Manusia sebagai ciptaan Tuhan yang
teristimewa dikarunai kemampuan berpikir yang sekaligus membedakannya dengan
ciptaan lainnya. Menarik untuk menyimak dari sejarah mengenai bagaimana
kemampuan berpikir manusia terus berkembang dari waktu ke waktu. Pengetahuan
semakin bertambah dan apa yang dahulu dianggap mustahil untuk dilakukan,
sekarang dapat dilakukan.
Ada beberapa tokoh yang dikenal sebagai
pemikir di zamannya. Beberapa yang terkenal adalah tiga tokoh yang dikenal
dengan sebutan “The Gang of Three” yaitu Socrates, Plato dan Aristoteles.
Ketiga orang inilah yang dianggap berperan besar dalam membentuk pola pikir
barat (Western Mind). Socrates menekankan pentingnya argumentasi dan pemikiran
kritis dalam berpikir. Plato menekankan perlunya untuk selalu mencari
“kebenaran” dan mempertahankan pemikiran kritis. Sedangkan Aristoteles, murid
dari Plato dan guru dari Alexander Agung, mengembangkan pemikiran ”kategoris”
dimana segala sesuatu harus dapat didefinisikan dan dikategorikan.
Socrates adalah seorang filosof dengan
coraknya sendiri. . Ajaran filosofinya tak pernah dituliskannya, melainkan
dilakukannya dengan perbuatan, dengan cara hidup. Socrates tidak pernah
menuliskan filosofinya. Jika ditilik benar-benar, ia malah tidak mengajarkan
filosofi, melainkan hidup berfilosofi. Bagi dia filosofi bukan isi, bukan
hasil, bukan ajaran yang berdasarkan dogma, melainkan fungsi yang hidup.
Filosofinya mencari kebenaran. Oleh karena ia mencari kebenaran, ia tidak
mengajarkan. Ia bukan ahli pengetahuan, melainkan pemikir. kebenaran itu tetap
dan harus dicari.
Tujuan filosofi Socrates ialah mencari
kebenaran yang berlaku untuk selama-lamanya. Di sini berlainan pendapatnya
dengan guru-guru sofis, yang mengajarkan, bahwa semuanya relatif dan subyektif
dan harus dihadapi dengan pendirian yang skeptis. Socrates berpendapat, bahwa
dalam mencari kebenaran itu ia tidak memikir sendiri, melainkan setiap kali
berdua dengan orang lain, dengan jalan tanya jawab. Orang yang kedua itu tidak
dipandangnya sebagai lawannya, melainkan sebagai kawan yang diajak bersama-sama
mencari kebenaran. Kebenaran harus lahir dari jiwa kawan bercakap itu sendiri.
Ia tidak mengajarkan, melainkan menolong mengeluarkan apa yang tersimpan di dalam
jiwa orang. Sebab itu metodenya disebut maieutik. Socrates mencari kebenaran
yang tetap dengan tanya-jawab sana dan sini, yang kemudian dibulatkan dengan
pengertian, maka jalan yang ditempuhnya ialah metode induksi dan definisi.
Kedua-duanya itu bersangkut-paut. Induksi yang menjadi metode Socrates ialah
memperbandingkan secara kritis. Ia tidak berusaha mencapai dengan contoh dan
persamaan, dan diuji pula dengan saksi dan lawan saksi.
Plato adalah seorang filsuf dan matematikawan
Yunani, dan pendiri dari Akademi Platonik di Athena, sekolah tingkat tinggi
pertama di dunia barat. Ia adalah murid Socrates. Pemikiran Plato pun banyak
dipengaruhi oleh Socrates. Plato adalah guru dari Aristoteles. Karyanya yang
paling terkenal ialah Republik,yang di dalamnya berisi uraian garis besar
pandangannya pada keadaan “ideal”.Dia juga menulis ‘Hukum’ dan banyak dialog di
mana Socrates adalah peserta utama.
Ajaran Plato tentang etika kurang lebih
mengatakan bahwa manusia dalam hidupnya mempunyai tujuan hidup yang baik, dan
hidup yang baik ini dapat dicapai dalam polis. Ia tetap memihak pada cita-cita
Yunani Kuno yaitu hidup sebagai manusia serentak juga berarti hidup dalam
polis, ia menolak bahwa negara hanya berdasarkan nomos/adat kebiasaan saja dan
bukan physis/kodrat. Plato tidak pernah ragu dalam keyakinannya bahwa manusia
menurut kodratnya merupakan mahluk sosial, dengan demikian manusia menurut
kodratnya hidup dalam polis atau Negara. Menurut Plato negara terbentuk atas
dasar kepentingan yang bersifat ekonomis atau saling membutuhkan antara
warganya maka terjadilah suatu spesialisasi bidang pekerjaan, sebab tidak semua
orang bisa mengerjakaan semua pekerjaan dalam satu waktu. Polis atau negara ini
dimungkinkan adanya perkembangan wilayah karena adanya pertambahan penduduk dan
kebutuhanpun bertambah sehingga memungkinkan adanya perang dalam perluasan ini.
Dalam menghadapi hal ini maka di setiap
negara harus memiliki penjaga-penjaga yang harus dididik khusus.
Ada tiga golongan dalam negara yang baik,
yaitu pertama, Golongan Penjaga yang tidak lain adalah para filusuf yang sudah
mengetahui “yang baik” dan kepemimpinan dipercayakan pada mereka. Kedua,
Pembantu atau Prajurit. Dan ketiga, Golongan pekerja atau petani yang
menanggung kehidupan ekonomi bagi seluruh polis.Plato tidak begitu mementingkan
adanya undang-undang dasar yang bersifat umum, sebab menurutnya keadaan itu
terus berubah-ubah dan peraturan itu sulit disama-ratakan itu semua tergantung
masyarakat yang ada di polis tersebut.Adapun negara yang diusulkan oleh Plato
berbentuk demokrasi dengan monarkhi, karena jika hanya monarkhi maka akan
terlalu banyak kelaliman, dan jika terlalu demokrasi maka akan terlalu banyak
kebebasan, sehingga perlu diadakan penggabungan, dan negara ini berdasarkan
pada pertanian bukan perdagangan. Hal ini dimaksudkan menghindari nasib yang
terjadi di Athena. Ciri-ciri Karya-karya Plato :
Bersifat Sokratik
Dalam Karya-karya yang ditulis pada masa
mudanya, Plato selalu menampilkan kepribadian dan karangan Sokrates sebagai
topik utama karangannya.
Berbentuk dialog
Hampir semua karya Plato ditulis dalam nada
dialog. Dalam Surat VII, Plato berpendapat bahwa pena dan tinta membekukan
pemikiran sejati yang ditulis dalam huruf-huruf yang membisu. Oleh karena itu,
menurutnya, jika pemikiran itu perlu dituliskan, maka yang paling cocok adalah
tulisan yang berbentuk dialog.
Adanya mite-mite
Plato menggunakan mite-mite untuk menjelaskan
ajarannya yang abstrak dan adiduniawi. Verhaak menggolongkan tulisan Plato ke dalam
karya sastra bukan ke dalam karya ilmiah yang sistematis karena dua ciri yang
terakhir, yakni dalam tulisannya terkandung mite-mite dan berbentuk dialog.
Pandangan Plato tentang Ide-ide, Dunia Ide
dan Dunia Indrawi :
Idea-idea
Sumbangsih Plato yang terpenting adalah
pandangannya mengenai idea. Pandangan Plato terhadap idea-idea dipengaruhi oleh
pandangan Sokrates tentang definisi. Idea yang dimaksud oleh Plato bukanlah ide
yang dimaksud oleh orang modern. Orang-orang modern berpendapat ide adalah
gagasan atau tanggapan yang ada di dalam pemikiran saja. Menurut Plato idea
tidak diciptakan oleh pemikiran manusia. Idea tidak tergantung pada pemikiran
manusia, melainkan pikiran manusia yang tergantung pada idea. Idea adalah citra
pokok dan perdana dari realitas, nonmaterial, abadi, dan tidak berubah. Idea
sudah ada dan berdiri sendiri di luar pemikiran kita.. Idea-idea ini saling
berkaitan satu dengan yang lainnya. Misalnya, idea tentang dua buah lukisan
tidak dapat terlepas dari idea dua, idea dua itu sendiri tidak dapat terpisah dengan
idea genap. Namun, pada akhirnya terdapat puncak yang paling tinggi di antara
hubungan idea-idea tersebut. Puncak inilah yang disebut idea yang “indah”. Idea
ini melampaui segala idea yang ada.
Dunia Indrawi
Dunia indrawi adalah dunia yang mencakup
benda-benda jasmani yang konkret, yang dapat dirasakan oleh panca indera kita.
Dunia indrawi ini tiada lain hanyalah refleksi atau bayangan daripada dunia
ideal. Selalu terjadi perubahan dalam dunia indrawi ini. Segala sesuatu yang
terdapat dalam dunia jasmani ini fana, dapat rusak, dan dapat mati.
Dunia Idea
Dunia idea adalah dunia yang hanya terbuka
bagi rasio kita. Dalam dunia ini tidak ada perubahan, semua idea bersifat abadi
dan tidak dapat diubah. Hanya ada satu idea “yang bagus”, “yang indah”. Di
dunia idea semuanya sangat sempurna. Hal ini tidak hanya merujuk kepada
barang-barang kasar yang bisa dipegang saja, tetapi juga mengenai konsep-konsep
pikiran, hasil buah intelektual. Misalkan saja konsep mengenai “kebajikan” dan
“kebenaran”.
Pandangan Plato tentang Karya Seni dan
Keindahan :
Pandangan Plato tentang Karya Seni
Pandangan Plato tentang karya seni
dipengaruhi oleh pandangannya tentang ide. Sikapnya terhadap karya seni sangat
jelas dalam bukunya Politeia (Republik). Plato memandang negatif karya seni. Ia
menilai karya seni sebagai mimesis mimesos. Menurut Plato, karya seni hanyalah
tiruan dari realita yang ada. Realita yang ada adalah tiruan (mimesis) dari
yang asli. Yang asli itu adalah yang terdapat dalam ide. Ide jauh lebih unggul,
lebih baik, dan lebih indah daripada yang nyata ini.
Pandangan Plato tentang Keindahan
Pemahaman Plato tentang keindahan yang
dipengaruhi pemahamannya tentang dunia indrawi, yang terdapat dalam Philebus.
Plato berpendapat bahwa keindahan yang sesungguhnya terletak pada dunia ide.Ia
berpendapat bahwa kesederhanaan adalah ciri khas dari keindahan, baik dalam
alam semesta maupun dalam karya seni.Namun, tetap saja, keindahan yang ada di
dalam alam semesta ini hanyalah keindahan semu dan merupakan keindahan pada tingkatan
yang lebih rendah.
Aristoteles adalah murid Plato.Filsafat
Aristoteles berkembang pada waktu ia memimpin Lyceum, yang mencakup enam karya
tulisnya yang membahas masalah logika, yang dianggap sebagai karya-karyanya
yang paling penting, selain kontribusinya di bidang metafisika, fisika, etika,
politik, kedokteran dan ilmu alam.
Di bidang ilmu alam, ia merupakan orang
pertama yang mengumpulkan dan mengklasifikasikan spesies-spesies biologi secara
sistematis. Karyanya ini menggambarkan kecenderungannya akan analisa kritis,
dan pencarian terhadap hukum alam dan keseimbangan pada alam. Plato menyatakan
teori tentang bentuk-bentuk ideal benda, sedangkan Aristoteles menjelaskan
bahwa materi tidak mungkin tanpa bentuk karena ia ada (eksis). Selanjutnya ia
menyatakan bahwa bentuk materi yang sempurna, murni atau bentuk akhir, adalah
apa yang dinyatakannya sebagai theos, yaitu yang dalam pengertian Bahasa Yunani
sekarang dianggap berarti Tuhan.
Logika Aristoteles adalah suatu sistem
berpikir deduktif (deductive reasoning), yang bahkan sampai saat ini masih
dianggap sebagai dasar dari setiap pelajaran tentang logika formal. Meskipun
demikian, dalam penelitian ilmiahnya ia menyadari pula pentingnya observasi,
eksperimen dan berpikir induktif (inductive thinking).
Di bidang politik, Aristoteles percaya bahwa
bentuk politik yang ideal adalah gabungan dari bentuk demokrasi dan monarkhi.
Karena luasnya lingkup karya-karya dari Aristoteles, maka dapatlah ia dianggap
berkontribusi dengan skala ensiklopedis, dimana kontribusinya melingkupi
bidang-bidang yang sangat beragam sekali seperti fisika, astronomi, biologi,
psikologi, metafisika (misalnya studi tentang prisip-prinsip awal mula dan
ide-ide dasar tentang alam), logika formal, etika, politik, dan bahkan teori
retorika dan puisi.
Meskipun sebagian besar ilmu pengetahuan yang
dikembangkannya terasa lebih merupakan penjelasan dari hal-hal yang masuk akal
(common-sense explanation), banyak teori-teorinya yang bertahan bahkan hampir
selama dua ribu tahun lamanya. Hal ini terjadi karena teori-teori tersebut
karena dianggap masuk akal dan sesuai dengan pemikiran masyarakat pada umumnya,
meskipun kemudian ternyata bahwa teori-teori tersebut salah total karena
didasarkan pada asumsi-asumsi yang keliru.
Dapat dikatakan bahwa pemikiran Aristoteles
sangat berpengaruh pada pemikiran Barat dan pemikiran keagamaan lain pada
umumnya. Penyelarasan pemikiran Aristoteles dengan teologi Kristiani dilakukan
oleh Santo Thomas Aquinas pada abad ke-13, dengan teologi Yahudi oleh Maimonides
(1135–1204), dan dengan teologi Islam oleh Ibnu Rusyid (1126–1198). Bagi
manusia abad pertengahan, Aristoteles tidak saja dianggap sebagai sumber yang
otoritatif terhadap logika dan metafisika, melainkan juga dianggap sebagai
sumber utama dari ilmu pengetahuan, atau “the master of those who know”,
sebagaimana yang kemudian dikatakan oleh Dante Alighieri. Perbandingan Pemikiran Plato dan Aristoteles
Tentang Jiwa dan Raga. Menurut Plato mausia memiliki tiga elemen
dalam jiwa. Pertama adalah kemampuan menggunakan bahasa
dan berfikir. Elemen raga tubuh dalam bentuk nafsu
badaniah,hasrat dan kebutuhan. Elemen rohaniah/kehendak bisa dilihat
dengan adanya emosiseperti kemarahan,sindiran,ambisi,kebanggaan dadn
kehormatan. Elemen paling tinggi menurut Plato adalah
berikir(akal) dan terendah nafsu badaniah (Lavine.2003;73-74)
Jiwa menurut pandangan Plato, tidak dapat mati
karena merupakan sesuatu yang adikodrati berasal dari dunia ide.Meski kelihatan
bahwa jiwadan tubuh saling bersatu,tetapi jiwa dan tubuh adalah kenyataan yang
harus dibedakan.Tubuh memenjarakan jiwa,oleh karenanya jiwa harus dilepaskan
dari tubuh dengan dua macam cara yaitu pertama dengan kematian dan kedua dengan
pengetahuan.Jiwa yang erlepas dari ikatan tubuh bisa menikmati kebahagiaan
melihat ide karena selama ini ide teseut dikat oleh tubuh dengan keinginan atau
nafsu badaniah sehingga menutup penglihatan tehadap ide (Hardiwijono, 2005:42).
Aristoteles meninggalkan ajaran dualise Plato
tentang jiwa dan tubuh.Plato berpendapat bahwa jiwa itu bersifat kekal,tetapi
Aristoteles tidak.
Menurut Aristoteles, jiwa dan tubuh ibarat
bentuk dan materi. Jiwa adalah bentuk dan tubuh adalah materi.Jiwa merupakan
asas hidup yang menjadikan tubuh memiliki kehidupan.Jiwa adalah penggrak
tubuh,kehendak jiwa menentukan perbuatan dan tujuan yang akan dicapai
(Hadiwijono, 2005:51). Secara spesifik jiwa adalah pengendali atas
reproduksi, pergerakan dan persepsi. Aristoteles mengibaratkan jiwa dan tubuh
bagaikan kampak.Jika kampak adalah benda hidup, maka tubuhya adalah kayu atau
metal,sedangkan jiwanya adalah kemampuan untuk membelah dan segala kemampuan
yang membuat tubuh tersebut disebut kampak.Sebuah kampak tidak bisa disebut
kampak apabila tidak bisa memotong,melainkan hanya seonggok kau atau metal.
Disadari oleh Aristotel, bahwa tubuh bisa mati
dan oleh sebab iu, maka jiwanya juga ikut mati.Seperti kampak tadi yang
kehilangan kemampuannya,manusia juga demikian ketika mati,ia akan kehilangan
kemampuan berfikir dan berkehendak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar