Masyarakat menjadi komponen penting dalam pola
kehidupan dan struktur dimensi manusia. Mengapa ? Bukan hal yang diragukan lagi,
jika manusia merupakan insan sosial yang saling berhubungan antara satu dengan
yang lainnya. Karena pada dasarnya, manusia akan selalu membutuhkan orang lain
dalam menjalani kehidupan ini, dia tidak serta merta tumbuh dengan sendirinya.
Menurut Talcott Parson, setiap yang ada di dunia ini memiliki fungsi dan
perannya masing-masing. Kita dapat menganalogikan manusia yang ada di dunia ini
sebagai sistem-sistem kecil yang tersebar. Secara struktural fungsional,
sistem-sistem tersebut akan membentuk ikatan yang saling menguatkan, dan menjaga
sebuah keseimbangan (balance). Apabila di antara sistem-sistem tersebut
mengalami ‘kerusakan atau gangguan’, maka akan mengganggu jalannya satu
kesatuan sistem yang holistik.
Berpijak dari gagasan Parson tersebut, kondisi riil
masyarakat memang memiliki struktur sosial dan tatanan budaya. Sebagai contoh,
yakni dalam dunia akademis terdapat dosen dan mahasiswa yang keduanya merupakan
sistem. Mahasiswa membutuhkan dosen, begitu pula sebaliknya dosen tidak akan
bermakna (disebut dosen) tanpa adanya mahasiswa. Faktual, jika mempelajari ilmu
sosiologi sangat erat hubungannya dengan bagaimana pola-pola tertentu dalam
masyarakat itu dipahami dan diejawantahkan. Tentu, kita tidak bisa asal-asalan
untuk mengidentifikasi masyarakat, namun kita memerlukan metode-metode yang
relevan secara teoritis.
Memasuki era globalisasi seperti saat ini, dengan
ditandai oleh kemudahan orang untuk melakukan perpindahan tanpa terkurung dalam
ruang pejal, serta informasi yang begitu cepat menjadikan manusia selalu
berusaha untuk mengembangkan daya olah cipta rasa dan karsa untuk tetap
survive, ketika manusia itu tidak mampu melakukan mobilitas, maka dia akan
menjadi pecundang. Hal itu, semakin menguatkan pemikiran bahwa era sekarang
membutuhkan manusia yang peka terhadap lingkungan di sekelilingnya, serta mampu
untuk mempengaruhi berjalannya transformasi sosial.
Realita yang ada menunjukkan bahwa kemiskinan yang
terjadi di Indonesia merupakan sebuah diskursus dengan berbagai fenomena sosial
yang melingkupinya. Telah banyak ahli yang membahas dan mengulas mengenai
kemiskinan dan ketertinggalan yang terjadi di Indonesia. Masyarakat Indonesia
yang bersifat plural society seharusnya menjadi sebuah daya rekat dan pendorong
mewujudkan kesejahteraan bersama. Namun yang terjadi dalam perjalanan bangsa
ini adalah masih banykanya rakyat yang tidak bisa menikmati kesejahteraan
sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945. Sungguh ironi,
negeri yang berlimpah-ruah sumber daya alam ini bertolak belakang dengan
kondisi rakyatnya yang masih kekurangan. Kondisi semacam ini, tidak boleh untuk
dibiarkan berlarut-larut, karena justru akan mengecewakan para founding fathers
kita yang telah merebut kemerdekaan dengan jiwa raga. Memang benar, konstitusi
memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk mengelola negeri ini. Namun,
sebagai bagian dari warga negara (civic), peran seluruh komponen bangsa mutlak
diperlukan. Tentu saja kita tidak hanya bisa menyalahkan pemerintah saja, namun
semua harus berkoreksi diri.
Keadaan yang serba ruwet seperti ini, masyarakat
harus diberdayakan (empowerment) agar mereka mampu untuk mandiri. Peran seorang
sosiolog dalam hal pemberdayaan dirasa vital. Karena sosiolog paham betul
dengan aspek sosiologis masyarakat yang selama ini terkekang dan kurang bebas
berkreasi pada masa Orde Baru. Hal- hal yang kiranya dapat dilakukan yakni:
1. Melakukan pendampingan pemberdayaan masyarakat
Mengapa ? Karena selama ini konsep pembangunan di era
Orba berupa ‘trickle down efect’. Dengan kata lain, pemerintah yang menetapkan
kerangka kebijakan umum, sedangkan rakyat ‘tidak’ dilibatkan dalam rencana
strategis pembangunan. Hal yang terjadi adalah, rakyat tinggal menunggu
matangnya saja, sehingga menimbulkan ketergantungan terhadap negara. Pola
semacam inilah yang harus dirubah, sekarang lebih kepada bottom-up, yakni
kerangka pembangunan dibangun dengan melibatkan masyarakat. Contohnya:
Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan) mulai dari tingkat desa,
kecamatan, kabupaten/kota, propinsi dan nasional. Proses pendampingan mutlak
diperlukan, karena mengubah hal-hal yang sudah mengakar dalam masyarakat akan
sulit, diperlukan ketekunan dan kesabaran.
2. Menjadi jembatan penghubung antara masyarakat dan
pemerintah
Sosiolog bisa menjadi perantara aspirasi masyarakat,
disamping lembaga resmi negara, semisal DPR. Mereka paham betul dengan ilmu
yang dimiliki, dan sudah selayaknya digunakan sebagai perantara agar apa yang
masyarakat rasakan bisa sampai di telinga pemerintah. Sosiolog yang hidup dalam
dunia akademisi tentu akan menggunakan obyektivitas dalam menilai suatu
permasalahan.
3. Panutan dengan menjadi tokoh inspirator masyarakat
Lebih baik ide itu dituangkan dalam perbuatan,
daripada hanya disimpan dalam angan-angan. Kemampuan intelektual yang tinggi,
serta penguasaan teori-teori sosial sangat memungkinkan bagi sosiolog untuk
menjadi motor penggerak masyarakat. “Tuhan akan meninggikan derajat orang-orang
yang berilmu”.
Uraian di atas, barangkali sedikit bisa menjelaskan
tentang ilmu sosiologi dan sumbangsihnya terhadap masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar