Ada peristiwa menarik
jelang pemilu 2009 lalu yang mungkin tak akan pernah dilupakan publik, dua anak
bangsa yang masih punya hubungan saudara berebut secarik kertas undian nomor
urut partai, mereka adalah Yeni Wahid dan Muhaimin Iskandar. Peristiwa itu
merupakan klimaks yang terjadi atas konflik berkepanjangan di tubuh PKB. KPU
lebih memilih PKB versi Muhaimin Iskandar sebagai pihak yang sah untuk
mengikuti pemilu. Pada saat penghitungan suara selesai, posisi PKB turun
drastis disalib partai demokrat.
PDIP pun tak terhindar dari konflik, beberapa tokoh penting yang
menjadi pendukung asli Megawati dari konflik yang terjadi pada PDI tahun 1997
seperti Haryanto Taslam dan Laksamana Sukardi justru merasa kecewa dengan
kepemimpinan Megawati dan keluar mendirikan partai baru bernama Partai
Demokrasi Pembaharuan.
Partai Amanat Nasional begitu juga, Sutrisno Bachir yang berhasil
mempertahankan partai dengan ramuan jitu mengajak artis menjadi caleg justru
disingkirkan setelah pemilu. Pada masa sebelumnya tokoh pendiri seperti ekonom
Faisal Basri sudah terlebih dahulu angkat koper.
PPP sempat goyah dengan perpecahan dan melahirkan Partai Bintang
Reformasi. Setiap Munas yang dilakukan pun selalu membuat was-was karena ada
saja pihak yang merasa kecewa.
Golkar memiliki sejarah perpecahan yang lebih panjang, namun
karena pengalamannya selalu mampu keluar dari krisis. Pada masa reformasi, kubu
Jenderal Edi Sudrajat yang kalah dalam pemilihan ketua umum memilih keluar dari
Golkar dan membuat PKP (Partai Keadilan dan Persatuan), pada pemilu 1999 juga
underbond seperti MKGR menyatakan diri sebagai partai dan ikut pemilu.
Pada pemilu 2009 lalu, muncul Hanura hasil karya Jenderal Wiranto
yang kalah saat pemilihan ketua umum oleh Yusuf Kalla, juga ada Gerindra yang
diprakarsai oleh Prabowo Subianto yang juga merasa tidak lagi nyaman di Golkar.
Pada pemilu nanti ada Partai Nasdem yang walaupun diisi dari
berbagai pihak yang gagal di partai sebelumnya. namun begitu tetap saja energi
terbesarnya adalah jebolan Golkar Surya Palloh dan Ferry Mursidan Baldan.
Bagaimana dengan PKS? Pada pemilu 2009 lalu ketika semua partai
menunjukan grafik menurun karena pesona Susilo Bambang Yudhoyono yang sangat
aduhai, PKS masih mampu menaikan jumlah kursinya di DPR dari 45 kursi menjadi
57 kursi. Pada waktu itupun di kalangan internal kader sempat muncul
friksi-friksi seperti forum peduli kader, namun hal itu tak menjadi sesuatu
yang sangat istimewa dalam memecah belah kesolidan partai. Jelang pemilu 2014
ketika Luthfi Hasan Ishaq ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dan Anis Matta
menggantikan sebagai presiden, justru banyak anggota yang dulu meninggalkan
partai menyatakan untuk kembali ke pangkuan PKS.
Jelang pemilu 2014 kali ini, selain PKS setidaknya beberapa partai
telah merasakan ujian kesolidan. Demokrat selalu menghiasi media pmberitaan
dengan wisma atlit, hambalang dan kasus-kasus lainnya dengan tokoh-tokohnya
seperti Andi Malarangeng, M Nazarudin, Angelina Sondakh dan Hartati Murdaya.
Partai Nasdem sebagai satu-satunya partai baru yang tadinya dianggap sangat menjanjikan
tak luput pula dari ujian kesolidan, perpecahan dua bos media tak terelakan.
partai amanat nasional dan gerindra diuji dengan peristiwa calon anggota
legislatif andalannya yang terlibat dengan narkotika.
Demokrasi
membutuhkan partai politik sebagai pelaku didalamnya, partai politik harus
diuji agar tambah dewasa dan belajar dari peristiwa itu. Partai politik yang
baik adalah partai yang selalu mampu memperbaiki diri, siap dicaci maki,
belajar dari kesalahan serta siap bertarung kembali untuk membawa negeri
ini kearah yang lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar