Selama ini Partai Amanat
Nasional (PAN) dikenal sebagai partai yang lahir dari rahim Ormas Islam
Muhammadiyah. Karenanya partai ini dikenal sebagai partai Islam. Belakangan
para tokoh partai ini mulai sadar bahwa pemosisian politik sebagai partai islam
adalah tidak tepat.
Awal 2013 ini ditandai penegasan kembali bahwa PAN telah
menanggalkan identitas partai islam. Kini, PAN adalah partai terbuka, sama
dengan Golkar, PDIP, Demokrat, Nasdem, Gerindra, dan Hanura. Tidak
tanggung-tanggung, pencanangan partai terbuka tersebut dilakukan PAN bersamaan
perayaan Natal 2012 di Jayapura.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebelumnya telah pula membuka diri
menjadi partai terbuka pada Kongres Bali 2008 lalu. Kini PKS menjadi partai
baru yang terbuka dimasuki oleh kader non-islam. Sama dengan PAN dan
partai-partai nasionalis religius lainnya.
Tinggal lagi PPP yang tetap kukuh dengan identitas partai islam.
Diperkirakan perolehan suara partai ini juga sulit untuk naik sekalipun saingan
berkurang. Hal ini seiring warga yang makin teredukasi secara politik. Bahwa
entitas negara diatur dengan mekanisme yang ditetapkan bersama, tidak bisa
dengan kode moral agama dalam pengertian formalistik.
Pergulatan kalangan islam politik ini telah berlangsung berpuluh
tahun sejak Indonesia belum berdiri hingga saat ini. Kejayaan islam politik
terjadi pada pemilu 1955 dan setelah itu terus menurun. Belakangan ini kalangan
islam politik mulai realistis dengan keadaan. Setiap iven pemilihan umum
partai-partai yang mengusung politik aliran memiliki kecenderungan makin
berkurang perolehan suaranya.
Di negara Pancasila seperti Indonesia tidak ada perbedaan berarti
di level praksis politik antara partai agama dan partai nasionalis. Bahkan tak
jarang aktivis partai berbasis agama membuat skandal korupsi dan seks, persis
dengan partai nasionalis. Akhirnya publik yang berpikir secara bersahaja akan
membuat kesimpulan bahwa tidak ada bedanya partai agama dan partai nasionalis.
Dalam tataran yang lebih abstrak, tataran ideologis, ada
kekeliruan eksistensial dari partai-partai agama di Indonesia yang nota bene
berlandaskan Pancasila. NKRI tidak bisa diatur dengan kode aturan agama
tertentu dalam pengertian formalistik.
Setiap norma bersama dalam kehidupan bernegara mesti disepakati
bersama. Karena itu, tidak ada relevansinya partai-partai mengedepankan
perjuangan identitas agama. Agama cukup untuk konsumsi individu dan umatnya
saja.
Ketika
agama ditarik ke wilayah politik praktis maka nilai-nilai agama yang suci dan
transenden akan terdegradasi menjadi tak lebih sebagai ideologi politik. Sama
dengan ideologi politik manapun. Ketika partai Islam keok dalam pemilu menjadi
logis orang mengatakan bahwa “islam kalah”. Inilah konsekuensi dari agama yang
dibawah ke politik praktis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar