Setelah saya membaca biografi perjalanan
penulis-penulis hebat mendunia, selalu saja saya temukan, mereka menulis dengan
dasar idealitas, cita-cita bahkan tak heran mereka banyak mengorbankan banyak
ahl penting dalam hidupnya untuk menulis. Ada juga yang sampai sakit-sakitan
hanya untuk menyelesaikan tulusannya, ada yang sampai muntah darah karena
perjuangan keras menyelesaikan manifestonya, ada juga sampai harus mengebiri
dirinya dalam lingkungan sosial, ada juga yang harus melakukan pertapaan dan
sampailah saya pada kesimpulan jadi penulis itu bukan hanya kecerdasan
dibutuhkan, bukan hanya ketekunan namun apir gairah pengorbanan dasarnya dan
semua harus berangkat dari diri yang sadar.
Para penulis yang memiliki pikiran yang
dalam, cita-cita membumi dan kualitas tulisan selalu berangkat dari kerja, perjuangan
keras dan diantaranya para penulis tersebut terlibat dalam konteks sosial yang
dialaminya. Kita mengenal Ibnu Khaldum, Penulis sosiologi Islam, semua
perjanalan hidup, konflik politik dan dinamika sosial yang dialaminya terekam
dalam sebuah catatan karyanya atau semacam manifesto sosiologi islam
‘Mukaddimah’. Ibnu Khaldum bisa kalah dalam percaturan politik di negerinya,
namun kemenangan lainnya karena dari sana dia menghasilkan karya besar.
Referensi pemaknaan sosiologi masyarakat arab
Baduwih dan Madaniyah terekam dalam catatannya tersebut, pola perilaku dan
bagaimana pandangan keagamaan dalam perilaku politk masyarakat di zamannya
begitu juga bagaimana tradisi dan geostrategis memperngaruhi cara berfikir dan
model beragama masyarakat arab. Semua itu terekam indah dalam karyanya, ini
karena dia orang terlibat dalam pusaran sejarah perpolitikan di masanya.
Setelah Ibnu Khaldum mengalami kekalahan maka
dia mengasingkan diri, melakukan renungan dan menuliskan sejarah perjalanannya
dalam tafsir sosiologi yang sungguh sangat luar biasa. Disinilah kita memahami
pintu menangkap masyarakat arab atau masyarakat islam arab, masyarakat timur
tengah lebih tepatnya karena sepenuhnya karyanya belum mewakili kondisi
sosiologi islam di dunia.
Kita mengenal Karl Marx, penulis ‘Das
Kapital’, karya yang sangat mengguncang dunia sebab ini menjadi manifesto
ekonomi sekaligus menjadi logika sosiologi kaum marginal. Marx dalam membuat
karya tulis harus sakit-sakitan, harus bekerja sebagai buruh menyaksikan
penderitaannya dan para buruh lainnya dalam kehidupannya. Marx harus meneteskan
air matanya untuk kelas buruh dalam tulisannya, meski kita melihat temanya
ilmiah namun kalau kita menggunakan logika ‘falsifikasi’ Karl Popper tetap dia
menjadi sangat emosional dan ideologis sebagai lawan keilmiahan sebuah karya.
Disini terlihat jelas keilmiahan tak terlepas
dari unsur personal sang penulis, tapi tetap ada yang orisinil dari sebuah
karya sebab dia menjadi kekuatan besar dalam menafsir masyarakat. Kita tidak
boleh menutup mata karya-karya Marx selalu berkaitan dengan lingkungannya
sehingga tidak sepenuhnya beretika secara intelektual jika kita mau
mengadopsinya secara membabi buta sebab bangsa kita Indonesia punya pandangan
tersendiri dan rumus wisdom soal sosial dan ekonomi.
Dalam perjalanan Marx Angel sebagai pemikir,
kawan beliau merupakan tokoh yang berperan penting dalam perumusan konsepsi
masyarakat Karl Marx, konsep ekonomi yang cukup mengangkat harkat buruh uang
selalu didiskreditkan dalam kehidupan kerja. Marx menyadari kehidupan buruh
yang dialaminya benar-benar anti kemanusiaan, menyesatkan dan menyensarakan
tidak heran jika kita menemukan catatan dalam bukunya tentang proses
eksploitasi kaum buruh. namun, orisinalitas Marx dalam karyanya hari ini, kita
temukan kembali karena jasa- orang-orang dekatnya khususnya Angel yang sampai
menyelesaikan sampai jilid ke 3 ‘Das Kapital’.
Penulisan dari para penulis besar, karena
terbangkit dari situasi, dia menulis mendengarkan nuraninya, nurani kaumnya
menjadi catatan-catatan menggerakan. Sang penulis hanya menuliskan kondisi yang
dialami dan disaksikannya kemudian dia tata dalam bahasa yang lebih orisinil
membuat karyanya hidup dari masa ke masa. Jika kita menemukan tulisan yang
tidak mengalami pergulatan, tantangan dan kondisi sosial yang mendukungnya maka
sulit karya tersebut menjadi senjata perubahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar