Intisari
Pembangunan
perdesaan merupakan salah satu elemen penting dalam pemulihan ekonomi nasional.
Pembangunan perdesaan yang terintegrasi dalam pembangunan daerah telah terbukti
mampu menjadi kunci dalam mengatasi berbagai persoalan di perkotaan dalam masa
krisis ekonomi. Oleh karena itu maka paradigma pembangunan yang bias perkotaan
(urban-biased) harus mulai ditinggalkan, dan diganti denagn pola pembangunan
yang terintegrasi antara desa-kota, yang pada akhirnya melalui pendekatan
kewilayahan (regional).
Pembangunan
perdesaan juga merupakan salah satu aspek penting dalam proses desentralisasi
dari otonomi daerah yang sedang berlangsung. Perdesaan diharapkan mampu menjadi
salah satu subyek dan bukan obyek pembangunan daerah. Karenanya maka
peningaktan potensi sosial dari ekonomi perdesaan akan merupakan aspek penting
dalam suksesnya otonomi daerah. Pola pembangunan Indonesia yang bertumpu pada
pada sektor pertanian sudah seharusnyalah menempatkan perdesaan sebagai subyek
pembangunan nasional.
Transportasi
perdesaan merupakan kunci dalam pembangunan sosial dan ekonomi perdesaan.
Peningkatan aksesibilitas pusat-pusat produksi di perdesaan utnuk menjangkau
pusat-pusat distribusi di daerah-daerah lain sangat penting bila ditinjau dari
aliran barang dan jasa di sutau wilayah. Keterkaitan (linkages) antara suatu
desa dan berbagai daerah lain, baik berupa kota ataupun desa lainnya, merupakan
mata rantai ekonomi yang perlu ditemukenali dan difasilitasi bilaman
diperluakn. Di sinilah pentingnya peran transportasi perdesaan dalam menunjang
perkembangan ekonomi perdesaan dan wilayah.
Pada awal krisis ekonomi akibat
perubahan politik di Indonesia tahun 1997, tingkat kemiskinan telah berkurang
dari 60 juta di tahun 1970 menjadi 22,5 juta di tahun 1996. Krisis di tahun
1997 telah menyebabkan dampak yang sangat parah bagi usaha untuk pengentasan
kemiskinan dan hal ini menyebabkan tingkat kemiskinan meningkat sampai 47,9
juta dari 250 juta penduduk Indonesia, yang sebagian besar hidup di kota besar.
Meskipun banyak organisasi dan institusi yang memperdebatkan tingkat absolut
kemiskinan, dampak dari krisis telah memaksa pemerintah untuk mengakji
kebijakan-kebijakan pembangunan yang ada. Krisis telah memberi pelajaran yang
mahal bagi pemerintah bahwa jarring pengaman sosial dari ekonomi Indonesia
adalah kemampuan utnuk memperkuat pembangunan perdesaan.
Paradigma pembangunan dahulu telah menempatkan peran
perdesaan/masyarakat perdesaan sebagai agen di perbatasan, yang mempunyai tugas
mentyediakan dan menstabilkan bahan mentah dan bahan pangan. Peningkatan
produktivitas, keanekaragaman produk melalui pemberdayaan masyarakat perdesaan
dan peningkatan pendapatan selama ini bukanlah merupakan fokus pada pembangunan
perdesaan. Daerah perdesaa telah terbukti bertahan terhadap krisis ekonomi dan
hal ini akan berlanjut di masa pembangunan Indonesia yang akan datang.
Pada program ekonomi saat ini, infrastruktur perdesaan
talah menjadi salah satu prioritas untuk memperkuat ekonomi Indonesia. Tujuan
utama adalah untuk memberi peluang bagi kemampuan daerah dan perdesaan sebagai
tulang punggung ekonomi regional dan nasional.
Banyak studi internasional yang menunjukkan bahwa sistem
distribusi seharusnya menjamin keamanan barang dan pelayanan antara produsen
dan pelanggan untuk menjamin distribusi keuntungan yang pantas. Untuk itu, kita
harus megikutsertakan tingkat grassroots sampai petani. Hasil PARULdan PEL
program dari BAPPENAS menunjukkan bahwa hubungan antara ekonomi perdesaan dan
ekonomi perkotaan harus didukung oleh sistem transportasi yang cukup dan
memadai. Skema industrialisasi perkotaan juga harus didukung oleh sistem
ditribusi yang baik untuk menjamin keberhasilannya.
Dalam proses desentralisasi yang sedang berjalan ini,
momentum untuk merevitalisasi peran transportasi perdesaan dalam pembangunan
sosial dan ekonomi di perdesaan semakin meningkat. Investasi di bidang
transportasi perdesaan juga dilihat sebagai cara untuk menekan urbanisasi dan
menghindari investasi di transportasi perkotaan yang tidak diperlukan. Dalam
dekade terakhir ini, tingkat investasi transportasi perkotaan sebagai akibat
meningkatnya urabnisasi sangat besar dan peningkatan investasi serta alokasi
anggaran di perkotaan harus disertai dengan usaha menghindari urbanisasi.
Ketika aksesibilitas perdesaan mempunyai arti yang lebih
luas, transportasi perdesaan menyediakan sarana untuk memindahkan orang dan
barang di dalam desa tersebut serta dari/ke desa lain untuk mendapatkan
kebutuhan inti dan membangun kemampuan sosial ekonomi dari masyarakat
perdesaan. Pada dasrnya, pembangunan sistem transportasi perdesaan dalam
penyediaan aksesibilitas dan mobilitas masyarakat desa memerlukan tiga
komponen: infrastruktur transportasi perdesaan, termasuk jalan setapak dan
jalan desa, pelayanan transportasi perdesaan dan kapasitas
organisasional/manajemen utnuk menangani dan mensinkronisasi pelayanan dan
infrastruktur transportasi.
Transportasi perdesaan sangat dekat hubungannya dengan
isu sosial termasuk kesetaraan gener. Hasil penelitian di seluruh dunia dan di
Indonesia menunjukkan bahwa wanita menempuh perjalanan lebih jauh dan membawa
barang lebih berat dibandingkan dengan pria. Wanita umunya juga mempunyai
aksesibilitas terbatas dalam menggunakan kendaraan di dalam rumah tangga.
Dengan pendapat yang demikian, merevitalisasi peran transportasi perdesaan
sangatlah penting, tidak hanya dari sisi ekonomi tetapi juga dari sudut pandang
sosial.
Kebijakan dan Program
Pemerintah dalam Pengembangan, Pengentasan Kemiskinan dan Transportasi di Perdesaan
Salah satu misi pemerintah
adalah membangun daerah perdesaan yang dapat dicapai melalui pemberdayaan
masyarakat untuk meningkatkan produktivitas dan keanekaragaman usaha perdesaan,
ketersediaan sarana dan fasilitas utnuk mendukung ekonomi perdesaan, membangun
dan memperkuat institusi yang mendukung rantai produksi dan pemasaran, serta
mengoptimalkan sumber daya alam sebagai dasar pertumbuhan ekonomi perdesaan.
Transportasi merupakan elemen penting dan strategi untuk mendukung misi ini,
khususnya dalam menjamin aliran orang dan barang dari suatu tempat ke dimana
bahan mentah terdapat ke pusat produksi dan ke pusat distribusi daerah,
regional, nasional dan internasional. Sebagai akibat dari misi diatas,
pemerintah juga merubah fungsinya dari penyedia menjadi fasilitator, regulator
dan koordinator untuk pemberdayaan masyarakat, emindahkan atau
menginternalisasikan ekseternalitas, dan memfasilitasi integrasi horizontal dan
diagonal. Ini akan menjamin penyelenggaraan pemerintahan yang baik untuk diterapkan
disemua tingkat pembangunan dan keputusan dibuat berdasarkan kebutuhan nyata
dari masyarakat.
Pembangunan perdesaan juga
sudah merupakan kebijakan dan strategi untuk mengentaskan kemiskinan. Sejak
1993 pemerintah telah membuat program IDT utnuk mengentaskan kemiskinan pada
desa tertinggal dan diikuti program P3DT di tahun 1995 untuk mendukung dan
meningkatkan implementasi IDT. Program P3DT mempunayi tujuan utama untuk
membangun sarana di desa tertinggal. Dimulai pada tahun 1998 pemerintah melalui
BAPPENAS meluncurkan program PPK yang pada dasranya merubah tingkat pembangunan
dari tingkat desa ke tingkat kecamatan. Program ini memfokuskan pada penyediaan
dana berputar (revolving block grants) dengan menggunakan lembaga
keuangan yang dimiliki masyarakat. Pararel dengan konsep pembangunan perdesaan
dan program pengentasan kemiskinan, Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah
(Bangda), Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah telah membuat reformasi
organisasi untuk menitikberatkan ketersediaan panduan pembangunan, supervisi
dan pelatihan. Tugas tersebut merupakan implementasi empat fungsi birokrasi
yaitu pelayanan, pemberdayaan, pemabngunan dan jaringan usaha.
Bagaimana transportasi
berperan dalam konteks pembangunan di atas? Transportasi diharapkan merespons
masalah pembangunan perdesaan dan pengentasan kemiskinan melalui program
tarnsportasi berikut ini: (a) mempertahankan dan meningkatkan pelayanan
fasilitas dan infrastruktur transportasi (b) melanjutkan peningkatan sistem
transportasi lokal, dan (c) peningkatan aksesibilitas ke fasilitas dan sarana
transportasi.
Transportasi tidak
mempunyai batas administrative. Dengan demikian, harus dilihat sebagai bagian
dari sarana distribusi daerah dan nasional. Transportasi perdesaan telah
menjadi bagian dari sistem tarnsportasi nasional.
Isu Transportasi
Perdesaan
Transportasi
perdesaan dan aksesibilitas perdesaan mempunyai arti konseptual yang sederhana
namun terdapat isu kompleks di sekitarnya. Secara definisi “akses” adalah (a) means
of approaching something or somebody or entering a place, (b) opportunity
or right to use something or approach somebody. Definisi lain dari akses
termasuk “means or right of using, reaching or obtaining”.
International Labour Organization (ILO)
mendefinisikan transport sebagai “pergerakan orang dan barang dengan sarana
apapun yang mungkin, untuk tujuan apapun yang mungkin”. World Bank
mendefinisikan transporta sebagai “kegiatan menghubungkan orang ke
temapt-tempat dan sumber daya”. Dengan definisi demikian jelas bahwa transport
dan akses adalah kegiatan antara. Transport adalah sarana untuk meningkatkan
kemampuan (atau mobilitas) bagi orang untuk mencapai akses pelayanan dan
fasilitas yang dibutuhkan.
Isu
tentang transportasi perdesaan yang ditunjukkan dalam makalah ini dihimpun dari
beberapa elemen organisasi (dan kepemilikan) pelayanan transportasi perdesaan
yang ditunjukkan pada studi kasus Sampang, Madura, keuangan, partisipasi
masyarakat dan metode konstruksi jalan perdesaan (Manggarai, Flores), juga
kasus di Nepal pada masalah sosial aksesibilitas perdesaan. Beberapa kasus yang disajikan
dalam makalah ini juga menyinggung situasi politik terdahulu. Program dan
proyek terdahulu di bidang transportasi perdesaan umumnya didasari pendekatan blue
print dan bias dengan kondisi di Jawa. Pembangunan perdesaan tidak
menciptakan kondisi yang independen dan inter-dependensi, tetapi menciptakan
ketergantungan pada daerah perkotaan (secara temapt) dan pemerintah pusat
(secara organisasi dan politik).
Konstruksi
jalan perdesaan berbasis buruh di Kabupaten Manggarai, Pulau Flores merupakan
contoh ideal bagaimana pendekatan partisipasi dapat membantu masyarakat
mengerti sepenuhnya tentang proses rencana, desain, implementasi dan evaluasi.
Proyek juga menunjukkan bahwa kualitas dan biaya proyek setara denagn proyek
P3DT (untuk sarana transportasi umumnya hanya untuk jalan) didanai oleh
OECF/JBIC telah menunjukkan denagn meningkatkan aksesibilitas daerah perdesaan
telah mengurangi waktu perjalanan ke ibukota kecamatan atau pasar lokal antara
60-80%. Desa-desa sekarang dapat menggunakan kendaraan beroda 4 dan beberapa
populasi dapat dicapai dengan kendaraan beroda 4. Proyek yang akan datang
seharusnya diarahkan ke dua kata kunci, yaitu integrasi dan sinkronissi di
dalam dan antar kecamatan.
Pada kasus
di Nepal, jelas bahwa kebutuhan masyarakat perdesaan menjadi pusat pertanyaan
transportasi perdesaan. Pendekatan berdasarkan kebutuhan utnuk meningkatkan
aksesibilitas, merupakn kewajiban jika kita ingin membangun program
transportasi perdesaan. Ini termasuk program perdesaan untuk mengentaskan
kemiskinan dan adanya intervensi dari non-transport. Isu lain yang berkembang
di Nepal tapi tidak di Indonesia adalah isu tentang kesetaraan gender dan
kebutuhan bagi penyandang cacat. Disadari bahwa sistem transportasi yang
dibangun dengan cara konvensional di daerah perdesaan sering kali gagal
memenuhi kebutuhan khusus wanita, penyandang cacat dan orang yang memiliki
hambatan sosial.
Tujuan Membuat Program
Transportasi Perdesaan
Undang-undang
desentralisasi (UU 22/99 dan UU 25/99) merupakan perubahan besar dalam
memformulasikan tujuan pembangunan program transportasi perdesaan. Dalam sistem
desentralisasi, pemerintah daerah harus membuat prioritas pembangunan dan
merespon kebutuhan pembangunan mereka sendiri. Yang masyarakat perdesaan
butuhkan adalah inti dari proses pembangunan. Pentingnya akses utnuk membuka
isolasi adalah alasan mengaap transport merupakan elemen esensial di
pembangunan. Jones (1981, yang dikutip oleh Dongges, 2001, dalam Jinny, 2001)
menyataklan bahwa “Isolasi adalah halangan utama pembangunan. Isolasi
menyebabkan kemiskinan, karena pelayanan tidak mencapai yang terisolasi dan
membuat mereka tidak terkontak kegiatan peningkatan pendapatan”. Program
transportasi harus menjamin akses orang ke kebutuhan dasar juga kesempatan
sosial dan ekonomi yaitu termasuk meningkatkan keahlian dan produktivitas
mereka.
Pelaksanaan Pelayanan
dan Infrastruktur Transportasi Perdesaan
dalam
konteks global, World Bank telah mengidentifikasi bahwa istilah “localization”
akan menjadi trend di abad 21. Lokalisasi didefinisikan sebagai kekuatan
pertumbuhan kesatuan sub-nasional sebagai kota dan propinsi sebagai respon
terhadap grass-rots oleh manusia dalam arti luas, misal dalam
pemerintahan dan lembaga. Organisasi pemberi dana lain, seperti ADB, atau donor
internsional/bilateral seperti UNDP dan DFID telah mengidentifikasi bahwa
pelayanan tingkat daerah, termasuk transportasi akan mengkontribusi secara
signifikan pembangunan (manusia) yang berkesinambungan. Prakarsa pembangunan
daerah di bidang transportasi perdesaan tidak dan seharusnya tidak dipromosikan
dengan batasan. Pemerintah melihat transportasi perdesaan akan memerankan peran
penting dalam menjamin pergerakan penumpang dan barang dari dan ke desa.
Istilah “integrasi” sangatlah esensial dalam hal ini. Integrasi horizontal,
vertical dan diagonal diperlukan dalam pendekatan holistic dalam pemabnguan
daerah. Desentralisasi seharusnya tidak membuat suatu daerah (distrik, kota
atau propinsi) terisolasi atau membuat mereka terisolasi, tapi harus
menciptakan suatu saling ketergantungan. Dari sudut pandang agen donor
internasional seperti World Bank, kerangka kerja desentralisasi dipandang perlu
selama dapat meningkatkan penyebaran infrastruktur yang menguntungkan banyak
pihak.
Faktor
penting dalam pelayanan da transportasi perdesaan adalah pembiayaan dan
pengelolaan aset. Pada saat pembiayaan daerah kadang-kadang sulit untuk
diandalkan, pemerintah daerah dapat menerapkan beberapa opsi pembiayaan seperti
hibah (transfer fiskal antar pemerintah), generasi baru road fund,
sumber pendapatan daerah dari jalan tol, pajak dan fee seperti juga dari agen
donor lain. Namun demikian, keberhasilan program transportasi perdesaan
tergantung dari kemampuan menciptakan kepemilikan. Kepemilikan dan pemberdayaan
masyarakat serta partisipasi dalam pelaksanaan dan konstruksi dapat
memungkinkan pemeliharaan dan pembuatan program yang berkesinambungan, peran
penting dalam menjamin pergerakan penumpang dan barang dari dan ke desa.
Istilah “integrasi” sangatlah esensial dalam hal ini. Integrasi horizontal,
vertical dan diagonal diperlukan dalam pendekatan holistic dalam pembangunan
daerah. Desentralisasi seharusnya tidak membuat suatu daerah (distrik, kota
atau propinsi0 terisolasi atau membuat mereka terisolasi, tapi harus
menciptakan suatu saling ketergantungan. Dari sudut pandang agen donor
internasional seperti World Bank, kerangka kerja desentralisasi dipandang perlu
selama dapat meningaktkan penyebaran infrastruktur yang menguntungkan banyak
pihak.
Inisiatif Untuk
Transportasi Perdesaan
a. Pembangunan transportasi pedesaan harus
terus didukung untuk meningkatkan kemampuan daerah untuk meningkatkan kehidupan
yang berkesinambungan.
b. Masyarakat, termasuk sektor swasta dan
lembaga pendidikan harus didorong untuk berperan aktif dalam pengembangan
program transportasi pedesaan.
c. Para stakeholders harus membuat
program yang komprehensif berdasarkan rencana aksi yang menoptimalkan
penggunaan sumber daya alam daerah dan mengintegrasikan prinsip partisipasi,
penggunaan sumber daya yang berkesinambungan, perlindungan lingkungan dan
pemahaman jender.
d. Inisiatif dan best practices yang
berhasil di bidang pengembangan transportasi pedesaan harus disebarluaskan dan
direplikasi seluas-luasnya.
e. Program pengembangan transportasi
pedesaan harus merujuk ke capacity building sebagai aspek penting dalam
implementasi.
f.
Semua
stakeholders termasuk pemerintah pusat dan daerah harus membuat ketetapan untuk
alokasi keuangan bagi pengembangan transportasi pedesaan.
g. Semua stakeholders harus mempersiapkan
rencana kegiatan mereka sendiri untuk meningaktkan transportasi pedesaan.
h. Pengembanagn transportasi pedesaan harus
menyertakan pemeliharaan sebagai bagian yang tak terpisahakn dari rencana
implementasi untuk menjamin rencana kesinambungannya.
i.
Rencana
kegiatan harus menyertakan proses monitoring dan mekanisme evaluasi.
Kesimpulan
1. Transportasi perdesaan mempunyai
karakteristik yang unik dan berbeda.
2. Sasaran transportasi perdesaan adalah
meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui transportasi yang ramah
lingkungan, dapat dijangkau dan mudah didapat.
3. Keikutsertaan masyarakat, swasta dan
pemerintah (sebagai elemen pemerintahan) selama proses pembangunan transportasi
perdesaan, yaitu perencanaan, konstruksi, monitoring, pemelihraan dan evaluasi
adalah penting untuk menjamin tercapaianya tujuan.
4. Pembangunan desa mempunyai 4 kekuatan
pengendali, yaitu: pasar, insentif, penanaman modal, dan transportasi.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Fathoni. 2003. Geliat
Transportasi Udara di tengah Transportasi Darat, Clapeyron. Vol. 47.
Indrawan, Ardyanto. 2003. Mahalnya
Sistem Transportasi Masa Depan, Clapeyron. Vol. 47.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar