Kekerasan yang terjadi di masyarakat akhir-akhir ini
merupakan sebuah dari proses sosiologis yang alamiah terjadi di masyarakat.
Dikatakan wajar dikarenakan bahwa masyarakat sebagai arena sosial merupakan
arena sosial yang diperebutkan oleh setiap aktor-aktor yang ada dimasyarakat.
Setiap aktor berupaya untuk mengungguli setiap aktor lain yang ada di
masyarakat sehingga konflik menjadi rentan dan mudah terjadi. Penyebabnya
sering dikarenakan ketidakadilan terhadap distribusi modal sosial dan modal
ekonomi yang terjadi di masyarakat. Selain isu-isu sensitif tertutama yang
menyangkut harkat hidup orang banyak sangat mudah menjadi pemicu munculnya
konflik atau kekerasan.
Di dalam sosiologi terdapat dua aliran besar yang
membagi masyarakat dalam menyikapi fenomena konflik atau kekerasan yang terjadi
di masyarakat. Klasifikasi ini terjadi akibat perbedaan cara memandang fenomena
konflik atau kekerasan itu sendiri. Sehingga menghasilkan dua perbedaan dari
cara menanggapi konflik atau kekerasan itu sendiri. Pembagian tersebut terbagi
atas cara pandang perspektif kritis dan perspektif fungsional.
Di dalam perspektif kritis dimana mereka sepakat
bahwa konflik lumrah terjadi di masyarakat, akibat kontestasi demi
memperjuangakan ketidakadilan dalam distribusi modal sosial dan ekonomi.
Perspektif ini mengaharuskan aktor-aktor sosial untuk berkontestasi dikarenakan
setiap aktor memiliki kepentingan yang berbeda harus saling berhadapan, selain
itu ditambah dengan seiring dikuasinya mode of production, sehingga konflik
yang bisa saja berujung pada tindak kekerasan terjadi. Dalam kasus belakangan
ini bukan isu agama yang menjadi faktor terbesar dari tindak kekerasan, namun
tidak berjalan dengan baik pembagian dari distribusi modal tersebut, sehingga
menyulut kekeselan yang berakhir pada bentrokan.
Dalam perspektif berikutnya yaitu perspektif
fungsional, dimana digambarkan bahwa masyarakat seperti halnya tubuh manusia
yang terdiri dari berbagai organ yang membentuk kesatuan. Dari tiap-tiap organ
tersebut memiliki fungsi dan kerja yang berbeda namun saling menunjang satu
sama lainnya. Jika salah satu organ mengalami disfungsi maka organ yang lain
dituntut untuk membantu organ yang mengalami disfungsi (konflik) tersebut.
Menuju titik keseimbangan (equilibrium) merupakan keharusan yang harus tubuh
manusia lakukan demi melakukan aktifitas sehari-hari. Begitu juga masyarakat
yang terdiri dari berbagai aktor-aktor/organ-organ. Setiap aktor atau organ
diharapkan menuju kepada titik keseimbangan tersebut sehingga seminimal mungkin
jangan sampai terjadi konflik. Jikalaupun konflik atau kekerasan terjadi
diharapkan tidak menggangu stabilitas dan dikemudian tetap menuju keselarasan.
Walaupun konflik atau kekerasan lumrah dan wajar
terjadi di masyarakat disebabkan yang telah dijelaskan di atas. Serta terdapat
dua sudut pandang bagaimana kita melihat konflik itu dalam kacamata sosiologis.
Alangkah baiknya jika segala hal tersebut diselesaikan dengan cara dialog. Bagi
Habermas (filusuf ilmu sosial) yang coba menengahi dua perspektif tadi, bahwa
kunci dari penguasan terhadap ruang publik adalah dengan melakukan dialog dan
komunikasi yang baik antar aktor-aktor yang berbeda kepentingan. Walaupun dalam
prakteknya sulit dan membutuhkan waktu yang lama dalam menyelesaikan sumber
konflik tersebut, setidaknya ada cara lain selain tindakan kekerasan yang
menjadi pedoman bagi oknum-oknum sekarang ini, sehingga yang terjadi di
masyarakat adalah masyarakat yang komunikatif bukan masyarakat yang senang
anarkis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar