I.
BIDANG KAJIAN
Mempelajari bentuk kenakalan
remaja yang dipengaruhi oleh siaran
televisi dan dampak-dampak yang ditimbulkan serta cara pemecahan masalah
tersebut.
II. PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Di sepanjang kehidupannya, manusia
melalui berbagai masa dan tahapan. Tidak diragukan lagi, tidak ada
satupun masa yang lebih manis dan indah seperti masa yang dinikmati oleh
anak-anak. Orang-orang dewasa senantiasa mengenang masa kecil mereka
dengan penuh rasa suka cita dan mereka akan menceritakan peristiwa dan kenangan
masa kecil itu dengan penuh semangat. Permainan, imajinasi, rasa ingin tahu,
dan ketiadaan beban hidup, membuat
masa kanak-kanak menjadi manis dan menarik buat semua orang. Namun, dewasa ini,
para ahli psikologi dan sosial meyakini, era kanak-kanak di dunia sedang
berhadapan dengan keruntuhan dan akan tinggal menjadi sejarah saja. Di masa
yang akan datang, anak-anak di dunia tidak akan lagi menikmati masa kanak-kanak
yang manis, yang seharusnya menjadi masa terpenting dalam membentuk kepribadian
mereka.
Di antara berbagai media massa,
televisi memainkan peran yang terbesar dalam menyajikan informasi yang tidak
layak dan terlalu dini bagi bagi anak-anak. Menurut para pakar masalah media
dan psikologi di balik keunggulan yang dimilikinya, televisi berpotensi besar
dalam meninggalkan dampak negatif di tengah berbagai lapisan masyarakat,
khususnya anak-anak. Memang terdapat usaha untuk menggerakan para orangtua agar
mengarahkan anak-anak mereka supaya menonton program atau acara yang
dikhususkan untuk mereka saja, namun pada prakteknya, sedikit sekali orangtua
yang memperhatikan ini.
Menurut sebuah penelitian yang telah
dilakukan di Amerika, banyak sekali anak-anak yang menjadi pemirsa
program-program televisi yang dikhususkan untuk orang dewasa. Anak-anak
dihadapkan dengan pembunuhan, kekerasan, penculikan, penyanderaan, amoral dan asusila,
keruntuhan moral, budaya dan sosial. Dampak dari problema ini adalah timbulnya
kekacauan dan kerusakan pada kepribadian anak-anak dan akhirnya kepribadian
kanak-kanak itu menjadi terhapus dan hilang sama sekali.
Neil Postman dalam bukunya The Disappearance
of Childhood (Lenyapnya Masa Kanak-Kanak), menulis bahwa sejak tahun 1950,
televisi di Amerika telah menyiarkan program-program yang seragam dan
anak-anak, sama seperti anggota masyarakat lainnya, menjadi korban gelombang
visual yang ditunjukkan televisi. Dengan menekankan bahwa televisi telah
memusnahkan dinding pemisah antara dunia kanak-kanak dan dunia orang dewasa,
Neil Postman menyebutkan tiga karakteristik televisi. Pertama, pesan
media ini dapat sampai kepada pemirsanya tanpa memerlukan bimbingan atau
petunjuk. Kedua, pesan itu sampai tanpa memerlukan pemikiran. Ketiga, televisi
tidak memberikan pemisahan bagi para pemirsanya, artinya siapa saja dapat
menyaksikan siaran televisi Masalah kenakalan remaja merupakan masalah yang
kompleks terjadi di berbagai kota di Indonesia. Sejalan dengan arus modernisasi
dan teknologi yang semakin berkembang, maka arus hubungan antar kota-kota besar
dan daerah semakin lancar, cepat dan mudah. Dunia teknologi yang semakin
canggih, disamping memudahkan dalam mengetahui berbagai informasi di berbagai
media, disisi lain juga membawa suatu dampak negatif yang cukup meluas di
berbagai lapisan masyarakat.
Diantara dampak negatif dari
perkembangan media massa dewasa ini, adalah pengaruh siaran TV terhadap
kenaikan tingkat kenakalan remaja. Untuk itu makalah ini berusaha mengupas
permasalahan tersebut melalui kajian sederhana kami.
III. PERUMUSAN DAN
PEMECAHAN MASALAH
- Perumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang permasalahan sebagaimana tersebut didepan, maka rumusan
permasalahan yang diajukan dalam proposal ini adalah :
“Bagaimana dampak siaran
TV terhadap kenakalan remaja dan bagaimana cara mengatasinya ?”
- Pemecahan Masalah
Untuk
mendapatkan manfaat yang besar dari TV dan terhindar dari bahaya yang bisa
ditimbulkannya, keluarga Indonesia perlu mengontrol anaknya. Dengan cara antara
lain: Pertama, membangun komitmen bersama untuk menentukan jam atau hari bebas
TV dalam keluarga sehingga anak menghargai makna waktu dalam keluarga: waktu
sholat, belajar, makan, bercengkerama tanpa intervensi TV. TV tak menghantui
aktivitas penting dalam keluarga. Tanamkan kedisiplinan untuk menyikapi TV
seperti menyikapi kegiatan hidup lain yang selalu punya awal dan akhir. Kedua,
kontrol terhadap TV dapat disiasati dengan menempatkannya tidak di tempat
sentral. Tapi di sudut atau pojok rumah yang bisa mengurangi selera untuk
menyalakannya. Ketiga, acara yang menambah wawasan ilmu pengetahuan, agama,
politik, dan budaya perlu menjadi agenda bersama dalam keluarga. Terakhir,
sepakati acara TV apa saja yang perlu dijadikan musuh bersama. Jadi, jangan
posisikan keluarga kita sebagai tempat sampah bagi acara TV yang dibuat tanpa
pertimbangan estetika, etika dan logika. Jangan biarkan rohani anak kita lelah
dibiusnya.
Adapun
beberapa solusi yang bisa dilakukan oleh para orang tua untuk membendung
pengaruh televisi adalah sebagai berikut :
a.
Beri batasan waktu untuk menonton televisi. Kapan ia boleh dan kapan waktunya
ia harus berhenti menonton televisi. Untuk anak prasekolah, kondisi tersebut mungkin
agak sulit karena pada usia tersebut anak sudah mulai bisa membantah. Cobalah
membuat kesepakatan bersama mengenai batasan-batasannya. Misalnya jenis
tayangan yang ia inginkan dan lamanya waktu menonton. Untuk batita, tetapkan
batasan waktunya, yaitu cukup satu jam sehari. Sedangkan untuk usia prasekolah
boleh menonton televisi kurang dari dua jam sehari.
b.
Manfaatkan waktu yang sedikit tersebut sekaligus sebagai sarana belajar anak.
Duduklah bersama anak dan diskusikan isi tayangan pilihannya. Siapkan kegiatan
alternatif pengganti agar anak tidak lagi merengek dan kembali menonton
televisi.
c.
Tanamkan nilai-nilai keluarga secara berulang agar anak mengerti apa yang boleh
dan tidak boleh dilakukannya sehingga anak lebih percaya diri menghadapi teman-temannya.
d.
Usahakan TV hanya menjadi bagian kecil dari keseimbangan hidup anak. Yang
penting, anak-anak perlu punya cukup waktu untuk bermain bersama teman-teman
dan mainannya, untuk membaca cerita dan istirahat, berjalan-jalan dan menikmati
makan bersama keluarga. Sebenarnya, umumnya anak-anak senang belajar dengan
melakukan berbagai hal, baik sendiri maupun bersama orang tuanya.
e.
Mengikutsertakan anak dalam membuat batasan. Tetapkan apa, kapan, dan seberapa
banyak acara TV yang ditonton. Tujuannya, agar anak menjadikan kegiatan
menonton TV hanya sebagai pilihan, bukan kebiasaan, ia menonton jika perlu
saja. Hal ini akan mengajarkan pada anak bahwa mereka harus memilih (acara yang
paling digemari),menghargai waktu dan pilihan,
Masalah
jenis program yang ditonton sangat penting dipertimbangkan sebab itu menyangkut
masalah kekerasan, adegan seks, dan bahasa kotor yang kerap muncul dalam suatu
acara. Kadang ada acara yang bagus karena memberi pesan tertentu, tetapi di
dalamnya ada bahasa yang kurang sopan, atau adegan - seperti pacaran, rayuan -
yang kurang cocok untuk anak-anak. Maka sebaiknya orang tua tahu isi acara yang
akan ditonton anak. Usia anak dan kedewasaan mereka harus jadi pertimbangan.
Dalam hal seks, orang tua sebaiknya bisa memberi penjelasan sesuai usia, kalau
ketika sedang menonton dengan anak-anak tiba-tiba nyelonong adegan yang
menjurus kepada pornografi atau.
Masalah
bahasa pun perlu diperhatikan agar anak tahu mengapa suatu kata kurang sopan
untuk ditiru. Orang tua bisa menjelaskannya sebagai ungkapan untuk keadaan
khusus, terutama di TV untuk mencapai efek tertentu. Dua jam sudah cukup Kapan
dan berapa lama anak boleh menonton TV, semua itu tergantung pada cara sebuah
keluarga menghabiskan waktu mereka bersama, Bisa saja di waktu santai sehabis
makan malam bersama, atau justru sore hari.
IV. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan
dari penelitian ini adalah mengupas tentang kenakalan remaja terhadap macam, dampak, beserta
penyimpangan-penyimpangan
yang terjadi akibat pengaruh siaran
televisi.
V. MANFAAT HASIL PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk berbagai hal, yaitu :
- Menambah pengetahuan penulis mengenai pengaruh yang timbul akibat tayangan berita di televisi terhadap anak-anak dan remaja.
- Mengkaji alasan bahwa siaran berita di televisi berpengaruh terhadap anak-anak dan remaja.
- Sebagai bahan masukan dan pelajaran bagi para orangtua dalam upaya pencegahan terjadinya perubahan perilaku yang menyimpang pada anak-anak dan remaja sebagai akibat dari adanya tayangan berita di televisi.
VI. KAJIAN PUSTAKA
Penyimpangan dan kenakalan yang dilakukan oleh
remaja cenderung berupa tindakan yang beresiko, baik bagi dirinya sendiri
maupun orang lain. Perilaku beresiko tersebut, umumnya, berdampak ke kondisi
kesehatan diri dari si remaja yang bersangkutan. Ada kebutuhan bagi kita untuk
terlebih dahulu meninjau beragam bentuk perilaku beresiko (kenakalan atau
penyimpangan) yang umum terjadi pada remaja.
Escobar-Chaves dan Anderson mencoba menjabarkan
lima tipe perilaku beresiko anak, di antaranya adalah obesitas (kelebihan berat
badan), merokok, minum-minuman beralkohol, seks bebas, dan kekerasan. Studi
yang dilakukan oleh Escobar-Chaves dan Anderson ini merujuk pada kondisi sosial
masyarakat Amerika yang telah terkontaminasi dengan budaya konsumerisme
berbagai produk, tak terkecuali konsumsi media, khususnya media elektronik.
Hasil penelitian memaparkan bahwa terdapat bukti-bukti yang menunjukkan bahwa
konsumsi terhadap media elektronik berkontribusi memunculkan persoalan lima
perilaku beresiko (kenakalan) pada remaja. Bukti sederhana teridentifikasi pada
kasus obesitas, bukti sedang pada kasus merokok dan minuman beralkohol, dan
bukti kuat terdapat pada kasus kekerasan dan seks bebas.
Masalah tentang kecenderungan anak-anak dan remaja
dalam menghabiskan waktu luangnya dengan melakukan kegiatan yang beresiko telah
menjadi perdebatan panjang, terutama di Amerika yang bahkan menjadi isu
nasional, sejak tahun 1920. Studi yang dilakukan sejak tahun itu menunjukkan
bahwa angka 40% hingga 50% dari total waktu yang dimiliki oleh remaja Amerika
merupakan waktu luang. Hal tersebut berbeda dengan perkiraan saat ini untuk
negara-negara industri lain, misalnya Asia Timur, yang hanya mencapai angka 25%
hingga 35% sementara di dataran Eropa hanya 35% hingga 45%. Akar masalah
anak-anak dan remaja di dataran Amerika telah disadari dari studi-studi yang
dilakukan, yang menunjukkan bahwa sangat kurangnya waktu bagi mereka bersama
orang tua atau menyelesaikan tugas sekolah (PR) di rumah. Anak-anak dan remaja
Amerika lebih banyak menghabiskan waktu dengan mengonsumsi media, terutama
televisi. Hasil studi menunjukkan bahwa rata-rata remaja Amerika menghabiskan
waktu untuk menonton televisi selama 1,5 hingga 2,5 jam per hari, dan lebih
dari 3 atau 4 jam per hari untuk usia yang lebih muda, dengan muatan siaran
berupa entertainment TV yang sangat berkaitan dengan persepsi obesitas
serta persinggungan dan perubahan (konstruksi oleh media) atas norma-norma
seksual.
Jika kita merujuk pada teori media (televisi) yang
menekankan bentuk dari tayangannya, remaja cenderung memilih program televisi
yang sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan mereka (Rosengren, Wenner, &
Palmgreen, 1985). Hasil studi yang telah dilakukan oleh Anderson, Huston,
Schmitt, Linebarger, Wright dan Larson (2001) yang mencari keterkaitan antara
penggunaan media terhadap perilaku anak-anak dan remaja menunjukkan bahwa
responden menghabiskan total waktu 11.13 jam per minggu, dengan lebih memilih
program enterteinmen dibandingkan program TV yang berisikan informasi. Index
hasil penelitian itu juga menunjukkan bahwa dalam seminggu, rata-rata remaja
hanya menggunakan waktu selama 2 jam per minggu untuk menyaksikan tayangan
dokumenter atau berita. Sementara itu, tabel korelasi menunjukkan bahwa 3 jam
dari total 11 jam per minggu digunakan oleh remaja untuk menonton materi
melalui VCR,
dan hanya menggunakan rata-rata waktu sekitar 2.75 jam per minggu untuk
mendengarkan berita di radio.
Melihat dari kecenderungan remaja yang memilih isi
materi yang mereka suka, dapat ditarik dugaan bahwa perilaku atau kenakalan
yang mereka lakukan merujuk pada materi yang mereka tonton. Bagaimana pun, efek
visual atau suara yang mereka dapatkan memiliki andil dalam membentuk pola
berpikir dan tingkah laku mereka.
Dugaan ini didasarkan pada 3 hipotesa awal Laramie
D. Taylor (2005), yang apabila diringkas menjadi satu hipotesa, yakni individu
yang melihat konten televisi yang ditandai dengan pesan seksual (baik adegan
maupun isi yang hanya berbicara tentang hal-hal berbau seksual) cenderung lebih
permisif dan mendukung perilaku seksual dibandingkan dengan individu yang tidak
menyaksikan konten televisi yang tidak memiliki pesan seksual. Penelitian
kemudian dilakukan terhadap 188 responden (122 laki-laki dan 66 perempuan).
Hasil penelitian menyebutkan bahwa konten televisi memang tidak berpengaruh
terhadap mereka yang tidak memiliki keyakinan realistis terhadap materi TV
(menganggap adegan televisi hanyalah rekayasa), tetapi menunjukkan hubungan
yang signifikan untuk persoalan materi TV yang membicarakan hal-hal yang berbau
seksual (talk about sex). Hal ini mengindikasikan bahwa televisi beserta
materinya memiliki pengaruh yang potensial dalam membentuk cara berpikir remaja
tentang seks.
Empat tahun sebelumnya, studi lain juga dilakukan oleh
Sarah Eschholzl dan Jana Bufkin (2001). Mereka mencoba melihat hubungan antara
penggambaran tindakan kejahatan (baik pelaku dan korban) dalam film terhadap
pembangunan nilai-nilai yang menerima kekerasan sebagai salah satu sarana untuk
mencapai maskulinitas. Dan hasil studi itu menunjukkan bahwa maskulinitas
memiliki hubungan yang sangat signifikan terhadap tindakan kekerasan dan
viktimisasi dalam film. Peneliti menyimpulkan bahwa beberapa individu, terutama
remaja laki-laki, dapat menjadikan citra dari media (dalam hal ini adalah film)
sebagai sumber referensi untuk mengonstruksi persoalan gender, dan hasil yang
terbangun kemudian dapat berupa kekerasan dan tindakan kejahatan
Dari beberapa uraian tinjauan pustaka yang telah
dilakukan, dapat dilihat bahwa media, khususnya televisi, sangat erat
hubungannya dengan keseharian remaja. Pemilihan atas tayangan didasari oleh
minat dan kebutuhan si remaja yang ingin menonton, dan isi tersebut juga serta
merta dapat mempengaruhi pola pikir dan tingkah laku dari remaja, yang dapat
berujung pada peningkatan pola kenakalan dan agresivitas remaja.
VII. RENCANA
PENELITIAN
1. Subjek
penelitian
Subyek yang akan kami teliti adalah siswa SMA dan juga Mahasiswa
baru jurusan Sosiologi angkatan 2011.
2. Tempat
Penelitian
Lokasi penelitian kami adalah di SMA Negeri 1 Krian dan Jurusan
Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga
Surabaya.
3. Waktu Penelitian
Waktu penelitian akan dilakukan sekitar bulan November – Desember.
VIII. METODELOGI PENELITIAN
Dalam penelitian ini,
metode yang digunakan adalah analisis isi dengan mengunakan statistik
deskriptif. Dimana metode ini menggambarkan keadaan subjek atau objek penelitian
pada saat sekarang ini berdasarkan fakta-fakta yang tampak dan sebagaimana
adanya.
Penelitian desktiptif hanyalah
memaparkan situasi atau peristiwa penelitian, tidak mencari atau menjelaskan
hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi. Selain itu, metode ini
menitikberatkan pada observasi dan suasana alamiah. Peneliti hanya bertindak
sebagai pengamat, hanya membuat kategori perilaku, mengamati gejala, dan
mencatat dalam buku observasinya.
IX. BIAYA PENELITIAN
Angggaran biaya
penelitian ini diperoleh dari iuran anggota dengan rincian sebagai berikut:
A. Pemasukan
Iuran anggota 8 x Rp. 5.000,- = Rp. 40.000,-
B. Pengeluaran
- Penyusunan proposal : Rp. 10.000,-
- Kertas folio 1 pack : Rp. 20.000,-
- Jilid buku : Rp. 2.000,-
- Lain-lain :
Rp. 8.000,-
JUMLAH : Rp. 40.000,-
X. PERSONALIA PENELITI
Penelitian ini melibatkan Tim peneliti, identitas dari Tim tersebut adalah
:
1.
Nama
: Faisal
Ahmad Fani
NIM
: 071114004
2.
Nama
: Yudika
Tunggal T
NIM
: 071114078
3.
Nama
: Muhammad
Zulfahmi
NIM
: 071114061
4.
Nama
: Donny
Afrizal A
NIM
:071114077
5.
Nama
: Esty Okta
Suryaninghar
NIM
: 071114036
6.
Nama : Donna Ayu Anggraeny
NIM :
071114070
7.
Nama : Arzena Devitasari
NIM :
071114034
8.
Nama : Zarheta Wahyu T
NIM :
071114079
Tidak ada komentar:
Posting Komentar