Tak dapat ditampik lagi bahwa pengaruh bisnis
Israel sudah masuk ke Indonesia. PT Bakrie and Brothers
Tbk dan beberapa perusahaan dalam Kelompok Usaha Bakrie menandatangani
perjanjian jual beli saham dengan Vallar Plc—perusahaan investasi milik
Rothschild, salah satu keluarga bankir terkaya di dunia yang kita tahu memegang peran penting dalam bisnis keuangan
di Amerika Serikat. Bisnis Yahudi bukan hanya bekerjasama dengan Group Bakrie, sebagian sektor telekomunikasi
Indonesia juga ditengarai sudah dimasuki kelompok bisnis Yahudi ini. Bagi Yahudi, bisnis tak semata mata bisnis untuk mencari keuntungan namun ada tujuan pokok dibaliknya yakni mengkooptasi kekuasaan.
Mereka berusaha menancapkan kuku kekuasaannya di seluruh dunia untuk memuluskan
ide besar mereka membangun tata pemeritahan tunggal dengan mendompleng politik
luar negeri adidaya ini. Novus Ordo Seclorum yang berada di bawah Kendali
Zionisme Internasional inilah yang bergerak melalui kebijakan luar negeri
Amerika Serikat. Upaya mengkooptasi
kekuasaan, bahkan dengan cara makar sekalipun, pernah dilakukan Dinasti Yahudi
di negara-negara Eropa dan Amerika. Awalnya lewat pengusaan lewat sektor bisnis
strategis, seperti telekomunikasi, sumber daya alam, perbankan, persenjataan,
pertaniaan, dan sebagainya, yang berujung pada kooptasi kekuasaan.
Jika kita menengok sejarah Indonesia, Tjarda
van Starkenborch Stachouwer adalah Gubernur-Jendral pemerintahan kolonial
Hindia Belanda yang ke 66 dan yang memerintah dari tahun 1936 – 1942,
secara resmi disebut berasal dari keluarga bangsawan Oranye, namun ditengarai
memiliki darah Yahudi. Pada masa pemerintahannya banyak berdatangan bangsa
Yahudi dari wilayah Arab (waktu itu
belum berdiri negara Israel) baik sebagai penguasaha, pedagang maupun
bergabung kedalam pasukan KNIL. Diantara
pasukan KNIL yang berasal dari kaum Yahudi ini kemudian bergabung kedalam pasukan TNI. Artinya, bahwa nyatanya kaum Yahudi ini telah
membaur dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia sebagaimana etnis China
sejak berdirinya NKRI. Kehidupan sosial
masyarakat yang terbuka seperti bangsa Indonesia pada dasarnya tidak membedakan
asal usul kebangsaan, tidak sebagaimana ajaran Islam yang meyakini bahwa bangsa
Yahudi adalah musuh agama. Antara
realitas kehidupan masyarakat dan pandangan ajaran agama memungkinkan bangsa
Yahudi ini hidup secara tenang di Indonesia. Dalam pemahaman sosiologi politik dalam
pandangan liberal, seseoang berhasil menjadi pemimpin memerlukan syarat bahwa
dia harus pandai, kaya, kuat dan licik. Apabila syarat itu dimiliki oleh kaum
Yahudi, mereka mampu memimpin di Indonesia menjadi sebuah kewajaran. Artinya,
keberhasilan bangsa Yahudi menguasai bangsa Indoesia akan tergantung dari
bangsa Indonesia juga. Jika bangsa ini
mampu mempengaruhi kebijakan luar negeri Amerika Serikat, bukan tidak mungkin
mereka juga mampu mengendalikan kebijakan pemerintah Indonesia.
Memang sudah sejak lama, banyak analis
meyakini bahwa kelompok lobi Zionis sangat berpengaruh di AS dan mampu
mengendalikan kebijakan-kebijakan luar negeri AS. Berbagai tulisan sudah mengungkap tentang hal
ini, dan yang terbaru ditulis oleh Henri Astier yang dimuat di BBC. Dalam
artikel yang berjudul “US Storm Over Book on Israel Lobby“, Astier menulis
bahwa banyak komentator yang membantah kuatnya lobi Zionis di pemerintahan AS,
meski banyak fakta yang membuktikan bahwa kalangan Yahudi AS telah memainkan
peran yang sangat besar, meski jumlah mereka sedikit hanya sekitar 2 persen
dari jumlah populasi AS. Dalam artikelnya Astir juga menulis, “Bagaimana lobi
itu dilakukan ? Apakah pengaruhnya benar-benar legendaris atau hanya legenda ?
Dua akademisi AS, John Mearsheimer dari Universitas Chicago dan Stephen Walt dari
Universitas Harvard, punya jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu, dan
akibatnya memicu kontroversi. “ Dalam bukunya berjudul “The Israel Lobby and US
Foreign Policy” kedua penulis AS itu menulis bahwa AS harus menjelaskan
alasannya mendukung Israel. AS selama ini memberikan bantuan sebesar 3 milyar
dollar per tahun atau sekitar seperenam dari anggaran bantuang langsung AS,
untuk keperluan militer Israel. Tapi menurut Mearsheimer dan Walt, AS hanya
mendapat keuntungan sedikit dari kebijakannya itu dan mereka menolak pendapat
yang mengatakan bahwa Israel adalah sekutu kuat AS dalam “perang melawan
teror.” Menurut analisa Mearsheimer dan Walt dalam bukunya, lobi-lobi Israel
terutama berpengaruh pada finansial dan keengganan AS untuk mengkritik Israel.
Mereka menambahkan, sama seperti kelompok-kelompok kepentingan lainnya, lobi
Israel juga mempengaruhi perdebatan di kalangan politisi dan komentator yang
mengecam Israel, namun lobi Israel menyebarkan pengaruhnya dengan efektif dan
mainstream media membalikkan opini
negative kepada kedua penulis ini.
Sebagaimana seperti yang terjadi selama ini, Amerika Serikat tetap
melanjutkan kebijakan luar negerinya terhadap konflik Timur Tengah yang
menguntungkan Israel.
Keberhasilan bangsa Yahudi menguasai
Indonesia sesungguhnya sangat tergantung dari karakter bangsa Indonesia
sendiri. Mental korupsi, kolusi dan nepotisme yang sudah terbentuk sejak zaman
pemerintahan kolonial ini menjadi lahan empuk masuknya kekuasaan bangsa asig termasuk bangsa Yahudi. Terlebih,
selama bangsa ini tidak dapat mensejajrkan dengan bangsa lain terutama dalam
ekonomi, ketergantungan ekonomi ini menjadikan bangsa Indonesia mempunyai
bargaining yang rendah terhadap bangsa lain.
Seperti halnya terhadap Singapura yang menjadi tempat perlindungan para
koruptor atau menggadaikan wilayah udara Indonesia kepada malaysia dengan alasan
bisnis adalah sebagai bukti lemahnya bargaining pemerintah saat ini. Belum lagi soal wilayah perbatasan yang masih
terjadi silang sengketa, semakin menggambarkan bahwa krisis moneter yang
dialami oleh Indonesia telah berimbas
pada martabat bangsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar