Yang mengatakan orang miskin tidak mau dicabut
subsidi BBM-nya, sebenarnya siapa? Setiap ada rencana kenaikan harga BBM yang
berarti mencabut sebagian atau keseluruhan subsidi BBM, maka kisruh pun akan
muncul. Demo-demo akan terjadi. Penentangan muncul dimana-mana. Lalu para
pejabat atau oknum yang mengaku-ngaku mewakili masyarakat mengatakan, “Rakyat
tidak mau subsidi BBM dicabut”.
Dalam situasi adanya penentangan begitu, tampillah pahlawan-pahlawan
kesiangan bak membela rakyat. Ada saja pejabat atau tokoh yang mempersoalkan
rencana kenaikan harga BBM itu. Terutama anggota DPR selalu mengatakan, rakyat
tidak siap dengan harga BBM yang mahal. Mereka akan menjadi bertambah miskin.
Janganlah penderitaan rakyat ditambah-tambah gara-gara kenaikan harga BBM. Akhirnya
rencana kenaikan BBM tidak bisa dilakukan. Dan yang menikmati subsidi lebih
banyak, ternyata adalah mereka yang lantang menentang itu. Semua orang tahu,
rumah mereka sangat besar dan memakai arus listrik sangat banyak. Mobil mereka
juga ber-CC besar dengan kebutuhan minyak yang juga sangat besar.
Ketika antrian
panjang terjadi di mana-mana, di tempat-tempat pengisian bahan bakar (SPBU) dan
rakyat juga yang menjerit karena sulitnya mendapatkan BBM justru rakyat yang
terpaksa berlama-lama di terik matahari sekedar mengisi motornya itu
mengatakan, “Lebih baik harga minyak bensin ini naik saja asal jangan putus di
SPBU.” Hah, saya terkejut juga mendengar kalimat itu. Apakah itu benar-benar
dari hatinya atau sekedar karena emosi saja. Maklum untuk mendapat giliran
mengisi bisa sampai menunggu dua jam di tengah tusukan panas matahari.
Kekurangan
minyak memang disebabkan oleh beberapa faktor, seperti jumlah kendaraan yang
sudah jauh lebih banyak (perkembangannya) dari pada pasokan minyak. Minyak
bersubsidi memang sudah dijatah untuk satu-satu daerah. Faktor lain adalah
karena masih maraknya penyelundupan minyak bersubsidi ke luar negeri atau ke
perusahaan-perusahaan atau industri. Belum lagi para pengecer jalanan yang juga
membeli minyak bersubsidi di SPBU untuk dijual kembali. Mereka membeli di SPBU
dengan menggunakan motor atau mobil secara berulang-ulang. Faktor pengecer
jalanan ini juga membuat stok BBM bersubsidi cepat habis.
Kini semuanya
memang tergantung kepada semua kita. Tidak hanya pemerintah (penguasa) saja
yang pantas memikirkan kesulitan BBM yang disebabkan oleh kebijakan subsidi
ini. Jika subsidi dicabut dan rakyat miskin dapat dibantu dengan cara lain,
sudah saatnya subsidi secara nasional dicabut saja. Tentu saja pemerintah wajib
memikirkan, bagaimana membantu rakyat miskin (tak ada mobil atau motor) agar
mereka tidak kesulitan mendapatkan BBM (untuk memasak) karena tidak mampu
membeli.
Jika para pejabat khususnya anggota dewan dan
orang-orang kaya itu masih menjual nama rakyat miskin untuk tidak boleh
menaikkan harga minyak, jangan-jangan sebenarnya mereka itu yang keberatan
mencabut subsidi BBM. Sebab jika subsidi dicabut, mereka harus membeli BBM
(bensin) dengan harga mahal. Mereka juga akan membayar biaya listrik lebih
mahal karena di rumah mereka memang ber-AC disamping penggunaan lampu yang
banyak. Tapi dengan pintarnya mereka menjual nama rakyat kecil, mereka seolah
memperjuangkan kepentingan rakyat miskin untuk tidak mencabut subsidi BBM.
Entahlah!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar