Bicara soal politik banyak masyarakat sudah
menjadi apatis dengan iklim perpolitikan di Negeri ini itu karena keburukan
citra yang diperanakan oleh beberapa Politisi itu alasanya citra Politik
menjadi buruk di beberapa masyarakat. Untuk menelusuri kebenaran hipotesis ini
terlalu mudah untuk ditelusuri dari atas sampai kebawa bangsa ini cukuplah
referensi tentang buruknya cintra politik yang di perankan actor-aktor bangsa
ini. hampir semua aspek social seperti, ekonomi social budaya, rumpun politik
tampa prinsip ini berkembang biak seolah-olah menjadi sebuah kewajiban tampa
memandang ia sedang memegang kendali yang luhur, di Indonesia realitas yang
terkadang mengatakan kepada kita bahwa politik itu kotor, di dalamya terdapat
KKN pemaksaan kepetingan jual beli suara bahkan sekalipun hukum di rupiakan,
politik digambarkan sebagai alat yang tepat dalam pemenuhan hasrat dengan
kesewenang-wenangan.
Pendidikan tentang etika yang di mulai dari
orang tua kemudian ke jenjang pendidikan dan lingkungan masyarakat menjadi tak
bermakna saat sudah meraih posisi penting dalam sebuah masyarakat. Ini mungkin
menurut analisis penulis salah satu teka teki tentang manusia, di mana manusia
berproses begitu lama dalam membekali diri dengan harapan ia bisa menjadi baik
dan bisa teranggap dalam sebuah komunitas ternyata hal demikian hanya
kebanyakan tejadi dimana ia baru memulai sebuah misi. Kekuasaan ketika menjadi
sebuah tujuan utama tidaklah masalah dan itu dambaan bagi banyak orang namun
kekuasaan mestinya dilihat sebagai salah satu tanggung jawab social, melekatnya
sebuah identitas kekuasaan dalam diri seseorang menjadi tanda di mana ia telah
menjadi lider bagi orang yang “dikuasainya” kekuasaan bukan dimaknai sebagai
tindakan kekuasaan yang agresif arogan yang pada akhirnya memunculka
keserakaaan terhadap sesuatu, jika hal ini terjadi maka hak orang lain
sekalipun bisa di raih lewat kekuasaan tersebut.
Matinya keluhuran Politik sebagian besar
dimatikan oleh orang-orang yang menganggap dirinya paham betul tentang politik,
politik jika dilihat cara kerjanya memang ia tak menginginkan pikiran netral ia
tetap ingin lebih, kompetisinya sangat jelas bahwa bermain dalam iklim politik
mestinya pandai dalam memainkan strategi. Ada anekdot juga yang mengatakan
bahwa jika seorang anak diwaktu kecil ia menyenangi permainan mobil-mobilan
atau bongkar pasang berarti kelak ia sekolah masuknya di tehnik, seorang anak
jika ia suka gambar corat coret tembok berarti sekolah nanti dimasukan ke sastra
seni, namun jika anak suka mengambil uang orang tuanya dengan sembunyi maka
tempatnya di politik hehehe hal ini semakin menciderai citra politik, penulis
kurang paham betul bahwa apakah anekdot ini betul, dan apa pula kaitanya dengan
politik? Sejauh ini belum ada survey tentang hal demikian, apakah memang
politisi sebelum manggung memang sudah sering ‘nakal’ di saku ayah ibunya,
sejauh ini yang penulis tau Gubernur hingga Presiden harus berbekal Surat
Keterangan Kelakuan Baik dari Polres.
Dalam literatur, kata “politik’ yang berasal
dari bahasa Yunani mempunyai makna yang berkaitan dengan serba keteraturan,
keindahan dan kesopanan bagi warga kota. Maka tugas utama polisi, kata yang
serumpun dengan politik, adalah menjaga keteraturan dan keindahan kota (polis)
sehingga prilaku polisi harus selalu santun (polite). Pada perspektif
ketatanegaraan, keteraturan dan kesantunan hidup bersama itu dijaga dan
diperjuangkan oleh para politisi. Begitu luhurnya ilmu dan misi politik,
sehingga Aristoteles menyebutnya sebagai seni tertinggi untuk mewujudkan
kebaikan bersama (commond and highest good) bagi seluruh Negara. Mengapa
politik meruapakn ilmu yang paling mulia dan menempati kedudukan yang
tertinggi? Karena menurut Aristoteles dalam Nicomachean Ethics, semua ilmu
cabang yang lain di bawah kendali dan akan melayani implementasi ilmu politik
guna menciptakan kehidupan sosial yang nyaman, teratur dan baik.
Politik memang mengajarkan tentang bagaimana
memperoleh kekuasaan namun politik juga mengajarkan bagaimana cara penggunaan
kekuasaan yang etis. Kekuasaan enaknya adalah ia bisa digunakan dalam melakukan
segalah hal termasuk menghalalkan segala cara untuk memnuhi hasrat pribadi,
lalu bagaimana membangun politik yang beretika humanis, tidak menakutkan
bersahabat. Untuk memunculkan ini semua tentunya dengan Politik yang punya
‘prinsip’ politik harus dilihat sebagai tanggung jawab (responsibility) dan
amanah Tuhan dalam mengimplementasikan undang-undang, taat akan hukum mendengar
aspirasi membantu yang lemah, dan juga bagaimana agar politik kekuasaan itu
senantiasa direfleksikan bergandengan dengan dimensi kemanusiaa, jika hal ini
benar-benar di ingat dan kemudian di terapkan maka keluhuran politik
benar-benar dirasakan oleh manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar