Tampaknya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemdikbud) tidak akan surut dari tekad. Rencana memberlakukan kurikulum 2013
sudah bulat walaupun masih ramai yang mendebat. Beberapa kali Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, Muhammad Nuh menegaskan kalau kurikulum itu akan
diberlakukan bertahap pada awal tahun pelajaran baru, 2013/ 2014 nanti. Tinggal
lima bulan lagi, berarti.
Di tengah pro-kontra yang belum reda, sosialisasi terus digesa. Kemdikbud melalui
Wakil Mendikbud, Musliar Kasim sudah berkelana ke beberapa kabupaten di
beberapa provinsi di Indonesia. Dengan titel acara “Sosialisasi Kurikulum 2013”
kunjungan kerja Wamendikbud bertujuan menjelaskan apa dan bagaimana kurikulum
baru ini. Pemerintah Daerah khususnya jajaran Dinas Pendidikan terutama para
guru, sesungguhnya berharap kedatangan itu untuk mendapat penjelasan dari
tangan pertama mengenai kurikulum baru. Sayangnya, tidak di semua tempat itu
berjalan sesuai harapan.
Alih-alih
mendapat keterangan yang lebih konprehensif, justru yang didapatkan hanyalah
penjelasan sangat sederhana. Bahkan itu lebih tepat sebagai usaha minta
pendapat tentang perlu tidaknya diberlakukan kurikulum ini. Di setiap tempat
acara sosialisasi cenderung mempromosikan kurikulum itu dari pada menjelaskan.
Apakah karena masih ada penolakan dari beberapa pihak sehibngga diperlukan dukungan?
Pak Wamenlah yang tahu itu.
Sampai saat
ini sebagian besar guru, terutama di daerah-daerah belum juga memahami benar
esensi kurikulum yang katanya penyempurnaan dari kurikulum KTSP yang saat ini
masih berlaku. Pemberlakuannya sendiri juga akan bertahap yakni: kelas 1 dan 4
(di SD), kelas 7 (SLTP) dan kelas 10 (SLTA) akan dilaksanakan pada awal Juli
2013 nanti. Tahun berikutnya naik ke kelas di atasnya. Begitu pula tahun
selanjutnya. Artinya diperlukan tiga tahun untuk berlaku secara keseluruhan
dari kelas rendah hingga kelas akhir.
Jika kurikulum
2013 benar-benar akan mengarahkan peserta didik untuk menjadi anak-anak yang
kreatif, inovatif, dan berkarakter. Seperti yang selalu didengung-dengungkan
Mendikbud di berbagai kesempatan maka inilah sesungguhnya tugas berat dan tugas
mulia guru. Guru harus memikirkan strategi yang tepat untuk mewujudkan harapan
itu. Tentu saja itu tidak akan mudah.
Sebagian
informasi yang diterima guru saat ini bahwa untuk melaksanakan kurikulum baru
ini nantinya sebagian besar perangkat pembelajaran yang selama ini harus
dikerjakan guru, nanti tidak perlu lagi guru yang mengerjakannya. Seumpama
menyusun silabus yang selama ini menjadi momok bagi guru yang cenderung malas,
nanti sudah tidak perlu lagi disusun guru. Semuanya sudah dipersiapkan dari
kementerian. Buku-buku ajar pun nantinya akan disiapkan Pemerintah.
Sekolah-sekolah (para guru) tinggal melaksanakannya saja.
Di sinilah
kekhawatiran akan muncul. Akankah model "serba ada" ini akan
melahirkan guru-guru kreatif dan inovatif sebagaimana target yang diharapkan
kepada peserta didik? Bukankah untuk melahirkan anak-anak yang kreatif dan
inovatif justru semestinya dimulai dari dan oleh para guru yang kreatif dan
inovatif juga?
Dengan
kurikulum KTSP yang menjadikan otonomi sekolah dan guru sebagai salah satu
perinsip, terbukti tidak banyak lahir guru-guru kreatif dan inovatif. Padahal
jelas kebebasan yang dianut KTSP sejatinya melahirkan guru-guru penuh ide dan
bekerja keras untuk melahirkan berbagai kreasi demi pencapaian kurikulum. Lalu
bagaimana dengan kurikulum yang serba disiapkan ini akan melahirkan guru-guru
kreatif dan inovatif? Tidakkah justru akan lahir guru-guru yang kian malas
karena merasa sudah dipersiapkan segala-galanya?
Mudah-mudahan saja tidak. Jangan sampai tujuan
mulia kurikulum untuk melahirkan anak-anak kreatif-inovatif dengan karakter
yang baik tidak dilaksanakan oleh guru-guru yang berwatak sama. Bagaimanapun,
kita tetap berharap dan menanti lahirnya guru-guru kreatif dan inovatif untuk
melaksanakan kurikulum baru ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar