Sebanyak empat pemimpin yang dinilai
bernyali (dinilai oleh Mata Najwa dan tim-nya mungkin) dihadirkan dalam
talkshow off air “Mata Najwa” yang berlangsung di Baruga AP Pettarani, kampus
Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Jumat (21/12/2012). Mereka
masing-masing Wakil Presiden RI periode 2004-2009 Jusuf Kalla, Ketua Mahkamah
Konstitusi Mahfud MD, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan, dan
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad. Najwa Shihab selaku
presenter begitu bersemangat menggali komentar-komentar dari empat tokoh
tersebut. “Mata Najwa” Off Air dalam gelaran Metro TV On Campus ini dihadiri
oleh ribuan mahasiswa dan masyarakat umum. Bahkan sejumlah mahasiswa terpaksa
hanya mendengar dari luar gedung karena tidak kebagian tempat di dalam gedung.
Kenapa ya, animo masyarakat dan mahasiswa begitu besar pada acara ini? Saya
pribadi lewat siaran ulang yang saya saksikan beberapa waktu yang lalu lebih
cenderung melihat ada banyak sebab kenapa mereka begitu tinggi minatnya dalam
menghadiri acara ini.
Pertama, dua dari empat tokoh adalah tokoh
yang berasal dari Makassar. Tampak jelas logat dan bahasa Makassar diucapkan
oleh Jusuf Kalla namun tidak terlalu kentara diucapkan oleh Abraham Samad.
Kedua, mungkin memang ini adalah saat
dimana masyarakat dan mahasiswa sudah sangat tinggi kerinduan dan hasratnya
untuk melihat tampilnya tokoh-tokoh baru. Tokoh-tokoh yang dinilai bersih dan
punya gebrakan.
Sayangnya pembahasan akan “nyali” tadi
ujung-ujungnya dikaitkan dengan soal “nyapres”. Maklumlah, tiga dari empat
tokoh yang dihadirkan disebut-sebut akan meramaikan bursa “nyapres” tahun 2014
nanti. Ketika sibuk bicara soal “nyapres” tinggallah Abraham Samad
terbengong-bengong tidak diajak bicara. Ketiga tokoh yang masih “malu-malu” menyatakan
akan “nyapres” tadi malah sibuk mendukung satu sama lain. Bahkan Dahlan Iskan
sempat menyanyikan sebait lagu bertajuk “Aku rela…” jika akhirnya Jusuf Kalla
maju sebagai calon presiden. Mahfud MD sendiri menyatakan belum saatnya bagi
dia untuk maju sebagai capres namun dengan logat Madura yang akhirnya keluar
juga tak membantah kenyataan yang terjadi bahwa telah banyak partai yang
“melamar”nya.
Jusuf Kalla sempat melontarkan pernyataan
yang agak sedikit melecehkan, menurut saya, ketika bicara soal orang nomor satu
di negeri ini. Bagaimana mau berlari jika yang didepan masih berjalan. Walau
akhirnya beliau sempat tersadar dan berusaha meralat ucapannya dengan
menyatakan bahwa apa yang dilakukannya selama masih menjabat wapres dulu sudah
didiskusikan dengan SBY dan apa yang dilakukannya mempunyai perintah tertulis
dari SBY sebagai dasar tindakannya. Hanya saja orang yang melihat kalau
kelihatannya wapres saat itu bergerak lebih cepat dari SBY.
Pernyataan Jusuf Kalla disambut oleh
lelucon tak lucu dari Dahlan Iskan, “Kenapa ban belakang mobil lebih cepat aus
dari ban depan? Karena ban belakang selalu berpikir bagaimana caranya melewati
ban depan dan nggak pernah kesampaian”. Nggak lucu!
Memang tak dapat dipungkiri kalau
pemerintahan SBY sangat banyak cacat dan celanya. Namun kadang orang lupa
melihat sisi baiknya. Kita sebagai rakyat bisa memilih presiden secara langsung
dalam suasana demokrasi yang “melebihi” Amerika. Rakyat Amerika saja tidak
memilih langsung presidennya kok! Coba lihat pemilihan presiden Amerika yang
lalu, berapa jumlah suara Obama dibanding Romney?
Apa yang dimiliki SBY yang tidak terlihat
pada ketiga tokoh itu? Menurut saya adalah wibawa. Gaya bicara ketiganya, sikap
bicara, dan tutur kata mereka menurut saya tidak bisa dikatakan sebagai
pemimpin. Wibawa ini menurut saya justru dimiliki oleh Abraham Samad. Ketika
Abraham Samad bicara, justru saya melihatnya sangat berwibawa. Tidak
cengangas-cengenges atau sambil tergelak-gelak ketika bicara seperti yang
diperlihatkan ketiga tokoh lainnya.
Saya pribadi juga ingin pemerintahan SBY
segera berakhir pada saatnya nanti, namun saya juga ingin ada tokoh yang
benar-benar baik yang bisa menggantikannya. Selama ini tokoh-tokoh yang
“nyapres” tadi adalah tokoh-tokoh yang dibesarkan oleh media. Berbuat sedikit,
langsung diekspos oleh media secara besar-besaran.
Hmm.. kembali ke soal bernyali tadi, siapa
diantara ke-empatnya yang layak disebut paling bernyali? Menurut saya Abraham
Samad yang paling pantas disebut pemimpin bernyali jika dibandingkan diantara
empat tokoh tersebut.
Kalau saja tokoh-tokohnya diperluas dengan
mengikutkan Jokowi, misalnya. Atau menambahkan Anis Baswedan. Atau Ahok
sekalian. Tambah lagi dengan Tri Rismaharini (walikota Surabaya), Fadel
Muhammad, dan masih banyak tokoh lainnya, pastilah saya akan kebingungan
memilihnya. Seberapakah nyali mereka dibanding dengan gebrakan Jokowi-Ahok atau
Fadel ketika masih memimpin di Gorontalo? Pemimpin bernyali adalah pemimpin
yang melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan dalam posisinya saat itu
secara benar, tidak peduli apakah itu nantinya akan diliput oleh media ataupun
tidak.
Ada sedikit kebanggaan di hati saya ketika
SBY bertemu Obama. Mereka bersanding podium dan berbicara. Saya membayangkan
kalau ketiga tokoh tadi (Dahlan, Mahfud, atau JK) yang ada di podium itu, kok
kayaknya nggak pas ya?
Yuk, cermati dengan baik latar belakang
calon pemimpin kita. Media harusnya netral, bisa membuka lebar-lebar latar
belakang si calon tanpa ada yang perlu ditutupi. Tapi kayaknya susah ya? Wong,
sebagian juga pemilik media (geleng-geleng).
Kekuatan bangsa ini saat ini ada di kaum
menengah. Sebagian besar kaum menengah bisa mengakses beragam informasi.
Terbiasa “melahap” media cetak dan media elektronik. Ayo tunjukkan kalau kita
(kaum menengah) nantinya bisa memilih pemimpin yang benar-benar baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar