Saat ini, diseluruh dunia jumlah orang lanjut usia diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata- rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Di Indonesia, pada tahun 2000 diperkirakan jumlah lanjut usia meningkat menjadi 9,99% dari seluruh penduduk Indonesia ( 22.277.700 jiwa) dengan umur harapan hidup 65-70 tahun dan pada tahun 2020 akan meningkat menjadi 11,09% (29.120.000 lebih) dengan umur harapan hidup 70-75 tahun. Di Bali, pada periode 2000-2005 pertumbuhan penduduk lansia dengan rata-rata 2,4% dan pada tahun 2015 diperkirakan menjadi 432.000 orang (11,4 persen). Bertambahnya jumlah lansia seiring dengan makin membaiknya taraf sosial ekonomi masyarakat sehingga berdampak pada meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Pada tahun 2006 angka harapan hidup di Bali sekitar 70,5 tahun (Badiyah, 2009)
Bentuk permasalahan yang ditimbulkan dari peningkatan jumlah penduduk lansia adalah peningkatan rasio ketergantungan lanjut usia (old age dependency ratio). Setiap usia produktif semakin banyak menanggung penduduk lansia. Pada saat ini, Indonesia telah masuk dalam jendela peluang kependudukan sejak tahun 2005 sampai 2050 (Komisi Nasional Indonesia, 2009). Pada masa itu masih banyak penduduk muda yang dapat mendukung penduduk tua. Pada saat ini, rasio ketergantungan lanjut usia telah meningkat dari 12,12 tahun 2005 menjadi 13,52 tahun 2007 dan 13,57 pada tahun 2009 (SUSENAS, 2009). Hal ini berarti tahun 2005, 12 lanjut usia didukung oleh 100 orang usia muda (15-44 tahun) sedangkan pada tahun 2009 meningkat menjadi 13 lanjut usia yang didukung oleh 100 orang usia muda (Komisi Nasional Lanjut Usia, 2010)
Peningkatan rasio keter-gantungan pada lansia akan mengakibatkan meningkatnya beban keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Peningkatan yang terjadi terutama yang berhubungan dengan kebutuhan layanan khusus seperti kesehatan dan nutrisi yang nantinya juga akan menimbulkan beban sosial yang tinggi karena pertumbuhan lanjut usia akan terus meningkat (Komisi Nasional, 2010). Meningkatnya jumlah lanjut usia akan menimbulkan berbagai permasalahan yang kompleks bagi lanjut usia itu sendiri maupun bagi keluarga dan masyarakat. Secara alami proses menjadi tua mengakibatkan para lanjut usia mengalami perubahan fisik dan mental, mempengaruhi kondisi ekonomi dan sosialnya. Perubahan-perubahan tersebut menuntut dirinya untuk menyesuaikan diri secara terus menerus. Apabila proses penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang berhasil maka timbulah berbagai masalah karena ketergantungan atau kurangnya tingkat mandirian lansia.
Karakteristik lansia, kondisi fisik serta kondisi kesehatan lansia berpengaruh pada kemandirian dan tingkat stres yang dimiliki lansia. Lansia yang selama usia muda sudah terbiasa mandiri akan terus berusaha mempertahankan kemandiriannya terutama dalam beraktivitas sehari-hari selama mungkin. Disamping itu berbagai perubahan yang dialami lansia terutama yang mengarah pada kemunduran dan keterbatas-keterbatasan fisik serta timbulnya berbagai penyakit yang juga menyertai proses menuannya diduga menjadi pemicu stres bagi lansia.
Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti tentang hubungan karakteristik lansia dengan tingkat kemandirian lansia dalam melakukan aktifitas sehari- hari lansia di Banjar Den Yeh Di Wilayah Kerja Puskesmas III Denpasar Utara.
Karakteristik lanjut usia ciri- ciri dari individu yang terdiri demografi seperti jenis kelamin, umur serta status social seperti, tingkat pendidikan, pekerjaan, ras, status ekonomi dan sebagainya. (Widianingrum,1999). Menurut Effendi, demografi berkaitan dengan struktur penduduk, umur, jenis kelamin dan status ekonomi sedangkan data cultural mengangkat tingkat pendidikan, pekerjaan, agama, ada istiadat, penghasilan dan sebagainya. Dari permasalahan tersebut perlu dilakukan peneliti dengan tujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik kemandirian lansia.
Bentuk permasalahan yang ditimbulkan dari peningkatan jumlah penduduk lansia adalah peningkatan rasio ketergantungan lanjut usia (old age dependency ratio). Setiap usia produktif semakin banyak menanggung penduduk lansia. Pada saat ini, Indonesia telah masuk dalam jendela peluang kependudukan sejak tahun 2005 sampai 2050 (Komisi Nasional Indonesia, 2009). Pada masa itu masih banyak penduduk muda yang dapat mendukung penduduk tua. Pada saat ini, rasio ketergantungan lanjut usia telah meningkat dari 12,12 tahun 2005 menjadi 13,52 tahun 2007 dan 13,57 pada tahun 2009 (SUSENAS, 2009). Hal ini berarti tahun 2005, 12 lanjut usia didukung oleh 100 orang usia muda (15-44 tahun) sedangkan pada tahun 2009 meningkat menjadi 13 lanjut usia yang didukung oleh 100 orang usia muda (Komisi Nasional Lanjut Usia, 2010)
Peningkatan rasio keter-gantungan pada lansia akan mengakibatkan meningkatnya beban keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Peningkatan yang terjadi terutama yang berhubungan dengan kebutuhan layanan khusus seperti kesehatan dan nutrisi yang nantinya juga akan menimbulkan beban sosial yang tinggi karena pertumbuhan lanjut usia akan terus meningkat (Komisi Nasional, 2010). Meningkatnya jumlah lanjut usia akan menimbulkan berbagai permasalahan yang kompleks bagi lanjut usia itu sendiri maupun bagi keluarga dan masyarakat. Secara alami proses menjadi tua mengakibatkan para lanjut usia mengalami perubahan fisik dan mental, mempengaruhi kondisi ekonomi dan sosialnya. Perubahan-perubahan tersebut menuntut dirinya untuk menyesuaikan diri secara terus menerus. Apabila proses penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang berhasil maka timbulah berbagai masalah karena ketergantungan atau kurangnya tingkat mandirian lansia.
Karakteristik lansia, kondisi fisik serta kondisi kesehatan lansia berpengaruh pada kemandirian dan tingkat stres yang dimiliki lansia. Lansia yang selama usia muda sudah terbiasa mandiri akan terus berusaha mempertahankan kemandiriannya terutama dalam beraktivitas sehari-hari selama mungkin. Disamping itu berbagai perubahan yang dialami lansia terutama yang mengarah pada kemunduran dan keterbatas-keterbatasan fisik serta timbulnya berbagai penyakit yang juga menyertai proses menuannya diduga menjadi pemicu stres bagi lansia.
Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti tentang hubungan karakteristik lansia dengan tingkat kemandirian lansia dalam melakukan aktifitas sehari- hari lansia di Banjar Den Yeh Di Wilayah Kerja Puskesmas III Denpasar Utara.
Karakteristik lanjut usia ciri- ciri dari individu yang terdiri demografi seperti jenis kelamin, umur serta status social seperti, tingkat pendidikan, pekerjaan, ras, status ekonomi dan sebagainya. (Widianingrum,1999). Menurut Effendi, demografi berkaitan dengan struktur penduduk, umur, jenis kelamin dan status ekonomi sedangkan data cultural mengangkat tingkat pendidikan, pekerjaan, agama, ada istiadat, penghasilan dan sebagainya. Dari permasalahan tersebut perlu dilakukan peneliti dengan tujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik kemandirian lansia.
Dilihat dari usia sebagian besar responden dalam penelitian ini termasuk lanjut usia (60-74 tahun) sebanyak 5 orang (75%) dan sisanya lanjut usia tua. Jenis kelamin responden dalam penelitian ini laki-laki dan perempuan dalam penelitian ini memiliki jumlah yang sama yaitu 30 orang (50%). Dilihat dari tingkat pendidikan responden dalam penelitian ini tergolong tingkat pendidikan SD yaitu sebanyak 29 orang (49%) dan tergolong perguruan tinggi yaitu sebanyak 2 orang (3%).Dilihat dari status ekonomi responden dalam penelitian ini memiliki tingkat ekonomi yang tergolong sedang yaitu sebanyak 27 orang (45%) dan tingkat ekonomi tinggi yaitu sebanyak 15 orang (25%).Dilihat dari status perkawinan responden dalam penelitian ini sudah kawin yaitu sebanyak 45 orang (75%) dan belum kawin yaitu sebanyak 3 orang (2%). Dan pada status kesehatan seluruh responden dalam penelitian memiliki status kesehatan yang kurang.
Responden dalam penelitian ini memiliki tingkat kemandirian yang tergolong mandiri yaitu sebanyak 41 orang (68%) dan tergolong ketergantungan ringan yaitu sebanyak 19 orang (32%). Ada hubungan antara usia dengan kemandirian, dimana berhubungan negative yaitu semakin tinggi umur semakin rendah kemandirian responden (p=0,000, r=-0,517). Dilihat dari jenis kelamin, jenis kelamin tidak berhubungan dengan kemandirian (p=0,077, X2=0,781) karena jenis kelamin laki- laki maupun perempuan memiliki faktor pendukung lainnya yang dapat meningkatkan kemandiriannya, seperti pada perempuan dapat menjadi mandiri karena sudah terbiasa mengurus urusan rumah tangga. Dan pada laki- laki dapat mandiri karena sejak usia muda terbiasa mandiri sehingga saat lanjut usiapun laki- laki dapat mandiri. Pendidikan memiliki hubungan terhadap kemandirian lansia (p=0,001, r=-0,425). Hal ini dikarenakan sebagian besar responden yang berpendidikan tidak sekolah memiliki kemandirain yang tergolong ketergantungan ringan sedangkan responden yang berpendidikan SD dan SMP sebagian besar memiliki kemandirian yang tergolong mandiri. Status ekonomi tidak berhubungan dengan kemandirian lansia (p=0,723, r=-0,047). Hal ini dikarenakan lanjut usia tinggal serumah dengan anak dan keluarganya sehingga lanjut usia tidak mengalami kekurangan karena telah dinafkahi oleh anak- anaknya. Status perkawinan berhubungan dengan kemandirian lansia (p=0,013, X2=8,652). Hal ini dikarenakan lansia yang tinggal bersama lebih mungkin untuk bertahan hidup dan mempertahankan kemandiriannya. Status kesehatan tidak berhubungan dengan kemandirian lansia (p= 0,08, r= 0,228). Hal ini dikarenakan seluruh lansia mengalami masalah kesehatan.
Daftar Rujukan
Badiyah Siti. 2009. Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika.
Badan Pembangunan Statistik SUSENAS. 2007. Penduduk Lanjut Usia. (online), (http://susenas.bps.go.id, diakses 23 mei 2012)
Badan Pembangunan Statistik SUSENAS. 2009. Penduduk Lanjut Usia. (online), (http://susenas.bps.go.id, diakses 23 mei 2012)
Darmoji Boedhi. 2004. Buku Ajar Geriatri Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Efendi Ferry. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta: Salemba Medika
Komisi Nasional Lanjut Usia. 2010. Profil penduduk usia lanjut. (online), (http://www.komnaslansia.or.id diakses 23 mei 2012)
Saryono. 2010. Kumpulan Instrumen Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika
Responden dalam penelitian ini memiliki tingkat kemandirian yang tergolong mandiri yaitu sebanyak 41 orang (68%) dan tergolong ketergantungan ringan yaitu sebanyak 19 orang (32%). Ada hubungan antara usia dengan kemandirian, dimana berhubungan negative yaitu semakin tinggi umur semakin rendah kemandirian responden (p=0,000, r=-0,517). Dilihat dari jenis kelamin, jenis kelamin tidak berhubungan dengan kemandirian (p=0,077, X2=0,781) karena jenis kelamin laki- laki maupun perempuan memiliki faktor pendukung lainnya yang dapat meningkatkan kemandiriannya, seperti pada perempuan dapat menjadi mandiri karena sudah terbiasa mengurus urusan rumah tangga. Dan pada laki- laki dapat mandiri karena sejak usia muda terbiasa mandiri sehingga saat lanjut usiapun laki- laki dapat mandiri. Pendidikan memiliki hubungan terhadap kemandirian lansia (p=0,001, r=-0,425). Hal ini dikarenakan sebagian besar responden yang berpendidikan tidak sekolah memiliki kemandirain yang tergolong ketergantungan ringan sedangkan responden yang berpendidikan SD dan SMP sebagian besar memiliki kemandirian yang tergolong mandiri. Status ekonomi tidak berhubungan dengan kemandirian lansia (p=0,723, r=-0,047). Hal ini dikarenakan lanjut usia tinggal serumah dengan anak dan keluarganya sehingga lanjut usia tidak mengalami kekurangan karena telah dinafkahi oleh anak- anaknya. Status perkawinan berhubungan dengan kemandirian lansia (p=0,013, X2=8,652). Hal ini dikarenakan lansia yang tinggal bersama lebih mungkin untuk bertahan hidup dan mempertahankan kemandiriannya. Status kesehatan tidak berhubungan dengan kemandirian lansia (p= 0,08, r= 0,228). Hal ini dikarenakan seluruh lansia mengalami masalah kesehatan.
Daftar Rujukan
Badiyah Siti. 2009. Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika.
Badan Pembangunan Statistik SUSENAS. 2007. Penduduk Lanjut Usia. (online), (http://susenas.bps.go.id, diakses 23 mei 2012)
Badan Pembangunan Statistik SUSENAS. 2009. Penduduk Lanjut Usia. (online), (http://susenas.bps.go.id, diakses 23 mei 2012)
Darmoji Boedhi. 2004. Buku Ajar Geriatri Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Efendi Ferry. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta: Salemba Medika
Komisi Nasional Lanjut Usia. 2010. Profil penduduk usia lanjut. (online), (http://www.komnaslansia.or.id diakses 23 mei 2012)
Saryono. 2010. Kumpulan Instrumen Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar