Selasa, 11 Februari 2014

Pola Pemikiran Socrates, Plato dan Aristoteles

Manusia sebagai ciptaan Tuhan yang teristimewa dikarunai kemampuan berpikir yang sekaligus membedakannya dengan ciptaan lainnya. Menarik untuk menyimak dari sejarah mengenai bagaimana kemampuan berpikir manusia terus berkembang dari waktu ke waktu. Pengetahuan semakin bertambah dan apa yang dahulu dianggap mustahil untuk dilakukan, sekarang dapat dilakukan.
Ada beberapa tokoh yang dikenal sebagai pemikir di zamannya. Beberapa yang terkenal adalah tiga tokoh yang dikenal dengan sebutan “The Gang of Three” yaitu Socrates, Plato dan Aristoteles. Ketiga orang inilah yang dianggap berperan besar dalam membentuk pola pikir barat (Western Mind). Socrates menekankan pentingnya argumentasi dan pemikiran kritis dalam berpikir. Plato menekankan perlunya untuk selalu mencari “kebenaran” dan mempertahankan pemikiran kritis. Sedangkan Aristoteles, murid dari Plato dan guru dari Alexander Agung, mengembangkan pemikiran ”kategoris” dimana segala sesuatu harus dapat didefinisikan dan dikategorikan.
Socrates adalah seorang filosof dengan coraknya sendiri. . Ajaran filosofinya tak pernah dituliskannya, melainkan dilakukannya dengan perbuatan, dengan cara hidup. Socrates tidak pernah menuliskan filosofinya. Jika ditilik benar-benar, ia malah tidak mengajarkan filosofi, melainkan hidup berfilosofi. Bagi dia filosofi bukan isi, bukan hasil, bukan ajaran yang berdasarkan dogma, melainkan fungsi yang hidup. Filosofinya mencari kebenaran. Oleh karena ia mencari kebenaran, ia tidak mengajarkan. Ia bukan ahli pengetahuan, melainkan pemikir. kebenaran itu tetap dan harus dicari.
Tujuan filosofi Socrates ialah mencari kebenaran yang berlaku untuk selama-lamanya. Di sini berlainan pendapatnya dengan guru-guru sofis, yang mengajarkan, bahwa semuanya relatif dan subyektif dan harus dihadapi dengan pendirian yang skeptis. Socrates berpendapat, bahwa dalam mencari kebenaran itu ia tidak memikir sendiri, melainkan setiap kali berdua dengan orang lain, dengan jalan tanya jawab. Orang yang kedua itu tidak dipandangnya sebagai lawannya, melainkan sebagai kawan yang diajak bersama-sama mencari kebenaran. Kebenaran harus lahir dari jiwa kawan bercakap itu sendiri. Ia tidak mengajarkan, melainkan menolong mengeluarkan apa yang tersimpan di dalam jiwa orang. Sebab itu metodenya disebut maieutik. Socrates mencari kebenaran yang tetap dengan tanya-jawab sana dan sini, yang kemudian dibulatkan dengan pengertian, maka jalan yang ditempuhnya ialah metode induksi dan definisi. Kedua-duanya itu bersangkut-paut. Induksi yang menjadi metode Socrates ialah memperbandingkan secara kritis. Ia tidak berusaha mencapai dengan contoh dan persamaan, dan diuji pula dengan saksi dan lawan saksi.
Plato adalah seorang filsuf dan matematikawan Yunani, dan pendiri dari Akademi Platonik di Athena, sekolah tingkat tinggi pertama di dunia barat. Ia adalah murid Socrates. Pemikiran Plato pun banyak dipengaruhi oleh Socrates. Plato adalah guru dari Aristoteles. Karyanya yang paling terkenal ialah Republik,yang di dalamnya berisi uraian garis besar pandangannya pada keadaan “ideal”.Dia juga menulis ‘Hukum’ dan banyak dialog di mana Socrates adalah peserta utama.
Ajaran Plato tentang etika kurang lebih mengatakan bahwa manusia dalam hidupnya mempunyai tujuan hidup yang baik, dan hidup yang baik ini dapat dicapai dalam polis. Ia tetap memihak pada cita-cita Yunani Kuno yaitu hidup sebagai manusia serentak juga berarti hidup dalam polis, ia menolak bahwa negara hanya berdasarkan nomos/adat kebiasaan saja dan bukan physis/kodrat. Plato tidak pernah ragu dalam keyakinannya bahwa manusia menurut kodratnya merupakan mahluk sosial, dengan demikian manusia menurut kodratnya hidup dalam polis atau Negara. Menurut Plato negara terbentuk atas dasar kepentingan yang bersifat ekonomis atau saling membutuhkan antara warganya maka terjadilah suatu spesialisasi bidang pekerjaan, sebab tidak semua orang bisa mengerjakaan semua pekerjaan dalam satu waktu. Polis atau negara ini dimungkinkan adanya perkembangan wilayah karena adanya pertambahan penduduk dan kebutuhanpun bertambah sehingga memungkinkan adanya perang dalam perluasan ini.
Dalam menghadapi hal ini maka di setiap negara harus memiliki penjaga-penjaga yang harus dididik khusus.
Ada tiga golongan dalam negara yang baik, yaitu pertama, Golongan Penjaga yang tidak lain adalah para filusuf yang sudah mengetahui “yang baik” dan kepemimpinan dipercayakan pada mereka. Kedua, Pembantu atau Prajurit. Dan ketiga, Golongan pekerja atau petani yang menanggung kehidupan ekonomi bagi seluruh polis.Plato tidak begitu mementingkan adanya undang-undang dasar yang bersifat umum, sebab menurutnya keadaan itu terus berubah-ubah dan peraturan itu sulit disama-ratakan itu semua tergantung masyarakat yang ada di polis tersebut.Adapun negara yang diusulkan oleh Plato berbentuk demokrasi dengan monarkhi, karena jika hanya monarkhi maka akan terlalu banyak kelaliman, dan jika terlalu demokrasi maka akan terlalu banyak kebebasan, sehingga perlu diadakan penggabungan, dan negara ini berdasarkan pada pertanian bukan perdagangan. Hal ini dimaksudkan menghindari nasib yang terjadi di Athena. Ciri-ciri Karya-karya Plato : 

Bersifat Sokratik
Dalam Karya-karya yang ditulis pada masa mudanya, Plato selalu menampilkan kepribadian dan karangan Sokrates sebagai topik utama karangannya.

Berbentuk dialog
Hampir semua karya Plato ditulis dalam nada dialog. Dalam Surat VII, Plato berpendapat bahwa pena dan tinta membekukan pemikiran sejati yang ditulis dalam huruf-huruf yang membisu. Oleh karena itu, menurutnya, jika pemikiran itu perlu dituliskan, maka yang paling cocok adalah tulisan yang berbentuk dialog.

Adanya mite-mite
Plato menggunakan mite-mite untuk menjelaskan ajarannya yang abstrak dan adiduniawi. Verhaak menggolongkan tulisan Plato ke dalam karya sastra bukan ke dalam karya ilmiah yang sistematis karena dua ciri yang terakhir, yakni dalam tulisannya terkandung mite-mite dan berbentuk dialog.

Pandangan Plato tentang Ide-ide, Dunia Ide dan Dunia Indrawi :

Idea-idea
Sumbangsih Plato yang terpenting adalah pandangannya mengenai idea. Pandangan Plato terhadap idea-idea dipengaruhi oleh pandangan Sokrates tentang definisi. Idea yang dimaksud oleh Plato bukanlah ide yang dimaksud oleh orang modern. Orang-orang modern berpendapat ide adalah gagasan atau tanggapan yang ada di dalam pemikiran saja. Menurut Plato idea tidak diciptakan oleh pemikiran manusia. Idea tidak tergantung pada pemikiran manusia, melainkan pikiran manusia yang tergantung pada idea. Idea adalah citra pokok dan perdana dari realitas, nonmaterial, abadi, dan tidak berubah. Idea sudah ada dan berdiri sendiri di luar pemikiran kita.. Idea-idea ini saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Misalnya, idea tentang dua buah lukisan tidak dapat terlepas dari idea dua, idea dua itu sendiri tidak dapat terpisah dengan idea genap. Namun, pada akhirnya terdapat puncak yang paling tinggi di antara hubungan idea-idea tersebut. Puncak inilah yang disebut idea yang “indah”. Idea ini melampaui segala idea yang ada.

Dunia Indrawi
Dunia indrawi adalah dunia yang mencakup benda-benda jasmani yang konkret, yang dapat dirasakan oleh panca indera kita. Dunia indrawi ini tiada lain hanyalah refleksi atau bayangan daripada dunia ideal. Selalu terjadi perubahan dalam dunia indrawi ini. Segala sesuatu yang terdapat dalam dunia jasmani ini fana, dapat rusak, dan dapat mati.

Dunia Idea
Dunia idea adalah dunia yang hanya terbuka bagi rasio kita. Dalam dunia ini tidak ada perubahan, semua idea bersifat abadi dan tidak dapat diubah. Hanya ada satu idea “yang bagus”, “yang indah”. Di dunia idea semuanya sangat sempurna. Hal ini tidak hanya merujuk kepada barang-barang kasar yang bisa dipegang saja, tetapi juga mengenai konsep-konsep pikiran, hasil buah intelektual. Misalkan saja konsep mengenai “kebajikan” dan “kebenaran”.

Pandangan Plato tentang Karya Seni dan Keindahan :

Pandangan Plato tentang Karya Seni
Pandangan Plato tentang karya seni dipengaruhi oleh pandangannya tentang ide. Sikapnya terhadap karya seni sangat jelas dalam bukunya Politeia (Republik). Plato memandang negatif karya seni. Ia menilai karya seni sebagai mimesis mimesos. Menurut Plato, karya seni hanyalah tiruan dari realita yang ada. Realita yang ada adalah tiruan (mimesis) dari yang asli. Yang asli itu adalah yang terdapat dalam ide. Ide jauh lebih unggul, lebih baik, dan lebih indah daripada yang nyata ini.

Pandangan Plato tentang Keindahan
Pemahaman Plato tentang keindahan yang dipengaruhi pemahamannya tentang dunia indrawi, yang terdapat dalam Philebus. Plato berpendapat bahwa keindahan yang sesungguhnya terletak pada dunia ide.Ia berpendapat bahwa kesederhanaan adalah ciri khas dari keindahan, baik dalam alam semesta maupun dalam karya seni.Namun, tetap saja, keindahan yang ada di dalam alam semesta ini hanyalah keindahan semu dan merupakan keindahan pada tingkatan yang lebih rendah.

Aristoteles adalah murid Plato.Filsafat Aristoteles berkembang pada waktu ia memimpin Lyceum, yang mencakup enam karya tulisnya yang membahas masalah logika, yang dianggap sebagai karya-karyanya yang paling penting, selain kontribusinya di bidang metafisika, fisika, etika, politik, kedokteran dan ilmu alam.
Di bidang ilmu alam, ia merupakan orang pertama yang mengumpulkan dan mengklasifikasikan spesies-spesies biologi secara sistematis. Karyanya ini menggambarkan kecenderungannya akan analisa kritis, dan pencarian terhadap hukum alam dan keseimbangan pada alam. Plato menyatakan teori tentang bentuk-bentuk ideal benda, sedangkan Aristoteles menjelaskan bahwa materi tidak mungkin tanpa bentuk karena ia ada (eksis). Selanjutnya ia menyatakan bahwa bentuk materi yang sempurna, murni atau bentuk akhir, adalah apa yang dinyatakannya sebagai theos, yaitu yang dalam pengertian Bahasa Yunani sekarang dianggap berarti Tuhan.
Logika Aristoteles adalah suatu sistem berpikir deduktif (deductive reasoning), yang bahkan sampai saat ini masih dianggap sebagai dasar dari setiap pelajaran tentang logika formal. Meskipun demikian, dalam penelitian ilmiahnya ia menyadari pula pentingnya observasi, eksperimen dan berpikir induktif (inductive thinking).
Di bidang politik, Aristoteles percaya bahwa bentuk politik yang ideal adalah gabungan dari bentuk demokrasi dan monarkhi. Karena luasnya lingkup karya-karya dari Aristoteles, maka dapatlah ia dianggap berkontribusi dengan skala ensiklopedis, dimana kontribusinya melingkupi bidang-bidang yang sangat beragam sekali seperti fisika, astronomi, biologi, psikologi, metafisika (misalnya studi tentang prisip-prinsip awal mula dan ide-ide dasar tentang alam), logika formal, etika, politik, dan bahkan teori retorika dan puisi.
Meskipun sebagian besar ilmu pengetahuan yang dikembangkannya terasa lebih merupakan penjelasan dari hal-hal yang masuk akal (common-sense explanation), banyak teori-teorinya yang bertahan bahkan hampir selama dua ribu tahun lamanya. Hal ini terjadi karena teori-teori tersebut karena dianggap masuk akal dan sesuai dengan pemikiran masyarakat pada umumnya, meskipun kemudian ternyata bahwa teori-teori tersebut salah total karena didasarkan pada asumsi-asumsi yang keliru.
Dapat dikatakan bahwa pemikiran Aristoteles sangat berpengaruh pada pemikiran Barat dan pemikiran keagamaan lain pada umumnya. Penyelarasan pemikiran Aristoteles dengan teologi Kristiani dilakukan oleh Santo Thomas Aquinas pada abad ke-13, dengan teologi Yahudi oleh Maimonides (1135–1204), dan dengan teologi Islam oleh Ibnu Rusyid (1126–1198). Bagi manusia abad pertengahan, Aristoteles tidak saja dianggap sebagai sumber yang otoritatif terhadap logika dan metafisika, melainkan juga dianggap sebagai sumber utama dari ilmu pengetahuan, atau “the master of those who know”, sebagaimana yang kemudian dikatakan oleh Dante Alighieri. Perbandingan Pemikiran Plato dan Aristoteles Tentang Jiwa dan Raga. Menurut Plato mausia memiliki tiga elemen dalam jiwa. Pertama adalah kemampuan menggunakan bahasa dan berfikir. Elemen raga tubuh dalam bentuk nafsu badaniah,hasrat dan kebutuhan. Elemen rohaniah/kehendak bisa dilihat dengan adanya emosiseperti kemarahan,sindiran,ambisi,kebanggaan dadn kehormatan. Elemen paling tinggi menurut Plato adalah berikir(akal) dan terendah nafsu badaniah (Lavine.2003;73-74)
Jiwa menurut pandangan Plato, tidak dapat mati karena merupakan sesuatu yang adikodrati berasal dari dunia ide.Meski kelihatan bahwa jiwadan tubuh saling bersatu,tetapi jiwa dan tubuh adalah kenyataan yang harus dibedakan.Tubuh memenjarakan jiwa,oleh karenanya jiwa harus dilepaskan dari tubuh dengan dua macam cara yaitu pertama dengan kematian dan kedua dengan pengetahuan.Jiwa yang erlepas dari ikatan tubuh bisa menikmati kebahagiaan melihat ide karena selama ini ide teseut dikat oleh tubuh dengan keinginan atau nafsu badaniah sehingga menutup penglihatan tehadap ide (Hardiwijono, 2005:42).
Aristoteles meninggalkan ajaran dualise Plato tentang jiwa dan tubuh.Plato berpendapat bahwa jiwa itu bersifat kekal,tetapi Aristoteles tidak.
Menurut Aristoteles, jiwa dan tubuh ibarat bentuk dan materi. Jiwa adalah bentuk dan tubuh adalah materi.Jiwa merupakan asas hidup yang menjadikan tubuh memiliki kehidupan.Jiwa adalah penggrak tubuh,kehendak jiwa menentukan perbuatan dan tujuan yang akan dicapai (Hadiwijono, 2005:51). Secara spesifik jiwa adalah pengendali atas reproduksi, pergerakan dan persepsi. Aristoteles mengibaratkan jiwa dan tubuh bagaikan kampak.Jika kampak adalah benda hidup, maka tubuhya adalah kayu atau metal,sedangkan jiwanya adalah kemampuan untuk membelah dan segala kemampuan yang membuat tubuh tersebut disebut kampak.Sebuah kampak tidak bisa disebut kampak apabila tidak bisa memotong,melainkan hanya seonggok kau atau metal.
Disadari oleh Aristotel, bahwa tubuh bisa mati dan oleh sebab iu, maka jiwanya juga ikut mati.Seperti kampak tadi yang kehilangan kemampuannya,manusia juga demikian ketika mati,ia akan kehilangan kemampuan berfikir dan berkehendak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar