Akhir-akhir ini, perkembangan ideology
dominan yakni kapitalisme terus menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada.
Kalau pada mulanya kapitalisme hanya berbicara mengenai produksi barang dan
jasa, pada era sekarang ini kapitalisme justru telah memproduksi citra dan
hasrat manusia guna mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya. Dengan kata lain,
bukan kebutuhan manusia yang menentukan proses produksi akan tetapi kebutuhan
itu sendiri yang diciptakan agar hasil-hasil produksi bisa laku, sehingga
manusia bekerja bukan lagi atas dasar pemenuhan kebutuhan hidup dan
pengembangan diri tetapi merupakan keterpaksaan untuk memenuhi kebutuhan semu
yang telah diciptakan. Itulah era kapitalisme lanjut, terminology yang
diperkenalkan oleh mazhab Frankfut.
Adalah Karl Marx secara akademis yang pada
mulanya berusaha mengungkap penindasan yang dilakukan oleh para kapitalis
terhadap kaum pekerja (buruh) dengan berbagai teori yang dikemukakan telah
melahirkan berbagai gerakan perlawanan terhadap kapitalisme. Gerakan sosial
lama (klasik) merupakan cerminan dari perjuangan kelas di sekitar proses
produksi, dan oleh karenanya gerakan sosial selalu dipelopori dan berpusat pada
kaum buruh. Paradigma dalam gerakan ini adalah menggunakan teori perbedaan
kelas Marx, sehingga gerakan ini selalu melibatkan dirinya pada wacana
idiologis yang meneriakkan ‘anti kapitalisme’, ‘revolusi kelas’ dan ‘perjuangan
kelas’. Orientasi nya juga selalu berkutat pada penggulingan pemerintahan yang
digantikan dengan pemerintahan baru.
Teori gerakan sosial baru lahir sebagai
kritik terhadap teori lama sebelumnya yang selalu ada dalam wacana idiologis
kelas. Gerakan sosial baru adalah gerakan yang lebih berorientasi isu dan tidak
terlalu tertarik pada gagasan revolusi. Dan tampilan dari gerakan sosial baru
lebih bersifat plural, yaitu mulai dari gerakan anti rasisme, anti nuklir,
feminisme, kebebasan sipil dan lain sebagainya. Gerakan sosial baru beranggapan
bahwa di era kapitalisme liberal saat ini perlawanan timbul tidak hanya dari
gerakan buruh, melainkan dari mereka yang tidak terlibat secara langsung dalam
sistem produksi seperti misalnya, mahasiswa, kaum urban, kaum menengah, dan
lain-lain. Karena sistem kapitalisme telah merugikan masyarakat yang berada di
luar sistem produksi. Ada beberapa hal yang baru dari gerakan sosial, seperti
berubahnya media hubung antara masyarakat sipil dan negara serta berubahnya
tatanan masyarakat kontemporer itu sendiri.
Menurut Horkheimer, teori pertentangan kelas
yang begitu dominan dalam masyarakat kapitalisme lanjut sudah tidak relevan
lagi, karena jiwa revolusioner kaum proletariat telah berhasil dijinakkan dan
diintegrasikan ke dalam masyarakat konsumtif. Selain itu, kaum proletariat
telah melebur ke dalam “system” sehingga tidak lagi memiliki semangat
revolusioner. Proletariat bukan lagi subjek bagi revolusi menyeluruh. Sedangkan
menurut Habermas, gagasan kapitalisme Marx tidak relevan lagi untuk
menganalisis situasi kapitalisme lanjut dimana ada peralihan dari kapitalisme
privat ke kapitalisme Negara yang ditopang oleh teknologi memainkan peran yang
signifikan untuk memperkuat dan mempertahankan industry-industri besar.
Lebih lanjut, kapitalisme telah merasuki
segala dimensi kehidupan manusia. Sistem politik hari ini khususnya di
Indonesia telah “berselingkuh” dengan korporasi-korporasi besar atau dengan
kata lain negara telah didominasi oleh kepentingan perusahaan atau korporat,
inilah yang dinamakan “korporatokrasi”. Korpotokrasi merupakan sebuah sistem
dimana sistem politik telah didominasi oleh korporat-korporat yang atas nama
akumulasi modal menjadikan sistem pemerintahan atau politik dalam sebuah negara
sebagai kendaraannya, maka jangan heran ketika jual-beli undang-undang,
perebutan proyek negara, bahkan jual-beli fatwa terjadi untuk mendukung
kepentingan-kepentingan korporat, yang tentu saja terjadi karena kepentingan
akumulasi modal. Perkembangan kapitalisme lanjut semakin kompleks menyentuh
kehidupan manusia dalam artian telah mendewasan diri bersama system yang ada.
Lahirnya Teori Kritis yang bersumber pada
tradisi dan filsafat Jerman merupakan wacana tandingan terhadap perkembangan
kapitalisme di era sekarang. Hubungan yang tersembunyi antara teori dan praksis
merupakan titik tolak Teori Kritis. Dengan ini Teori Kritis mempertautkan
antara teori dengan pemenuhan tujuan dan keinginan manusia. Dengan demikian,
teori menjadi emansipatoris, dimana teori harus diterjemahkan ke dalam tindakan
praktis. Dalam hal ini permasalahan kebenaran teori sebagian besar ditentukan
oleh tindakan, maksudnya kebenaran dan kesalahan teori diwujudkan dalam
tindakan, selain tuntutan lain seperti intersubyektivitas serta kecocokan
dengan klaim-klaim lain yang sudah diakui kebenarannya, karena teori itu dapat
memecahkan persoalan. Jadi teori harus dapat dibahasakan secara sederhana,
teori harus mampu berbicara kepada perasaan masyarakat. Selain itu teori harus
berupaya untuk memperlihatkan dan menelanjangi ideology kekuasaan, menunjukkan
kesalahan dalam pandangan yang dimilki dan bagaimana pandangan itu ikut
melanggengkan tatanan social yang tidak adil dan menindas.
Mahasiswa sebagai salah satu kaum intelektual
yang berpotensi dan punya akses besar terhadap informasi seharusnya mampu
mempelopori gerakan-gerakan perlawanan terhadap kapitalisme lanjut, bukannya
terjebak dalam arus dan malah melanggengkan system yang sangat menindas
tersebut. Namun, melihat kondisi sekarang mahasiswa justru tidak menyadari akan
hal tersebut atau paling tidak terjebak pada budaya verbal yang hanya jago
debat tentang teori-teori sosial yang telah ada.
Kebuntuan membumikan teori-teori yang telah
ada melanda hampir sebagian mahasiswa hari ini. mungkin saja karena pada
dasarnya teori dipelajari hanya sekedar sebagai pengayaan intelektual (untuk
kepuasan pribadi semata) padahal teori yang telah mapan harus nya mampu
membebaskan manusia dari ketertindasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar