Bahasa Indonesia ialah
bahasa yang terpenting di kawasan republik kita. Pentingnya peranan bahasa itu
antara lain bersumber pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 dan pada UUD 1945
kita yang di dalamnya tercantum pasal khusus yang menyatakan bahwa ”bahasa
negara ialah bahasa Indonesia”. Di samping itu, masih ada beberapa alasan lain
mengapa bahasa Indonesia menduduki tempat yang terkemuka di antara
beratus-ratus bahasa Nusantara yang masing-masing amat penting bagi penuturnya
sebagai bahasa ibu. Penting tidaknya suatu bahasa dapat juga didasari patokan
seperti jumlah penutur, luas penyebaran, dan peranannya sebagai sarana ilmu,
seni sastra, dan pengungkap budaya.
Pada Sumpah Pemuda 1928,
tepatnya butir ketiga secara eksplisit para pemuda pada saat itu tidak sekadar
untuk mengangkat dan menyepakati bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan,
tetapi juga untuk menjunjungnya. Menjunjung bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan itu secara tersirat mengandung makna yang sangat dalam. Artinya,
menggunakan bahasa Indonesia secara cermat sambil tetap memeliharanya agar
bahasa Indonesia dapat tumbuh dan berkembang sebagai sarana komunikasi yang
mantap dan sekaligus sebagai lambang jati diri bangsa Indonesia.
Sumpah Pemuda 1928
secara tegas menyatakan menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia. Pernyataan itu telah terbukti dalam sejarah
perjuangan bangsa Indonesia bahwa bahasa Indonesia telah menyatukan bangsa yang
terdiri atas bermacam suku bangsa dengan bahasa daerah masing-masing yang
tersebar dari Sabang hingga Merauke ke dalam satu kesatuan bangsa Indonesia.
Jika dalam masa
perjuangan “menjunjung bahasa persatuan” berati mengangkat bahasa Indonesia
menjadi bahasa nasional bangsa Indonesia, maka pada masa sekarang ini
“menjunjung bahasa persatuan” berarti kita harus menggunakan bahasa Indonesia
secara baik dan benar demi memperkokoh rasa kesatuan dan persatuan bangsa
Indonesia.
Selain sebagai bahasa persatuan, bahasa
Indonesia juga berkedudukan sebagai bahasa negara, seperti yang tercantum dalam
Pasal 36, UUD 1945. Dalam kedudukannya sebagai bahasa negara itu, fungsi bahasa
Indonesia harus dilihat dan ditempatkan dalam konteks ucaha mencapai tujuan
yang digariskan dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu “melindungi segenap bangsa dan
seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”. Dari sudut pandang itu,
mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan tujuan yang memperlihatkan keterkaitan
yang langsung dengan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
Bahasa Indonesia
sebagai bahasa persatuan atau bahasa nasional telah berusia 82 tahun dan
sebagai bahasa negara 65 tahun. Sebagai suatu bahasa untuk ratusan juta
penduduk yang tersebar pada ratusan pulau dengan bahasa daerah yang jumlahnya
juga ratusan, kurun waktu yang demikian merupakan usia yang masih muda. Akan
tetapi, bahasa Indonesia menanggung beban tugas yang amat sarat karena ia
dituntut untuk tetap menjadi sarana komunikasi yang mantap dalam berbagai
bidang kehidupan. Dalam konteks persataun bangsa yang tengah dan terus
dilaksanakan oleh bangsa Indonesia, harus tetap mempertahankan dirinya sebagai
sarana komunikasi yang efektif dan efisien tanpa kehilangan, apalagi
mengorbankan keutuhan jati dirinya.
Dari
uraian di atas, dapatlah dipikirkan bahwa bahasa Indonesia bukanlah hanya
sekadar alat untuk berkomunikasi, melainkan juga merupakan sesuatu yang sangat
berpengaruh dan bermakna dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehubungan
dengan itu, dapat dikatakan juga bahwa masa depan bahasa Indonesia berkaitan erat
dengan masa depan bangsa dan negara. Barangkali, inilah yang dimaksud dengan ungkapan yang
menyatakan, “bahasa menunjukkan bangsa” yang diwariskan oleh para pendahulu
kita. Jika hal itu dihubungkan dengan bangsa Indonesia, masalah bahasa Indonesia sekarang dan masa
yang akan datang juga tergantung pada sikap bangsa Indonesia terhadap bahasa
nasional tersebut. Bangsa Indonesia mempunyai tanggung jawab yang tidak ringan
terhadap masalah pembinaan dan pengembangan bahasa di tanah air kita ini.
Berdasarkan kerangka
pemikiran seperti yang dipaparkan di atas, pada makalah ini akan dikemukakan
beberapa hal yang diharapkan akan mengantarkan bangsa Indonesia ke arah
kehidupan dan peradaban yang modern.
1.
Perkembangan Bahasa Indonesia
Tahap petama,
perkembangan fungsi bahasa Indonesia terjadi pada masa prakemerdekaan bangsa
Indonesia. Pada masa itu terjadi loncatan perkembangan pemikiran pada suatu
golongan tertentu masyarakat Indonesia, yaitu golongan terpelajar yang telah
bersentuhan dengan sistem pendidikan cara Eropa. Perkembangan pemikiran itu
diikuti dan juga kemudian didorong oleh gerakan-gerakan sosial yang memunculkan
himpunan, organisasi yang bergerak di bidang budaya, politik, pendidikan, dan
ekonomi. Himpunan atau organisasi itulah yang merupakan landasan bagi
terwujudnya konsep bangsa Indonesia. Dalam rangka itu, bahasa Indonesia, yang
pada waktu masih berada dalam taraf pendefinisian dijadikan instrumen yang
ampuh untuk mempercepat proses pembentukan bangsa baru, yaitu bangsa Indonesia.
Bahasa Indonesia menjadi bahasa bangsa berdasarkan keputusan atas pilihan. Pada
gilirannya, pada waktu itu bahasa Indonesia berfungsi sebagai sarana
pembentukan kesadaran akan kesatuan bangsa: kesadaran akan kebutuhan bersatu
mengatasi keanekaragaman berbagai suku bangsa yang sama-sama dijajah Belanda,
dan juga kesadaran akan perbedaan bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa asing
di luarnya.
Tahap kedua,
perkembangan fungsi bahasa Indonesia terjadi pada kemerdekaan awal. Pada masa
itu negara Republik Indonesia telah terbentuk, tetapi masih mengalami masa
pancaroba dalam bidang politik dan kemiliteran. Rongrongan-rongrongan terhadap
persatuan bangsa dilakukan oleh berbagai pihak musuh. Dalam situasi demikian
itu, pelaksanaan penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara merupakan
peningkatan fungsi bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia bukan saja merupakan
lambang persatuan bangsa, melainkan telah menjadi bagian dari kehidupan
bernegara yang memerlukan pengelolaan tersendiri. Pengelolaan itu didasari oleh
suatu strategi tertentu untuk memastikan berfungsinya bahasa Indonesia sebagai
alat pemersatu, serta untuk mendemonstrasikan suatu kenyataan hadirnya sebuah
negara baru yang merdeka dan berdaulat, yang mempunyai bahasanya sendiri.
Pada tahap ketiga itulah
dilakukan usaha ke arah terwujudnya bahas Indonesia sebagai bahasa resmi. Upaya
yang disebut sebagai pembinaan diarahkan kedua tujuan. Tujuan pertama adalah
agar bahasa nasional itu sebagai media komunikasi semakin luas dikenal dan
dipergunakan di dalam masyarakat Indonesia baru. Tujuan kedua adalah agar
bahasa itu sendiri sebagai suatu sistem simbol, menjadi semakin lengkap sebagai
suatu perangkat yang utuh. Dalam hal terakhir ini dilakukan upaya-upaya
pengkajian dan perumusan kaidah secara berkelanjutan, baik berkenaan dengan
ejaan, kosakata, maupun tata bahasa.
Tahap ketiga
perkembangan fungsi bahasa Indonesia terjadi ketika kekuatan negara Republik
Indonesia semakin mantap, dana untuk pelaksanaan berbagai usaha pun tersedia,
dan pakar-pakar Indonesia yang ahli bahasa dan kesusastraan semakin banyak
muncul dan berperan dalam bidang
keahliannya. Bahasa Indonesia dengan kemajuan-kemajuan dalam perkembangannya,
menjadi berfungsi untuk semakin mematapkan jati diri bangsa. Karya ilmiah yang
bermutu telah banyak ditulis dalam bahasa Indonesia, dan dalam bidang
kesusastraan pun terlihat perkembangannya, melalui karya-karya penulisan,
berupa semakin kayanya bahasa Indonesia akan variasi kemungkinan ekspresi di samping itu, semakin disadari pula adanya
perbedaan ragam di dalam bahasa Indonesia. Pada tahap ketiga ini, di mana kita
sekarang berada, penganekaragaman ini mulai tampil secara nyata, baik melalui
perkembangan ilmiahnya di dalam masyarakat maupun melalui kajian serta usaha yang
memang terarah ke sana. Di
samping kristalisasi ragam bahasa, perluasan perbendaharaan kata pun berjalan
terus.
2. Peran Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia memeliki
peran yang sangat menentukan dalam perkembangan kehidupan bangsa Indonesia.
Dalam masa perjuangan kemerdekaan, bahasa Indonesia berhasil membangkitkan diri
menggalang semangat kebangsaan dan semangat perjuangan dalam mengantarkan
rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan” sebagaimana tercantum
dalam pembukaan UUD 1945. Kenyataan sejarah itu berarti bahwa bahwa bahasa
Indonesia sebagai bahasa persatuan telah berfungsi secara efektif sebagai alat
komunikasi antarsuku, antardaerah, dan bahkan antarbudaya.
Sebagai akibat dari
ditetapkannya bahasa Indonesia sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia yang
memiliki peran yang sangat menentukan sebagai alat komunikasi dalam peri
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam hubungan ini, bahasa Indonesia tidak
hanya digunakan sebagai bahasa resmi dalam penyelenggaraan kehidupan negara dan
pemerintahan, tetapi juga sebagai bahasa pengantar pada jenis dan jenjang
pendidikan, sebagai bahasa perhubungan nasional (terutama dalam kaitannya
dengan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional), sebagai sarana
pembinaan dan pengembangan kebudayaan nasional.
Kedudukan bahasa Indonesia sebagai
bahasa persatuan dan bahasa negara masih harus terus dimantapkan dan dikaji
ulang. Pada dasarnya peran atau fungsi bahasa Indonesia dari waktu ke waktu
boleh dikatakan tidak mengalami perubahan. Artinya, rincian peran bahasa
Indonesia, sekurang-kurangnya yang telah disinggung tadi, boleh dikatakan
berlaku sepanjang masa selama bahasa Indonesia berstatus sebagai bahasa
persatuan dan bahasa negara. Yang perlu dipertimbangkan ialah kemungkinan
memberikan perhatian yang lebih khusus pada peran-peran tertentu, sesuai dengan
perkembangan iptek, dan sebagai sarana pembinaan kehidupan budaya bangsa.
3.
Pembinaan Jati Diri Bangsa
Sebagai salah satu sarana pembinaan jati diri
bangsa, bahasa Indonesia senantiasa selalu dibina dan dipelihara oleh seluruh
warga masyarakat, yaitu baik pemerintah maupun swasta, baik pakar maupun awam.
Pembinaan itu meliputi dua aspek yang perlu berjalan seimbang. Aspek pertama
adalah kebahasaan yang meliputi baik ketatabahasaan maupun kosakata, sedangkan
aspek kedua adalah kesusastraan. Kedua aspek tersebut memang berkaitan erat,
tetapi tetap dapat dipisahkan fungsinya. Pada sisi kebahasaan yang dipentingkan
adalah rancang bangunnya atau tingkat kebakuan kaidah-kaidahnya. Termasuk pula
ke dalamnya persoalan kosakata. Perwujudan nyata dari penanganan sisi
kebahasaan ini adalah kajian linguistik beserta penggunaan-penggunaan
terapannya. Pokok kajian linguistik ini, sebagaimana diketahui, meliputi baik
kosakata, struktur kebahasaan, tingkah laku pengguna bahasa, maupun pembunyian
dan penulisannya. Di sini bahasa ditinjau sebagai suatu sistem tanda. Dalam
penggunaan sistem ini bisa terdapat perbedaan antara modus yang tepat dan yang
salah. Di antara keduanya terdapat modus yang menyimpang, yang apabila menjadi
kebiasaan dapat menjadi suatu penanda ragam bahasa yang khusus.
Pada sisi
kesusastraan, pokok pandang yang dipentingkan adalah bagaimana sistem tanda itu
dimanipulasi dan dipergunakan sebagai media ekspresi. Baik pengindahan,
pelambangan di atas lambang-lambang, maupun kadang-kadang pengingkaran secara
sengaja atas kaidah-kaidah umum merupakan kiat-kiat yang dapat digunakan oleh
sastrawan. Tujuan karya sastra bukanlah semata-mata menyampaikan pesan,
melainkan juga untuk menummbuhkan efek tertentu pada pembacanya.
Bagi setiap
pengguna bahasa perlu latihan-latihan berbahasa secara efektif. di samping
penggunaan sehari-hari yang bersifat ”apa adanya” dan ”tidak sadar”, diperlukan
pula latihan-latihan untuk paling tidak dapat membedakannya dengan modus
penggunaan yang ”ilmiah” dan yang ”susastra”. Penggunaan bahasa untuk keperluan
ilmiah atau yang sejalan dengannya memerlukan ketepatan dan keterbatasan yang
jelas dari setiap kata yang digunakan. Sebaliknya, penggunaan bahasa untuk
keperluan berkesusastraan justru mencari daya resonansi dan asosiasi yang
memerlukan daya tangkap yang halus dari pembacanya. Kedua modus yang disebut terakhir pelatihan
berbahasa sebanyak-banyaknya warga masyarakat Indonesia akan menjadikan bangsa
Indonesia ini lebih kuat sebagai bangsa yang cerdas dan arif. Di sinilah letak
arti bahasa dalam pembentukan jati diri bangsa.
4. Bahasa
Indonesia dan Pembinaan Kehidupan Budaya Bangsa
Kalau dalam
hubungannya dengan persatuan dan kesatuan bangsa yang perlu diperhatikan adalah
bahasa Indonesia dan bahasa daerah, tetapi dalam hal pengembangan iptek
perhatian itu hendaknya dipusatkan pada bahasa Indonesia dalam kaitannya dengan
bahasa asing. Pengaitan bahasa asing itu sekaligus menggambarkan kenyataan
bahwa konsep-konsep iptek modern, pada umumnya berasal dari dunia barat, masih
tertulis dalam bahasa asing.
Sehubugan
dengan pemanfaatan dan kemungkinan pengembangannya, buku-atau tulisan-tulisan
tentang iptek modern yang masih diungkapkan dalam bahasa asing haruslah
diupayakan penyebarluasannya dalam bahasa Indonesia. Untuk itu, ada dua hal
yang dapat dilakukan. Pertama, menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia.
Kedua, mengusahakan agar dalam bahasa Indonesia juga tersedia perangkat
peristilahan yang menyangkut bidang iptek tersebut. Cara yang disebutkan
pertama akan sangat bergantung pada hasil kerja cara kedua. Artinya,
penerjemahan buku-buku iptek ke dalam bahasa Indonesia hanya dapat dilakukan
kalau perangkat peristilahan itu sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia.
Dengan demikian, upaya yang perlu dilakukan agar pengembangan bahasa Indonesia
seimbang dengan gerak laju pembangunan di bidang iptek ialah penyusunan dan
pembakuan istilahnya.
Penyusunan
dan pembakuan istilah bidang iptek hendaknya dilakukan oleh para ahli di bidang
yang bersangkutan bersama-sama dengan para ahli bahasa. Cara yang seperti
inilah yang selama ini ditempuh oleh Pusat Bahasadalam rangka pemerkayaan
kosakata bahasa Indonesia, termasuk dalam hal penyediaan perangkat pristilahan di
bidang iptek.
Salah satu
aspek budaya bangsa yang telah disebutkan pada makalah ini ialah jati diri
bangsa. Dalam hubungannya dengan bahasa Indonesia, dapat dikatakan bahwa jati
diri bangsa itu pada gilirannya dapat juga ditafsirkan sebagai pembinaan
kehidupan budaya bangsa. Kalau bahasa Indonesia tidak dapat melaksanakan
perannya dengan baik sebagai alat komunikasi masyarakat bangsa, maka pertahanan
kebangsaan dalam bentuk identitas dan sistem nilai itu akan rapuh. Bahasa
indonesia akan makin kehilangan daya rekatnya sebagai alat pemersatu.
Dalam
konteks pembinaan kehidupan budaya bangsa ini, interaksi yang perlu
diperhatikan tidak saja antara bahasa Indonesia dan bahasa daerah, tetapi juga
antara bahasa Indonesia dan bahasa asing. Dalam hubungannya dengan bahasa daerah, pemakaian bahasa Indonesia
dalam bidang kebudayaan harus dapat memberikan gambaran dan pemahaman yang
jelas tentang puncak-puncak kebudayaan daerah yang didasari oleh nilai budaya
daerah yang luhur. Persentuhan antara bahasa Indonesia dan bahasa daerah akan
mengakibatkan dicorakinya kebudayaan nasional oleh ciri-ciri budaya daerah.
Sebaliknya, persentuhan antara bahasa Indonesia dan bahasa asing akan membuat
kebudayaan nasional itu agak bercorak mondial.
Berdasarkan
kedua kecenderungan itu, bahasa Indonesia yang berperan dalam pembinaan budaya
bangsa harus menampilkan diri, baik dalam sistem ketatabahasaannya maupun dalam
kenyataan pemakaian bahasanya, sebagai filter yang akan menjaga keutuhan
identitas dan sistem nilai yang bercorak nasional itu. Untuk itu, sejauh
menyangkut pembinaan dan pengembangan bahasa, bahasa daerah dan bahasa asing
harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk menetapkan sistem dan pemerkayaan
kosakata bahasa Indonesia. Hal itu berarti bahwa unsur-unsur yang berasal dari
bahasa daerah dan bahasa asing itu, seperti yang telah dikemukakan, haruslah
disesuaikan dengan kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia.
Pembinaan
bahasa Indonesia terus ditingkatkan sehingga penggunaannya secara baik dan
benar serta dengan penuh rasa bangga makin menjangkau seluruh masyarakat,
memperkukuh persatuan dan kestuan bangsa, serta memantapkan kepribadian bangsa.
Penggunaan istilah asing yang sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia harus
dihindari. Pengembangan bahasa Indonesia juga terus ditinkatkan melalui upaya
penelitian, pembakuan peristilahan dan kaidah bahasa, serta pemekaran
perbendaharaan bahasa sehingga bahasa Indonesia lebih mampu menjadi bahasa ilmu
pengetahuan dan teknologi. Penulisan karya ilmiah dan karya sastra termasuk
bacaan anakyang berakar pada budaya bangsa, serta penerjemahan karya ilmiah dan
karya sastra yang memberikan inspirasi bagi pembangunan budaya nasional perlu
digalakkan untuk memperkaya bahasa, kesastraan, dan pustaka Indonesia.
Pembinaan
bahasa daerah perlu terus dilanjutkan dalam rangka mengembangkan serta
memperkaya perbendaharaan bahasa Indonesia dan khazanah kebudayaan nasional
sebagai salah satu unsur jati diri dan kepribadian bangsa. Perlu ditingkatkan
penelitian, pengkajian, daan pembangunan bahasa dan sastra daerah serta
penyebarannya melalui berbagai media.
Kemampuan
penguasaan bahasa asing perlu ditingkatkan dan dikembangkan untuk memperlancar
komunikasi dengan bangsa lain di segala aspek kehidupan terutama informasi ilmu
pengetaahuan dan teknologi. Di samping itu, penguasaan bahasa asing juga
memperluas cakrawala pandang bangsa sejalan dengan kebutuhan pembangunan.
5. Bahasa Indonesia dan Sumbangannya terhadap Kehidupan Bangsa
Ungkapan
”bahasa menunjukkan bangsa” memperlihatkan kesalingterikatan yang sangat erat
antara bahasa dan kehidupan bangsa. Seberapa jauh tingkat dan intensitas
kesalingterkaitan itu berbanding sejajar dengan besarnya sumbangan yang
diberikan bahasa terhadap kemajuan bangsa itu sendiri. Kesalingterikatan itu
akan diwarnai oleh peran bahasa, terutama dalam pembangunan jati diri dan sistem
nilai yang bercorak nasional. Dalam konteks Indonesia, hal itu akan dengan
sendirinya tercermin melalui kekuatan atau daya rekat yang dimiliki bahasa
Indonesia untuk mempersatuakan berbagai kelompok masyarakat dengan latar
belakang etnis, budaya, dan bahasa yang berbeda menjadi kesatuan masyarakat
yang lebih besar yang disebut bangsa Indonesia.
Dalam
hubungan itu, perlu disinggung hubungan antara bahasa Indonesia dan bahasa
daerahyang jumlahnya ratusan itu. Hubungan itu dapat dilihat sekurang-kurangnya
dari dua sisi, yaitu sisi bahasanya dan sisi para pemakainya. Dari segi
bhahasanya kita melihat adanya hubungan timbal balik antara bahasa Indonesia
dan bahasa daerah dalam hal pemerkayaan kosakata masing-masing. Bertambah
kayanya kosakata bahasa Indonesia, antara lain, berasal dari berbagai bahasa
daerah. Demiukian pula sebaliknya, bahasa daerah pun turut diperkaya
kosakatanya oleh bahasa Indonesia.
Sumbangan
dari setiap bahasa daerah terhadap bahasa Indonesia itu sudah barang tentu
tidak berlangsung berdasarkan atas keadilan
dan pemerataan. Asas itu justru harus dikembalikan pada kondisi objektif
dari setiap bahasa daerah yang bersangkutan. Atas dasr itu, hanya bahasa daerah
yang ’kuat’ yang dapat memberikan sumbangannya terhadap bahasa Indonesia.
Faktor kuatnya bahasa daerah itu itu dapat diamati, antara lain, dari jumlah
penuturnya, seberapa jauh bahasa daerah itu menjadi sarana pendukung utama
kebudayaan kelompok etnis yang bersangkutan, dan seberapa jauh bahasa daerah
yang bersangkutan digunakan sebagai sarana komunikasi secara tertulis. Dengan
memprhatikan ketiga faktor itu, keberadaan bahasa-bahasa daerah haruslah
dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk keperluan pemerkayaan kosakata dan pemantapan
sistem bahasa Indonesia. Catatan yang patut ditambahkan ialah bahwa kata apa
pun yang berasal dari bahasa daerah mana pun tunduk pada aturan atau mengikuti
kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia.
Hubungan
bahasa Indonesia dan bahasa daerah
dilihat dari sisi para pemakainya merupakan masalah pembinaan. Dengan mengecualikan
mereka yang belum mampu dapat nerbahasa Indonesia, pada mumnya dapat dikatakan
bahwa penduduk Indonesia merupakan penutur yang bilingual karena di samping
menguasai bahasa Indonesia, mereka juga dapat menggunakan salah satu bahasa
daerah sebagai bahas ibunya. Penguasaan dua bahasa sekaligus oleh seseorang
akan mengakibatkan kemungkinan terjadinya apa yang secara teknis disebut interferensi,
baik interferensi yang bercorak gramatikal maupun leksikal.
Pengamatan
terhadap kenyataan pemakaian bahasa Indonesia memperlihatkan bahwa interferensi
leksikal lebih menonjol daripada yang gramatikal. Gejala itu jelas
menggambarkan kurang cermatnya penutur yang bersangkutan dalam menggunakan
bahasa Indonesia dan, apabila secara kebetulan si lawan bicaranya tidak
memahaminya, hal itu akan mengganggu kelancaran komunikasi. Kalau hal itu
terjadi, bahasa yang diguakan tidak lagi efektif sebagai sarana komunikasi.
Dalam skala nasional, cara berbahasa seperti itu hendaknya mendapat perhatian
yang layak dari semua pihak yang berkepentingan agar gejala tersebut tidak sampai menimbulkan
dampak yang kurang menguntungkan bagi kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan. Masalah itu perlu kita sadari bersama karena dalam kerangka
pembangunan nasional, jiwa dan semangat persatuan dan kesatuan bangsa merupakan
modal dasar kedua setelah kemerdekaan dan kedaulatan bangsa dan negara.
Peran bahasa
Indonesia dalam pembangunan bangsa erat pula kaitannya dengan kualitas
penduduknya. Dalam makalah ini kualitas penduduk itu dihubungkan dengan mutu
atau tingkat penguasaan bahasa Indonesia. Menurut sensus penduduk 2000 bahwa
82,87% dari penduduk Indonesia sudah dapat berbahasa Indonesia. Tanpa
memperhitungkan seberapa jauh mutu atau tingkat penguasaan bahasa Indonesia
mereka, karena sama sekali tidak terdapat indikator yang dapat digunakan untuk
keperluan itu, dapatlah dikatakan bahwa angka 82,87% itu memperlihatkan
banyaknya prosentase penduduk Indonesia yang dapat menyerap dan memahami
konsep-konsep dan informasi pembangunan yang disampaikan dengan bahasa
Indonesia. Dari kelompok penduduk inilah sumber daya manusia yang potensial dan
produktif bagi pembangunan bangsa diharapkan dapat ditingkatkan.
Pembanguan
sumber daya yang potensial dan produktif dapat pula diikaitkan dengan peran
bahasa Indonesia dalam dunia pendidikan. Sebagaimana yang telah dikemukakan di
atas, bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar mencerdaskan
kehidupan bangsa ini pada dasarnya dapat dipandang sebagai salah satu bentuk
kegiatan dalam rangka mempersiapkan sumber daya manusia yang potensial dan
produktif itu. Setelah memasuki lapangan
kerja, mereka juga berhadapan dengan bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi
yang digunakan secara lisan atau tertulis dalam melaksanakan tugasnya. Dengan
demikian, bahasa Indonesia memiliki peran yang sangat menentukan dalam rangka
pembangunan bangsa. Agar pembengunan ini berhasil seperti yang direncanakan,
bahasa Indonesia yang digunakan sebagai sarana komunikasinya perlu dikuasai
secara mantap. Sampai pada tingkat tertentu bahasa Indonesia tidak saja
dikatakan bahwa bahasa Indonesia merupakan sarana pembuka jalan seseorang akan
bertanding sejajar dengan bidang tugas atau pekerjaan yang terbuka bagi yang
bersangkutan.
6. Penutup
Keberhasilan
upaya membahasaindonesiakan seluruh bangsa Indonesia akan meningkatkan
persatuan dan kesatuan bangsa yang berarti memantapkan pula jati diri bangsa
dan sekaligus meningkatkan ketahanan nasional.
Seberapa
jauh pandangan dan harapan yang telah dikemukakan di atas, sehubungan dengan
sumbangan bahasa Indonesia dalam pesatuan dan jati diri bangsa, hal itu akan
terpulang pada masyarakat pemakaianya secara keseluruhan. Sementara itu, yang
perlu ditambahkan pada bagian akhir makalah ini ialah bahwa upaya apa pun yang
dilakukan dalam rangka pembinaan dan pengembangan bahasa haruslah didasarkan
pada perencanaan bahasa yang telah digariskan secara nasional.
Sebagai
akibat dari begitu kompleksnya jaringan masalah kebahasaan di Indonesia karena
adanya persentuhan antara bahasa Indonesia dan bahasa daerah pada satu pihak,
dan antara bahasa Indonesia dan bahasa asing padapihak yang lain, ditambah pula
dengan tuntutan agar bahasa Indonesia menjadi sarana komunikasi yang efektif
dan efisien dalam berbagai bidang kehidupan, maka perencanaan bahasa itu tidak
semata-mata didasarkan pada eksistensi bahasa Indonesia sebagai sistem
fonologi, gramatikal, dan semantis, tetapi juga harus mempertimbangkan
faktor-faktor nonkebahasaan seperti politik, pendidikan, iptek, kebudayaan, dan
ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Amran
Halim. 1979a. ”Faktor Sosial Budaya dalam Pembakuan Bahasa Indonesia” dalam Pembinaan Bahasa Nasional. Jakarta:
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
_______.
1979b. Sikap Bahasa dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Bahasa Nasional” dalam Pembinaan Bahasa Nasional. Jakarta:
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
_______.
1981. ”Language, Education, and Nation Building ”
dalam Amran Halim (Ed.). Bahasa dan
Pembangunan Bangsa: 329-337. Jakarta :
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Anton M.
Moeliono. 1985. Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa: Ancangan Alternatif di dalam Perencanaan Bahasa. Jakarta:
Djambatan.
_______.
2000. Pengembangan Laras Bahasa dalam Pengembangan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi Modern. Jakarta: Pusat Bahasa.
Asim
Gunarwan. 2006. Bahasa Asing sebagai
Kendala Pembinaan Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.
Eastman,
Carol M. 1991. Language
Planning. San Fransisco: Chandler & Sharp Publishers.
Edwards, John. 1985. ”Language Society and Identity. Oxford : Blackwell.
Emil Salim. 1988. “Membangun
Bahasa Pembangunan”. Makalah Kongres Bahasa Indonesia IV.
Hasan Alwi, Soenjono
Dardjowidjojo, Hans Lapoliwa, dan Anton M. Moeliono. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia . Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Hasan
Alwi, Dendy Sugono, dan S.R.H. Sitanggang. 1998. Bahasa Indonesia Menjelang Tahun 2000: Risalah Kongres Bahasa Indonesia
VI. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Herman
Johanes. 1988. ”Usaha Mencari Istilah Ilmiah Indonesia” dalam Adjar Sakri (Ed):
130-142. Ilmuwan
dan Bahasa Indonesia. Bandung : Penerbit ITB.
Inyo Yos Fernandez. 2005. Perkembangan Pengaruh Bahasa Daerah dalam
Bahasa Indonesia. Jakarta :
Pusat Bahasa.
Yayah B. Lumintaintang. 2006. Bahasa Indonesia dalam Kehidupan
Bermasyarakat. Jakarta :
Pusat Bahasa.
Mansoer Pateda. 2005. Masa Depan Bahasa Daerah dalam Kaitannya
dengan Pembinaan Bahasa Indonesia .
Jakarta :
Pusat Bahasa.
Yogie S.M. 1998. “Peranan Bahasa
Indonesia dalam Persatuan dan Kesatuan Bangsa” Makalah Kongres Bahasa Indonesia
VI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar