Alkisah, Harry Tanoe dan
Surya Paloh akhirnya hom pim pah untuk menentukan siapa yang menjadi
ketua umum parti Nasional Demokrat. Yang menang adalah yang tidak jadi dan yang
kalah yang harus menjadi ketua. Terbalik? Yah, terbalik! Seperti membalikkan
prilaku sejumlah pria di mushala yang terkucil di lantai basement mal-mal
ibukota. Para pria yang sudah bersuci dan siap menjalankan ibadah clingak-clingukkiri
kanan untuk mencari siapakah yang harus menjadi pemimpin sholat. Seakan-akan
ketika menjadi imam menjadi sesuatu hal yang tidak pantas dan patut untuk
dikerjakan.
Prilaku yang aneh ini umum terlihat di Indonesia. Ketika ada
pemilihan kepala daerah (walikota, bupati dan gubernur) seakan-akan merekalah
sosok terbaik dan paling tepat sesuai kompetensi yang dibutuhkan. Mereka
berebutan memperebutkan satu slot,..hanya satu tempat saja. Segala macam trik,
teknik dan strategi dilancarkan agar menjadi imam dapat terealisasi. Namun
dalam waktu bersamaan sejumlah pria berebutan menjadi makmum saja karena merasa
tidak pantas menjadi pemimpin sholat. Tanya kenapa?
Karena mindset kita sudah disetting oleh budaya bahwa
sebaiknya menilai sesuatu dari indrawi, yang bisa dirasa, raba, diraih dan
dinikmati secara material. Sesuatu yang immaterial seperti pahala, kebaikan
akhirat dan balasan surga tidak bisa menjadi patokan. Hal inilah yang di ekspos
dan dipublikasikan dengan agresive oleh para pengusung materialisme. Kaum
hedonis dan pencari kenikmatan duniawi-lah yang kerap mengusung nilai-nilai
ini. Mereka berlomba-lomba bisa menjadi pemimpin agar bisa menumpuk kekayaan
secepat kilat. Aceng Fikri yang dulu hanya punya sedan BMW butut dalam waktu
bilangan bulan memiliki kendaraan mewah.
Jadi kembali ke paragraf awal, alkisah Harry Tanoe dan Surya Paloh sangat
serius untuk menolak menjadi ketua umum dan di sudut basement sebuah
mall di ibukota, sejumlah pria dengan takzim dan rendah hati mengajukan dirinya
menjadi imam shalat tanpa perlu memberikan ekspresi ketidakmauan untuk menjadi
pemimpin shalat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar