Dewasa ini teori-teori yang berkembang dalam
ilmu sosial adalah turunan dari karya para tokoh besar di masa lalu. Pemikiran
para tokoh besar tersebut seolah menjadi warisan yang harus dijaga bagi para
pemikir di masa kini. Pemikiran para tokoh besar tersebut baik dalam bidang
sosial, politik, ekonomi, hukum, dan lainnya seolah menyeret para generasi
selanjutnya, yang sebagian besar mengandalkan pemikiran-pemikiran besar
tersebut sebagai sumber referensinya, seolah tak memiliki daya untuk menggugat
teori tersebut. Generasi penerus seolah beranggapan tak ada lagi yang mampu
mereka bahas dalam tataran teori dan praktis, karena telah habis dibahas dalam
aliran pemikiran besar dalam masing-masing disiplin ilmu. Tidak sedikit pula
yang beranggapan bahwa peluang-peluang besar dalam setiap bagian ilmu telah
habis diselidiki dan diambil perannya oleh para pendahulu mereka, para tokoh
besar dari masing-masing disiplin ilmu. Dampak buruknya, mental para generasi
saat ini seolah habis tergerus aliran pemikiran teori sosial, dan hanya mampu
mengambil peran sebagai pelestari dan pewaris aliran pemikiran para tokoh besar
di masa lalu. Hal ini sejalan dengan perkataan Unger dalam bukunya Law and
Modern Society yang mengatakan bahwa generasi penerus seakan menghadapi dilema:
menjadi sekedar pelestari karya-karya agung yang diwariskan tokoh besar,
ataukah -berbekal hasrat akan kemandirian, namun kalah dalam kecemerlangan-
mengerucutkan ambisi secara drastis dan dengan keahlian teknisnya bertekad
untuk menguasai satu bidang yang sempit.
Dalam sejarah filsafat pemikiran spekulatif,
bentuk dilema semacam ini memang khas. Dilema tersebut mengarah pada merosotnya
mental para peneliti menjadi para penafsir teks-teks klasik, dengan kenyataan
menanggung malu atas menghilangnya kemandirian intelektual mereka. Namun dalam
bentuk lain banyak peneliti berdalih bahwa di masa lalu banyak hal yang belum
diketahui, sehingga banyak momentum gemilang yang dapat dimanfaatkan untuk
meletakkan dasar-dasar di berbagai disiplin ilmu. Di masa lalu, para peneliti
saat ini berdalih belum adanya pembatasan yang tegas dari masing-masing
disiplin ilmu. Oleh karena itu banyak dari mereka yang menekuni spesialisasi
dan tekun dnegan keahlian teknisnya agar mereka tidak dibandingkan dengan para
pendahulu mereka, tokoh besar dalam berbagai disiplin ilmu, dengan resiko
terjerumus dalam minoritas intelektual yang permanen.
Kedua sikap tersebut dirasa merupakan bentuk
penolakan untuk mengambil sejarah gemilang intelektual. Kritik yang dilemparkan
oleh Unger pun mempermasalahkan para sarjana yang secara diam-diam telah
melecehkan dirinya sendiri dengan kedok skeptisme defensif terhadap teori umum.
Dalam kondisi tersebut, salah satu cara untuk meneguhkan identitas adalah
dengan mempermasalahkan hal-hal kecil dalam karya-karya agung para tokoh besar
di masa lalu. Seperti mencari-cari kehebatan kepting yang menjadi figur zodiac
gara-gara binatang ini menggigit mata kaki Hercules.
Sudah saatnya para sarjana memiliki sikap
yang kritis dalam memahami karya besar para pendahulu mereka. Mereka harus
berani dan jujur untuk melihat bahwa masih ada masalah yang belum diselesaikan
oleh teori-teori sosial klasik yang dikemukakan para tokoh besar di zamannya.
Dengan itu para sarjana dituntut mampu untuk merumuskan teori sosial baru dan
dengannya leluasa untuk menyejajarkan diri
sebagai mitra kerja tokoh-tokoh tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar