisional dan rasional), tidak terbukti kebenarannya. Hal ini dikarenakan masyarakat Desa Sumberjo tidak tepat/ sesuai jika harus dikategorikan kedalam kedua tipe tersebut. Tepatnya, bahwa masyarakat Desa Sumberjo sedang mengalami proses transisi perubahan, dari tipe masyarakat tradisional menuju tipe masyarakat modern.  Tetapi masih condong ke masyarakat yang tradisional.
C.Tipologi Robert K. Merton         
Tipologi Robert K.Merton didasari adanya asas kehidupan manusia, bahwa manusia adalah makhluk sosial dengan ditandai kompleksitas kehidupan yang terdapat interaksi, interelasi ataupun interdependensi, maka Robert K. Merton mencoba  mengkaji masyarakat sebagai bentuk kompleksitas kehidupan tersebut dengan segala tindakan polanya agar dapat menjaga eksistensi tiga unsur  kompleksitas kehidupan tersebut.
            Robert K. Merton membagi tipe masyarakat ke dalam dua bentuk , yaitu masyarakat lokalistik dan masyarakat kosmopolitan.
Masyarakat lokalistik adalah suatu bentuk tipe masyarakat yang memiliki –pola-pola interaksi sosialnya hanya terbatas antara anggota masyarakat di desa itu sendiri, baik itu secara fisik dan informasi. Kurang berinteraksi dengan masyarakat luar sehingga jarang terjadi perubahan.
            Masyarakat kosmopolitan adalah suatu bentuk tipe masyarakat yang sering melakukan interaksi sosial dengan masyarakat luar, baik secara fisik maupun informasi, sehingga memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan dalam masyarakat.
            Variabel yang digunakan dalam menganalisis masyarakat Desa Sumberjo, Kecamatan Wonosalam adalah sebagai berikut
·         Mobilitas sosial
·         Respon masyarakat terhadap perubahan
·         Pola kepemimpinan
4.3.1. Mobilitas sosial
            Mobilitas dapat diartikan dalam struktur dalam kehidupan sosial yang mencakup sifat-sifat dan tindakan –tindakan mengenai hubungan antar kelompok.
            Masyarakat Desa Sumberjo memiliki tingkat mobilitas yang tergolong rendah. Sebagian besar mobilitas yang dilakukan warga (bepergian ke luar desa, kecamatan atau kabupaten) adalah dalam rangka silaturahmi, atau bekerja. Namun, ini juga memilki intensitas yang cukup jarang. Rata-rata bepergian untuk silaturahmi hanya sekali atau dua kali dalam satu tahun. Sementara, untuk keperluan pekerjaan, hanya sedikit sekali yang bekerja sebagai pegawai negeri yang menuntut harus pergi ke luar Desa Sumberjo setiap hari. Rata-rata hanya sekali atau dua kali dalam sebulan, mereka pergi ke luar Desa Sumberjo untuk bekerja 
            Hal tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Desa Sumberjo lebih bersifat lokal.
4.3.2. Respon terhadap perubahan
            Salah satu variabel yang digunakan untuk menganalisis tipologi Robert K. Merton adalah respon terhadap perubahan. Variabel ini menggambarkan bagaimana sikap dan tanggapan masyarakat dalam menerima perubahan yang terjadi, baik perubahan tekhnologi maupun perubahan sosial budaya.
            Dari jawaban-jawaban yang kami peroleh dalam wawancara, masyarakat Desa Sumberjo sering bersentuhan dengan media-media elektronik, seperti TV, radio dan HP. Namun, sangat sedikit yang rutin membaca koran atau majalah. Hal ini berarti masyarakat Sumberjo sebenarnya memiliki akses yang cukup luas untuk dapat megetahui apa yang sedang terjadi di luar Desa Sumberjo tersebut.
            Begitu juga dalam bidang kesehatan, rata-rata masyarakat Desa Sumberjo membawa anggota keluarganya yang akan melahirkan ke bidan atau dokter. Jarang yang membawa mereka ke dukun bayi, meskipun di Desa Sumberjo masih banyak dukun bayi, tetapi sejak ada peraturan bahwa dukun bayi dilarang untuk melakukan proses kelahiran maka warga Sumberjo tidak lagi ke dukun bayi meskipun ada beberapa orang yang masih melakukannya. Dan profesi dukun bayi di Desa Sumberjo di alihkan menjadi pembantu bidan dalam proses kelahiran seorang ibu. Ketika ada anggota keluarga yang sakit pun, beberapa warga memilih untuk mencoba mengobatinya dulu dengan obat-obatan tradisional, namun tidak menutup kemungkinan, akan pergi ke dokter bila obat tradisional itu tidak manjur.
            Dari paparan di atas, maka masyarakat Sumberjo dalam hal respon terhadap perubahan bersifat Localite. Namun, asumsi bahwa makin tinggi mobilitas seseorang, maka respon terhadap perubahan juga makin tinggi tidak berlaku disini. Hal ini disebabkan, masyarakat Desa Sumberjo cukup intens melihat tayangan-tayangan televisi dan mengetahui berita-berita yang sedang menjadi pembicaraan umum.
1.3.3        Pola Kepemimpinan
Empati di Desa Sumberjo sudah tinggi terbukti bahwa pola kepemimpinan di desa tersebut berpola kepemimpinan yang terjadi sudah  Diamond Power Structure. Karna di Desa Sumberjo sudah mengenal pemilihan perangkat desa dan mayoritas warga Sumberjo sudah mengetahui peran-peran masing perang kat desa.
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa di Desa Sumberjo sudah mengenal demokrasi, sehingga dapat ditarik kesimpulan pola kepemimpinan di Desa Sumberjo berpola Diamond Power Structure terbukti empatinya tinggi.
Berdasarkan teori dan hasil temuan data dilapangan, dapat disimpulkan bahwa teori Robert King Merton yang mengatakan bahwa masyarakata desa merupakan masayarakat yang localite, tidak terbukti kebenarannya. Hal ini dikarenakan masyarakat Desa Sumberjo tidak tepat/ sesuai jika harus dikategorikan kedalam kedua tipe localite dan cosmopolite. Tepatnya, bahwa masyarakat Desa Sumberjo sedang mengalami proses transisi perubahan, dari pola kepemimpinan localite menuju pola kepemimpinan  cosmopolite.
D. Tipologi Ferdinand Tonnies
            Teori tipologi sosial Ferdinand Tonnies, membagi masyarakat pada dua bentuk penggolongan, yaitu Gemeinschaft (paguyuban) dan Gesellschaft (patembayan). Gemeinschaft (paguyuban) adalah bentuk kehidupan bersama dimana anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah, serta bersifat kekal. Paguyuban memiliki dasar hubungan yang disebut Wesenwille, yang berarti bentuk kemauan yang dikodratkan, yang timbul dari keseluruhan kehidupan yang alami. Yang paling menonjol dari dasar hubungan paguyuban adalah rasa cinta dan rasa persatuan batin yang juga bersifat nyata, yang memang telah dikodratkan.
            Gesellschaft (patembayan) merupakan ikatan lahir yang bersifat pokok untuk jangka waktu yang pendek, bersifat sebagai sesuatu dalam pikiran belaka dan bersifat mekanis layaknya sebuah mesin. Hubungan patembayan terjalin atas dasar ikatan timbal balik, demi mencapai keuntungan dan memenuhi kebutuhan belaka, yang sifatnya tentative, kontraktual serta situasional. Patembayan memiliki dasar hubungan yang disebut Kürwille, yang berarti bentuk kemauan yang dipimpin oleh cara berpikir yang didasarkan pada akal.
            Berdasarkan data yang kelompok kami temukan dilapangan, beserta dengan yang telah kami analisis pada bab sebelumnya, ditambah lagi dengan observasi secara langsung, maka dapat kami simpulkan bahwa masyarakat Desa Sumberjo dapat dikategorikan menjadi Gemeinschaft (Paguyuban), lebih tepatnya Gemeinschaft of place. Hal ini dapat dibuktikan dengan masih tingginya ikatan solidaritas warga masyarakat, yang dapat dilihat dari tingkat partisipasi warga masyarakat pada acara ritual keagamaan, dan juga melalui kondisi interaksi masyarakat yang bersifat intim, dimana warga masyarakatnya saling mengenal satu sama lain dengan baik. Dikategorikan Gemeinschaft of place, karena mayoritas masyarakat desa Sumberjo adalah penduduk asli desa tersebut, yang sudah menetap di Desa Sumberjo secara turun-temurun sejak generasi diatasnya.
            Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa ikatan paguyuban masyarakat Desa Sumberjo dapat terjalin salah satu esensinya atas dasar tempat dimana mereka tinggal turun-temurun.
            Dapat disimpulkan pula bahwa teori tipologi sosial Ferdinand Tonnies memang berlaku dan relevan di Desa Sumberjo, dengan kategori sebagai Gemeinschaft of place. Hal ini juga semakin memperkuat teori Ferdinand Tonnies, bahwa masyarakat desa memang cenderung bersifat paguyuban (Gemeinschaft).
Mobilitas Sosial (y)
Tingkat Pendidikan (x)
Jumlah
R
S
T
T
2
( 2,5% )
3
( 8,1% )
0
5
( 4,2% )
S
34
( 42% )
26
( 70,2% )
2
( 100% )
62
( 51% )
R
45
( 55,5% )
8
( 21,7% )
0
53
( 44,1% )
Jumlah
81
( 100% )
37
( 100% )
2
( 100% )
120
(100%)

TABEL SILANG                                     
·          Kecendrungan D % > 10%
·         Arah hubungan : positif, semakin rendah tingkat pendidikan yang ditempuh seseorang maka semakin rendah mobilitas sosial dan sebaliknya, semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditempuh seseorang  maka semakin tinggi mobilitas sosial.
·         Kekuatan hubungan :
C=B ----- selisih = 29,8%
B=A ----- selisih = 28.2%
C=A ----- selisih = 58%
            ______ __ __  +
                          116%
            Rata-rata = 38,7% ----- D% 20
Maka kekuatan hubungannya = kuat.
            Antara variable tingkat pendidikan (x) dengan variable mobilitas sosial (y) memiliki hubungan dengan kekuatan yang kuat. Dan arah hubungannya dapat dijabarkan seperti dibawah ini :
·         Pada tingkat pendidikan rendah dengan tingkat mobilitas sosial rendah, jumlah mayoritasnya adalah 55,5%
·         Pada tingkat pendidikan sedang dengan tingkat mobilitas sosial sedang, jumlah mayoritasnya adalah 70,2%
·         Pada tingkat pendidikan tinggi dengan tingkat mobilitas sosial tinggi jumlah mayoritasnya adalah 0%
Jadi dapat disimpulkan bahwa kedua variable diatas terdapat hubungan positif, karena pada tngkat pendidikan rendah menjadikan mobilitas sosialnya rendah. Hal ini membuktikan bahwa rendahnya pendidikan seseorang dalam masyarakat Desa Sumberjo juga dapat mempengaruhi rendahnya mobilitas sosial masyarakatnya.

3 komentar: