Partai Nasional Demokrat
Partai NasDem adalah sebuah partai politik di Indonesia yang
baru diresmikan di Hotel Mercure Ancol, Jakarta Utara pada tanggal 26 Juli
2011. Partai ini didukung oleh Surya Paloh yang merupakan pendiri organisasi
bernama sama yaitu Nasional Demokrat. Hal ini terlihat dari bisnis media yang
dipimpinnya, Metro TV, yang selalu memberikan berita terbaru seputar aktivitas
Partai NasDem. Meskipun demikian, ormas tersebut mengatakan bahwa partai
tersebut tidak memiliki kaitan apapun dengan partai ini.
Pada Januari 2013, KPU menetapkan 10 partai politik yang
lolos tahapan verifikasi administrasi dan faktual, dan menjadikan Partai NasDem
sebagai satu-satunya partai baru yang lolos sebagai peserta Pemilu 2014. Pada
bulan yang sama, partai ini diramaikan oleh isu terjadinya konflik di tataran
para elit partai. Ketua Majelis Tinggi Partai Nasional Demokrat, Surya Paloh,
kabarnya akan dicalonkan sebagai Ketua Umum Partai NasDem pada Kongres Partai
NasDem yang akan diadakan pada 25 Januari 2013 di Jakarta. Pada bulan tersebut
juga terjadi aksi pemecatan terhadap Sekjen DPW DKI Garda Pemuda Nasdem, Saiful
Haq, sekaligus pembekuan kepengurusan DPW tersebut. Pada kongres perdana partai
ini, yang diadakan pada Januari 2013, seluruh peserta kongres Partai NasDem
yang berasal dari seluruh Indonesia secara aklamasi sepakat mengangkat Surya
Paloh sebagai Ketua Umum Partai NasDem yang baru, menggantikan Patrice Rio
Capella.
Berikut ini adalah daftar tokoh-tokoh penting Partai NasDem:
Ketua Umum : Surya Paloh
Ketua Bid Pemilihan Umum : Ferry Mursyidan Baldan
Ketua Bid Organisasi, Keanggotaan & Kaderisasi : Sugeng
Suparwoto
Ketua Bid Media & Komunikasi Politik : Sri Sajekti
Sudjunadi
Ketua Bid Pendidikan Politik & Kebudayaan : Dr.
Silverius Sonny Y. Soeharso
Ketua Bid Politik dan Pemerintahan : Akbar Faizal
Ketua Bid Hukum, Advokasi & HAM : Taufik Basari
Ketua Bid Otonomi Daerah : Dr. Ir. Siti Nurbaya Bakar, M.Sc.
Ketua Bid Pertanian & Maritim : Victor Laiskodat, SH, MH
Ketua Bid Pertahanan & Keamanan : Laks(Purn) Tedjo Edhy,
SH
Ketua Bid Energi, SDA & Lingkungan Hidup : Dr. Kurtubi
Ketua Bid Agama & Masyarakat Adat : Hasan Aminudin
Ketua Bid Hubungan Luar Negeri : Enggartiasto Lukita
Ketua Bid Ekonomi & Moneter : Dr. Anthony Budiawan
Ketua Bid Kesehatan, Perempuan & Anak : Irma Chaniago
Ketua Bid Industri, Perdagangan & Tenaga Kerja : Zulfan
Lindan
Ketua Bid Olahraga, Pemuda & Mahasiswa : Martin
Manurung, SE, MA
Sekretaris Jenderal : Patrice Rio Capella
Wasekjen Bid Organisasi, Keanggotaan & Kaderisasi : Willy
Aditya, S.Fil, MDM
Wasekjen Bid Internal & Kesekretariatan : Dra. Nining
Indra Shaleh, M.Si
Wasekjen Bid Renlitbang : Dedy Ramanta, SH
Wasekjen Bid Eksternal : Siar Anggretta Siagian, MA
Bendahara Umum : Frankie Turtan
Waben Bid Penggalangan Dana : Guntur Santosa
Waben Bid Pengelolaan Aset : Joice Triatman
Ketua Mahkamah Partai : OC Kaligis
Ketua Dewan Pertimbangan Partai : Rachmawati Soekarnoputri
Ketua Dewan Pakar : Bachtiar Aly
Partai NasDem memiliki beberapa organisasi sayap, di
antaranya:
Badan Advokasi Hukum (BAHU) NasDem, diketuai oleh Taufik
Basari (Pelaksana Tugas)
Gerakan Massa Buruh (Gemuruh), diketuai oleh Irma Chaniago
Liga Mahasiswa Nasdem, diketuai oleh Willy Aditya
Persatuan Petani Nasional Demokrat (Petani NasDem)
Partai Kebangkitan
Bangsa
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), adalah sebuah partai
politik di Indonesia. Partai ini didirikan di Jakarta pada tanggal 23 Juli 1998
(29 Rabi'ul Awal 1419 Hijriyah) yang dideklarasikan oleh para kiai-kiai
Nahdlatul Ulama, seperti Munasir Ali, Ilyas Ruchiyat, Abdurrahman Wahid, A.
Mustofa Bisri, dan A. Muhith Muzadi.
Kisah pendirian PKB dimulai pada 11 Mei 1998. Ketika para
kyai sesepuh di Langitan mengadakan pertemuan. Mereka membicarakan situasi
terakhir yang menuntut perlu diadakan perubahan untuk menyelamatkan bangsa ini
dari kehancuran. Saat itu para kyai membuat surat resmi kepada Pak Harto yang
isinya meminta agar beliau turun atau lengser dari jabatan presiden. Pertemuan
itu mengutus Kyai Muchid Muzadi dari Jember dan Gus Yusuf Muhammad menghadap
Pak Harto untuk menyampaikan surat itu. Mereka berangkat ke Jakarta, meminta
waktu tetapi belum dapat jadwal. Sehingga sebelum surat itu diterima, Pak Harto
sudah mengundurkan diri terlebih dahulu tanggal 23 Mei 1998.
Pada tanggal 30 Mei 1998, diadakan istighosah akbar di Jawa
Timur. Lalu semua kyai berkumpul di kantor PWNU Jatim. Para kyai itu mendesak
KH Cholil Bisri supaya menggagas dan membidani pendirian partai bagi wadah
aspirasi politik NU. Ia menolaknya karena tidak mau terlalu berkecimpung jauh
dalam dunia politik dan merasa lebih baik di dunia pesantren saja. Akan tetapi
para kyai terus mendorongnya karena dinilai lebih berpengalaman dalam hal
politik. Pada saat itu Gus Dur belum ikut dalam pertemuan ini.
Kemudian pada tanggal 6 Juni 1998, KH Cholil Bisri
mengundang 20 kyai untuk membicarakan hal tersebut. Undangan hanya lewat
telepon. Tetapi pada hari H-nya yang datang lebih 200 kyai. Sehingga rumahnya
di Rembang sebagai tempat pertemuan penuh. Dalam pertemuan itu terbentuklah
sebuah panitia yang disebut dengan Tim “Lajnah” yang terdiri dari 11 orang. Ia
sendiri menjadi ketua dengan sekretarisnya adalah Gus Yus. Panitia ini bekerja
secara maraton untuk menyusun platform dan komponen-komponen partai termasuk
logo (yang sampai saat ini menjadi lambang resmi partai) yang pembuatannya
diserahkan kepada KH.A. Mustofa Bisri. Selain itu terbentuk juga Tim Asistensi
Lajnah terdiri dari 14 orang yang diketuai oleh Matori Abdul Djalil dan
sekretarisnya Asnan Mulatif.
Pada tanggal 18 Juni 1998 panitia mengadakan pertemuan
dengan PBNU. Dilanjutkan audiensi dengan tokoh-tokoh politik (NU) yang ada di
Golkar, PDI dan PPP. Panitia menawarkan untuk bergabung, tanpa paksaan. PBNU
sendiri menolak pendirian partai. Setelah itu pada tanggal 4 Juli 1998, Tim
‘Lajnah’ beserta Tim dari NU mengadakan semacam konferensi besar di Bandung dengan
mengundang seluruh PW NU se-Indonesia yang dihadiri oleh 27 perwakilan.
Hari itu diputuskan nama partai. Usulan nama adalah Partai
Kebangkitan Bangsa, Partai Kebangitan Ummat dan Partai Nahdlatul Ummat.
Akhirnya hasil musyawarah memilih nama PKB (Partai Kebangkitan Bangsa). Lalu
ditentukan siapa-siapa yang menjadi deklarator partai. Disepakati 72
deklarator, sesuai dengan usia NU ketika itu. Jumlah itu terdiri dari Tim
Lajenah (11), Tim Asistensi Lajenah (14), Tim NU (5), Tim Asistensi NU (7), Perwakilan
Wilayah (27 x 2), Ketua–ketua Event Organisasi NU, tokoh-tokoh Pesantren dan
tokoh-tokoh masyarakat. Semua deklarator membubuhkan tandatangan dilengkapi
naskah deklarasi. Lalu diserahkan ke PBNU untuk mencari pemimpin partai ini.
Ketika masuk ke PBNU, dinyatakan bahwa yang menjadi
deklaratornya 5 orang saja, bukan 72 orang. Kelima orang itu yakni KH Munasir
Allahilham, KH Ilyas Ruchyat Tasikmalaya, KH Muchid Muzadi Jember dan KH. A.
Mustofa Bisri Rembang dan ditambah KH Abddurahman Wahid sebagai ketua umum
PBNU. Nama 72 deklarator dari Tim Lajnah itu dihapus oleh semua oleh PBNU.
Dalam menyikapi usulan yang masuk dari masyarakat Nahdliyin,
PBNU menanggapinya secara hati-hati. Hal ini didasarkan pada adanya kenyataan
bahwa hasil Muktamar NU ke-27 di Situbondo yang menetapkan bahwa secara
organisatoris NU tidak terkait dengan partai politik manapun dan tidak
melakukan kegiatan politik praktis. Namun demikian, sikap yang ditunjukan PBNU
belum memuaskan keinginan warga NU. Banyak pihak dan kalangan NU dengan tidak
sabar bahkan langsung menyatakan berdirinya parpol untuk mewadahi aspirasi
politik warga NU setempat. Di antara mereka bahkan ada yang sudah
mendeklarasikan parpol yakni Partai Bintang Sembilan di Purwokerto dan Partai
Kebangkitan Umat (Perkanu) di Cirebon.
Akhirnya, PBNU mengadakan Rapat Harian Syuriyah dan
Tanfidziyah PBNU tanggal 3 Juni 1998 yang menghasilkan keputusan untuk
membentuk Tim Lima yang diberi tugas untuk menampung aspirasi warga NU. Tim
Lima diketuai oleh KH Ma'ruf Amin (Rais Suriyah/Koordinator Harian PBNU),
dengan anggota, KH M Dawam Anwar (Katib Aam PBNU), Prof Dr KH Said Aqil Siradj,
M.A. (Wakil Katib Aam PBNU), H M. Rozy Munir,S.E., M.Sc. (Ketua PBNU), dan
Ahmad Bagdja (Sekretaris Jenderal PBNU). Untuk mengatasi hambatan organisatoris,
Tim Lima itu dibekali Surat Keputusan PBNU.
Selanjutnya, untuk memperkuat posisi dan kemampuan kerja Tim
Lima seiring semakin derasnya usulan warga NU untuk mendirikan partai politik,
maka pada Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah PBNU tanggal 20 Juni 1998
memberi Surat Tugas kepada Tim Lima, selain itu juga dibentuk Tim Asistensi NU
yang diketuai oleh Arifin Djunaedi (Wakil Sekjen PBNU) dengan anggota H
Muhyiddin Arubusman, H.M. Fachri Thaha Ma'ruf, Lc., Drs. H Abdul Aziz, M.A.,
Drs. H Andi Muarli Sunrawa, H.M. Nasihin Hasan, H Lukman Saifuddin, Drs. Amin
Said Husni dan Muhaimin Iskandar. Tim Asistensi NU bertugas membantu Tim NU
dalam mengiventarisasi dan merangkum usulan pembetukan parpol.
Pada tanggal 22 Juni 1998 Tim Lima dan Tim Asistensi mengadakan
rapat untuk mendefinisikan dan mengelaborasikan tugas-tugasnya. Tanggal 26 - 28
Juni 1998 Tim Lima dan Tim Asistensi mengadakan konsinyering di Villa La Citra
Cipanas untuk membahas usulan pendirian PKB dari para Kiai yang telah berkumpul
di Rembang yang di dalam usulannya telah menyerahkan berkas-berkas Platform
Partai, AD/ART, Tanda Gambar Partai. Pertemuan ini menghasilkan lima rancangan
yaitu: Pokok-pokok Pikiran NU Mengenai Reformasi Politik, Mabda' Siyasiy, Hubungan Partai Politik dengan NU, AD/ART, Naskah Deklarasi.
Partai ini pertama mengikuti pemilu pada tahun 1999 dan pada
tahun 2004 mengikutinya lagi. Partai yang berbasis kaum NU ini sempat
mengajukan Gus Dur sebagai presiden yang menjabat dari tahun 1999 sampai
pertengahan 2001. Pada tahun 2004, partai ini memperoleh hasil suara 10,57%
(11.989.564) dan mendapatkan kursi sebanyak 52 di DPR. Partai Kebangkitan
Bangsa mendapat 27 kursi (4,82%) di DPR hasil Pemilihan Umum Anggota DPR 2009,
setelah mendapat sebanyak 5.146.122 suara (4,9%). Ini berarti penurunan besar
(50% kursi) dari hasil perolehan pada tahun 2004.
Partai Keadilan
Sejahtera
Partai Keadilan Sejahtera sebelumnya bernama Partai Keadilan (PK), adalah sebuah
partai politik berbasis Islam di Indonesia.
Asal-usul PKS dapat ditelusuri dari gerakan dakwah kampus
yang menyebar di universitas-universitas Indonesia pada 1980-an. Gerakan ini
dapat dikatakan dipelopori oleh Muhammad Natsir, mantan Perdana Menteri
Indonesia dari Masyumi (dibubarkan pada 1960) yang mendirikan Dewan Dakwah
Islamiyah Indonesia (DDII) pada 1967. Lembaga ini awalnya fokus kepada usaha
mencegah kegiatan misionari Kristen di Indonesia. Peran DDII yang paling
krusial adalah kelahiran Lembaga Mujahid Dakwah yang berafiliasi dengan DDII,
dipimpin Imaduddin Abdulrahim yang aktif melakukan pelatihan keagamaan di
Masjid Salman, Institut Teknologi Bandung.
Pada 1985, rezim Orde Baru mewajibkan seluruh organisasi
massa menjadikan Pancasila sebagai asasnya. Ini membuat sejumlah tokoh Islamis
berang dan menyebut rezim Soeharto telah memperlakukan politik Islam sebagai
kutjing kurap.[2] Pada saat yang sama, Jamaah Tarbiyah meraih momentumnya di
kalangan mahasiswa lantai masjid kampus, sebutan untuk para aktivis Muslim di
masjid-masjid kampus.[3] Pada tahun 1993, Mustafa Kamal, seorang kader Jamaah Tarbiyah,
memenangi pemilihan mahasiswa untuk Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
Universitas Indonesia, kader Jamaah pertama yang memegang kekuasaan di level
universitas. Setahun kemudian, Zulkieflimansyah, juga kader Jamaah Tarbiyah,
menjadi Ketua Senat Mahasiswa di universitas yang sama.
Para anggota Jamaah Tarbiyah kemudian mendirikan Lembaga
Dakwah Kampus, yang kemudian menjadi unit-unit kegiatan mahasiswa yang resmi di
berbagai kampus sekuler di Indonesia, seperti di Universitas Indonesia,
terutama oleh para aktivis Forum Studi Islam.
Saat itu, kata usrah yang sering dipakai untuk menyebut
kelompok-kelompok kecil pengajian di LDK mulai diasosiasikan dengan kelompok
Islam radikal seperti Darul Islam, yang menggunakan sistem sel ala Ikhwanul
Muslimin untuk merekrut kader.
Meskipun adanya berbagai faksi dan kubu di dalam tubuh LDK,
semuanya sepakat membentuk Forum Silaturahmi Lembaga Dakwah Kampus (FSLDK) pada
1986. Pertemuan tahunan ke-10 FSLDK di Malang pada 1998 dimanfaatkan untuk
deklarasi Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI).
KAMMI muncul sebagai salah satu organisasi yang paling vokal
menyuarakan tuntutan reformasi melawan Soeharto, dipimpin oleh Fahri Hamzah.
Sejurus setelah mundurnya Soeharto pada 21 Mei 1998, para tokoh KAMMI telah
mempertimbangkan berdirinya sebuah partai Islam. Partai tersebut kemudian
diberi nama Partai Keadilan (disingkat PK). Kendati tokoh elit KAMMI memiliki
kontribusi dalam pembentukan PK, KAMMI dan PK secara tegas menyatakan bahwa tidak
memiliki hubungan.
Partai Keadilan dideklarasikan di Masjid Al-Azhar, Kebayoran
Baru, Jakarta, pada 20 Juli 1998, dan mengangkat Nurmahmudi Isma'il sebagai
presiden pertamanya. Di pemilihan umum legislatif Indonesia 1999, PK mendapat
1,436,565 suara, sekitar 1,36% dari total perolehan suara nasional dan mendapat
tujuh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat. Meskipun demikian, PK gagal memenuhi
ambang batas parlemen sebesar dua persen, sehingga memaksa partai ini melakukan
stembus accord dengan delapan partai politik berbasis Islam lainnya pada Mei 1999.
Nurmahmudi kemudian, ditawarkan jabatan Menteri Kehutanan di
Kabinet Persatuan Nasional bentukan presiden Abdurrahman Wahid pada Oktober
1999. Ia menyetujui tawaran tersebut dan menyerahkan jabatan presiden partai
kepada Hidayat Nur Wahid, seorang doktor lulusan Universitas Islam Madinah,
sejak 21 Mei 2000.
Karena kegagalan PK memenuhi ambang batas parlemen di
pemilihan umum selanjutnya, menurut regulasi pemerintah, mereka harus mengganti
nama. Pada 2 Juli 2003, Partai Keadilan Sejahtera menyelesaikan seluruh proses
verifikasi Departemen Hukum dan HAM di tingkat Dewan Pimpinan Wilayah
(setingkat provinsi) dan Dewan Pimpinan Daerah (setingkat kabupaten dan kota).
Sehari kemudian, PK bergabung dengan PKS dan dengan penggabungan ini, seluruh
hak milik PK menjadi milik PKS, termasuk anggota dewan dan para kadernya.
Dengan penggabungan ini maka Partai Keadilan resmi berubah nama menjadi Partai
Keadilan Sejahtera.
Dengan bergantinya PK menjadi PKS, partai ini kembali
bertanding di pemilihan umum legislatif Indonesia 2004. PKS meraih total
8,325,020 suara, sekitar 7.34% dari total perolehan suara nasional. PKS berhak
mendudukkan 45 wakilnya di DPR dan menduduki peringkat keenam partai dengan
suara terbanyak, setelah Partai Demokrat. Presiden partai, Hidayat Nur Wahid,
terpilih sebagai ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan 326 suara,
mengalahkan Sutjipto dari PDIP dengan 324 suara. Hidayat menyerahkan jabatan presiden
kepada Tifatul Sembiring, juga seorang mantan aktivis kampus dan pendiri PKS.
PKS, lewat bidang Kepanduan dan Olahraga yang berada sejajar
dengan bidangt teritorial dan badan-badan lainnya di bawah presiden, telah
mengembangkan berbagai organisasi kepanduan yang berfungsi sebagai "sayap
partai" yang berafiliasi secara formal dengan partai, seperti Garda
Keadilan, organisasi pemuda Gema Keadilan, Kesatuan Aksi Pelajar Muslim
Indonesia (KAPMI), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Yayasan
Pemuda dan Pelajar Asia Pasifik (YPPAP), serta Gugus Tugas Dakwah Sekolah
(GTDS).
Bidang Kebijakan Publik mengurusi teritorial politik dan
berhubungan dengan kelompok pemikir yang berafiliasi formal atau tidak formal
dengan PKS, antara lain Serikat Pekerja Keadilan (SPK) Perhimpunan Petani Nelayan
Sejahtera Indonesia (PPNSI), Central for Indonesian Reform (CIR), Pusat
Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia (PAHAM), Institute for Economics Studies
(INFES), Institute of Students and Youth for Democracy (INSYD) dan Yayasan
Pengembangan Sumber Daya Pemuda (CYFIS).
PKS menggunakan modus operandi Jamaah Tarbiyah untuk
memperbesar peluang mendapatkan kader baru. PKS memakai dua strategi dalam
merekrut kader. Yang pertama adalah pola rekrutmen individual (al-da'wah al-fardhiyyah),
atau bentuk pendekatan orang per orang, meliputi komunikasi personal secara
langsung. Calon kader yang akan direkrut diajak berpartisipasi dalam
forum-forum pembinaan rohani yang diorganisir PKS seperti usrah (keluarga),
halaqah (kelompok studi), liqa (pertemuan mingguan), rihlah (rekreasi),
mukhayyam (perkemahan), daurah (pelatihan intelektual) dan nadwah (seminar).
Sistem yang digunakan PKS ini mirip dengan sistem rekrutmen gerakan Islamis di
Mesir. Yang kedua adalah pola rekrutmen institusional (al-da'wah al'amma). PKS
berafiliasi dengan berbagai organisasi sayap yang berstatus formal atau tidak
formal, sehingga partai dapat memanfaatkan institusi-institusi ini untuk meraup
kader potensial.
PKS mewajibkan kadernya terlibat aktif dalam pelatihan
hierarkis yang disebut marhalah. Pelatihan ini mencakup proses pembelajaran
(ta'lim), pelatihan keorganisasian (tandzim), pembinaan karakter (taqwin) dan
evaluasi (taqwim).
Dalam sumpahnya sebagai anggota PKS, kader harus mengucapkan
baiat secara lengkap dengan membaca dua kalimat syahadat. Dengan demikian,
sistem sumpah ini tidak memungkinkan non-Muslim menjadi kader PKS. Namun sesuai
hasil Munas 2010 di Jakarta, PKS membedakan antara kader dan anggota. Kader
adalah anggota yang terikat oleh sistem kaderisasi, sehingga sudah pasti
seorang Muslim. Sementara anggota adalah siapa saja yang terikat kepada
organisasi dan bersifat lebih umum dan terbuka.
Kader PKS di seluruh dunia tercatat sebanyak 7,000 orang dan
22 Pusat Informasi dan Pelayanan (PIP) yang tersebar di 22 negara. Jumlah ini
merupakan jumlah kader partai politik Indonesia terbesar yang berada di luar
negeri. Banyaknya jumlah kader di luar Indonesia ini dimanfaatkan partai untuk
menayasar satu kursi DPR.
PK dan PKS telah lama dikaitkan dengan Ikhwanul Muslimin
yang berbasis di Mesir, disebabkan beberapa pendirinya bersekolah di
sekolah-sekolah Ikhwan. Beberapa indikasi yang terlihat adalah saat Mardani Ali
Sera, juru bicara PKS, membenarkan bahwa beberapa karya pendiri Ikhwan, Hasan
al-Banna, menjadi bacaan dan juga rujukan dalam proses pengkaderan partai. PKS
juga diklaim ikut serta dalam Revolusi Mesir 2011, meskipun kabar tersebut
kemudian dibantah dan menegaskan bahwa para kader partai (yang diberitakan
sebanyak 600 orang, sebagian besar berstatus mahasiswa) di Mesir hanya berperan
menyalurkan logistik kepada warga negara Indonesia yang terjebak di Mesir.
Namun, PKS menyatakan "berduka" atas penggulingan presiden Mesir dari
Ikhwanul Muslimin, Muhammad Mursi pada Juli 2013, sekaligus menyerukan kepada
pemerintah Indonesia untuk menekan militer Mesir.
Keterkaitan PKS dan Ikhwanul Muslimin juga dibenarkan oleh
Yusuf al-Qaradawi, salah satu tokoh Ikhwan yang berpengaruh, dan juga oleh
pendiri PK, Yusuf Supendi, yang mengakui bahwa 90% pendanaan PK untuk pemilihan
umum pada 1999 didanai oleh partai-partai seideologi di Timur Tengah. Namun,
Ketua Dewan Syariah PKS, Surahman Hidayat, menegaskan bahwa mereka hanya
mempunyai "hubungan cita-cita" dengan Ikhwanul Muslimin dan menolak
klaim bahwa PKS adalah perwujudan lain dari organisasi tersebut. Surahman
justru menyatakan bahwa PKS secara substantif adalah pelanjut perjuangan
Masyumi.
PKS juga disebut mempunyai kemiripan dengan Partai Keadilan
dan Pembangunan pimpinan Abdullah Gül yang berkuasa di Turki. Surahman Hidayat
juga membenarkan bahwa mereka juga sering mengunjungi kader AKP di Turki
"untuk perbandingan". Kedekatan ini juga diperkuat dengan banyaknya
seminar dan silaturahim antara PKS dan AKP, salah satunya seperti saat para
petinggi AKP berkunjung ke Jakarta pada Februari 2012. PKS juga menggelar
pertemuan kader sedunia di Istanbul pada April 2013. Meskipun presiden Anis
Matta menyatakan bahwa pemilihan Istanbul adalah karena posisi strategik kota
tersebut di tengah-tengah Asia, Eropa dan Afrika, Anis juga menjadwalkan
pertemuan dengan petinggi AKP dan mengharapkan agar kader-kader dapat belajar
dari kesuksesan AKP di Turki.
PKS dikenal sebagai salah satu partai yang paling vokal
memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Beberapa aksi PKS untuk kemerdekaan
Palestina antara lain dengan menempuh jalur demonstrasi, seperti yang dilakukan
pada Maret 2010 di kompleks Monas. Tak jarang pula PKS mengecam negara yang
tidak mendukung upaya kemerdekaan Palestina, seperti pada November 2012, saat
Amerika Serikat tidak menyetujui masuknya Palestina sebagai negara pemantau di
forum Perserikatan Bangsa-Bangsa. Demonstrasi PKS dikenal dengan mengorganisir
puluhan ribu kader dan tak jarang pula umat non-Muslim ikut di dalamnya,
seperti politisi PDI Perjuangan, Sabam Sirait, yang ikut berdemonstrasi bersama
massa PKS pada Maret 2010. Selain itu, PKS juga memanfaatkan massa kadernya
yang besar untuk menggalang dana dalam jumlah yang besar, dan seringkali
sumbangan tersebut disampaikan langsung lewat utusan khusus PKS ke Palestina,
seperti saat penggalangan dana serentak seluruh DPW PKS di Indonesia pada bulan
November 2012.
Pada tahun 2010, muncul sebuah situs blog bernama PKSWatch
yang mengkritik kebijakan-kebijakan PKS dan menuai reaksi keras dari simpatisan
PKS, yang kemudian mendorong terbentuknya blog PKSWatch Watch. Situs ini
bukanlah situs resmi PKS. Namun belakangan situs ini tidak kembali muncul ke
publik karena merasa adanya perbedaan pandangan dengan PKS.
Forum Kader Peduli, berdiri pada September 2008 dan berpusat
di Masjid Al Hikmah Mampang Prapatan, tempat PKS pertama kali dideklarasikan.
Tokoh penting yang jadi pentolan di forum ini antara lain Yusuf Supendi, salah
satu deklarator Partai Keadilan. Namun di balik Yusuf, ada lagi tokoh yang
lebih berpengaruh yakni Syamsul Balda, mantan wakil presiden Partai Keadilan.
Forum ini ditujukan untuk "membeberkan" "borok" para
petinggi PKS saat itu.
Pada 16 Mei 2009, sebuah buku bertajuk Ilusi Negara Islam:
Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia diterbitkan oleh The Wahid
Institute, Gerakan Bhinneka Tunggal Ika, Maarif Institute, dan Libforall
Foundation. Peluncuran buku ini dihadiri oleh mantan presiden, Abdurrahman
Wahid, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Ahmad Syafii Maarif dan tokoh
Nahdlatul Ulama, Mustofa Bisri.
Buku ini menuai kontroversi baik di dalam maupun luar negeri
karena melukiskan PKS dan Hizbut Tahrir Indonesiasebagal kelompok garis keras
Islam transnasional. Dalam buku ini, PKS dilukiskan melakukan infiltrasi ke
sekolah dan perguruan tinggi negeri dan berbagai institusi yang mencakup
pemerintahan dan organisasi kemasyarakatan Islam, antara lain Nahdlatul Ulama
dan Muhammadiyah. Buku ini diklaim telah melanggar kode etik penelitian dan
beberapa informasi yang sulit dipercaya, seperti dicantumkannya Gus Dur sebagai
editor, padahal saat itu beliau sedang mengalami gangguan penglihatan, sampai
gugatan tiga orang dosen IAIN Sunan Kalijaga karena merasa namanya dicatut
sebagai tim peneliti.
PKS menggelar musyawarah kerja nasional 2008 mereka di Hotel
Inna Grand Beach, Sanur, Denpasar, Bali, pada 1 Februari 2008. Sebagian elite
partai mendeklarasikan PKS sebagai partai terbuka, yang berarti PKS akan
menerima calon non-Muslim bertanding atas tiket partai tersebut. Namun,
pernyataan tersebut memicu konflik internal antara kalangan petinggi partai.
Ketua Dewan Syariah Pusat, Surahman Hidayat menyatakan mendukung langkah
tersebut.
Keputusan ini ditentang habis-habisan oleh salah satu
pendiri PK, Yusuf Supendi. Ia menuding Ketua Majelis Syura, Hilmi Aminuddin,
dan sekretaris jenderal saat itu, Anis Matta (kini presiden) sebagai kalangan
yang menginginkan PKS sebagai sebuah partai terbuka.
Dalam Mukernas ke-2 di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, pada 16
Juni 2010, dibahas pula kemungkinan non-Muslim duduk di kepengurusan partai.
Namun, sampai saat ini masih belum ada realisasi dari kemungkinan tersebut,
selain adanya beberapa calon legislatif non-Muslim yang bertanding menggunakan
tiket PKS untuk pemilihan umum legislatif Indonesia 2014 di daerah pemilihan
Indonesia Timur, seperti Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Barat, Papua, dan Papua Barat.
Pada 30 Januari 2013, presiden PKS dan anggota DPR, Luthfi
Hasan Ishaaq ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka kasus impor daging sapi
di Kementerian Pertanian, di mana menterinya, Suswono, merupakan kader PKS.
Kasus ini turut menyeret Ahmad Fathanah, seorang teman dekat Luthfi yang
awalnya diduga juga seorang kader PKS, tetapi kemudian segera dibantah oleh
Anis Matta, saat itu sekretaris jenderal dan kemudian naik ke posisi presiden
partai. Bantahan ini diulangi lagi oleh Fathanah sendiri di hadapan pengadilan.
Luthfi menjadi politikus PKS pertama yang menjadi tersangka KPK.
Pada April 2013, Yenny Wahid, putri mantan presiden
Abdurrahman Wahid, melarang kader partainya, Partai Kedaulatan Bangsa Indonesia
Baru, yang gagal lolos verifikasi KPU untuk pemilihan umum 2014, untuk bergabung
dengan PKS atau PKB. Yenny menyatakan bahwa PKBIB mengusung visi ahlus sunnah
wal jamaah, dan menyatakan bahwa kadernya tidak boleh bergabung ke partai yang
tidak mengusung ideologi tersebut. Menanggapi pernyataan tersebut, presiden
Anis Matta juga menyatakan PKS mengusung ideologi ahlus sunnah, dan ketua
fraksi PKS di DPR, Hidayat Nur Wahid memprotes pernyataan tersebut.
PKS sering pula dikaitkan dengan isu penganut aliran Wahabi,
sebuah gerakan pembaharuan Islam. Isu ini dibantah langsung oleh presiden Anis
Matta, yang mengklaim bahwa PKS tidak menganut aliran tertentu dan membuka
pintu keanggotaan selebar-lebarnya bagi anggota-anggota ormas Islam lain.
Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) adalah sebuah
partai politik di Indonesia. Lahirnya PDI-P dapat dikaitkan dengan peristiwa 27
Juli 1996. Hasil dari peristiwa ini adalah tampilnya Megawati Soekarnoputri di
kancah perpolitikan nasional. Walaupun sebelum peristiwa ini Megawati tercatat
sebagai Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia dan anggota Komisi I DPR, namun
setelah peristiwa inilah, namanya dikenal diseluruh Indonesia.
Setelah dibukanya kehidupan kepartaian politik oleh Presiden
Habibie, untuk menyongsong Pemilu 1999, PDI-P didirikan. Dalam Pemilu ini,
PDI-P memperoleh peringkat pertama untuk suara DPR dengan memperoleh 151 kursi.
Walaupun demikian, PDI-P gagal membawa Megawati ke kursi kepresidenan, karena
kalah voting dalam Sidang Umum MPR 1999 dari Abdurrahman Wahid, dan oleh
karenanya Megawati menduduki kursi wakil presiden. Setelah Abdurrahman Wahid
turun dari jabatan presiden pada tahun 2001, PDI-P berhasil menempatkan
Megawati ke kursi presiden.
Dalam Pemilu Legislatif 2004, perolehan suara PDI-P turun ke
peringkat kedua, dengan 109 kursi. Untuk Pemilu Presiden 2004, PDI-P kembali
mencalonkan Megawati sebagai calon presiden, berpasangan dengan KH Hasyim
Muzadi sebagai calon wakil presiden.
Pada 28 Maret 2005, Kongres II PDI-P dibuka di Sanur, Bali,
di tengah aksi sekelompok kader yang meminta reformasi di dalam tubuh PDI-P dan
terkumpul dalam "Gerakan Pembaruan PDI-P". Kongres ditutup pada 31
Maret, dua hari lebih cepat dari yang direncanakan, dengan terpilihnya kembali
Megawati Soekarnoputri secara aklamasi oleh sekitar 1.000 utusan PDI Perjuangan
dari seluruh Indonesia sebagai Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan
periode 2005-2010 beserta sejumlah pengurus lainnya. Sadar akan tuntutan proses
regenerasi kepemimpinan dalam tubuh Partai, Megawati menunjuk Pramono Anung
Wibowo, seorang politisi muda, sebagai Sekretaris Jenderal. Sedangkan Guruh
Sukarnoputra, adik Megawati, yang sebelumnya ikut dalam bursa calon Ketua Umum,
terpilih sebagai Ketua Bidang Pendidikan dan Kebudayaan.
PDI-P mendapat 95 kursi (16,96%) di DPR hasil Pemilihan Umum
Anggota DPR 2009, setelah mendapat 14.600.091 suara (14,0%). Dengan hasil ini,
PDI-P menempati posisi ketiga dalam perolehan suara serta kursi di DPR.
Berikut merupakan daftar susunan pengurs PDI Perjuangan
untuk masa kerja 2010-2015 berdasarkan Kongres III PDI Perjuangan di Hotel Inna
Grand Bali Beach, Bali, April 2010.
Ketua Umum: Megawati Soekarnoputri
Ketua Dewan Pimpinan Pusat: Puan Maharani
Bidang Kehormatan Partai: Sidharto Danusubroto
Bidang Politik dan Hubungan Antarlembaga Negara: Puan
Maharani
Bidang Keanggotan Kaderisasi dan Rekrutmen: Idham Samawi
Bidang Organisasi: Djarot Syaiful Hidayat
Bidang Bidang Informasi dan Komunikasi: Rano Karno
Bidang Sumber Daya dan Dana: Effendi Simbolon
Bidang Pertanian Perikanan dan Kelautan: Mindo Sianipar
Bidang Kesehatan dan Tenaga Kerja: Ribka Tjiptaning
Bidang Pendidikan Keagamaan, dan Kebudayaan: Hamka Haq
Bidang Industri Perdagangan: Nusyirwan Sujono
Bidang Perempuan dan Anak: Wiryanti Sukamdani
Bidang Pemuda dan Olahraga: Maruarar Sirait
Bidang Infrastruktur dan Perumahan: I Made Urip
Bidang Energi dan Pertambangan dan Lingkungan Hidup: Bambang
Mulyanto
Bidang Kehutanan dan Perkebunan: Muhammad Prakosa
Bidang Keuangan dan Perbankan: Emir Moeis
Bidang Hukum HAM dan Perundang-undangan: Trimedya Panjaitan
Bidang Pertahanan dan Keamanan dan Hubungan Internasional:
Andreas Pareira
Bidang Pemerintahan dan Otonomi Daerah: Komaruddin Watubun
Sekretaris Jenderal: Tjahjo Kumolo
Wakil Bidang Internal: Eriko Sotarduga
Wakil Bidang Program: Ahmad Basarah
Wakil Bidang Kesekretariatan: Hasto Kristianto
Bendahara
Umum: Olly Dondokambey
Wakil Bidang internal: Rudianto Tjen
Wakil Bidang Program: Juliari Pieter Batubara
Partai Golongan Karya
Partai Golongan Karya (Partai Golkar), sebelumnya bernama
Golongan Karya (Golkar) dan Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar),
adalah sebuah partai politik di Indonesia. Partai GOLKAR bermula dengan
berdirinya Sekber GOLKAR pada masa-masa akhir pemerintahan Presiden Soekarno,
tepatnya 1964 oleh Angkatan Darat untuk menandingi pengaruh Partai Komunis
Indonesia dalam kehidupan politik. Dalam perkembangannya, Sekber GOLKAR berubah
wujud menjadi Golongan Karya yang menjadi salah satu organisasi peserta Pemilu.
Dalam Pemilu 1971 (Pemilu pertama dalam pemerintahan Orde
Baru Presiden Soeharto), salah satu pesertanya adalah Golongan Karya dan mereka
tampil sebagai pemenang. Kemenangan ini diulangi pada Pemilu-Pemilu
pemerintahan Orde Baru lainnya, yaitu Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
Kejadian ini dapat dimungkinkan, karena pemerintahan Soeharto membuat
kebijakan-kebijakan yang sangat mendukung kemenangan GOLKAR, seperti peraturan
monoloyalitas PNS, dan sebagainya.
Setelah pemerintahan Soeharto selesai dan reformasi
bergulir, GOLKAR berubah wujud menjadi Partai GOLKAR, dan untuk pertama kalinya
mengikuti Pemilu tanpa ada bantuan kebijakan-kebijakan yang berarti seperti
sebelumnya pada masa pemerintahan Soeharto. Pada Pemilu 1999 yang
diselenggarakan Presiden Habibie, perolehan suara Partai GOLKAR turun menjadi
peringkat kedua setelah PDI-P.
Ketidakpuasan terhadap pemerintahan Megawati Soekarnoputri
menjadi salah satu sebab para pemilih di Pemilu legislatif 2004 untuk kembali
memilih Partai GOLKAR, selain partai-partai lainnya seperti Partai Demokrat,
Partai Kebangkitan Bangsa, dan lain-lain. Partai GOLKAR menjadi pemenang
Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif pada tahun 2004 dengan meraih 24.480.757
suara atau 21,58% dari keseluruhan suara sah.
Kemenangan tersebut merupakan prestasi tersendiri bagi
Partai GOLKAR karena pada Pemilu Legislatif 1999, Partai Demokrasi Indonesia
(PDI) Perjuangan mendominasi perolehan suara. Dalam Pemilu 1999, Partai GOLKAR
menduduki peringkat kedua dengan perolehan 23.741.758 suara atau 22,44% dari
suara sah. Sekilas Partai GOLKAR mendapat peningkatan 738.999 suara, tapi dari
prosentase turun sebanyak 0,86%.
Saat ini, Partai Golkar dipimpin oleh Ketua Umum Aburizal
Bakrie. Sebelumnya jabatan ini dipegang oleh Muhammad Jusuf Kalla, Wakil
Presiden Indonesia 2004–2009.
Golkar pada pemilu 1999 memperoleh suara 22% suara. Ini
merupakan kemerosotan yang jauh sekali dari pada pemilu-pemilu sebelumnya.
Dalam pemilu 1997 Golkar (belum menjadi partai) memperoleh suara sebanyak
70,2%, sedangkan dalam pemilu-pemilu sebelumnya juga sekitar 60 sampai 70%.
Contohnya, dalam pemilu tahun 1987 Golkar dapat menguasai secara mutlak 299
kursi dalam DPR. Selama Orde Baru, DPR betul-betul dikuasai Golkar dan militer.
Partai Golkar mendapat 107 kursi (19,2%) di DPR hasil
Pemilihan Umum Anggota DPR 2009, setelah mendapat sebanyak 15.037.757 suara
(14,5%). Perolehan suara dan kursi PG menempatkannya pada posisi kedua dalam
Pemilu ini.
Pada tahun 1964 untuk menghadapi kekuatan PKI (dan Bung
Karno), golongan militer, khususnya perwira Angkatan Darat ( seperti Letkol
Suhardiman dari SOKSI) menghimpun berpuluh-puluh organisasi pemuda, wanita,
sarjana, buruh, tani, dan nelayan dalam Sekretariat Bersama Golongan Karya
(Sekber Golkar).
Sekber Golkar didirikan pada tanggal 20 Oktober 1964. Sekber
Golkar ini lahir karena rongrongan dari PKI beserta ormasnya dalam kehidupan
politik baik di dalam maupun di luar Front Nasional yang makin meningkat.
Sekber Golkar ini merupakan wadah dari golongan fungsional/golongan karya murni
yang tidak berada dibawah pengaruh politik tertentu. Jumlah anggota Sekber
Golkar ini bertambah dengan pesat, karena golongan fungsional lain yang menjadi
anggota Sekber Golkar dalam Front Nasional menyadari bahwa perjuangan dari
organisasi fungsional Sekber Golkar adalah untuk menegakkan Pancasila dan UUD
1945. Semula anggotanya berjumlah 61 organisasi yang kemudian berkembang hingga
mencapai 291 organisasi.
Dengan adanya pengakuan tentang kehadiran dan legalitas
golongan fungsional di MPRS dan Front Nasional maka atas dorongan TNI dibentuklah
Sekretariat Bersama Golongan Karya, disingkat Sekber GOLKAR, pada tanggal 20
Oktober 1964. Terpilih sebagai Ketua Pertama, Brigadir Jenderal (Brigjen)
Djuhartono sebelum digantikan Mayor Jenderal (Mayjen) Suprapto Sukowati lewat
Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) I, Desember 1965.
Pada awal pertumbuhannya, Sekber GOLKAR beranggotakan 61
organisasi fungsional yang kemudian berkembang menjadi 291 organisasi
fungsional. Ini terjadi karena adanya kesamaan visi di antara masing-masing
anggota. Organisasi-organisasi yang terhimpun ke dalam Sekber GOLKAR ini
kemudian dikelompokkan berdasarkan kekaryaannya ke dalam 7 (tujuh) Kelompok
Induk Organisasi (KINO), yaitu: Koperasi Serbaguna Gotong Royong (KOSGORO), Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI), Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR), Organisasi Profesi, Ormas Pertahanan Keamanan (HANKAM), Gerakan Karya Rakyat Indonesia (GAKARI), Gerakan Pembangunan.
Untuk menghadapi Pemilu 1971, 7 KINO yang merupakan kekuatan
inti dari Sekber GOLKAR tersebut, mengeluarkan keputusan bersama pada tanggal 4
Februari 1970 untuk ikut menjadi peserta Pemilu melalui satu nama dan tanda
gambar yaitu Golongan Karya (GOLKAR). Logo dan nama ini, sejak Pemilu 1971,
tetap dipertahankan sampai sekarang.
Pada Pemilu 1971 ini, Sekber GOLKAR ikut serta menjadi salah
satu konsestan. Pihak parpol memandang remeh keikutsertaan GOLKAR sebagai
kontestan Pemilu. Mereka meragukan kemampuan komunikasi politik GOLKAR kepada
grassroot level. NU, PNI dan Parmusi yang mewakili kebesaran dan kejayaan masa
lampau sangat yakin keluar sebagai pemenang. Mereka tidak menyadari kalau
perpecahan dan kericuhan internal mereka telah membuat tokoh-tokohnya berpindah
ke GOLKAR.
Hasilnya di luar dugaan. GOLKAR sukses besar dan berhasil
menang dengan 34.348.673 suara atau 62,79 % dari total perolehan suara.
Perolehan suaranya pun cukup merata di seluruh propinsi, berbeda dengan parpol
yang berpegang kepada basis tradisional. NU hanya menang di Jawa Timur dan
Kalimantan Selatan, Partai Katholik di Nusa Tenggara Timur, PNI di Jawa Tengah,
Parmusi di Sumatera Barat dan Aceh. Sedangkan Murba tidak memperoleh suara
signifikan sehingga tidak memperoleh kursi DPR.
Kemudian, sesuai ketentuan dalam ketetapan MPRS mengenai
perlunya penataan kembali kehidupan politik Indonesia, pada tanggal 17 Juli
1971 Sekber GOLKAR mengubah dirinya menjadi GOLKAR. GOLKAR menyatakan diri
bukan parpol karena terminologi ini mengandung pengertian dan pengutamaan
politik dengan mengesampingkan pembangunan dan karya.
September 1973, GOLKAR menyelenggarakan Musyawarah Nasional
(Munas) I di Surabaya. Mayjen Amir Murtono terpilih sebagai Ketua Umum.
Konsolidasi GOLKAR pun mulai berjalan seiring dibentuknya wadah-wadah profesi,
seperti Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Himpunan Nelayan Seluruh
Indonesia (HNSI) dan Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI).
Setelah Peristiwa G30S maka Sekber Golkar, dengan dukungan
sepenuhnya dari Soeharto sebagai pimpinan militer, melancarkan aksi-aksinya
untuk melumpuhkan mula-mula kekuatan PKI, kemudian juga kekuatan Bung Karno.
Pada dasarnya Golkar dan TNI-AD merupakan tulang punggung
rezim militer Orde Baru. Semua politik Orde Baru diciptakan dan kemudian
dilaksanakan oleh pimpinan militer dan Golkar. Selama puluhan tahun Orde Baru
berkuasa, jabatan-jabatan dalam struktur eksekutif, legislatif dan yudikatif,
hampir semuanya diduduki oleh kader-kader Golkar.
Keluarga besar Golongan Karya sebagai jaringan konstituen,
dibina sejak awal Orde Baru melalui suatu pengaturan informal yaitu jalur A
untuk lingkungan militer, jalur B untuk lingkungan birokrasi dan jalur G untuk
lingkungan sipil di luar birokrasi. Pemuka ketiga jalur terebut melakukan
fungsi pengendalian terhadap Golkar lewat Dewan Pembina yang mempunyai peran
strategis.
Setelah Soeharto mengundurkan diri pada 1998, keberadaan
Golkar mulai ditentang oleh para aktivis dan mahasiswa.
Peraturan Monoloyalitas merupakan kebijakan pemerintahan
Orde Baru yang mewajibkan semua pegawai negeri sipil (PNS) untuk menyalurkan
aspirasi politiknya kepada Golongan Karya. Setelah Suharto mengundurkan diri
pada tanggal 21 Mei 1998, kebijakan ini dicabut. Sekarang pegawai negeri sipil
bebas menentukan wadah aspirasi politiknya.
Golkar mengklaim penurunan harga tiket pertandingan final
Piala AFF 2010 berkat jasa Golkar. Selain itu, pada deklarasi calon gubernur
Sulawesi Tenggara dari Partai Golkar, Nurdin Halid ketua umum PSSI sekaligus
kader Partai Golkar mengklaim 'sukses' Tim Nasional di kancah Piala AFF adalah
karya Partai Golkar.
Ketua Umum DPP Golkar
Djuhartono (1964-1969)
Suprapto Sukowati (1969–1973)
Amir Moertono (1973–1983)
Sudharmono (1983–1988)
Wahono (1988–1993)
Harmoko (1993–1998)
Akbar Tandjung (1998–2004)
Jusuf Kalla (2004–2009)
Aburizal Bakrie (2009–sekarang)
Partai Gerakan
Indonesia Raya
Partai Gerakan Indonesia Raya, atau Partai GERINDRA, adalah
sebuah partai politik di Indonesia yang diketuai oleh Prof. Dr. Ir Suhardi
M.Sc, seorang dosen Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Partai GERINDRA berdiri pada tanggal 6 Februari 2008. Dalam Pemilu 2009, partai
GERINDRA mendapatkan 26 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Partai Gerindra mengusung Prabowo Subianto selaku Ketua Dewan Pembina sebagai
calon presiden. Nama Gerindra sendiri diambil dari nama Perindra, yang merupaka
pemberian langsung dari presiden Soekarno. Namun, Prabowo Subianto tidak bisa
mendaftarkan nama tersebut, karena harus melalui persetujuan pengurus lama,
yang kebanyakan sudah meninggal dunia.
Berdasarkan dokumen Manifesto Partai GERINDRA, jati diri
Partai GERINDRA adalah Kebangsaan (nasionalisme). Partai GERINDRA adalah partai
yang berwawasan kebangsaan yang berpegang teguh pada karakter nasionalisme yang
kuat, tangguh, dan mandiri. Wawasan kebangsaan ini menjadi jiwa dalam
mewujudkan segala aspek kehidupan bernegara yang sejahtera, jaya dan sentosa. Kerakyatan. Partai GERINDRA adalah partai yang dibentuk
dari, oleh, dan untuk rakyat sebagai pemilik kedaulatan yang sah atas Republik
Indonesia. Keberpihakan pada kepentingan rakyat merupakan sebuah keniscayaan
dalam arti semua pihak yakin untuk mewujudkan secara optimal hak-hak seluruh
rakyat dalam segala aspek kehidupannya utamanya di bidang kehidupan politiknya
terlebih lagi kehidupan kegiatan ekonominya. Religius. Partai GERINDRA adalah partai yang memegang teguh
nilai‐nilai Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kebebasan menjalankan agama dan
kepercayaan masing‐ masing. Nilai‐nilai religius senantiasa menjadi landasan
bagi setiap jajaran pengurus, anggota, dan kader Partai Gerindra dalam bersikap
dan bertindak. Keadilan Sosial. Partai GERINDRA adalah partai yang mencita‐citakan
suatu tatanan masyarakat yang berkeadilan sosial, yakni masyarakat yang adil
secara ekonomi, politik, hukum, pendidikan, dan kesetaraan gender. Keadilan
sosial harus didasari atas persamaan hak, pemerataan, dan penghargaan terhadap
hak asasi manusia.
Sekjen Partai GERINDRA Ahmad Muzani bersama Wakil Ketua Umum
Partai GERINDRA Fadli Zon saat press conference penolakan Partai GERINDRA akan
rencana pembangunan gedung baru DPR pada awal tahun 2011. Penolakan pembangunan
gedung baru, pelarangan studi banding ke luar negeri dan inisiatif untuk
membentuk panja mafia anggaran adalah beberapa gerakan Partai GERINDRA di
gedung parlemen.
Partai GERINDRA menempati 26 kursi (4.64%) di DPR RI hasil
Pemilihan Umum Anggota DPR 2009, setelah meraih 4.646.406 suara (4,5%). Berikut
adalah daftar kader Partai GERINDRA di Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia (Adalah seorang figur dengan karakter cerdas, tegas).
Sayap Partai GERINDRA untuk pemuda, Tunas Indonesia Raya
kerap menyelenggarakan kegiatan yang menyasar pemilih muda, misalkan kompetisi
sepakbola U-15, dan diskusi politik untuk pemuda
Seperti partai politik lainnya, Partai GERINDRA memiliki
sayap-sayap untuk dapat mengakomodasi aspirasi dari berbagai kalangan
masyarakat. Misalkan, Tunas Indonesia Raya untuk pemuda, Perempuan Indonesia
Raya untuk perempuan, dan lain sebagainya. Berikut ini adalah daftar lengkap organisasi sayap Partai
Gerindra saat ini: Gerakan Rakyat Dukung Prabowo (Gardu Prabowo), Tunas Indonesia Raya (TIDAR), Perempuan Indonesia Raya (PIRA), Kristen Indonesia Raya (KIRA), Gerakan Muslim Indonesia Raya (GEMIRA), Sentral Gerakan Buruh Indonesia Raya (SEGARA), Persatuan Tionghoa Indonesia Raya (PETIR), Satuan Relawan Indonesia Raya (SATRIA), Kesehatan Indonesia Raya (KESIRA), Gerakan Masyarakat Sanathana Dharma Nusantara (GEMA SADHANA), Barisan Garuda Muda (BGM), GARUDA MUDA INDONESIA (GMI).
Berikut adalah susunan kepengurusan utama Dewan Pimpinan
Pusat (DPP) Partai GERINDRA :
H. Prabowo Subianto sebagai Ketua Dewan Pembina
Prof. Dr. Ir. Suhardi, M.Sc. sebagai Ketua Umum
Fadli Zon, S.S., M.Sc. sebagai Wakil Ketua Umum (Politik,
Hukum dan Keamanan)
Dr. Sumarjati Arjoso, sebagai Wakil Ketua Umum
(Kesejahteraan Rakyat)
Edhy Prabowo, MM, MBA, sebagai Wakil Ketua Umum (Keuangan
dan Pembangunan Nasional)
Murphy Hutagalung, MBA sebagai Wakil Ketua Umum (Ekonomi)
Widjono Hardjanto, sebagai Wakil Ketua Umum (Organisasi,
Kaderisasi, dan Keanggotaan)
H. Ahmad Muzani, S.Sos, sebagai Sekretaris Jendral
T.A. Muliatna Djiwandono, sebagai Bendahara Umum
Partai Demokrat
Partai Demokrat adalah sebuah partai politik Indonesia.
Partai ini didirikan pada 9 September 2001 dan disahkan pada 27 Agustus 2003.
Pendirian partai ini erat kaitannya dengan niat untuk membawa Susilo Bambang
Yudhoyono, yang kala itu menjadi Menteri Koordinator bidang Politik dan
Keamanan di bawah Presiden Megawati, menjadi presiden. Karena hal inilah,
Partai Demokrat terkait kuat dengan figur Yudhoyono.
Partai ini pertama kali mengikuti pemilihan umum pada tahun
2004 dan meraih suara sebanyak 7,45% (8.455.225) dari total suara dan
mendapatkan kursi sebanyak 57 di DPR. Dengan perolehan tersebut, Partai
Demokrat meraih peringkat ke 5 Pemilu Legislatif 2004. Menjelang Pemilu 2004,
popularitas partai ini cukup terdongkrak dengan naiknya popularitas Yudhoyono
waktu itu. Bersama PKS, partai ini menjadi the rising star pada pemilu kedua di
Era Reformasi itu. Popularitas partai ini terutama berada di kota-kota besar,
dan di wilayah eks-Karesidenan Madiun, tempat Yudhoyono berasal.
Dari hasil Pemilu 2009, Partai Demokrat menjadi Pemenang
Pemilu Legislatif 2009. Partai Demokrat memperoleh 150 kursi (26,4%) di DPR RI,
setelah mendapat 21.703.137 total suara (20,4%). Partai Demokrat meraih suara
terbanyak di banyak provinsi, hal yang pada pemilu sebelumnya tidak terjadi,
seperti di Aceh, DKI Jakarta, dan Jawa Barat.
Penetapan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin
sebagai tersangka korupsi pembangunan wisma Atlet di Palembang mengguncang
Partai Demokrat. M. Nazaruddin diburu interpol, kepolisian, dan KPK untuk
mempertanggunjawabkan perbuatannya menerima fee suap dari proyek SEA Games 2011
dan kini memberikan banyak keterangan yang melibatkan beberapa anggota partai.
Akibatnya, Andi Malarangeng mengundurkan diri sebagai Menteri Pemuda dan
Olahraga pada tanggal 7 Desember 2012 karena ditetapkan sebagai tersangka kasus
Hambalang, sementara Anas Urbaningrum mengundurkan diri sebagai Ketua Umum
Partai Demokrat setelah menandatangani pakta integritas pada 14 Februari 2013
yang menyatakan siap mundur jika ditetapkan sebagai tersangka korupsi, yang
kemudian diikuti penetapan sebagai tersangka oleh KPK pada tanggal 22 Februari
2013 untuk kasus gratifikasi mobil. Pada tanggal 23 Februari 2013, Anas mundur
sebagai ketua umum Partai Demokrat, sehingga menimbulkan kekosongan kursi ketua
umum. Namun, ia menjelaskan bahwa tanpa pakta integritas pun, ia punya
kesadaran untuk mundur.
Pada Kongres Luar Biasa Partai Demokrat yang diadakan di Bali
tanggal 30 Maret 2013, Susilo Bambang Yudhoyono ditetapkan sebagai ketua umum
Partai Demokrat, menggantikan Anas Urbaningrum. Susilo Bambang Yudhoyono juga
memilih Syarief Hasan sebagai Ketua Harian DPP Demokrat. Syarief Hasan di
Kabinet Indonesia Bersatu II juga menjabat sebagai Menteri Koperasi dan UKM.
Sementara, Marzuki Alie ditunjuk sebagai Wakil Ketua Majelis Tinggi yang
sebelumnya dijabat Anas Urbaningrum. Adapun Ketua Harian Dewan Pembina dijabat
oleh E.E. Mangindaan (Menteri Perhubungan).
Partai Amanat
Nasional
Partai Amanat Nasional (PAN) adalah sebuah partai politik di
Indonesia. Asas partai ini adalah "Akhlak Politik Berlandaskan Agama yang
Membawa Rahmat bagi Sekalian Alam" (AD Bab II, Pasal 3). PAN didirikan
pada tanggal 23 Agustus 1998 berdasarkan pengesahan Depkeh HAM No.
M-20.UM.06.08 tgl. 27 Agustus 2003. Ketua Umum saat ini adalah Hatta Rajasa.
Ketua Majelis Pertimbangan Partai dijabat oleh Amien Rais.
Kelahiran Partai Amanat Nasional (PAN) dibidani oleh Majelis
Amanat Rakyat (MARA), salah satu organ gerakan reformasi pada era pemerintahan
Soeharto, PPSK Muhamadiyah, dan Kelompok Tebet.
PAN dideklarasasikan di Jakarta pada 23 Agustus 1998 oleh 50
tokoh nasional, di antaranya mantan Ketua umum Muhammadiyah Prof. Dr. H. Amien
Rais, , Goenawan Mohammad, Abdillah Toha, Dr. Rizal Ramli, Dr. Albert Hasibuan,
Toety Heraty, Prof. Dr. Emil Salim, Drs. Faisal Basri, M.A., A.M. Fatwa,
Zoemrotin, Alvin Lie Ling Piao, dan lainnya.
Sebelumnya pada pertemuan tanggal 5–6 Agustus 1998 di Bogor,
mereka sepakat membentuk Partai Amanat Bangsa (PAB) yang kemudian berubah nama
menjadi Partai Amanat Nasional (PAN).
PAN bertujuan menjunjung tinggi dan menegakkan kedaulatan
rakyat, keadilan, kemajuan material, dan spiritual. Cita-cita partai berakar
pada moral agama, kemanusiaan, dan kemajemukan. Selebihnya PAN menganut prinsip
non-sektarian dan non-diskriminatif. Untuk terwujudnya Indonesia Baru, PAN
pernah melontarkan gagasan wacana dialog bentuk negara federasi sebagai jawaban
atas ancaman disintegrasi. Titik sentral dialog adalah keadilan dalam mengelola
sumber daya sehingga rakyat seluruh Indonesia dapat benar-benar merasakan
sebagai warga bangsa.
Pada Pemilu 2004, PAN mencalonkan pasangan Amien Rais dan
Siswono Yudo Husodo sebagai calon presiden dan wakil presiden untuk dipilih
secara langsung. Pasangan ini meraih hampir 15% suara nasional.
Pada 11 Desember 2011 Partai Amanat Nasional (PAN) dalam
Rapat Kerja Nasional PAN 2011 di Jakarta secara resmi mendukung Ketua Umum PAN
Hatta Rajasa sebagai bakal calon presiden dalam Pemilu 2014.
Tanggal 5–7 Juli 1998, dilaksanakan Tanwir Muhammadiyah di
Semarang yang dihadiri oleh seluruh jajaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah serta
utusan dari tingkat Wilayah(provinsi). Dalam sidang komisi, mayoritas peserta
menginginkan agar warga Muhammadiyah membangun partai yang baru. Namun dalam
keputusan resmi dinyatakan, bahwa Muhammadiyah tidak akan pernah berubah
menjadi parpol, juga tidak akan membidani lahirnya sebuah parpol. Tetapi warga
Muhammadiyah diberi keleluasaan untuk terlibat dalam parpol sesuai dengan minat
dan potensinya.
Tanggal 22 Juli 1998, Amien Rais menghadiri pertemuan MARA
di hotel Borobudur. Hadir dalam acara membahas situasi politik terahir ini,
antara lain: Goenawan Mohammad, Fikri Jufri, Dawan Raharjo, Ratna Sarumpaet,
Zumrotin, dan Ismet Hadad. Dari hasil diskusi dan evaluasi kinerja MARA,
Goenawan kemudian menyimpulkan bahwa disepakati perlunya MARA mempersiapkan
pembentukan partai, disamping fungsinya semula sebagai gerakan moral. Tim kecil
yang diharapkan akan membidani lahirnya sebuah parpol kemudian dibentuk.
Partai Persatuan
Pembangunan
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) adalah sebuah partai
politik di Indonesia. Pada saat pendeklarasiannya pada tanggal 5 Januari 1973
partai ini merupakan hasil gabungan dari empat partai keagamaan yaitu Partai
Nahdlatul Ulama (NU), Partai Serikat Islam Indonesia (PSII), Perti dan Parmusi.
Ketua sementara saat itu adalah H.M.S Mintaredja SH. Penggabungan keempat
partai keagamaan tersebut bertujuan untuk penyederhanaan sistem kepartaian di
Indonesia dalam menghadapi Pemilihan Umum pertama pada masa Orde Baru tahun
1973.
Jabatan ketua umum pada awalnya berbentuk presidium yang
terdiri dari KH Idham Chalid sebagai Presiden Partai serta Mintaredja, Thayeb
Gobel, Rusli Halil, dan Masykur sebagai wakil presiden partai. M. Syafaat Mintaredja (5 Januari 1973-1978). H. Djailani Naro (1978-1989). Ismail Hassan Metareum (1989-1998). Hamzah Haz (1998-2007). Pada 2001, Hamzah terpilih sebagai
wakil presiden lewat suara majelis di Sidang Istimewa MPR tahun 2001. Dalam
Pemilu Presiden 2004, PPP mencalonkan Hamzah Haz sebagai calon presiden,
berpasangan dengan Agum Gumelar sebagai calon wakil presiden. Perolehan suara
pasangan ini, sampai saat-saat terakhir penghitungan suara, hanya mencapai
sekitar 3 persen. Suryadharma Ali (2007-).
PPP mendapat 37 kursi (6,61%) di DPR hasil Pemilihan Umum
Anggota DPR 2009, setelah mendapat sebanyak 5.533.214 suara (5,3%).
Partai Hati Nurani
Rakyat
Partai Hati Nurani Rakyat, atau Partai Hanura, adalah sebuah
partai politik di Indonesia. Dalam Pemilu 2009, partai ini bernomor urut 1. Hanura kembali lolos dalam Pemilu 2014, dan mendapat nomor urut
10.
Partai Hanura mendapat 18 kursi (3,21%) di DPR hasil
Pemilihan Umum Anggota DPR 2009, setelah mendapat sebanyak 3.922.870 suara
(3,8%).
Persiapan Hanura menuju kontestasi Pemilihan Umum 2014 agak
terganggu, setelah Akbar Faisal, yang dikenal sebagai vokalis Hanura di
Senayan, mengundurkan diri. Akbar mengaku ingin cari suasana politik baru dan
merasa jenuh dengan tugas kedewanan yang diembannya. Namun pada akhirnya dia
diumumkan sebagai Ketua DPP Bidang Politik Partai Nasdem oleh Ketua Umum
Nasdem, Surya Paloh.
Meskipun demikian, pada 17 Februari 2013, Hanura mendapat
tambahan kekuatan partai menyusul bergabungnya pengusaha sekaligus Bos MNC Group,
Hary Tanoe. Mantan politisi Nasdem itu dianggap mampu untuk membangun citra
Partai Hanura lewat kekuatan media yang dimilikinya.
Pada tanggal 10 Maret 2013, sepuluh partai politik yang
gagal dalam verifikasi administrasi menyatakan bergabung dengan Hanura, yaitu: Partai Kedaulatan, Partai Republika Nusantara (RepublikaN), Partai Nasional Republik (Nasrep), Partai Indonesia Sejahtera (PIS), Partai Pemuda Indonesia (PPI), Partai Kongres, Partai Damai Sejahtera (PDS), Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN), Partai Demokrasi Pembaruan (PDP), Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI).
Partai Hanura dirintis oleh Wiranto bersama para tokoh
nasional yang menggelar pertemuan di Jakarta pada tanggal 13 November-2006.
Para tokoh tersebut adalah:
Jend. TNI (Purn) Wiranto
Yus Usman Sumanegara
Dr. Fuad Bawazier
Dr. Tuti Alawiyah AS
Jend. TNI (Purn) Fachrul Razi
Laksamana TNI (Purn) Bernard Kent Sondakh
Prof. Dr. Achmad Sutarmadi
Prof. Dr. Max Wullur
Prof. Dr. Azzam Sam Yasin
Jend. TNI (Purn) Subagyo Hadi Siswoyo
Jend. Pol (Purn) Chaeruddin Ismail
Samuel Koto
LetJen. TNI (Purn) Suaidi Marasabessy
Marsdya TNI (Purn) Budhy Santoso
Djafar Badjeber
Letjen. TNI (Purn) Ary Mardjono
Elza Syarief
Nicolaus Daryanto
Anwar Fuadi
Dr. Teguh Samudra
Partai Bulan Bintang
Partai Bulan Bintang (PBB) adalah sebuah partai politik
Indonesia yang berasaskan Islam dan menganggap dirinya sebagai partai penerus
Masyumi yang pernah jaya pada masa Orde Lama. Partai Bulan Bintang didirikan pada
17 Juli 1998.
Partai ini telah ikut pemilu selama tiga kali yaitu pada
Pemilu tahun 1999, 2004 dan Pemilu tahun 2009. Pada Pemilu tahun 1999, Partai
Bulan Bintang mempu meraih 2.050.000 suara atau sekitar 2% dan meraih 13 kursi
DPR RI. Sementara pada Pemilu 2004 memenangkan suara sebesar 2.970.487 pemilih
(2,62%) dan mendapatkan 11 kursi di DPR.
Partai ini sebelumnya diketuai oleh Yusril Ihza Mahendra,
tokoh yang pernah menjabat Menteri Sekretaris Negara di massa Presiden SBY,
Tokoh ini mempunyai ciri tahilalat di wajahnya dan dikenal sebagai tokoh yang
memelopori Amandemen Konstitusi Pasca Reformasi, di tengah tuntutan Federalisme
dari beberapa tokoh. Berikutnya MS Kaban dipilih sebagai ketua umum pada 1 Mei
2005. MS Kaban ketika itu menjabat Menteri Kehutanan di Kabinet Indonesia
Bersatu Jilid I.
Dalam Pemilihan Umum Anggota Legislatif 2009, partai ini
memeroleh suara sekitar 1,8 juta yang serata dengan 1,7% yang berarti tidak
mampu meraih perolehan suara melebihi parliamentary threshold 2,5% sehingga berakibat
pada tidak memiliki wakil seorang pun di DPR RI , meski di beberapa daerah
pemilihan beberapa calon anggota DPR RI yang diajukan memenuhi persyaratan
untuk ditetapkan sebagai Anggota DPR RI.
Namun, partai yang memperjuangkan syari'at Islam masuk dalam
sistem hukum di Indonesia sebagai icon perjuangannya ini, masih memiliki
sekitar 400 Anggota DPRD baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota di
seluruh Indonesia.
Sejak Muktamar ke-3, April 2010, di Medan partai ini telah
menetapkan kembali MS Kaban sebagai Ketua Umum Sedangkan BM Wibowo Hadiwardoyo
mantan Sekjen Organisasi massa Islam Hidayatullah diangkat sebagai Sekretaris
Jenderal dan Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, SH., M.Sc. sebagai Ketua Majelis
Syura sedangkan DR. Fuad Amsyari sebagai Ketua Dewan Kohormatan Partai. Partai ini kemudian diloloskan KPU sebagai peserta pemilu
2014 dan mendapat nomor urut 14.
Partai Keadilan dan
Persatuan Indonesia
Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), sebelumnya
bernama Partai Keadilan dan Persatuan (PKP), adalah sebuah partai politik di
Indonesia. Partai ini dideklarasikan di Jakarta tanggal 15 Januari 1999. PKPI
pertama kali ikut serta dalam Pemilu 1999. PKPI bermula dengan dibentuknya
Gerakan Keadilan dan Persatuan Bangsa (GKPB) pada tahun 1998 yang dikoordinasikan
oleh Ir. Siswono Yudhohusodo, Ir. Sarwono Kusumaatmadja, David Napitupulu dan
Tatto S. Pradjamanggala, SH.
PKP lahir untuk menjawab kebutuhan masyarakat, dengan visi
dan misi yang jelas, dan dengan mengedepankan kepentingan bangsa dan negara.
PKP adalah wadah untuk melanjutkan cita-cita perjuangan Kemerdekaan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Ketika didirikan (1999), partai ini memiliki kepengurusan
sebagai berikut:
Ketua Umum: Jenderal (Purn.) Edi Sudradjat
Sekretaris Jenderal: Hayono Isman
Berdasarkan Sidang Paripurna Kongres Partai Keadilan dan
Persatuan Indonesia, kepengurusan PKPI tahun 2005-2010 ditangani oleh:
Ketua Umum: Jenderal (Purn.) Edi Sudradjat (meninggal pada
tahun 2006)
Sekretaris Jenderal: Samuel Samson
Pada 2006-2010, kepengurusan ditangani oleh:
Ketua Umum: Meutia Hatta
Sekretaris Jenderal: Samuel Samson
Berdasarkan hasil kongres III PKPI 13 April 2010 di Jakarta,
untuk kepemimpinan partai tahun 2010-2015 dipegang oleh:
Ketua Dewan Penasehat : Jend. TNI (Purn) Try Sutrisno
Ketua Dewan Pakar : Prof. Dr. Sri Edi Swasono
Pengurus Harian Dewan Pimpinan Nasional:
Ketua Umum: Letjen TNI (Purn) Sutiyoso, mantan gubernur DKI
Jakarta.
Sekretaris Jenderal: Letjen (Purn) M. Yusuf Kartanegara
Bendahara Umum: Linda Setiawati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar