Rinaldi Munir, seorang dosen ITB yang juga
blogger mengaku gemas menyaksikan “drama” KPK dan PKS. Ia gemas dengan
perlakuan berbeda dari KPK kepada PKS. “LHI menjadi tersangka karena diduga
menerima suap dari Fathanah terkait impor daging sapi, meskipun uang suapnya
belum diterima.”katanya.
“Saya menangkap kesan sepertinya drama KPK
dengan PKS ini baru akan berakhir setelah Pemilu 2014 (kayaknya lho).” katanya
lagi.
Ia juga turut mengomentari soal Anas &
Andi yang sudah menjadi tersangka,” Kalau memang orang-orang itu diduga
bersalah, maka seharusnya perlakuannya tidak boleh berat sebelah. Wajar saja
jika muncul dugaan politisasi, konspirasi, merasa dizalimi, kriminalisasi, atau
apapunlah namanya.”
Sebelumnya, La Ode Ida menyatakan,”Terhadap
politisi PKS, terkesan KPK dan media sengaja mempermalukan para pelakunya.
Sebut saja, mulai dari tertangkapnya Presiden PKS M Luthfi Ishaaq dan pengusaha
yang dekat dengan PKS, Ahmad Fatanah, hingga kelanjutannya,” kata Laode, Jumat
(10/5/2013) sore.
Kepada kedua politisi PKS itu, lanjut Laode,
KPK tak ada kompromi lagi. Mereka langsung ditahan. Padahal, politisi lainnya,
seperti Anas Urbaningrum dan Andi Mallarangeng, masih bebas berkeliaran hingga
kini.
Politisi lainnya dari PPP, Ahmad Yani turut
mengamati. “Ini saling sandera, uji-menguji. KPK jangan dijadikan instrumen
politik. Kalau ini betul konspirasi betapa tidak bermoralnya bangsa ini,” katanya
di Kompleks MPR/ DPR.
Pengamat Hukum Tata Negara, Margarito juga
menyayangkan perlakuan berbeda ini, “Saya kira KPK harus menjelaskan kepada
publik. Kenapa KPK subjektif dalam menangani kasus korupsi. Apakah karena yang
satu dari partai penguasa dan yang satu dari parpol bukan pemerintah ?” tegas
Margarito. “Terlalu sulit bagi saya untuk mengatakan bahwa KPK tidak
diskriminatif dalam penanganan kasus korupsi,”
Mantan ketua MK, Jimly Ashhiddiqie juga
mencium gelagat aneh pada perlakuan KPK. Tidak lama setelah penangkapan LHI ia
berkomentar, “Jangan sampai begitu. Menegakkan keadilan itu kan sebagian juga
seni. (Lutfhi) belum diperiksa kok dijadikan sebagai tersangka. Bok ditunggu
seminggu kalau memang ada alat bukti. Ini kan soal kecerdikan. Jadi ini penegak
hukumnya agak bodoh. Bisa karena bodoh, bisa karena goblok. Ini bukan soal
salah benar. Ini soal seni. Dia tidak berseni,” tandasnya.
“(Lutfhi dijadikan tersangka dan dijemput
itu) tidak menunggu seminggu atau sebulan. Belum diperiksa, langsung dijadikan
tersangka. Padahal yang tertangkap tangan orang lain,” ungkapnya merujuk pada
operasi tangkap tangan di Hotel Le Meredien
Sebelumnya Jimly menjelaskan, agar orang
tidak curiga, KPK harus mengungkapkan dua alat bukti mengenai keterlibatan
Lutfhfi. Jadi kalau misalnya, tidak
diungkapkan dua alat bukti yang dianggap cukup itu orang jadi heran. Kok
tiba-tiba begitu cepat prosesnya,” ujar Jimly. Namun sampai sekarang dua alat
bukti tersebut masih misterius. Jubir KPK, Johan Budi hanya mengatakan,”tunggu
di pengadilan”.
“KPK menetapkan Luthfi Hasan Ishaq sebagai
tersangka sangat cepat, hanya beberapa menit setelah penangkapan. Kesannya, PKS
seperti menjadi target,” kata Jimly.
Sejumlah pengamat juga mempertanyakan
predicate crime dari TPPU yang diterapkan kepada LHI. Di antaranya adalah yang
ditanyakan Karni Ilyas berkali-kali dalam acara Indonesia Lawyer Club di TvOne.
Namun, Johan Budi hanya menjawab dengan jawaban mengambang, “Kita buktikan di
pengadilan”
Rissalwan, pengamat sosiologi politik
Universitas Indonesia melihat serangan terhadap PKS dari sisi lain. “Kalau
mungkin ada pemikiran ini drama penghancuran, saya justru melihat ini potensi
sangat besar, titik balik bagi PKS untuk menang di 2014, karena ini adalah
tahun politik semua akan menjadi perhatian publik. Bayangkan kalau LHI tidak
terbukti, ini justru akan menjadi muatan kampanye yang sangat baik bagi PKS.”
Gelagat aneh perlakuan KPK terhadap LHI ini
harus dapat dijawab oleh KPK dengan kerja yang benar dengan cara yang benar.
Jangan sampai KPK dituding tebang pilih atau menjadi alat.
Tentu saja kita berharap kicauan Yusril Ihza
Mahendra tidak benar-benar terjadi di Indonesia : “Rezim dzalim dan
begundal-begundalnya pandai mainkan sentimen publik untuk pojokkan lawan-lawan
politiknya. Dulu tuduh PKI, kini tuduh korupsi. Untuk membenarkan tuduhannya,
uang juga bermain bayar sana-sini,
termasuk penggalangan opini besar-besaran untuk sesatkan orang awam, Saya ingin
ingatkan awam agar hati-hati dengan jualan anti korupsi sekarang ini. Bisa-bisa
maling teriak maling.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar