“Politik adalah hal-hal praktis yang lebih
mendekati kemaslahatan bagi manusia dan lebih jauh dari kerusakan meskipun
tidak digariskan oleh Rosulullah S.A.W” (Ibnu Aqil).
Hari ini gue mau nulis tentang politik.
Karena gue merasa punya tanggung jawab sosial dan politik sebagai anak FISIP.
Ada banyak orang yang ngerasa alergi sama politik, padahal hidupnya dia
ditentukan dari keputusan-keputusan yang sifatnya politis. Politik buat gue
adalah ketika lo ga Cuma punya kekuasaan tapi juga kebijaksanaan untuk
mengambil keputusan yang akhirnya menciptakan kesejahteraan. Gue tahu, di dunia
ini lo gabisa bikin semua hati orang seneng. Begitu juga dengan politik,
keputusan politik A tentunya ga sesuai dengan yang di mau kelompok B dan C,
tapi kita punya benang merah, bahwa keputusan yang diambil itu adalah keputusan
yang paling sedikit mendatangkan keburukan.
Kenapa hari ini politik ga diminati? Gue
curiga ada pihak-pihak yang berkepentingan yang mencintrakan politik itu dari
sisi negative dan akhirnya mengubur tujuan politik itu dilahirkan untuk
kemaslahatan rakyat. Ada golongan orang yang menikmati keuntungan dari politik
yang dicitrakan dan diidentikan dengan keburukan. Mungkin dengan begitu,
saingan mereka di kancah perpolitikan jauh lebih ringan. Inilah ketika kita
tidak memiliki kesadaran politik.
“Politik adalah usaha yang ditempuh warga
negara untuk mewujudkan kebaikan bersama.”(teori klasik Aristoteles)”
Tanpa lo sadari, setiap hari lo sedang berpolitik.
Lo ng’loby orang tua untuk menaikan uang jajan, itu lo sedang memengaruhi orang
lain agar kepentinganmu dapat diakomodasi dengan baik. Lo menunjukan impression
(mimik) yang meyakinkan agar lo dipercaya jadi ketua panitia atau ketua kelas,
itu lo sedang berpolitik agar kepentingan yang mau lo wujudkan diterima dan
akhirnya menjadi kebaikan untuk semua orang. Saat lo menyatakan pendapat dan
aspirasi di depan khalayak, itu juga lo sedang berpolitik agar ideology lo
diterima dan mendapat dukungan untuk diwujudkan. Lalu pertanyaannya, apakah
politik itu buruk? TIDAK! GA! NO!
Bukan politiknya yang buruk, tapi actor
politiknya yang gagal berperan. Sama aja kaya lo nonton sinetron dan lo kecewa
karena aktornya mainnya jelek, ketahuan banget actingnya. Ya sama kaya politik.
Yang perlu disalahin, dibenci dan di jadikan alergi itu bukan politinya, tapi
aktornya atau bahasa sekarang politisi. Ada teori sosiologi, judulnya “Peran
dan Status”, anak semester satu pasti tau banget teori ini. Status itu adalah
jabatan lo, konteksnya disini adalah jabatan politik, misalnya menteri
pertanian. Peran adalah tindakan yang harus lo lakukan sesuai dengan status lo.
Ya sebagai menteri pertanian, lo harus bisa memproteksi hasil tani dalam
negeri, agar para petani tidak gulung ladang atau merugi, karena tanpa disadari
nasib petani itu digantung sama keputusan politik si bapak menteri. Ketika lagi
panen raya, produksi melimpah, tapi menteri pertaniannya ngambil kebijakan
untuk impor, akhirnya harga panen jadi turun drastis atau hasil tani dibeli
murah pake diskon 50%. Nah ketika lo berperan kaya gitu, yaudah berati lo gagal
fokus sama acting lo. lo harusnya berperan sesuai dengan status lo, yang dimana
setiap orang punya ekspektasi tinggi sama lo, karena status sosial lo di masyarakat.
Oke, Jadi clear ya, kalau yang perlu
disalahin itu politisinya sebagai actor, bukan politinya. Tapi alangkah
manisnya biar ga maen salah-salahan, lo belajar ilmu politik barang sedikit.
Contohnya, lo punya kesadaran kalau dampak dari lo milih hari ini adalah
menentukan nasib lo 5 tahun mendatang. Kalau lo golput hari ini, dunia pun
tetep berputar, dan lo gagal buat menangin orang baik buat duduk di kursi
perwakilan. Lo ga perlu golput, karena yang milih orang baik aja belum tentu
menang, apalagi yang ga milih. Karena kita sama-sama sepakat, hidup kita
digantung sama keputusan politis, kita harus hati-hati milih orang-orang untuk
duduk di kursi-kursi yang punya kekuasaan untuk ngambil keputusan politis.
Bukan apa-apa, koruptor itu sebenernya pilihan kita juga kok, orang kita yang
milih mereka buat duduk dan punya kesempatan korupsi sampe dijeruji KPK.
“Rakyat yang baik, tidak akan memilih
pemimpin yang jahat. Dan pemimpin yang bersih, tidak akan memilih orang-orang
yang tidak bersih buat duduk berkuasa menemaninya.” Faisal Basri.
Teori habitus : “habitus, yang merupakan
produk historis menciptakan tindakan
individu dan kolektif dan karenanya sesuai dengan pola yang ditimbulkan oleh
sejarah.” Piere Bourdieu.
Artinya begini, Kebiasaan individu diperoleh
melalui pengalaman hidupnya dan mempunyai dampak dalam kehidupan sosial. Nah
kalau sekarang kebiasaan politisi kita korupsi, itu karena pengalaman hidupnya
sehari-hari udah dihiasi korupsi, akhirnya korupsi jadi kebiasaan dan udah di
lupakan kalau itu dosa besar.
Oke, karena pemimpin itu asalnya dari rakyat,
harusnya kita bertanya, jangan-jangan rakyat kita sekarang cerminan politisi
kita yang sekarang? atau politisi yang sekarang adalah cerminan rakyat? Jadi
kalau mau membenahi diri, menurut gue bukan Cuma dari pemerintahnya, tapi juga
rakyatnya, ya misalnya diri gue sendiri. Gue sebagai rakyat yang baik, gue
harus cari tau siapa pemimpin yang baik dan memperjuangkannya biar bisa
duduk di kursi perwakilan. Karena gue
yakin, sekarang orang-orang yang jahat sedang berjuang habis-habisan biar
pemimpin yang (jahat juga) dari kelompok mereka bisa duduk mewakili kejahatan
mereka di kursi perwakilan. Itu makanya timbul kata-kata mutiara
“Politik Indonesia jadi jahat karena orang
baiknya diam aja.” Pernah di katakan Aria Bima di seminar kepemudaan dan
Dikatakan Bapak KPK di sarasehan sosiologi.
Ya gue setuju, karena gue yakin “Kebaikan
yang tidak terorganisir akan kalah dengan kejahatan yang terorganisir.” Jadi
kalau kita sedang memperjuangkan sesuatu, kita gabisa sendiri. Kalau mau doa,
ya doa bareng, berjuang ya berjuang bareng dan nanti kita juga yang menikmati
kebaikannya bareng-bareng.
“Seikat lidi jauh lebih kuat dan bermanfaat
daripada sebatang lidi yang berceceran di jalan.” Ya inilah konsekuensi hidup bermasyarakat,
harus ada sistem pengaturan agar semua kepentingan dapat terakomodir dengan
maksimal. Inget maksimal, bukan sempurna, karena kesempurnaan hanya punya Allah
yang maha menciptakan. Dan sistem pengaturan kepentingan itu di sebut sistem politik.
Karena sistem politik yang menciptakan manusia, yang bisa benerin juga manusia.
Makanya Soe Hok Gie pernah ngomong, “Politik adalah lumpur yang paling kotor,
tidak ada cara lain selain masuk ke dalamnya.” itu tandanya kalau lo mau
benerin, ya lo harus tahu dan masuk sistemnya, bukan Cuma koar-koar ngarep
perubahan tapi terus-terusan berpangku tangan sama orang-orang yang
mementingkan kepentingan kelompoknya doang. Gimana kalau nanti lo kebawa
sistem? Ya lo juga harus pinter, kalau lo Cuma jadi satu lilin yang nyala,
dunia ini akan tetep gelap. Lo harus ngajak lilin yang lain untuk menyala, jadi
pencerahan atau aufklarung bisa mengalahkan kepekatan dan kegelapan di dunia
yang lo tempati.
Ciptakan perubahan bukan untuk ketenaran,
tapi ciptakan perubahan untuk kebermanfaatan. “Sebaik-baiknya manusia adalah
yang bermanfaat orang lain.” Ya, emang ga gampang buat bermanfaat untuk orang
lain, tapi secara ga langsung, kegelisahan yang gue tuliskan ini adalah bentuk
usaha gue untuk bermanfaat. Yuk, cerdas berpolitik bukan menjauhi tapi
membenahi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar