Menurut Peter L. Berger, pemikiran atau renungan yang
bersifat sosiologis muncul dalam masyarakat ketika hal-hal yang selama ini telah
menjadi pegangan manusia mengalami krisis dan mendapatkan ancaman. Contohnya,
disintegresi masyarakat pada abad pertengahan khususnya yang terjadi dalam
agama Kristen.
Namun menurut Laeyendecker, kelahiran sosiologi
dihubungkan dengan serangkaian perubahan berjangka panjang yang melanda Eropa
Barat di antaranya, tumbuhnya kapitalisme pada akhir abad ke 15, perubahan di
bidang sosial politik, perubahan yang berkaitan dengan reformasi Martin Luther,
meningkatnya individualisme, lahirnya ilmu pengetahuan modern, berkembangnya
kepercayaan pada diri sendiri, Revolusi Industri pada abad ke 18, dan Revolusi
Perancis.
Istilah sosiologi pertama kali ditemukan oleh seorang
tokoh bernama Auguste Comte (1798-1857). Awalnya beliau akan menamakannya Fisika Sosial, namun
ia mengurungkannya karena istilah tersebut telah di pakai oleh Saint Simon. Sosiologi berasal dari bahasa Yunani yaitu sosios
yang berarti masyarakat, dan logos yang berarti ilmu. Sehingga secara singkat,
sosiologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang masyarakat.
Menurut teori Comte, jika diarahkan untuk mempelajari kehidupan manusia secara
ilmiah, maka sorotannya diarahkan pada Struktur (statika social) dan Proses-proses (dinamika sosialnya).
Kehidupan itu tidak bersifat acak, namun terstruktur
yang ditunjang oleh Peraturan, Pola Hirarki, dan Lokasi Tertentu. Ketiganya
mendukung adanya kemantapan dan kepastian yang merupakan ciri kehidupan
bersama.
Proses Sosial adalah tindakan-tindakan orang yang
secara berkesinambungan menuju pertahanan atau perubahan status-quo. Dalam
setiap kehidupan di dalamnya juga mengandung ketegangan, setidaknya tersembunyi
(Latent) di bawah permukaan antara Struktur dan Proses.
Dalam bukunya yang berjudul Course de Philosophie
Positive, Comte mengemukakan tentang “Hukum Kemajuan Pemikiran Manusia” atau
“Hukum Tiga Jenjang”. Beliau mengatakan bahwa sejarah manusia akan melewati
tiga jenjang yang mendaki yaitu : Jenjang Teologi, Jenjang Metafisika, dan Jenjang
Positif.
Pada jenjang pertama, manusia mencoba menjelaskan
gejala di sekitarnya dengan mengacu pada hal-hal yang bersifat adikrodati.
Pada jenjang ke dua, manusia mengacu pada kekuatan-kekuatan metafisik atau
abstrak. Selanjutnya pada jenjang tertinggi atau positif, penjelasan alam
maupun social dilakukan dengan mengacu pada deskripsi ilmiah atau hukum-hukum
ilmiah.
Karena memperkenalkan metode positif, maka Comte
dianggap sebagai perintis positivisme. Ciri metode positif ialah bahwa obyek
yang dikaji harus berupa fakta, dan kajian harus bermanfaat serta mengarah ke
kepastian dan kecermatan. Sarana yang menurut Comte dapat digunakan untuk
melakukan kajian ialah : Pengamatan, perbandingan, eksperimen, dan metode
historis. Sosiologi menurut Comte merupakan ‘Ratu’ ilmu – ilmu
sosial dan menempati peringkat teratas dalam hirarki ilmu-ilmu di atas
astronomi, fisika, ilmu kimia dan biologi. Menurutnya pula, sosiologi dapat dibagi menjadi dua bagian
besar, yaitu : Statika Sosial (social statics) yang mewakili
stabilitas dalam masyarakat dan Dinamika Sosial (social dynamics) yang mewakili
perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
Sifat dan Hakekat Sosiologi
· Sosiologi merupakan ilmu sosial.
· Sosiologi adalah disiplin ilmu yang kategoris.
· Sosiologi merupakan pengetahuan yang abstrak.
· Sosiologi bertujuan untuk menghasilkan pengertian-pengertian dan pola-pola umum.
· Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang empiris
dan rasional.
· Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang umum
(mempelajari gejala umum pada setiap interaksi antar manusia).
Obyek Sosiologi adalah masyarakat yang dilihat dari sudut hubungan
antar manusia dan proses yang muncul dari hubungan antar manusia tersebut di
dalam masyarakat. Dengan kata lain, obyek Sosiologi adalah :
· Interaksi manusia;
· Kelompok (kelas sosial atau masyarakat);
· Produk yang timbul dari interaksi: nilai, norma
serta kebiasaan yang dianut kelompok atau masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar