Setiap terjadi konflik, selalu saja dapat
disimpulkan bahwa hal itu disebabkan oleh adanya kesenjangan. Seolah-olah
kesenjangan memang benar-benar menjadi sebab setiap terjadi konflik.
Kesenjangan rupanya sudah menjadi sunatullah.
Di dunia ini selalu saja ada orang pintar dan orang kurang pintar, ada orang
kuat ada pula yang lemah, ada yang kaya dan ada yang miskin, dan bahkan ada
yang baik dan selalu saja ada orang yang kurang baik. Kedua masing-masing
jenis itu selalu ditampakkan oleh Tuhan. Begitu pula, ada konflik dan ada pula
di antara orang-orang yang saling berbagi kasih sayang. Bahkan juga ada yang
selalu sehat dan sebaliknya, ada yang selalu sakit-sakitan.
Kita semua
menghendaki agar di tengah-tengah masyarakat selalu terjadi kedamaian, tidak
ada kesenjangan, tidak ada yang miskin, semua saling kasih mengasihi, dan semua
sehat. Boleh-boleh saja keinginan itu muncul. Akan tetapi cita-cita mulia
seperti itu ternyata tidak pernah terwujud. Keadaaan indah seperti itu, hanya
ada pada dunia ide atau bayang-bayang pada setiap orang.
Tuhan menciptakan
kehidupan ini dalam keadaan berbeda-beda sebagaimana dikemukakan di muka. Atas
dasar perbedaan itu maka muncul pula proses-proses sosial. Di masyarakat
terjadi saling konflik, kompetisi, berintegrasi, dan yang satu mengkooptasi
yang lain. Demikian pula di antara menghegeminik, saling menguasai, dan bahkan
menjajah serta memeras. Hal-hal seperti itu adalah bersifat alami atau disebut
sebagai sunnatullah.
Atas dasar
kenyataan seperti itu, manusia ditantang untuk mengelola kehidupan sosial
sebaik-baiknya. Manakala tidak ada proses-proses sosial itu, maka tidak akan
terjadi dinamika sosial. Masyarakat akan mandek dan mungkin menjemukan. Sebagai
contoh, manakala tidak ada orang sakit, maka orang tidak terinspirasi
mendirikan rumah sakit, tidak ada orang belajar tentang kesehatan hingga
menjadi dokter. Manakala tidak ada kejahatan, maka tidak akan perlu polisi,
manakala tidak ada perang maka juga tidak dibutuhkan tentara, dan seterusnya.
Pertanyaan
selanjutnya adalah apakah konflik sebagai bagian dari proses-proses sosial itu
selalu saja disebabkan oleh kesenjangan. Kita lihat saja bukti-bukti berikut,
di kota-kota besar kita saksikan gedung-gedung bertingkat menjulang tinggi
namun di sebelahnya juga terdapat gubug-gubug reot beratapkan plastik atau seng
dan berdinding seadanya. Ada orang yang setiap bulan berpenghasilan ratusan
juta rupiah, tetapi sebaliknya ada orang yang berpendapatan puluhan ribu rupiah
saja. Ada yang memiliki beberapa mobil mewah tetapi juga ada yang sekedar
sepeda ontel saja tidak mempunyai, dan seterusnya.
Kesenjangan
yang sedemikian jauh itu telah terjadi di mana-mana, tetapi ternyata kehidupan
tetap berjalan. Padahal yang kaya belum tentu peduli pada yang miskin, yang
pintar juga kadang justru memanfaatkan yang bodoh, dan bahkan ada pihak-pihak
tertentu justru menjadi untung oleh karena ada orang sakit. Keadaan semua itu
secara umum diterima oleh masyarakat. Mereka menganggap bahwa hidup, rizki,
untung dan rugi, kaya dan miskin itu semua ada yang mengatur. Mereka merasa
harus menerima atas pembagian oleh yang di atas. Atas kenyataan itu, mereka
bekerja dan berusaha. Setiap usaha ada yang berhasil dan yang masih belum
bernasib baik.
Berangkat dari
kenyataan itu, maka sebenarnya konflik tidak selalu disebabkan oleh
kesenjangan. Di mana-mana banyak terjadi kesenjangan tetapi tidak selalu
melahirkan konflik. Masyarakat oleh Tuhan dibekali dengan kekuatan rasional.
Berbekalkan kekuatan itu mereka akan memahami sebab-musabab hingga keadaan yang
harus diterimanya. Misalnya, seseorang menjadi kaya oleh karena memiliki modal,
warisan, cerdas, keuletan, rajin, dan seterusnya. Sementara orang lain tidak
beruntung, tidak memiliki semua itu.
Namun yang pasti, orang menjadi marah hingga
mengakibatkan konflik manakala diperlakukan secara tidak adil. Semua orang
rupanya menghendaki agar sesuatu berada pada tempatnya. Manakala tempat itu
tidak tepat, maka selalu saja akan melahirkan kekecewaan, dan itulah sebab
konflik yang sebenarnya. Setiap orang merasa memiliki berbagai hak. Manakala
hak-haknya itu diganggu sehingga rasa keadilan terampas, maka dimana saja dan
kapan saja akan melawan. Rasa keadilan yang tidak terpenuhi itulah sebenarnya
sebab utama terjadinya konflik dan bukan selalu kesenjangan. Oleh karena itu
keadilan harus ditegakkan pada tingkat manapun. Sebab tidak adil selalu menjadi
sebab utama terjadinya konflik. Wallahu a’lam...!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar