A. Apa yang menyebabkan korupsi tumbuh subur di Indonesia?
apakah
karena sudah watak dari rakyatnya?
apakah karena pengawasan di indonesia sangat longgar?
atau ada faktor lain?
Penyebab korupsi tumbuh subur di Indonesia antara lain
dikarenakan kontrol pemerintah yang dulu kuat, kini tak lagi kokoh. Misalnya UU
Otonomi Daerah, yang telah jelas membagi kekuasaan politik kepada DPRD dan
kekuasaan keuangan kepada Kepala Daerah. Kontrol pemerintah pusat tidak sekuat
dulu dan ada perubahan relasi politik di tingkat eksekutif dan legislatif di
daerah. Hubungan antara DPRD dan kepala daerah saling menimbulkan
ketergantungan kepentingan yang menciptakan praktek-praktek korupsi. Terutama
pada musim-musim tertentu. Saat pemilihan kepala derah, penetapan APBD dan
pertanggungjawaban kepala daerah kepada DPRD.
Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono pernah mengatakan membasmi praktik korupsi membutuhkan
waktu satu generasi. Itu berarti praktik korupsi di negeri ini sudah menjadi
bagian dari budaya masyarakat Indonesia.Kesimpulan ini cukup beralasan
mengingat hampir setiap hari media massa Ibu Kota dan daerah begitu gencar
memberitakan mengenai praktik korupsi. Apalagi ada indikasi bahwa birokrat,
dari pusat hingga daerah, 'tidak berih' dalam mengelola keuangan negara.
Pertanyaannya,
apa yang menjadi biang keladi begitu suburnya praktik korupsi di negeri ini?
Jawabannya, karena kalangan birokrat tidak serius membasmi praktik korupsi.
Bahkan peran aparat penegak hukum (polisi, jaksa, dan hakim) juga
pengacara-yang seharusnya menjadi tumpuhan harapan publik dalam memberantas
praktik korupsi-justru tidak dilakukan secara optimal. Apa yang mereka lakukan
tidak lebih sebagai adegan dalam sinetron semata.
Sudah
bukan rahasia lagi bahwa kalangan birokrat, dari pusat hingga daerah,
berlomba-lomba merampok uang rakyat tanpa rasa malu dan bersalah. Ini karena
tekad membasmi praktik korupsi yang dicanangkan pemerintah masih sekadar
wacana.
Media
massa memang memberitakan sejumlah birokrat didakwa melakukan tindak pidana
korupsi. Namun sayangnya, belum terdengar berapa jumlah koruptor yang ditangkap
dan dikerangkeng di bui. Kondisi ini membuat masyarakat perlu terus mengawal
proses pemeriksaan terhadap oknum yang disangka bersalah melakukan tindak
pidana korupsi.
Tak
heran jika korupsi tumbuh subur di Indonesia ini. Yang paling baru adalah
"kisah sinetron dagelan" kasus Wisma Atlet yang menjadikan Nazaruddin
sebagai tersangka utama. Ternyata hanya dihukum 4 tahun saja untuk sebuah
tindakan yang merugikan seluruh rakyat Indonesia. Saya yakin saat ini
Nazaruddin hanya tertawa-tawa sembari menyaksikan hancurnya negara sedikit demi
sedikit.
Berbanding jauh
dengan maling sendal jepit di mushola yang taruhannya dihakimi massa. Kalau
tidak bonyok, cacat, bahkan meregang nyawa. Seharusnya para koruptor
mendapatkan hukuman mati agar membawa efek jera bagi yang lain!\
B. HAL-HAL
YANG HARUS DICERMATI UNTUK MENGHINDAR DARI KETERLIBATAN PERBUATAN KORUPSI :
1.
Jangan memberikan sesuatu baik berupa uang atau barang, untuk melicinkan suatu
proses adminsitrasi.
2. Agar tidak sekalipun pernah meminjamkan rekening bank yang dimiliki, untuk
menampung suatu transaksi pihak lain, walau teman karib sekalipun yang meminta.
3. Agar aktif untuk mengecek mutasi rekening bank, dan langsung melakukan croos
check kepada Bank yang bersangkutan, jika menurut kita sebagai pemilik rekening
ada transaksi mutasi penambahan atau pengurangan saldo yang tidak kita ketahui
dan mengerti telah terjadi.
4. Sebelum melakukan pengurusan dan berhubungan dengan suatu Instansi
Pemerintah, sebaiknya kita bertanya dahulu kepada pihak-pihak yang pernah
melaksanakan pengurusan administrasi di Instansi tersebut, dan selalu
menanyakan kepada bagian Informasi di Instansi tersebut, bagaimana cara
melakukan dan menjalani proses administrasi di Instansi tersebut.
5. Jangan sekali-kali menyerahkan pengurusan administrasi di suatu Instansi pemerintah
dengan mempergunakan calo, apalagi jika kita tidak mengenal siapa si calo
tersebut, karena dengan gampangnya nanti kita mengalami hal-hal yang merugikan
kita sendiri.
6. Jika berhubungan dengan seseorang pada proses pengurusan Administrasi
disuatu Instansi, maka kita mesti cermat mengetahui identitas orang tersebut,
dan selalu membuat suatu administrasi sederhana (dalam bentuk tanda terima
lengkap tanggal transaksi dilakukan), untuk menghindarkan kerugian jika terjadi
kehilangan berkas-berkas yang sedang diurus.
7. Diharapkan kepada kita semua jika berurusan pada suatu Instansi pemerintah,
untuk meluangkan waktu membaca-baca spanduk, pengumuman-pengumuman yang tertera
disekitar ruangan atau kantor instansi tersebut, karena biasanya hal ini
dibuat, untuk memenuhi standar Good Governance dalam hal pemberian Informasi
kepada masyarakat.
8. Jika terjadi suatu masalah berupa keterlambatan ataupun adanya suatu proses
yang terhenti, dan proses yang tidak menuruti prosedur, maka jangan
sungkan-sungkan untuk membuat pengaduan kepada atasan oknum yang mempersulit,
dan atau melaporkan hal ini kepada Lembaga Ombudsman.
9. Jangan sekali-kali menawarkan
suatu suap kepada aparat, karena bisa saja kita dianggap melakukan perbuatan
suap, ataupun perbuatan tidak menyenangkan oleh si aparat yang kebetulan jujur atau mungkin kesal terhadap apa yang kita berikan
tersebut, karena tidak sesuai dengan keinginan terpendam yang diinginkannya.
10. Selalu aktif bertanya dan bersosialisasi dengan masyarakat lain yang sama
melakukan pengurusan disuatu Instansi pemerintah, karena dengan banyak aktif
bertanya serta bersosialiasi ketika kita menunggu proses berjalan, kemungkinan
besar kita akan dapat informasi-informasi yang menguntungkan kita dan
menghindarkan kita dari kerugian.
Untuk hal yang satu ini penulis mengingatkan untuk selalu berhati-hati terhadap
orang-orang yang ramah dan juga menawarkan sesuatu minuman atau makanan yang
dibawanya untuk kita makan atau minum, karena kemungkinan mereka ini adalah
psikopat yang akan merugikan kita. Saran saya usahakanlah kita selalu berada
ditempat yang ramai.
C.
Cara efektif megurangi korupsi
Korupsi di Indonesia
agaknya telah menjadi persoalan yang amat kronis. Ibarat penyakit, korupsi
telah menyebar luas ke seantero negeri dengan jumlah yang dari tahun ke tahun
cenderung semakin meningkat serta modus yang makin beragam.
Hasil riset yang dilakukan oleh berbagai lembaga, juga
menunjukkan bahwa tingkat korupsi di negeri yang penduduknya mayoritas muslim
ini termasuk yang paling tinggi di dunia. Bahkan koran Singapura, The Straits Times, sekali waktu pernah menjuluki Indonesia sebagai the envelope country, karena segala hal bisa dibeli, entah itu lisensi, tender,
wartawan, hakim, jaksa, polisi, petugas pajak atau yang lain. Pendek kata
segala urusan semua bisa lancar bila ada “amplop”.
Korupsi
membawa dampak pada kesenjangan ekonomi akibat memburuknya distribusi kekayaan.
Bila sekarang kesenjangan kaya dan miskin sudah demikian menganga, maka korupsi
makin melebarkan kesenjangan itu karena uang terdistribusi secara tidak sehat
(tidak mengikuti kaedah-kaedah ekonomi sebagaimana mestinya).
Koruptor makin kaya,
yang miskin makin miskin. Akibat lainnya, karena uang gampang diperoleh, sikap
konsumtif jadi terangsang. Tidak ada dorongan ke pola produktif, sehingga
timbul inefisiensi dalam pemanfaatan sumber daya ekonomi.
Melihat permasalahan
tersebut diatas sesungguhnya telah ada niat cukup besar untuk mengatasi
korupsi. Namun penanganan korupsi tidak dilakukan secara komprehensif,
setengah hati, dan tidak sungguh-sungguh. Ini terlihat dari tak adanya
keteladanan dari pemimpin dan sedikit atau rendahnya pengungkapan kejahatan
korupsi sementara masyarakat tahu bahwa korupsi terjadi di mana-mana.
Kini, masyarakat tentu
sangat menantikan upaya-upaya manjur untuk mengatasi salah satu problem besar
negara ini. Pertanyaannya, bagaimana upaya itu harus dilakukan? Secara khusus,
jalan apa yang bisa diberikan Islam sebagai agama yang paling banyak dianut
oleh penduduk negeri ini dan mungkin juga paling banyak dianut oleh para
koruptor, agar benar-benar kerahmatan yang dijanjikan bisa benar-benar
terwujud?
Berdasarkan kajian
terhadap berbagai sumber, didapatkan sejumlah cara sebagaimana ditunjukkan oleh
syariat Islam.
Pertama, sistem penggajian yang layak. Aparat pemerintah harus bekerja
dengan sebaik-baiknya. Dan itu sulit berjalan dengan baik bila gaji mereka
tidak mencukupi. Para birokrat tetaplah manusia biasa.
Rasul
dalam hadis riwayat Abu Dawud berkata, “Barang
siapa yang diserahi pekerjaan dalam keadaan tidak mempunyai rumah, akan
disediakan rumah, jika belum beristri hendaknya menikah, jika tidak mempunyai
pembantu hendaknya ia mengambil pelayan, jika tidak mempunyai hewan tunggangan
(kendaraan) hendaknya diberi. Dan barang siapa mengambil selainnya, itulah kecurangan
(ghalin)”. Oleh karena itu, harus ada upaya pengkajian menyeluruh
terhadap sistem penggajian dan tunjangan di negeri ini.
Kedua, larangan menerima suap dan hadiah. Hadiah dan suap yang
diberikan seseorang kepada aparat pemerintah pasti mengandung maksud tertentu,
karena buat apa memberi sesuatu bila tanpa maksud di belakangnya, yakni
bagaimana agar aparat itu bertindak menguntungkan pemberi hadiah.
Saat Abdullah bin
Rawahah tengah menjalankan tugas dari Nabi untuk membagi dua hasil bumi Khaybar
separo untuk kaum muslimin dan sisanya untuk orang Yahudi datang orang Yahudi
kepadanya memberikan suap berupa perhiasan agar ia mau memberikan lebih dari
separo untuk orang Yahudi.
Tawaran ini ditolak keras oleh Abdullah bin Rawahah, “Suap yang kalian tawarkan adalah
haram, dan kaum muslimin tidak memakannya”. Mendengar ini, orang
Yahudi berkata, “Karena
itulah (ketegasan Abdullah) langit dan bumi tegak” (Imam Malik dalam al-Muwatta’).
Tentang suap Rasulullah berkata, “Laknat Allah terhadap penyuap dan penerima suap”
(HR. Abu Dawud). Tentang hadiah kepada aparat pemerintah, Rasul berkata, “Hadiah yang diberikan kepada para
penguasa adalah suht (haram) dan suap yang diterima hakim adalah kufur”
(HR Imam Ahmad).
Nabi sebagaimana
tersebut dari hadis riwayat Bukhari mengecam keras Ibnul Atabiyah lantaran
menerima hadiah dari para wajib zakat dari kalangan Bani Sulaym. Suap dan
hadiah akan berpengaruh buruk pada mental aparat pemerintah. Aparat bekerja
tidak sebagaimana mestinya sampai dia menerima suap atau hadiah.
Ketiga, perhitungan kekayaan. Orang yang melakukan korupsi, tentu
jumlah kekayaannya akan bertambah dengan cepat. Meski tidak selalu orang yang
cepat kaya pasti karena telah melakukan korupsi.
Bisa saja ia mendapatkan
semua kekayaannya itu dari warisan, keberhasilan bisnis atau cara lain yang
halal. Tapi perhitungan kekayaan dan pembuktian terbalik sebagaimana telah
dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab menjadi cara yang bagus untuk mencegah
korupsi.
Semasa menjadi khalifah,
Umar menghitung kekayaan para pejabat di awal dan di akhir jabatannya. Bila
terdapat kenaikan yang tidak wajar, yang bersangkutan, bukan jaksa atau orang
lain, diminta membuktikan bahwa kekayaan yang dimilikinya itu didapat dengan
cara yang halal.
Bila gagal, Umar
memerintahkan pejabat itu menyerahkan kelebihan harta dari jumlah yang wajar
kepada Baitul Mal, atau membagi dua kekayaan itu separo untuk yang bersangkutan
dan sisanya untuk negara. Cara inilah yang sekarang dikenal dengan istilah
pembuktian terbalik yang sebenarnya sangat efektif mencegah aparat berbuat
curang.
Keempat, teladan pemimpin. Pemberantasan korupsi hanya akan berhasil
bila para pemimpin, terlebih pemimpin tertinggi, dalam sebuah negara bersih
dari korupsi. Dengan takwa, seorang pemimpin melaksanakan tugasnya dengan penuh
amanah.
Dengan takwa pula, ia
takut melakukan penyimpangan, karena meski ia bisa melakukan kolusi dengan
pejabat lain untuk menutup kejahatannya, Allah SWT pasti melihat semuanya dan
di akhirat pasti akan dimintai pertanggungjawaban.
Di sinilah diperlukan
keteladanan dari para pemimpin itu. Khalifah Umar menyita sendiri seekor unta
gemuk milik puteranya, Abdullah bin Umar, karena kedapatan digembalakan bersama
di padang rumput milik Baitul Mal. Hal ini dinilai Umar sebagai bentuk
penyalahgunaan fasilitas negara.
Demi menjaga agar tidak
mencium bau secara tidak hak, khalifah Umar bin Abdul Azis sampai menutup
hidungnya saat membagi minyak kesturi kepada rakyat. Dengan teladan pemimpin,
tindak penyimpangan akan mudah terdeteksi sedari dini.
Kelima, hukuman setimpal. Pada dasarnya, orang akan takut menerima
risiko yang akan mencelakakan dirinya, termasuk bila ditetapkan hukuman
setimpal kepada para koruptor. Berfungsi sebagai pencegah (zawajir), hukuman setimpal
atas koruptor diharapkan membuat orang jera dan kapok melakukan korupsi. Dalam
Islam, koruptor dikenai hukuman ta’zir berupa tasyhir atau pewartaan (dulu
dengan diarak keliling kota, sekarang mungkin bisa ditayangkan di televisi
seperti yang pernah dilakukan), penyitaan harta dan hukuman kurungan, bahkan
sampai hukuman mati.
Keenam, pengawasan masyarakat. Masyarakat dapat berperan menyuburkan
atau menghilangkan korupsi. Demi menumbuhkan keberanian rakyat mengoreksi
aparat, khalifah Umar di awal pemerintahannya menyatakan, “Apabila kalian melihatku menyimpang
dari jalan Islam, maka luruskan aku walaupun dengan pedang”.
Dari sini terlihat
dengan jelas bahwa Islam melalui syariatnya telah memberikan jalan yang sangat
gamblang mengenai pemberantasan korupsi dalam mewujudkan pemerintahan yang
bersih. Semoga cara ini bisa menjadi masukan dalam meminimalisir tindak korupsi
di Indonesia.
REFERENSI
Romli Atmasasmita,
(2004), Strategi dan Kebijakan Pemberantasan Korupsi Pasca-Konvensi PBB
Menentang Korupsi Tahun 2003
Peter Eigen, Pengantar,
dalam Jeremy Pope, (2003), Strategi Memberantas
Korupsi: Elemen Sistem Integritas Nasional, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Indonesia Corrution
Watch, (2000), Peran Parlemen dalam Membasmi Korupsi, Jakarta.
Rusdi Tampo, (2005), Ayo Lawan Korupsi: Gerak dan Langkah membangun Semangat
Antikorupsi di Sulawesi Selatan, LBH P2I Makassar.
Saldi Isra, (2005),
Antikorupsi: Nasionalisme Baru Indonesia, dalam Media Indonesia, 18 Mei, Jakarta.
Mahmuddin Muslim,
(2004), Jalan Panjang Menuju KPTPK, Gerakan Rakyat Antkorupsi Indonesia
(GeRAK), Jakarta.
Indonesia Corruption
Watch, (2004), Daerah, Lahan Subur Korupsi, Laporan Akhir
Tahun 2004, Jakarta.
Jeremy Pope, (2003), Strategi Memberantas Korupsi: Elemen Sistem Integritas Nasional, Yayasan Obor
Indonesia, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar