Dalam sebuah perusahaan sangat diperlukan para sumber daya manusia
yang menjadi penggerak dari berbagai macam pekerjaan yang akan dikerjakan oleh
karyawan. Karyawan mempunyai tingkat pekerjaan yang berbeda-beda dalam
melaksanakan pekerjaa mereka, namun terkadang karyawan malah tidak tahu apa
yang harus dikerjakan terkait banyaknya pekerjaan yang harus merekan kerjakan.
Untuk itu sangat diperlukan pelatihan dan pengembangan bagi sumber daya manusia
agar para karyawan bisa paham dan mengerti atas pekerjaan mereka sehingga apa
yang menjadi tujuan perusahaan bisa dengan cepat terlaksana dan mencapai target
yang diharapkan.
Wexley dan Yukl (1976 : 282) mengemukakan : “training and development are terms reffering to planned
efforts designed facilitate the acquisiton of relevan skills, knowledge, and
attitudes by organizational members”.
Selanjutnya Wexley dan Yukl
menjelaskan pula :“development focusses more on improving the decision
making and human relation skills of middle and upper level management, while
training involves lower level employees and the presentation of more factual
and narrow subject matter”.
Pendapat Wexley dan Yukl tersebut lebih
memperjelas penggunaan istilah pelatihan dan pengembangan. Mereka berpendapat
bahwa pelatihan dan pengembangan merupakan istilah-istilah yang berhubungan
dengan usaha-usaha berencana, yang diselenggarakan untuk mencapai penguasaan
skill, pengetahuan, dan sikap-sikap pegawai atau anggota organisasi. Pengembangan
lebih difokuskan pada peningkatan kemampuan dalam pengambilan keputusan dan
memperluas hubungan manusia (human relation) bagi manajemen tingkat
atas dan manajemen tingkat menengah sedangkan pelatihan dimaksudkan untuk
pegawai pada tingkat bawah (pelaksana).
Istilah pelatihan ditujukan pada pegawai
pelaksana untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan teknis, sedangkan
pengembangan ditujukan pada pegawai tingkat manajerial untuk meningkatkan
kemampuan konseptual, kemampuan dalam pengambilan keputusan, dan memperluas human
relation.
Menurut Mariot Tua Efendi H (2002), “Latihan dan
pengembangan dapat didefinisikan sebagai usaha yang terencana dari organisasi
untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan pegawai”.
Selanjutnya mariot Tua menambahkan pelatihan dan pengembangan merupakan dua
konsep yang sama, yaitu untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan. Tetapi, dilihat dari tujuannya, umumnya kedua konsep tersebut dapat
dibedakan. Pelatihan lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan untuk
malakukan pekerjaan yang spesifik pada saat ini, dan pengembangan lebih
ditekankan pada peningkatan pengetahuan untuk melakukan pekerjaan pada masa
yang akan datang, yang dilakukan melalui pendekatan yang terintegrasi dengan
kegiatan lain untuk mengubah perilaku kerja. Lain lagi dengan Sjafri
Mangkuprawira (2004), “pelatihan bagi karyawan merupakan sebuah proses
mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar karyawan semakin
terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai
dengan standar.” Sedangkan pengembangan memiliki ruang lingkup lebih luas.
Dapat berupa upaya meningkatkan pengetahuan yang mungkin digunakan segera atau
sering untuk kepentingan di masa depan. Pengembangan sering dikategorikan
secara eksplisit dalam pengembangan manajemen, organisasi, dan pengembangan
individu karyawan. Penekanan lebih pokok adalah pada pengembangan manajemen.
Dengan kata lain, fokusnya tidak pada pekerjaan kini dan mendatang, tetapi pada
pemenuhan kebutuhan organisasi jangka panjang.
Dari berbagai macam pendapat para ahli di atas,
dapat di tarik satu kesimpulan kalau pelatihan dan pengembangan bagi sumber
daya manusia adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan kapasitas sumber daya
manusia agar bisa menjadi sumber daya
yang berkualitas baik dari segi pengetahuan, keterampilan bekerja, tingkat
professionalisme yang tinggi dalam bekerja agar bisa meningkatkan kemampuan
untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan dengan baik.
Tujuan Pelatihan
Pelatihan dan pengembangan bagi SDM mempunyai
tujuan yang terdiri dari beberapa tujuan antara lain:
- Memutakhirkan keahlian seorang individu sejalan dengan perubahan teknologi. Melalui pelatihan, pelatih (trainer) memastikan bahwa setiap individu dapat secara efektif menggunakan teknologi-teknologi baru.
- Mengurangi waktu belajar seorang individu baru untuk menjadi kompeten dalam pekerjaan.
- Membantu memecahkan persoalan operasional.
- Mengorientasikan setiap individu terhadap organisasi.
- Memberikan kemampuan yang lebih tinggi dalam melaksanakan tugas dalam bekerja.
- Meningkatkan tingkat professionalisme para karyawan.
Rasionalisasi Pelatihan dan Pengembangan
Secara pragmatis program pelatihan dan
pengembangan memiliki dampak positif baik bagi individu maupun organisasi.
Smith (1997) menguraikan profil kapabilitas individu berkaitan dengan skill
yang diperoleh dari pelatihan dan pengembangan. Seiring dengan pengusaan
keahlian atau keterampilan penghasilan yang diterima individu akan meningkat.
Pada akhirnya hasil pelatihan dan pengembangan akan membuka peluang bagi
pengembangan karier individu dalam organisasi Dalam konteks tersebut
peningkatan karier atau promosi ditentukan oleh pemilikan kualifikasi skill.
Sementara dalam situasi sulit dimana organisasi cenderung mengurangi jumlah
karyawannya, pelatihan dan pengembangan memberi penguatan bagi individu dengan
memberi jaminan job securityberdasarkan
penguasaan kompetensi yang dipersyaratkan organisasi.
- Training and devolopment has
the potensial to improve labour productivity;
- Training and devolopment can
improve quality of that output, a more highly trained employee is not only
more competent at the job but also more aware of the significance of his
or her action;
- Training and development
improve the ability of the organisation to cope with change; the succesful
implementation of change wheter technical (in the form of new
technologies) or strategic (new product, new markets, etc) relies on the
skill of the organisation’s member.(smith
dalam prinsip-prinsip manajemen pelatihan, Irianto jusuf, 2001).
Disaat kompetisi antar organisasi berlangsung
sangat ketat, persoalan produktivitas menjadi salah satu penentu
keberlangsungan organisasi disamping persoalan kualitas dan kemampuan karyawan.
Program pelatihan dan pengembangan SDM dapat memberi jaminan pencapaian ketiga
persoalan tersebut pada peringkat organisasional.
Gejala Pemicu Pelatihan dan Pengembangan
Terdapat beberapa fenomena organisasional yang
dapat dikategorikan sebagai gejala pemicu munculnya kebutuhan pelatihan dan
pengembangan. Tidak tercapainya standar pencapaian kerja, karyawan tidak mampu
melaksanakan tugasnya, karyawan tidak produktif, tingkat penjualan menurun,
tingkat keuntungan menurun adalah beberapa contoh gelaja-gejala yang umum
terjadi daam organisasi.
Gejala yang ditimbulkan oleh kondisi tersebut
menurut Blanchard and Huszczo (1986) mencontohkan terdapat tujuh gejala utama
dalam organisasi yang membutuhkan penanganan yaitu :
- Low productivity;
- High absenteeism;
- High turnover;
- Low employee morale;
- High grievances;
- Strike;
- Low profitability.
Ketujuh gejala tersebut sangat umum dijumpai
dalam organisasi yang dapat disebabkan oleh setidaknya tiga faktor yang
meliputi : kegagalan dalam memotivasi karyawan, kegagalan organisasi dalam
memberi sarana dan kesempatan yang tepat bagi karyawan dalam melaksanakan
pekerjaannya, kegagalan organisasi memberi pelatihan dan pengembangan secara
efektif kepada karyawan.
Dalam situasi itulah program pelatihan sangat
mengandalkan training need analysis (TNA) atau analisis kebutuhan pelatihan.
Dan merorientasi kepada pengembangan karyawan meliputi :
- Adanya pegawai baru, Memberikan
orintasi pekerjaan atau tugas pokok organisasi kepada pegawai yang baru
direkrut sebelum yang bersangkutan ditempatkan pada salah satu unit
organisasi;
- Adanya peralatan kerja baru,
Mempersiapkan pegawai dalam penggunaan peralatan baru dengan teknologi
yang lebih baru, sehingga tidak terjadi adanya kecelakaan kerja dan
meningkatkan efesiensi kerja;
- Adanya perubahan sistem
manajemen/administrasi birokrasi, Mempersipakan pegawai dalam melakukan
pekerjaan dengan menggunakan sistem yang baru dibangun;
- Adanya standar kualitas kerja yang
baru, Mempersiapkan pegawai dalam melakukan pekerjaan dengan menggunakan
sistem yang baru dibangun;
- Adanya kebutuhan untuk menyegarkan
ingatan, Memberikan nuansa baru/penyegaran ilmu pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki;
- Adanya penurunan dalam hal kinerja
pegawai, Meningkatkan kualitas kinerja pegawai sesuai dengan tuntutan
perkembangan lingkungan strategis;
- Adanya
rotasi/relokasi pegawai, Meningkatkan pegawai dalam menghadapi pekerjaan
dan situasi kerja yang baru.
Tahapan Perencanaan Pelatihan
Pelatihan dan pengembangan
juga sangat perlu direncanakan jauh hari sebelumnya, agar kegiatan pelatihan
tidak menjadi sia-sia apalagi sampai membuang segala waktu, uang dan
terbengkalainya pekerjaan-pekerjaan yang lainnya. Untuk itu pelatihan dan
pengembangan sumber daya manusia harus dimasukkan ke dalam program oleh
manajer.
- Analisis Kebutuhan Pelatihan (training
need analysis). Pada tahap pertama
organisasi memerlukan fase penilaian yang ditandai dengan satu kegatan
utama yaitu analsis kebutuhan pelatihan. Terdapat tiga situasi dimana
organisasi diharuskan melakukan analisis tersebut : yaitu : performance problem, new
system and technology serta automatic and habitual training. Situasi
pertama, berkaitan dengan kinerja dimana karyawan organisasi
mengalami degradasi kualitas atau kesenjangan antara unjuk kerja dengan
standar kerja yang telah ditetapkan.
Situasi kedua, berkaitan dengan penggunaan komputer, prosedur atau teknologi baru yang diadopsi untuk memperbaiki efesiensi operasional perusahaan.
Situasi ketiga, berkaitan dengan pelatihan yang secara tradisional dilakukan berdasarkan persyaratan-persyaratan tertentu misalnya kewajiban legal seperti masalah kesehatan dan keselamatan kerja. TNA merupakan sebuah analisis kebutuhan workplace secara spesifik dimaksud untuk menetukan apa sebetulnya kabutuhan pelatihan yang menjadi prioritas. Informasi kebutuhan tersebut akan dapat membantu organisasi dalam menggunakan sumber daya (dana, waktu dll) secara efektif sekaligus menghindari kegatan pelatihan yang tidak perlu.
TNA dapat pula dipahami sebagai sebuah investigasi sistematis dan komprehensif tentang berbagai masalah dengan tujuan mengidentifikasi secara tepat beberapa dimensi persoalan, sehingga akhirnya organisasi dapat mengetahui apakah masalah tersebut memang perlu dipecahkan melalui program pelatihan atau tidak.
Analisis kebutuhan pelatihan dilakukan melalui sebuah proses tanya jawab (asking question getting answers). Pertanyaan diajukan kepada setiap karyawan dan kemudian membuat verifikasi dan dokumentasi tentang berbagai masalah dimana akhirnya kebutuhan pelatihan dapat diketahui untuk memecahkan masalah tersebut.
Masalah yang membutuhkan pelatihan selalu berkaitan dengan lack of skill or knowledge sehingga kinerja standar tidak dapat dicapai. Dengan demikian dapat disimpulkan kinerja aktual dengan kinerja situasional.
Fungsi Training Need Analysis Training Need
Analysis (TNA) yaitu
:
- Mengumpulkan informasi tentang skill, knowledge dan feeling pekerja;
- Mengumpulkan informasi tentang job content dan job context;
- Medefinisikan kinerja standar dan
kinerja aktual dalam rincian yang operasional;
- Melibatkan stakeholders dan
membentuk dukungan;
- Memberi data untuk keperluan
perencanaan
Hasil TNA adalah identifikasi performance gap.
Kesenjangan kinerja tersebut dapat diidentifikasi sebagai perbedaan antara
kinerja yang diharapkan dan kinerja aktual individu. Kesenjangan kinerja dapat
ditemukan dengan mengidentifikasi dan mendokumentasi standar atau persyaratan
kompetensi yang harus dipenuhi dalam melaksanakan pekerjaan dan mencocokkan
dengan kinerja aktual individu tempat kerja.
Tahapan TNA mempunyai elemen penting yaitu :
- Identifikasi masalah
- Identifikasi kebutuhan
- Pengembangan standar kinerja
- Identifikasi peserta
- Pengembangan kriteria pelatihan
- Perkiraan biaya
- Keuntungan
- Perencanaan dan Pembuatan Desain Pelatihan. Desain pelatihan adalah esensi dari pelatihan, karena pada tahap ini bagaimana kita dapat menyakinkan bahwa pelatihan akan dilaksanakan. Keseluruhan tugas yang harus dilaksanakan pada tahap ini adalah :
- Mengidentifikasi sasaran
pembelajaran dari program pelatihan;
- Menetapkan metode yang paling
tepat;
- Menetapkan penyelenggara dan
dukungan lainnya;
- Memilih dari beraneka ragam media;
- Menetapkan isi;
- Mengidentifikasi alat-alat
evaluasi;
- Menyusun urut-urut pelatihan.
Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah
membuat materi pelatihan yang diperlukan dan dikembangkan seperti :
- Jadwal pelatihan secara menyeluruh
(estimasi waktu);
- Rencana setiap sesi;
- Materi-materi pembelajaran seperti
buku tulis, buku bacaan, hand out dll;
- Alat-alat bantu pembelajaran;
- Formulir evaluasi.
- Implementasi Pelatihan. Tahap berikutnya untuk membentuk sebuah kegiatan pelatihan
yang efektif adalah implementasi dari program pelatihan. Keberhasilan
implementasi program pelatihan dan pengembangan SDM tergantung pada
pemilihan (selecting) program untuk memperoleh the right people under the
right conditions. TNA dapat membantu mengidentifikasi the right people
dan the right program sedangkan beberapa pertimbangan (training
development) and concideration program dapat membantu dalam menciptakan
the right condition.
- Evaluasi Pelatihan. Untuk
memastikan keberhasilan pelatihan dapat dilakukan melalui evaluasi. Secara
sistimatik manajemen pelatihan meliputi tahap perencanaan yaitu training
need analysis, tahap implementasi dan tahap evaluasi. Tahap
terakhir merupakan titik kritis dalam setiap kegiatan karena acap kali
diabaikan sementara fungsinya sangat vital untuk memastikan bahwa
pelatihan yang telah dilakukan berhasil mencapai tujuan ataukah justru
sebaliknya.
- Persepsi terhadap Evaluasi Pelatihan, konsep pelatihan
sudah sejak lama mengalam problem perseptual. Sebagai kegiatan banyak
organisasi mempersepsikan evaluasi secara keliru disamping mengabaikan
atau sama sekali tidak melakukannya setelah pelatihan diadakan. Menurut
Smith (1997) evaluasi program pelatihan dan pengembangan merupakan a
necessary and usefull activity, namun demikian secara praktis sering dilupakan
atau tidak dilakukan sama sekali.
- Makna Evaluasi PelatihanNewby (Tovey, 1996 dalam Irianto Yusuf) menulis bahwa perhatian utama evaluasi dipusatkan pada efektivitas pelatihan. Efektifitas berkaitan dengan sampai sejauh manakah program pelatihan SDM diputuskan sebagai tujuan yang harus dicapai, karena efektifitas menjadi masalah serius dalam kegiatan evaluasi pelatihan.
- Merancang Evaluasi PelatihanEvaluasi yang dilakukan oleh penyelenggara diklat sebagai berikut:
1.
Evaluasi
Pra Diklat, bertujuan mengetahui sejauhmana pengetahuan, keterampilan dan sikap
yang telah dimiliki para peserta sebelum diklat dilaksanakan dibandingkan
dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang disusun dalam program.
Pengetahuan, keterampilan dan sikap yang belum dimiliki peserta yang disajikan
dalam pelaksanaan program diklat.
Tahapan evaluasi terhadap pelatihan :
- Evaluasi Peserta
- Evaluasi Widyaiswara
- Evaluasi Kinerja Penyelenggara
2. Evaluasi Pasca Diklat, bertujuan mengetahui pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang sebelum diklat tidak dimiliki oleh peserta setelah
proses diklat selesai dapat dimiliki dengan baik oleh peserta.
REFERENSI
Hariandja, Marihot Tua Efendi.
(2002). Manajemen Sumber Daya Manusia : Pengadaan, Pengembangan,
Pengkompensasian dan Peningkatan Produktivitas Pegawai. Grasindo
Widiasarana Indonesia : Jakarta .
Irianto, Jusuf. (2001). Prinsip-prinsip
Dasar Manajemen Pelatihan (Dari Analisis Kebutuhan Sampai Evaluasi Program
Pelatihan). Insani Cendekia: Jakarta .
Mangkuprawira, Sjafri. (2004). Manajemen
Sumber Daya Manusia Strategik. Ghalia Indonesia :
Jakarta
Selatan.
Mangkunegara, Anwar Prabu. (2006). Perencanaan dan
Pengembangan Sumber Daya Manusia. PT Refika Aditama: Bandung .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar