A.Tipologi Emile Durkheim
Emile Durkheim membagi tipe masyarkat ke dalam dua
bentuk, yaitu :
1.
Masyarakat
dengan solidaritas mekanis, adalah suatu bentuk tipe masyarakat yang relatif
homogen, khususnya dalam hal pembagian kerja, terikat secara homogen pula ke
dalam kesatuan-kesatuaan sosial dan kesadaran kolektif yaang bersifat represif,
dimana setiap pelanggaran-pelanggaaran terhadap peraturan-peraturan yang ada
selalu dikaitkan dengan sanksi-sanksi hukuman. Hubungan antar masyarakat
didasarkan pada nilai dan norma yang berlaku.
2. Masyarakat dengan solidaritas organis, adalah suatu
masyarakat yang menjadi semakin heterogen dan semakin mandiri, akibat
berkembangnya pembagian pekerjaan sosial, akan tetapi justru semakin tergantung
satu sama lain dan semakin solider. Hubungan antar
masyarakat didasarkan pada hubungan
fungsional.
4.1.1.
Solidaritas Sosial
Variabel ini memberikan gambaran bagaimana masyarakat
Desa Sumberjo saling berinteraksi antar sesama warga dalam menjalani
bentuk aktivitas sehari-hari. Interaksi
yang dilakukan menyangkut tentang partisipasi dan bentuk partisipasi warga
masyarakat terhadap kegiatan sosial yang ada.
Warga Sumberjo memiliki tingkat solidaritas
yang cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari rutinnya kegiatan desa yang
mereka laksanakan. Selain itu, bentuk sumbangan (buwuh) yang diberikan pada
saudara, tetangga atau teman yang sedang mengadakan hajatan pun sama atau tidak
dibeda-bedakan. Dan tindakan warga Sumberjo apabila ada tetangga yang sakit
atau meninggal, tanpa disuruh mereka membantu sesama tanpa meminta imbalan.
4.1.2. Kontrol sosial
Variabel
ini menggambarkan tentang tingkat kepatuhan masyarakat terhadap peraturan dan
norma yang berlaku, sikap masyarakat terhadap peraturan yang dilanggar, serta
bentuk sanksi yang diberikan kepada
pelanggar.
Dari
beberapa pelanggaran yang pernah dan tidaknya terjadi berdasarkan hasil
analisis pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa tingkat pelanggaran yang
terjadi di Desa Sumberjo tergolong rendah, rendahnya tingkat pelanggaran ini,
menjadikan Desa Sumberjo merupakan desa yang aman dan jauh dari perilaku
menyimpang. Hal ini didukung oleh penduduknya yang saling pengertian antar warga sekitar.
Di desa Sumberjo sendiri amat jarang terjadi
pelanggaran. Pelanggaran yang masih relatif sering terjadi merupakan
pelanggaran kecil, yaitu tidak mengikuti siskamling. Karena warga Sumberjo
merasa desanya sudah aman dari kejahatan-kejahatan, jadi ada rasa saling
percaya antar warga satu dengan yang lainnya. Untuk pelanggaran seperti,
selingkuh, mabuk-mabukan, mencuri, hamil diluar nikah, incest dan lain-lain
sudah sangat jarang, apabila terjadi pelanggaran tersebut, maka penyelesainnya
diselesaikan secara kekeluargaan.
Berdasarkan
penjelasan diatas dapat disimpulkan juga bahwa setiap pelanggaran terhadap
peraturan-peraturan yang ada selalu dikaitkan dengan sanksi-sanksi hukuman,
yang kesemuanya itu mengarah pada satu bentuk peraturan yang bersifat represif.
Hal tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Desa Sumberjo memiliki solidaritas
mekanis.
Dengan
demikian, berdasarkan hasil penelitian yang telah kami lakukan dan juga yang diukur dari kedua
variabel diatas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat Desa Sumberjo tergolong
masyarakat yang bersolidaritas mekanis. Jadi kesemuanya itu memperkuat teori
Emile Durkheim dan memang teori Emille Durkheim masih berlaku di Desa Sumberjo.
B. Tipologi Max Weber
Dalam
membicarakan konteks tipologi sosial masyarakat, Max Weber mengemukakan teori
tentang tindakan sosial. Secara garis besar, terdapat dua tipe tindakan sosial,
yaitu tindakan tradisional dan tindakan rasional. Tindakan sosial tradisional
mengarah pada tipe masyarakat tradisional, sedangkan tindakan sosial rasional
mengarah pada tipe masyarakat rasional.
Masyarakat
tradisional diartikan sebagai suatu bentuk tipe masyarakat yang selalu
mengorientasikan seluruh mekanisme tindakan sosialnya pada tradisi yang sudah
berlansung secara temurun, yang diterima dan dilakukan dengan begitu saja tanpa
dipikirkan.
Masyarakat
rasional diartikan sebagai suatu bentuk tipe masyarakat yang telah
mengorientasikan seluruh mekanisme tindakan sosialnya kepada pertimbangan
tertentu, seperti nilai ekonomi, etika, estetika, dan agama, sehingga dpat
dipertanggungjawabkan.
Adapun
dari kedua tipe tindakan tersebut dapat dijabarkan kedalam empat tipe tindakan,
yaitu:
- Rasional
Instrumental (Zweckrationalität).
- Rasional yang Berorientasi Nilai (Wertrationalität).
- Tindakan
Tradisional.
- Tindakan
Afektif.
Berdasarkan keempat tipe tindakan
ini, masyarakat desa Sumberjo masih melakukan tindakan rasional instrumental dilakukan dalam hal
pengaturan keuangan rumah tangga, tentang anggaran pengeluaran sebulan yang
disesuaikan dengan penghasilan yang diterima.
Dalam
keempat tipe tindakan ini, yang paling banyak dilakukan warga Sumberjo adalah
tindakan rasional berorientasi nilai. Hal ini dibuktikan dengan tingginya
pelaksanaan ritual keagamaan, sebagai contoh adalah pengajian untuk orang
meninggal, dimana warga masyarakat begitu kompak melakukannya secara
bersama-sama. Faktor yang melandasi tindakan ini adalah dasar agama serta
solidaritas yang masih kuat.
Masyarakat
Desa Sumberjo juga masih sering melakukan tindakan tradisional, yaitu berkaitan
dengan ritual selametan. Selametan yang berkaitan dengan kelahiran, pernikahan
dan kematian seseorang masih sering dilakukan. Sedangkan selametan berkaitan
kehamilan dan ritual lainnya, seperti saat panen, grebeg suro, bersih desa,dll,
sudah jarang dilakukan, sudah luntur. Memang dirasa agak ironis, dikarenakan
tingkat pelaksanaan ritual agama yang cukup kuat. Namun hal ini (tindakan
tradisional) masih tinggi frekuensi pelaksanaanya, berkaitan dengan rasa
solidaritas yang masih tinggi, dengan suasana kehidupan yang masih
kekeluargaan. Meski kuatnya pedoman ritual agama, namun bukan berarti
meninggalkan tindakan yang sifatnya tradisional secara keseluruhan karena hal
tersebut merupakan tradisi dari keturunan-keturunan sebelumnya.
Untuk tindakan afektif, di Desa Sumberjo masih mayoritas
menggunakan perasaan hati. Terbukti mayoritas warga Sumberjo dalam menyatakan
perasaan cinta atau suka kepada orang lain secara langsung masih banyak ditemui
di Desa Sumberjo.
Untuk
mengklasifikasikan kedalam kedua bentuk tipe masyarakat modern maupun
tradisional, menurut kami perlu ditarik benang merah antara keduannya. Hal ini
dikarenakan masyarakat Desa Sumberjo tidak dapat diklasifikasikan secara tepat
dalam kedua bentuk tipe masyarakat tersebut. Di samping masih melakukan
tindakan tradisional, masyarakat Desa Sumberjo juga telah melakukan tindakan
rasional. Masyarakat Desa Sumberjo memiliki ciri-ciri masyarakat tradisional,
namun juga memilki cirri-ciri masyarakat modern. Lebih tepatnya masyarakat Desa
Sumberjo dikategorikan dalam masa transisi dari tipe masyarakat tradisional
menuju tipe masyarakat modern. Tetapi masih mayoritas atau condong ke
tradisional.
Berdasarkan
teori dan hasil temuan data dilapangan, dapat disimpulkan bahwa teori Max Weber
yang terkesan dikotomis (masyarakat tradisional dan rasional), tidak terbukti
kebenarannya. Hal ini dikarenakan masyarakat Desa Sumberjo tidak tepat/ sesuai
jika harus dikategorikan kedalam kedua tipe tersebut. Tepatnya, bahwa
masyarakat Desa Sumberjo sedang mengalami proses transisi perubahan, dari tipe
masyarakat tradisional menuju tipe masyarakat modern. Tetapi masih condong ke masyarakat yang
tradisional.
C.Tipologi Robert K. Merton
Tipologi Robert K.Merton didasari adanya asas kehidupan
manusia, bahwa manusia adalah makhluk sosial dengan ditandai kompleksitas
kehidupan yang terdapat interaksi, interelasi ataupun interdependensi, maka
Robert K. Merton mencoba mengkaji
masyarakat sebagai bentuk kompleksitas kehidupan tersebut dengan segala
tindakan polanya agar dapat menjaga eksistensi tiga unsur kompleksitas kehidupan tersebut.
Robert
K. Merton membagi tipe masyarakat ke dalam dua bentuk , yaitu masyarakat
lokalistik dan masyarakat kosmopolitan.
Masyarakat lokalistik adalah suatu bentuk tipe masyarakat
yang memiliki –pola-pola interaksi sosialnya hanya terbatas antara anggota
masyarakat di desa itu sendiri, baik itu secara fisik dan informasi. Kurang
berinteraksi dengan masyarakat luar sehingga jarang terjadi perubahan.
Masyarakat
kosmopolitan adalah suatu bentuk tipe masyarakat yang sering melakukan
interaksi sosial dengan masyarakat luar, baik secara fisik maupun informasi,
sehingga memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan dalam masyarakat.
Variabel
yang digunakan dalam menganalisis masyarakat Desa Sumberjo, Kecamatan Wonosalam
adalah sebagai berikut
·
Mobilitas sosial
·
Respon masyarakat
terhadap perubahan
·
Pola kepemimpinan
4.3.1.
Mobilitas sosial
Mobilitas
dapat diartikan dalam struktur dalam kehidupan sosial yang mencakup sifat-sifat
dan tindakan –tindakan mengenai hubungan antar kelompok.
Masyarakat
Desa Sumberjo memiliki tingkat mobilitas yang tergolong rendah. Sebagian besar
mobilitas yang dilakukan warga (bepergian ke luar desa, kecamatan atau
kabupaten) adalah dalam rangka silaturahmi, atau bekerja. Namun, ini juga
memilki intensitas yang cukup jarang. Rata-rata bepergian untuk silaturahmi
hanya sekali atau dua kali dalam satu tahun. Sementara, untuk keperluan
pekerjaan, hanya sedikit sekali yang bekerja sebagai pegawai negeri yang
menuntut harus pergi ke luar Desa Sumberjo setiap hari. Rata-rata hanya sekali
atau dua kali dalam sebulan, mereka pergi ke luar Desa Sumberjo untuk
bekerja
Hal
tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Desa Sumberjo lebih bersifat lokal.
4.3.2. Respon terhadap perubahan
Salah
satu variabel yang digunakan untuk menganalisis tipologi Robert K. Merton
adalah respon terhadap perubahan. Variabel ini menggambarkan bagaimana sikap
dan tanggapan masyarakat dalam menerima perubahan yang terjadi, baik perubahan
tekhnologi maupun perubahan sosial budaya.
Dari
jawaban-jawaban yang kami peroleh dalam wawancara, masyarakat Desa Sumberjo
sering bersentuhan dengan media-media elektronik, seperti TV, radio dan HP.
Namun, sangat sedikit yang rutin membaca koran atau majalah. Hal ini berarti
masyarakat Sumberjo sebenarnya memiliki akses yang cukup luas untuk dapat
megetahui apa yang sedang terjadi di luar Desa Sumberjo tersebut.
Begitu
juga dalam bidang kesehatan, rata-rata masyarakat Desa Sumberjo membawa anggota
keluarganya yang akan melahirkan ke bidan atau dokter. Jarang yang membawa
mereka ke dukun bayi, meskipun di Desa Sumberjo masih banyak dukun bayi, tetapi
sejak ada peraturan bahwa dukun bayi dilarang untuk melakukan proses kelahiran maka warga Sumberjo tidak
lagi ke dukun bayi meskipun ada beberapa orang yang masih melakukannya. Dan
profesi dukun bayi di Desa Sumberjo di alihkan menjadi pembantu bidan dalam
proses kelahiran seorang ibu. Ketika ada anggota keluarga yang sakit pun,
beberapa warga memilih untuk mencoba mengobatinya dulu dengan obat-obatan
tradisional, namun tidak menutup kemungkinan, akan pergi ke dokter bila obat
tradisional itu tidak manjur.
Dari
paparan di atas, maka masyarakat Sumberjo dalam hal respon terhadap perubahan
bersifat Localite. Namun, asumsi bahwa makin tinggi mobilitas seseorang, maka
respon terhadap perubahan juga makin tinggi tidak berlaku disini. Hal ini
disebabkan, masyarakat Desa Sumberjo cukup intens melihat tayangan-tayangan
televisi dan mengetahui berita-berita yang sedang menjadi pembicaraan umum.
1.3.3
Pola
Kepemimpinan
Empati di Desa Sumberjo sudah tinggi terbukti bahwa pola
kepemimpinan di desa tersebut berpola kepemimpinan yang terjadi sudah Diamond Power Structure. Karna di Desa
Sumberjo sudah mengenal pemilihan perangkat desa dan mayoritas warga Sumberjo
sudah mengetahui peran-peran masing perang kat desa.
Dari paparan
diatas dapat disimpulkan bahwa di Desa Sumberjo sudah mengenal demokrasi,
sehingga dapat ditarik kesimpulan pola kepemimpinan di Desa Sumberjo berpola
Diamond Power Structure terbukti empatinya tinggi.
Berdasarkan
teori dan hasil temuan data dilapangan, dapat disimpulkan bahwa teori Robert
King Merton yang mengatakan bahwa masyarakata desa merupakan masayarakat yang
localite, tidak terbukti kebenarannya. Hal ini dikarenakan masyarakat Desa
Sumberjo tidak tepat/ sesuai jika harus dikategorikan kedalam kedua tipe
localite dan cosmopolite. Tepatnya, bahwa masyarakat Desa Sumberjo sedang
mengalami proses transisi perubahan, dari pola kepemimpinan localite menuju
pola kepemimpinan cosmopolite.
D. Tipologi Ferdinand Tonnies
Teori
tipologi sosial Ferdinand Tonnies, membagi masyarakat pada dua bentuk
penggolongan, yaitu Gemeinschaft (paguyuban) dan Gesellschaft (patembayan).
Gemeinschaft (paguyuban) adalah bentuk kehidupan bersama dimana
anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah,
serta bersifat kekal. Paguyuban memiliki dasar hubungan yang disebut
Wesenwille, yang berarti bentuk kemauan yang dikodratkan, yang timbul dari
keseluruhan kehidupan yang alami. Yang paling menonjol dari dasar hubungan
paguyuban adalah rasa cinta dan rasa persatuan batin yang juga bersifat nyata,
yang memang telah dikodratkan.
Gesellschaft
(patembayan) merupakan ikatan lahir yang bersifat pokok untuk jangka waktu yang
pendek, bersifat sebagai sesuatu dalam pikiran belaka dan bersifat mekanis
layaknya sebuah mesin. Hubungan patembayan terjalin atas dasar ikatan timbal
balik, demi mencapai keuntungan dan memenuhi kebutuhan belaka, yang sifatnya
tentative, kontraktual serta situasional. Patembayan memiliki dasar hubungan
yang disebut Kürwille, yang berarti bentuk kemauan yang dipimpin oleh cara
berpikir yang didasarkan pada akal.
Berdasarkan
data yang kelompok kami temukan dilapangan, beserta dengan yang telah kami
analisis pada bab sebelumnya, ditambah lagi dengan observasi secara langsung,
maka dapat kami simpulkan bahwa masyarakat Desa Sumberjo dapat dikategorikan
menjadi Gemeinschaft (Paguyuban), lebih tepatnya Gemeinschaft of place. Hal ini
dapat dibuktikan dengan masih tingginya ikatan solidaritas warga masyarakat,
yang dapat dilihat dari tingkat partisipasi warga masyarakat pada acara ritual
keagamaan, dan juga melalui kondisi interaksi masyarakat yang bersifat intim,
dimana warga masyarakatnya saling mengenal satu sama lain dengan baik.
Dikategorikan Gemeinschaft of place, karena mayoritas masyarakat desa Sumberjo
adalah penduduk asli desa tersebut, yang sudah menetap di Desa Sumberjo secara
turun-temurun sejak generasi diatasnya.
Jadi,
dapat ditarik kesimpulan bahwa ikatan paguyuban masyarakat Desa Sumberjo dapat
terjalin salah satu esensinya atas dasar tempat dimana mereka tinggal
turun-temurun.
Dapat
disimpulkan pula bahwa teori tipologi sosial Ferdinand Tonnies memang berlaku
dan relevan di Desa Sumberjo, dengan kategori sebagai Gemeinschaft of place.
Hal ini juga semakin memperkuat teori Ferdinand Tonnies, bahwa masyarakat desa
memang cenderung bersifat paguyuban (Gemeinschaft).
Mobilitas Sosial (y)
|
Tingkat Pendidikan (x)
|
Jumlah
|
||
R
|
S
|
T
|
||
T
|
2
( 2,5% )
|
3
( 8,1% )
|
0
|
5
( 4,2% )
|
S
|
34
( 42% )
|
26
( 70,2% )
|
2
( 100% )
|
62
( 51% )
|
R
|
45
( 55,5% )
|
8
( 21,7% )
|
0
|
53
( 44,1% )
|
Jumlah
|
81
( 100% )
|
37
( 100% )
|
2
( 100% )
|
120
(100%)
|
TABEL SILANG
·
Kecendrungan D % > 10%
·
Arah hubungan :
positif, semakin rendah tingkat pendidikan yang ditempuh seseorang maka semakin
rendah mobilitas sosial dan sebaliknya, semakin tinggi tingkat pendidikan yang
ditempuh seseorang maka semakin tinggi
mobilitas sosial.
·
Kekuatan hubungan :
C=B ----- selisih = 29,8%
B=A ----- selisih = 28.2%
C=A ----- selisih = 58%
______
__ __ +
116%
Rata-rata
= 38,7% ----- D% ≤
20
Maka kekuatan hubungannya = kuat.
Antara variable tingkat pendidikan
(x) dengan variable mobilitas sosial (y) memiliki hubungan dengan kekuatan yang
kuat. Dan arah hubungannya dapat dijabarkan seperti dibawah ini :
·
Pada tingkat pendidikan
rendah dengan tingkat mobilitas sosial rendah, jumlah mayoritasnya adalah 55,5%
·
Pada tingkat pendidikan
sedang dengan tingkat mobilitas sosial sedang, jumlah mayoritasnya adalah 70,2%
·
Pada tingkat pendidikan
tinggi dengan tingkat mobilitas sosial tinggi jumlah mayoritasnya adalah 0%
Jadi dapat disimpulkan bahwa kedua variable
diatas terdapat hubungan positif, karena pada tngkat pendidikan rendah
menjadikan mobilitas sosialnya rendah. Hal ini membuktikan bahwa rendahnya
pendidikan seseorang dalam masyarakat Desa Sumberjo juga dapat mempengaruhi
rendahnya mobilitas sosial masyarakatnya.
waah, bermanfaat sekali :D terima kasih atas postingannya :D
BalasHapusSama2
HapusPostingannya sangat sangat membantu. Terimakasihhh~
BalasHapus