Partai berjamuran, pertai berjemuran, partai
seperti jamur di musim hujan, banyak dan berhamburan. Semuanya berebut
kekuasaan, kalah dalam partai sendiri, keluar membuat partai baru, agar tetap
menjadi yang nomor satu, bertarung dengan partai lain, dan kalah lagi lalu
berkoalisi, lagi-lagi agar tetap dapat
kursi menteri. Partai berdiri bukan untuk mensejahterakan rakyat, partai berkoalisi
agar tetap ada pada jalur birokrasi yang penuh dangan fasilitas dan kursi, guna
mencapai ambisi pribadi.
Partai akan semakin banyak menjelang pemilu
dan ratifikasi. Partai berdiri dan diusahakan agar tetap berdiri walau kantor
hanya meja dan satu kursi di tiap provinsi. Dengan plang nama partai yang besar
dan terbaca dari jarak jauh, namun di dalamnya hanya ruang kosong dan lemari.
Nama-nama dibuat mentereng dengan gelar pejabat tinggi dan menampung para
pensiunan pegawai tinggi, yang katanya “tak ada kata henti bagi para pejuang
sejati“, padahal hanya ambisi yang dikemas dengan gaya basi.
Partai semakin banyak dan berebut “kursi
mati”, soal rakyat urusan nanti, yang penting ambisi terpenuhi dengan biaya
jika perlu tinggi sekali, itu tak peduli, karena jika menang nanti semua itu
akan kembali dengan cara korupsi dan manipulasi kwitansi. Bila ditangkap nanti,
berikan alasan sedang sakit hati, yang
sedang diobati di luar negari, jika perlu tak kembali, kecuali jika dijemput
polisi dengan pesawat milik negeri ini.
Bau busuk setiap partai mau tak mau tercium
juga, walau sudah dijaga sekuat tenaga, tapi tercium juga oleh wartawan yang
memang selalu siaga, karena memang itu kerjaan mereka mencari sumber berita. Si
“kuli tinta” memang luar biasa, walau dijaga, dia bisa lolos juga dan masuk keruang
yang terduga, agar tetap dapat berita hari itu juga dan bahagia tak terkira,
bila bahan berita menjadi diskusi penjaga negara. Sukur-sukur bisa menjadi
menteri yang bisa menjaga negara dan membawa amanah bagi rakyat semua.
Kekuasaan yang penuh dengan fasilitas telah
menggoda hampir semua partai yang ada, tak peduli itu partai nasional, sekuler
atau berbasis agama, semua berambisi pada “kursi mati” yang basi. Semua
berteriak dalam pemilu membela rakyat, katanya, tapi buktinya rakyat semakin
sengsara dan justru jauh dari partai yang ada. Rakyat yang mestinya dibela
hanya tinggal gigit jari menyesali apa yang dipilihnya dalam pemilu lalu,
dikira emas, nyatanya palsu.
Entah akan berapa banyak lagi partai akan
bermunculan menjelang 2014 nanti, rakyat dibuat bingung sendiri, mau pilih yang
mana, karena semuanya basi. Partai tidak di sana, tidak di sini, semuanya kebanyakan bukan
membela rakyat, tapi untuk kantong sendiri dan mencari sebanyak-banyak peluang
diri, agar dana yang keluar saat pemilu segera kembali dan kemudian menumpuk
kekayaan pribadi dan siap-siap lagi untuk pemilu nanti, agar terpilih kembali
dan mendapat kursi, perkara rakyat tak makan nasi, mereka tak peduli, begitulah
bila nafsu hewani telah menjalari setiap para politisi yang penuh ambisi, akan
negeri ini menjadi mati suri? Semoga tidak terjadi, karena masih banyak orang
yang punya niat suci memperbaiki negeri, kapankah mereka muncul? Ya tunggu saja saatnya nanti, bila mentari
terbit kembali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar