Media massa khusunya media ber-audiovisual
(televisi) menjadi agen penting dalam pesta politik indonesia. Salah satunya
pemilu pada tahun 2009 diikuti oleh tiga pasangan calon dan semua calon
menggunakan iklan politik di televisi sebagai metode kampanye dalam menjangkau
pemilih. Dalam teori agenda setting yang menyatakan televisi mampu mengubah
makna penting menurut khalayak sehingga layak untuk dipublikasihkan Pengaruh
media dalam kehidupan politik sangatlah besar. Media mempunyai kemampuan untuk
mempengaruhi opini publik dan perilaku masyarakat. Hal ini menjadi sangat
penting dalam kampanye partai politik. Cakupan yang luaas dalam masyarakat
membuat media massa dianggap sebagai salah satu cara yang efektif dalam
mengkomunikasikan program kerja, pesan politik, pembentukan image partai atau
individu. Peran televisi di Indonesia dalam kaitanya dengan pemilu terlihat
tumbuh dengan pesat, mengupas tuntas dari berbagai sudut pandang pemberitaan
mengenai politik, isu kampanye, dan sebagainya. Bahkan dua buah stasiun
televisi di Indonesia secara khusus menjadikan pemilu sebagai tagline, semisal
TV One dengan slogan “TV Pemilu” dan Metro TV dengan Election Channelnya. Ini
menandakan adanya kepedulian terhadap upaya transparasi informasi pemilu.
Indonesia menjadi negara yang memberikan ruang luas terhadap perjalanan pers.
Progam- program televisi yang berkenaan dengan berita politik , baik berita
informasi politik dalam negri maupun luar negri agar diberitakan memenuhi unsur
jurnalisme.
Pemberitaan di televisi memiliki dampak yang
berbeda dengan iklan politik. Unsur fakta dari sebuah berita menjadi daya tarik
tersendiri jika dibandingkan dengan iklan yang memang dibuat sedemikian rupa.
Konsumen berita di televisi juga berbeda dengan konsumen iklan politik. Iklan dapat diterima oleh siapa saja
tanpa memperdulikan latar belakang penerima iklan,sedang berita di televisi
pada umumnya hanya diterima oleh sebagian dari pemirsa televisi ataupun mereka
yang berada pada kalangan menengah atas, baik secara sosial maupun pendidikan.
Dengan demikian, dapat diartikan jika penerima berita digolongkan sebagai
golongan kritis. Kalangan yang mau dan mampu mencerna sebuah informasi. Beberapa
program televisi yang dianggap berperan penting dalam peningkatan elektabilitas
adalah program program yang memiliki konten politik, mendakati pemilu 2009,
beberapa channel televisi berlomba lomba mengadakan program pemilu baik program
yang berasal dari televisi itu sendiri maupun dari lembaga penyelenggara pemilu
(KPU). TV One dan Metro TV adalah dua buah stasiun televisi yang fokus terhadap
pemilu 2009. Di samping ada media lainnya yang turut serta aktif memberitakan
perkembangan pemilu 2009. Program yang memiliki bobot politik pada saat suasana
pemilu adalah program debate candidate, program dialog dan lain lainnya. Dengan
adanya televisi yang menyiarkan program program tersebut, seluruh rakyat
Indonesia dapat menyaksikan secara langsung bagaimana dan apa mengenai calon
yang akan mereka pilih nanti. Pemirsa televisi sudah dapat dipastikan
menggunakan waktu dalam menyaksikan tayangan program pemilu dengan seksama
setiap momen momen penting dalam program debat maupun program dialog.
Media merupakan sarana strategis untuk
menyampaikan pesan politik, melalui iklan maupun pemberitaan. Kedua, adanya
kecenderungan pemilik media yang memiliki kedekatan dengan partai peserta
Pemilu 2014. Kedua hal inilah yang menjadi penyebab munculnya kecurigaan
terhadap netralitas media saat ini. Kondisi ini diamini oleh Heru Hendratmoko,
Pemred KBR 68H dalam diskusi bulanan The Indonesian Institute, The Indonesian
Forum (12/6). Heru menyatakan tantangan media dalam Pemilu 2014 adalah lemahnya
profesionalisme yang terjadi hampir di semua level. Ini terlihat dengan
lemahnya objektivitas, tidak ada keadilan, keberpihakan pada salah satu
kandidat atau parpol, tak ada keberimbangan, dan tidak akuratnya pemberitaan.
KPU sebagai penyelenggara pemilu telah mengeluarkan PKPU No. 1 Tahun 2013 yang
mengatur tentang Iklan dan pemberitaan kampanye. Namun, aturan ini dirasakan
masih sangat lemah karena hanya mengatur pada masa tahapan kampanye yang akan
berlangsung pada 16 Maret hingga 5 April 2014. Sedangkan iklan dan pemberitaan
yang ditayangkan sebelum tahapan kampanye tidak diatur oleh peraturan tersebut.
Kondisi inilah yang menjadi sulit untuk menjaga keberimbangan media dalam iklan
dan pemberitaa terhadap suatu parpol.
Laporan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
menemukan ratusan iklan politik di berbagai stasiun televisi, seperti MNC
Group, TV One, dan Metro TV. Data KPI menunjukkan, ketika Hary Tanoesoedibjo
masih di Partai NasDem sepanjang Oktober hingga November 2012, RCTI menayangkan
127 iklan Partai NasDem. Perubahan afiliasi politik Hary Tanoesoedibjo ke
Partai Hanura, langsung merubah kebijakan redaksi di stasiunMNCGoup. KPI
menemukan, pada 2-15 April 2013, ada 11 pemberitaan mengenai Hanura yang
ditayangkan di RCTI, MNC TV, dan Global TV. Sedangkan di TV One, yang dimiliki
keluarga Bakrie, ada 10 pemberitaan tentang Aburizal Bakrie sepanjang April
2013. Pada periode yang sama, ada 143 kali tayangan iklan politik Ketua Umum
Partai Golkar yang mencalonkan diri menjadi Presiden RI 2014 tersebut.
Besarnya pengaruh iklan dan pemberitaan media
massa menurut sosiolog Gaye Tuchman (1978), adalah karena media melakukan
tindakan yang dapat mengkonstruksi realita. Karena media melihat peristiwa dari
kacamata tertentu, maka informasi realitas yang diterima masyarakat adalah
realitas yang telah dibentuk oleh media. Media bukanlah sebuah entitas yang
bebas, karena media sendiri menjadi pelaku dalam mengkonstruksi realitas,
lengkap dengan pandangan, bias, dan pemihakannya.
Media merupakan alat yang sangat strategis
dan efektif untuk mempengaruhi khayak. Dalam menjelang pemilhan Capres dan Cawapres 2014 banyak sekali di temukan upaya propaganda melalui media
audivisual seperti pemasangan iklan di televisi maupun di media sosial seperti
facebook dan media sosial lainya. adanya kecenderungan pemilik media yang
memiliki kedekatan dengan partai peserta Pemilu 2014. Kedua hal inilah yang
menjadi penyebab munculnya kecurigaan terhadap netralitas media saat ini.
Penggunaan media tersebut dinilai lebih efektif dan mempunyai nilai tinggi
dalam mempengaruhi khalayak luas sehingga para Capres dan Mawapres lebih sering
berkampanye menggunakan media melalui beriklan. Iklan politik merupakan salah
strategi kampanye yang efektif apabila dibandingan dengan turun langsung ke
daerah-daerah. Iklan memberikan keleluasaan bagi kandidat untuk menunjukkan
diri dan berbagai program serta visi misi secara detail. Selain itu iklan juga
dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar