Sabtu, 02 Maret 2013

SBY Kalah Start Dibandingkan Anas


Dalam setiap kesempatan Ketua Dewan Pembina dan juga Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, SBY, selalu menekankan pentingnya para kader PD mengedepankan perilaku politik yang bersih, cerdas, dan santun. Terkait dengan kemelut di tubuh PD yang mencapai klimaksnya ketika Anas ditetapkan sebagai tersangka kasus Hambalang oleh KPK, menarik dipertanyakan siapa diantara SBY dengan Anas yang lebih bersih, cerdas,dan santun?
Soal siapa yang lebih bersih, jika yang dimaksudkan adalah bersih dari praktik politik menghalalkan segala cara termasuk korupsi dan money politic, hanya sejarah yang bisa membuktikannya. Soal kesantunan juga relatif sulit diukur karena ukuran kesantunan itu bisa berbeda antara satu komunitas dengan komitas lain. Perbedaan etnis, agama, dan faham bisa membuat ukuran kesantuan orang berbeda-beda.
Tetapi soal kecerdasan, kita bisa mengulasnya berdasarkan sikap dan pemikiran kedua tokoh penting PD itu yang mereka pertontonkan dihadapan publik. Jika bacaan kecerdasan terhadap kedua politisi yang berbeda generasi itu kita fokuskan pada momen puncak ketika Anas ditetapkan sebagai tersangka kasus Hambalang oleh KPK, maka dapat disimpulkan bahwa Anas lebih cerdas ketimbang SBY.
Anas ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka kasus Hambalang pada Jumat lalu. Malam harinya pihak Anas langsung menjanjikan bahwa esok harinya Anas akan memberikan keterangan pers di kantor DPP Partai Demokrat. Pagi harinya, Ahmad Mubarok yang dikenal sebagai pendukung Anas, melalui layar TV menguatkan bahwa Anas akan menyampaikan pidato pengunduran dirinya pada Sabtu siang.
Maka jadilah acara jumpa pers pada Sabtu siang itu sebagai momen paling dinanti banyak orang. Kantor DPP PD pun, tak pelak, menjadi lautan wartawan sejak pagi hingga petang. Dalam acara pidato (monolog) politik itu Anas tampil sangat tenang, berbicara lancar dalam kalimat yang sangat tertata dengan pilihan kata yang tajam dan penuh makna. Puncak jumpa pers itu dipungkas Anas dengan aksi copot jaket Kebesaran Partai Demokrat.
Langkah cepat Anas merespon keputusan KPK adalah keputusan tepat dan strategis. Sebab dengan memberikan pidato “perpisahan” sarat makna yang mendahului kubu lawannya Anas telah memberikan bahan bacaan yang bisa membuat publik, khususnya para kader PD, bertanya-tanya.
Pertanyaan-pertanyaan publik yang terpicu oleh pidato Anas itu akan menjadi beban tersendiri bagi kubu lawannya (baca : Dewan Pembina/Majelis Tinggi). Sebab merekalah yang akan jadi sasaran publik dan kader tempat meminta penjelasan/konfirmasi tentang makna (benar/tidaknya) apa yang dikatakan Anas.
Sementara Anas sendri, pasca aksi copot jaketnya itu, dapat dipastikan akan bungkam karena dia telah menyatakan memilik satandar etik tersendiri, terlebih bila dia langsung ditahan oleh KPK.
Di sinilah Anas sudah menang satu langkah dibandingkan dengan kubu SBY. Kubu SBY sepertinya asyik bertepuk tangan dan sibuk memikirkan agenda KLB menyusul keputusan KPK. Bahkan rencana merumuskan agenda strategis partai baru akan diadakan sehari kemudian.
Dengan telatnya kubu SBY merespon penetapan KPK itu, apa pun agenda yang akan dilakukan Majelis Tinggi PD, apakah rapat pimpinan nasional atau KLB, semuanya sudah jadi antiklimaks. Kalau pun ada yang menarik dan ingin diketahui publik hanyalah siapa sosok yang akan menggantikan Anas.
Hal-hal yang berkaitan dengan isu intevensi istana terhadap KPK atau soal posisi kader pro Anas, sudah tidak lagi memiliki greget. Sebab Anas sudah meninggalkan isu itu sebagai pekerjaan rumah para elit PD pasca pengunduran dirinya.
Menjadi PR yang sangat tidak ringan jika pidato Anas yang memang mengharukan itu (terbukti dia disambut peluk dan tangis koleganya sehabis pidato) dipandang publik dan atau sebagian kader PD sebagai sebuah kebenaran.
Selamat menghadapi proses hukum, Bung Anas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar