Menikah secara sosiologis
memiliki dampak besar di era sekarang ini.
Menikah Sosialogis yang saya maksud adalah cara menikah yang sesuai
undang-undang negara. Namun juga
memiliki dampak sosial yang cukup besar
apabila terjadi persoalan. Sedangkan menikah biologis merupakan cara menikah
yang hanya mementingkan sisi biologis tanpa memperdulikan sisi sosiologisnya.
Membaca tulisan seputar hubungan sosial suami isteri memaparkan banyak masalah dalam
hubungan sosial bernama pernikahan. 10
problem pernikahan misalnya, menjadi persoalan yang menjadi bumbu dalam
pernikahan. Mereka yang mampu bertahan dalam hubungan sosial berkekuatan hukum
ini akan langgeng dan dikenal dengan sebutan : sakinah, mawaddah warohah
(tenang, tentram dan berdaya guna).
Kenapa pernikahan sosiologis berdampak besar, tidak
lain karena hal-hal berikut ini : Terbelenggu oleh adat istiadat. Misalnya adat Jawa dan Sunda berbeda begitu
juga dengan adat lainnya. Terkondisi dengan persoalan beda karakter antara dua
pasangan. Men-sikron-kan dua kubu ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
Pendekatan cara pandang ini membuat pasangan
seringkali harus bertahan dan mengalah antara mau-ku dan mau-mu bersatu.
Kondisi ini pun kadangkala membawa dampak sosial yang cukup besar, yakni perceraian.
Persoalan Ekonomi. Tidak bisa dipungkiri, kadangkala
isteri yang mapan menjadi masalah besar saat disatukan dengan suami yang minus
penghasilan. Ujung-ujungnya tuntutan dan hambatan kerapkali menjadi pemicu
bubarnya sebuah pernikahan sosial.
Persoalan Keluarga. Hal yang sepele kadangkala
menjadi besar saat perbedaan kultur dibenturkan. Jika salah satu tidak
mengalah, maka kendala besar menghadang berikutnya.
Dan masih banyak lagi yang lainnya seperti
perselingkuhan, beda usia, beda
pendidikan dan perbedaan lainnya.
Lalu bagaimana dengan menikah biologis ? Menikah bilogis yang saya maksud adalah menikah yang
lebih menitik beratkan kepada persoalan hubungan biologis semata antara kedua
pasangan. Menikah model ini banyak sekali dijumpai dengan berbagai istilah.
Kawin Siri adalah bentuk pernikahan tanpa kekuatan
hukum. Sang pasangan dinikahkan oleh orang yang dianggap mampu menikahkan
pasangan yang tengah jatuh cinta. Macam nikah siri bervariasi, ada yang
membutuhkan saksi ada pula yang tidak membutuhkan saksi. Keduanya sama-sama
tidak berkekuatan hukum. Namun jenis pernikahan biologis ini banyak dijumpai
dalam sekat-sekat gelap. Maklum, karena namanya juga sirri (rahasia).
Kawin kontrak adalah jenis pernikahan yang saya
golongkan jenis pernikahan biologis. Seorang laki-laki menikahi wanita yang
diinginkanya hanya semata-mata karena penayuluran libido. Jenis pernikahan
inipun tidak dicatat dalam akta nikah, sehingga tidak ada kekuatan hukum. Jika
kontrak habis, maka habislah hubungan biologisnya, dan perlu diperbarui kembali
jika ingin menikah lebih lanjut.
Poligami, inipun saya masukkan jenis pernikahan bilogis. Karena tidak ada
dasar hukum yang melandasi pernikahan poligami apalagi jika seorang pejabat
negara, maka poligami tidak diundangkan. Karenanya, jika seorang laki-laki
ingin menambah isterinya maka jalan yang dilakukan adalah nikah sirri. Tentu
saja, tujuan dari nikah siri ini pun adalah demi kepuasan biologis.
Menikah bawah tangan, pernikahan jenis ini pun masuk
kategori pernikahan biologis. Macam-macam
jenis pernikahan biologis ini justru dianggap ”aman” dalam tataran biologis dan sosial.
Para suami jenis nikah biologis merasa terpuaskan dengan adanya saluran
syahwatnya kepada perempuan lain yang juga dianggap sah secara agama tertentu.
Dampak sosialpun berusaha dihindarinya, demi kepuasan dan ketenangan urusan
satu itu.
Namun jika
jenis pernikahan biologis ini sampai terkuak maka dampak sosialnya lebih besar. Maka banyak warga
masyarakat yang menentangnya dan siap-siap saja pelaku pernikahan biologis ini
dicerca habis-habisan oleh masyarakat. Teringat seperti kasus dai kondang yang
menjadi bulan-bulanan karena melakukan jenis pernikahan biologis ini.
Jika saja pernikahan biologis itu pinter mengemasnya
mungkin “aman” dan tanpa dampak sosial yang lebih besar. Akan tetapi rasa
was-was tentu mengganggu setiap jenis
pernikahan ini karena masalah dampak sosialnya, belum lagi jika harus
berhadapan dengan hukum sebab masyarakat kita masih sangat peduli dengan orang
lain terutama jika kepada hal-hal yang dianggap berbeda kulturnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar